Anda di halaman 1dari 10

MAKALA MASALAH GIZI PADA IBU HAMIL, BAYI DAN BALITA

DOSEN PEMBIMBING: SUSI MARYANTI. S. Pd


DI SUSUN OLEH:
NAMA: ERNA SARI
KHAIRUNA FITRI

STIKES PAYUNG NEGERI ACEH DARUSSALAM


TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua kehendaknya,
tim penyusun berhasil menyelesaikan tugas makalah dengan tepat waktu yang berjudul
"Struktur persebaran penduduk."
Dalam penyusunan makalah ini, semua isi ditulis berdasarkan buku-buku dan jurnal
referensi yang berkaitan dengan sistem periodik kimia. Apabila dalam isi makalah ditemukan
kekeliruan atau informasi yang kurang valid, tim penyusun sangat terbuka dengan kritik dan
saran yang membangun selanjutnya”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Status gizi ibu selama kehamilan dapat dimanifestasikan sebagai keadaan tubuh akibat dari
pemakaian, penyerapan dan penggunaan makanan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan janin. Gizi ibu waktu hamil sangat penting untuk pertumbuhan janin yang
dikandungnya. Pada umumnya, ibu hamil dengan kondisi kesehatan yang baik yang tidak ada
gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, akan menghasilkan bayi yang lebih
besar dan lebih sehat daripada ibu hamil yang kondisinya memiliki gangguan gizi. Kurang
energi kronis akan menyebabkan lahirnya anak dengan bentuk tubuh stunting (Nurmalasari,
2019).
Gizi pada ibu hamil, bayi, dan balita merupakan salah satu fokus perhatian kegiatan
perbaikan gizi masyarakat karena dampaknya yang signifikan terhadap kondisi janin dan
tumbuh kembang bayi/balita, masalah gizi kurang dan gizi lebih bayi dan balita masih tantangan
dalam perbaikan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013 telah dikembangkan Indeks Pembangunan Kesehatan (IPKM) yang dapat
menjadi arah dalam menentukan prioitas pembangunan di bidang kesehatan. Analisis ini
dilakukan untuk mengetahui peran dari IPKM dan komponen –komponen penyusunnya dengan
msalah gizi bayi dan balita di Indonesia. IPKM 2013 terdiri dari 7 indeks, yaitu kesehatan balita,
kesehatan reproduksi, pelayanan kesehatan, perilaku kesehatan, penyakit tidak menular,
penyakit menular, serta kesehatan lingkungan.
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok yang rentan menghadapi masalah gizi.Hal ini
berhubungan dengan proses pertumbuhan janin dan pertumbuhan berbagai organ tubuhnya
sebagai pendukung proses kehamilannya ibu hamil membutuhkan tambahan energi, protein,
vitamin dan mineral untuk mendukung pertumbuhan janin dan proses metabolisme tubuh
(Notoatmodjo, 2007). Bayi Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram. Kejadian BBLR di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas (2013) menunjukkan persentase
balita (0-59 bulan) yang mengalami BBLR sebesar 10,2%. Bayi dengan BBLR mempunyai risiko
kematian lebih tinggi dari bayi yang lahir normal.
BBLR diperkirakan menyebabkan kematian 20 kali dibandingkan dengan bayi yang
beratnya lebih dari 2500 gram. Bblr merupakan masalah kesehatan karena bbrl menjadi salah
satu penyebab utama kmatian neonatal. Depkes RI (2008) menyebutkan sebanyak 15-20%
kematian bayi di Indonesia disebabkan karena BBLR. Selain itu, BBLR dapat menurunkan
kualitas pertumbuhan dan perkembangan mental anak serta menyebabkan generasi yang akan
datang karena memperlambat penurunan kecerdasan (IQ) 10-13 poin (Amalia, 2011) Hasil
Penelitian Nova (2011) menunjukkan anak SD dengan riwayat BBLR mempunyai skor IQ yang
lebih rendah dibandingkan anak SD dengan riwayat lahir cukup. Akibat lain dari KEK adalah
kerusakan struktur susunan syaraf pusat terutama pada tahap pertama pertumbuhan otak (hiperplasia)
yang terjadi selama dalam kandungan. Masa rawan pertumbuhan sel-sel saraf terjadi pada trimester 3
kehamilan sampai sekitar 2 tahun setelah lahir. Kekurangan gizi pada masa dini perkembangan otak
akan menghentikan sintesis protein dan
DNA yang dapat mengganggu pertumbuhan otak terganggu sehingga sel-sel otak yang berukuran
normal lebih sedikit. Dampaknya akan terlihat pada struktur dan fungsi otak di masa mendatang yang
berpengaruh pada intelektual anak (Soetjiningsih, 2009).

Menurut Arisman (2007) beberapa penyebab yang mempengaruhi terjadinya gizi kurang
adalah kurangnya asupan makanan dan penyakit infeksi. Ibu hamil yang asupan makanannya cukup
tetapi menderita sakit akan mengalami gizi kurang. Adapun ibu hamil yang asupan makanannya
kurang maka daya tahan tubuh akan melemah dan akan mudah terserang penyakit. Faktor lain
yang mempengaruhi terjadinya KEK pada ibu hamil adalah tingkat pendidikan yang rendah,
pengetahuan ibu tentang gizi yang kurang, pendapatan keluarga yang tidak memadahi, usia ibu
yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,serta jarak kelahiran yang terlalu dekat.

Hasil penelitian Handayani dan Budianingrum (2011) menunjukkan terdapat pengaruh


umur ibu, jarak kelahiran, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu terhadap kejadian KEK pada
ibu hamil di Wilayah Puskesmas Wedi Kabupaten Klaten. Ibu hamil yang berumur < 20 tahun
atau > 35 tahun lebih rentan menderita KEK dibandingkan ibu hamil yang umurnya 20-35 tahun.
Ibu hamil dengan jarak kelahiran < 2 tahun berisiko menderita KEK karena masih memerlukan
energi yang besar untuk pemulihan. Semakin baik pendidikan ibu maka semakin baik pula
pengetahuan gizinya. Ibu dengan pengetahuan yang baik kemungkinan akan memberikan gizi
yang memenuhi kebutuhan diri dan janinnya. Adapun hasil penelitian Mahirawati (2014) di
Puskesmas Kamoning dan Tambelangan Kabupaten Sampang Jawa Timur menunjukkan sebagian ibu
hamil KEK memiliki suami dengan pendapatan rendah yaitu kurang dari Rp. 1.120.000,- per bulan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. MASALAH GIZI PADA IBU HAMIL


Masalah gizi di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang belum bisa diatasi
sepenuhnya oleh pemerintah. Hal ini terbukti dari data-data survei dan penelitian seperti Riset
Kesehatan Dasar 2018 yang menyatakan bahwa prevalensi stunting anak di Indonesia adalah
19,3%, lebih tinggi dibanding tehun 2013 (19,2%) dan tahun 2007 (18%). Bila dilihat prevalensi
stunting secara keseluruhan baik yang pendek dan sangat pendek, maka prevalensinya sebesar
30,8%. Hal ini menunjukkan bahwa balita di Indonesia masih banyak yang mengalami kurang gizi
kronis dan program pemerintah yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun belum berhasil
mengatasi masalah ini (Riskesdas, 2018).
Salah satu cara dalam mencegah permasalahan gizi stunting adalah dengan melakukan
edukasi. Edukasi merupakan bagian kegiatan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan
didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang dilakukan kepada individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat yang dilakukan dengan tujuan untuk merubah perilaku yang tidak sehat ke pola
yang lebih sehat. Proses pendidikan kesehatan melibatkan beberapa komponen, antara lain
menggunakan strategi belajar mengajar, mempertahankan keputusan untuk membuat
perubahan tindakan/perilaku, dan pendidikan kesehatan juga berfokus kepada perubahan
perilaku untuk meningkatkan status kesehatan mereka (Listyarini, 2019).
Pendidikan kesehatan tentang gizi menggunakan booklet pada ibu dapat meningkatkan
pengetahuan ibu hamil. Hal ini juga didukung oleh Zulaekah yang menunjukan bahwa pemberian
pendidikan gizi pada ibu dengan metode booklet dapat memperbaiki tingkat pengetahuan ibu (Zulaekah,
2012).

Media booklet dipilih sebagai media pendidikan kesehatan karena mampu menyebarkan informasi
dalam waktu relative singkat, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan ibu hamil. Selain itu terdapat
media edukasi selain booklet yaitu leaflet, dari segi bahan dan bentuk booklet dan leaflet hampir, bentuk
dari leaflet sediri biasanya lembaran yang di lipat jadi tiga atau empat bagian, sedangkan bentuk booklet
hampir mirip seperti buku yang terdapat beberapa halaman sehingga informasi yang disajikan pun lebih
beranekaragam dan lengkap, oleh sebab itu peneliti ingin menggunakan booklet dan leaflet untuk
mengetahui seberapa besar efektifitas dari penggunaan booklet dan leaflet untuk meningkatkan
pengetahuan ibu hamil (Listyarini, 2020).

Ibu dengan pengetahuan gizi yang baik kemungkinan akan memberikan gizi yang cukup pada
bayinya. Apabila seorang ibu memiliki pengetahuan yang baik maka ibu tersebut akan berusaha untuk
memenuhi kebutuhan gizinya dan juga bayinya pengetahuan ibu hamil tentang gizi akan mempengaruhi
dalam pengambilan keputusan dan juga akan berpengaruh pada perilaku ibu. (Anita, Listyarini dan
Fatmawati, 2020).

Kegiatan pemantauan anemia ibu hamil merupakan program kegiatan yang bertujuan untuk
mengetahui permasalahan anemia pada ibu hamil yang dilakukan dengan cara pemeriksaan Hb
(Hemoglobin) darah pada kunjungan trimester I maupun trimester III. Permasalahan anemia pada ibu
hamil ini sangat erat kaitannya dengan faktor risiko anemia ibu hamil yang akan berdampak pada proses
persalinan dan pertumbuhan janinnya. Sebaran anemia ibu hamil menurut Dinas Kesehatan Kabupaten
Bener Meriah pada tahun 2018, dapat dilihat pada Grafik 1 di bawah ini.

Gambar 1. Grafik Proporsi Ibu Hamil Anemia


di Kabupaten Bener Meriah desa Tingkem tahun 2018.
Proporsi anemia ibu hamil K1 Kabupaten sebesar 11,65%, Proporsi anemia ibu hamil
Puskesmas Simpang Tiga sebesar 14%, angka ini lebih tinggi dari standar Kabupaten Bener
Meriah . Jumlah Ibu hamil anemia di Puskesmas Mlati I pada tahun 2021, dapat dilihat pada
Grafik 2 berikut.

Gambar 1. Grafik Proporsi Ibu Hamil Anemia


di Kabupaten Bener Meriah tahun 2019.
Proporsi anemia ibu hamil K1 Kabupaten sebesar 11,65%, Proporsi anemia ibu hamil
Puskesmas Simpang Tiga sebesar 14%, angka ini lebih tinggi dari standar Kabupaten Bener Meriah.
Jumlah Ibu hamil anemia di Puskesmas SImpang Tiga pada tahun 2019, dapat dilihat pada Grafik 2
berikut.

2019

Gambar 2. Grafik Jumlah Ibu Hamil Anemia di Puskesmas Simpang


Tiga Tahun 2019

Berdasarkan Grafik 2 diatas, ibu hamil yang terdiagnosis mengalami anemia di Puskemas
Simpang Tiga setiap bulan selalu ada di bulan juni sampai dengan agustus terjadi penurunan
dikarenakan ada penurunan kunjungan

ANC ibu hamil karena pembatasan pasien untuk menerapkan protokol Covid -19.

Bulan September sampai dengan November pemeriksaan ANC ibu hamil mulai normal
kembali, dan yang terdiagnosis anemia tiap bulannya selalu meningkat, hal tersebut
dikarenakan kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi seimbang, selain itu juga kawasan
tingkem termasuk kawasan perkotaan, sehingga ibu hamil banyak sebagai pekerja atau wanita
karir yang menyebabkan ibu hamil kurang memperhatikan asupan gizi, dari hal tersebut
pentingnya pengetahuan ibu hamil perlu ditingkatkan supaya tidak berisiko mengalami stunting
atau gizi kurang.
Upaya penanggulangan ibu hamil anemia di Puskesmas Mlati I sudah dilakukan
diantaranya dengan melakukan konseling bumil atau ANC (Antenatal Care), Sedangkan Program
untuk mengatasi ibu hamil anemia diantara yaitu penyuluhan pada ibu hamil di posyandu dan kelas
ibu hamil.

Pencegahan stunting di Puskesmas simpang tiga, salah satunya yaitu penanganan dengan
melakukan konsultasi gizi kepada Ibu hamil anemia di Puskesmas. Berikut merupakan data stunting
di Puskesmas Mlati I, dapat dilihat pada Gambar 3.

Sangat Tinggi Stunting


Pendek 2% 6%
1%
Pendek
6%

Normal
85%

Gambar 3. Grafik Data Stunting Semester I Tahun 2021 di Puskesmas simpang tiga.

Data tersebut merupakan data prevalensi balita stunting di


Puskesmas simpang tiga
Jumlah sasaran 3132 balita, terdapat 2280 balita normal, 46 balita pendek, 18 balita sangat pendek, 61
balita tinggi dan 164 balita stunting, data ini diperoleh dari hasil penimbangan di posyandu setiap bulan
yang telah di rekap dan di input di aplikasi.

Jumlah balita stunting selalu bertambah setiap bulannya, dan memerlukan intevensi kusus mengenai
status gizi, diharapkan dengan pemberian konsultasi gizi dengan media booklet dapat membantu
meningkatkan ibu hamil anemia dalam memperbaiki status gizi bayi yang akan dilahirkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai