BAB I
PENDAHULUAN
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 jumlah
kematian bayi secara global sudah mencapai angka 31,7 per 1000 kelahiran hidup dan
angka kematian neonatal mencapai 19,2 per 1000 kelahiran hidup, di Asia Tenggara
sendiri memiliki angka kematian bayi (AKB) sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup dan
angka kematian neonatal 24,3 per 1000 kelahiran hidup (WHO, 2015).
Pada tahun 2017 berdasarkan data yang didapatkan dari Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) yang sudah ada AKB di indonesia sudah mencapai 24
kematian per 1000 kelahiran , pada data tersebut menunjukkan bahwa adanya
penurunan AKB dari tahun 2012. Namun, angka tersebut belum mencapai target MDGs
di tahun 2015, yakni 23 kematian per 1.000 kelahiran hidup dengan demikian bisa
dikatakan bahwa AKB di Indonesia masih tergolong sangat tinggi (Kemenkes RI,
2017).
Saat ini salah satu indikator penentu kesehatan pada Era millenium Development
Goals (MDGs) adalah kematian neonatal namun pada masa ini sudah berakhir pada
tahun 2015, tetapi seluruh negara didunia termasuk indonesia menyutujui sebuah
metode baru yaitu The Sustainable Development Goals (SDGs) dimana pada metode ini
terdapat suatu target dan komitmen baru yang telah disepakati bersama untuk mencapai
penurunan angka kematian neonatal setidaknya 12 kematian per 1.000 kelahiran hidup
(Bappenas, 2016).
2
Angka Kematian Neonatal (AKN) merupakan angka kematian yang terjadi sejak
bayi baru dilahirkan hingga bayi berumur kurang dari 28 hari dalam kurun waktu satu
tahun. Sedangkan neonatus yakni bayi baru dilahirkan sampai dengan usia 28 hari.
(Kemenkes, 2017).
di Provinsi Nusa Tenggara Timur menyatakan bahwa faktor risiko yang menyebabkan
kematian neonatal yaitu neonatal yang mengalami komplikasi pada pada saat dilahirkan,
neonatal memiliki masalah kesehatan, rendahnya pengetahuan ibu, Bayi Berat Lahir
riwayat komplikasi, bayi tidak mendapatkan inisiasi dini ASI, kehamilan risiko tinggi
Salah satu Penyebab utama kematian bayi baru lahir atau Neonatal di Dunia
antara lain bayi lahir premature 29%, sepsis dan pneumonia 25% dan 23% merupakan
bayi lahir dengan Asfiksia dan trauma. Asfiksia menempati salah satu penyebab
kematian bayi ke-3 di dunia dalam periode awal kehidupan (WHO, 2008).
0- 6 hari) disebakan karena asfiksia (37,14%) dan 50% nya adalah kelahiran mati pada
paling besar disebabkan karena BBLR (28,18%) dan pada masa bayi (>28 hari - < 1
tahun) penyebab kematian terbesar adalah pneumonia (10%), diare (11%), infeksi
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir dan sering dijumpai pada bayi selama atau sesudah persalinan. Masalah ini
ada kaitannya dengan keadaan ibu, tali pusat ataupun masalah pada bayi selama
ataupun setelah persalinan. Misalnya paa bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin
masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara Kematian bayi dan
neonatal dengan kejadian asfiksia di Rumah Sakit Dr. H . Abdul Moeloek tahun 2019 ?”
kematian neonatal dengan kejadian asfiksia serta sebagai bahan pembelajaran untuk
penelitian selanjutnya.
Universitas malahayati.
3. Bagi peneliti selanjutnya , Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
Analitik Crossectional
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Muslihatun (2010), masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai
dengan 4 minggu (28 hari) setelah kelahiran. Sedangkan menurut Rukiyah dan Yulianti
(2010), neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28
hari, dimana terjadi suatu perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim
menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi 0-28 hari. Kehidupan pada masa neonatus
ini sangat rentan karena pada masa ini neonatus memerlukan adaptasi fisiologik agar
pada masa bayi diluar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan
sirkulasi darah serta bagian tubuh yang mulai berfungsi. Saat lahir berat badan normal
dari ibu yang sehat berkisar 3000 gr - 3500 gr, tinggi badan sekitar 50 cm, berat otak
sekitar 350 gram. Pada sepuluh hari pertama biasanya terdapat penurunan berat badan
sepuluh persen dari berat badan lahir, kemudian berangsur-angsur mengalami kenaikan.
Kematian neonatal terdiri dari kematian neonatal dini (kematian seorang bayi yang
dilahirkan hidup dalam waktu 7 hari setelah kelahirannya) dan kematian neonatal lanjut
(kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup setelah 7 – 28 hari setelah kelahirannya)
Bayi baru lahir memiliki kompetensi perilaku dan kesiapan interaksi sosial. Pada
perode ini merupakan waktu berlangsungnya perubahan fisik yang dramatis pada bayi
baru lahir. Pada masa ini organ bayi mengalami penyesuaian dengan keadaan di luar
Kehidupan neonatus dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor dalam rahim, dan
faktor luar rahim seperti keadaan sosial ekonomi, budaya, dan tingkat pendidikan.
Tingkat sosial-ekonomi yang rendah sering berhubungan dengan kelahiran bayi berat
lahir rendah. Hal ini akan meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada neonatus
(Musrifa, 2014).
Diperkirakan 2/3 kematian bayi dibawah umur satu tahun terjadi pada masa
biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dan ibu, maka terjadilah awal proses
fisiologik.Terdapat masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan
atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas,
kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan
Masalah pada neonatus biasanya muncul sebagai akibat spesifik yang terjadi
pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian sebagai akibat
persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir. Jika
ibu meninggal pada saat melahirkan maka bayi hanya memiliki kesempatan hidup yang
komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis, dan komplikasi berat lahir
rendah. Asfiksia neonatorum merupakan keadaan bayi baru lahir gagal bernapas
spontan dan teratur segera setelah lahir. Penyebabnya adalah hipoksia janin dalam rahim
yang berhubungan dengan berbagai faktor selama kehamilan, persalinan, dan segera
setelah lahir. Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat memengaruhi
Asfiksia adalah salah satu penyebab utama kematian neonatal dini maka status
menyebabkan peningkatan metabolisme energi. Oleh karena itu, kebutuhan energi dan
zat gizi lain meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut
kandungan, serta perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu sehingga kekurangan
zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak
sempurna. Ibu hamil dengan riwayat status gizi risiko tinggi berisiko 122,2 kali lebih
besar mengalami kematian neonatal dibandingkan ibu hamil dengan riwayat status gizi
risiko rendah dan secara statistik bermakna. Penelitian prospektif di Bangladesh pada
770 kelahiran cukup bulan menemukan kejadian asfiksia lahir pada neonatal yang
9
BBLR adalah 10,0% sedangkan pada neonatal dengan berat lahir normal adalah 1,4%.
Perbedaan kejadian asfiksia lahir pada neonatal BBLR dengan neonatal berat lahir
1) Sepsis
bakteremia yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Angka
kejadian sepsis neonatal adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup. Sepsis neonatal
dapat terjadi secara dini, yaitu pada 5-7 hari pertama dengan organisme
penyebab didapat dari intrapartum atau melalui saluran genital ibu. Sepsis
neonatal dapat terjadi setelah bayi berumur 7 hari atau lebih yang disebut sepsis
lambat, yang mudah menjadi berat dan sering menjadi meningitis. Sepsis
nosokomial terutama terjadi pada bayi berat lahir sangat rendah atau bayi kurang
2016)
2) Asfikia
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai
10
terutama terjadi pada asfiksia adalah depresi susunan saraf pusat dengan kriteria
tetapi kelainan ini tidak dapat diketahui dengan segera (WHO,2008). Keadaan
dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi bayi baru lahir.
jaringan dan organ yang akan menjadi masalah pada hari-hari pertama
3) BBLR
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi
yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit
4) Prematuritas
pneumonia dan merupakan penyebab utama kematian neonatal. Tiga puluh lima
Asfiksia neonatarium adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur yang
terjadi saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan apabila terdapat
PaO2 didalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis
(Sembiring, 2019)
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir dan sering dijumpai pada bayi selama atau sesudah persalinan. Masalah ini
ada kaitannya dengan keadaan ibu, tali pusat ataupun masalah pada bayi selama
ataupun setelah persalinan. Misalnya paa bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin
maka akan mengalami asfiksia setelah persalinan. Menurut AAP ( American Academy
of Pediatric ) Asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh kurangnya O2 pada
ensefalopati)
(Rukmono. 2017)
Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan ada 4 juta bayi yang meninggal pada
tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua
pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama dan
meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama
kehidupan pada bayi tersebut adalah adanya komplikasi kehamilan dan persalinan yang
terjadi seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah. (Fujiyarti, 2015)
Data terkait dengan asfiksia di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB) masih
tinggi yaitu 34/1.000 Kelahiran Hidup (SDKI 2007), sekitar 56% kematian terjadi pada
periode sangat dini yaitu di masa neonatal. Target MDG’s tahun 2015 adalah
menurunkan AKB menjadi 23/1.000 Kelahiran Hidup. Penyebab utama kematian bayi
baru lahir atau neonatal di dunia antara lain bayi lahir prematur 29%, sepsis dan
pneumonia 25% dan 23% merupakan bayi lahir dengan Asfiksia dan trauma. Asfiksia
lahir menempati penyebab kematian bayi ke 3 di dunia dalam periode awal kehidupan
(WHO, 2012).
Penilaian asfiksia neonatariun didasarkan pada nila apgar. Nilai apgar adalah
salah satu cara untuk menilai kondisi post natal. Patokan klinis untuk menilai keadaan
bayi tersebut adalah frekuensi jantung, usaha bernafas, tonus otot, refleks, dan warna.
(IDAI, 2008)
13
Tabel 2.1
No Tanda 0 1 2 Jumlah
Nilai
1 2 3 4 5 6
Lebih dari
Frekuensi Kurang dari
1 Tidak Ada 100 X/
Jantung 100 X/ menit
menit
Lambat
Mengangis
2 Usaha Bernafas Tidak Ada Tidak
Kuat
Teratur
Ekstremitas
Gerakan
3 Tonus Otot Lumpuh Fleksi
Aktif
Sedikit
Gerakan
4 Refleks Tidak Ada Menangis
Sedikit
Tubuh dan
Ekstremitas
5 Warna Kulit Biru/ Pucat Ekstremitas
Biru
Kemerahan
Keterangan:
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir
dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30
detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih
dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
Aliran darah ibu ke bayi dapat dipengaruhi oleh keadaan ibu. Jika aliran oksigen
ke janin berkurang akan mengakibatkan gawat janin. Hal ini dapat menyebabkan
15
asfiksia pada bayi baru lahir. Akan tetapi, bayi juga dapat mengalami asfiksia tanpa
Banyak hal yang dapat menyebabkan bayi tidak bernapas setelah lahir. Sering
kali hal ini terjadi ketika bayi sebelumnya mengalami gawat janin. Akibat gawat janin,
bayi tidak menerima oksigen yang cukup. Gawat janin adalah reaksi janin pada kondisi
a. Frekuensi bunyi jantung janin kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali per menit.
b. Berkurangnya gerakan janin (janin normal bergerak lebih dari 10 kali per hari).
c. Adanya air ketuban yang bercampur dengan mekonium atau berwarna kehijauan
Asfiksia juga dapat disebabkan oleh karena faktor ibu, bayi dan tali pusat atau plasenta.
Terdapat lima hal yang menyebabkan terjadinya asfiksia pada saat persalinan:
3. Perfungsi plasenta sisi maternal yang inadekuat (misalnya hipotensi maternal yang
berat)
4. Kondisi janin yang tidak dapat mentoleransi hipoksia intermiten dan transien yang
terjadi pada pada persalinan normal (misalnya pada janin yang anemia atau IUGR).
5. Gagal mengembangkan paru dan memulai ventilasi dan perfusi paru yang seharusnya
Faktor risiko terjadinya asfiksia adalah paritas, usia ibu dan usia kehamilan,
riwayat obstetri jelek, ketuban pecah dini,Gangguan sirkulasi janin dan berat lahir
Tabel 2.2
Faktor Keterangan
1 2
Keadaan ibu 1. Ketuban pecah dini (KPD)
2. BBLR
17
(Depkes, 2007)
A. Faktor Ibu
1. Usia ibu
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu untuk
menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu sehingga kualitas sumber daya
takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut
ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu
belum siap untuk hamil. begitu juga kehamilan di usia tua di atas 35 tahun akan
reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil. Beberapa penelitian menyatakan semakin
tertentu, termasuk resiko kehamilan, yang dapat berakibat buruk pada janin di
yaitu Oksigenisasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama
monoksida, dan tekanan darah ibu yang rendah akan menyebabkan asfiksia pada
18
pengaliran oksigen ke plasenta dan ke janin. Hal ini sering ditemukan pada:
gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat
penyakit atau obat: hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi
2. Paritas
menghasilkan janin viable (dapat hidup lebih dari 20 minggu gestasi) dan bukan
nifas. Paritas 1 berisiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi)
maupun secara mental. Ketidaksiapan ibu secara mental ini dapat berupa stres
yang berlebihan ini dipengaruhi oleh hormon kortisol dan adrenal. Kedua
kortikotropin yang berasal dari plasenta dalam serum ibu. Hormon kortikotropin
steroid adrenal ibu dan janin, termasuk inisiasi biosintesis kortisol janin.
Meningkatnya kadar kortisol pada ibu dan janin semakin meningkatkan sekresi
estrogen plasma ibu, terutama estriol. Peningkatan kortisol dan estrogen pada
19
ibu hamil <37 minggu akan menyebabkan kontraksi uterus dan terjadi persalinan
mortalitas asfiksia.
perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir
dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir. Selain itu, penyulit yang sering terjadi
pada ibu dengan paritas >4 adalah preeklampsia, kelahiran prematur, kelainan
his hipotonik dan otot jalan lahir kaku. Hipotonik menyebabkan gangguan aliran
kali lebih tinggi risiko terjadinya Asfiksia Neonatorum pada bayi yang
dapat berasal dari vagina dan serviks etiologi pada sebagian besar kasus tidak
neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran transport gas O2 dan ibu kejanin
4. Preeklampsi
pada plasenta. Hal ini yang dapat menyebakan berat badan bayi akan dilahirkan
relatif kecil. Selain itu, preeklamsi juga dapat menyebabkan terjadinya kelahiran
fungsi plasenta dimana plasenta mengalami penurunan aliran darah dan oksigen
pada pembuluh darah. Apabila bayi mengalami hipoksia akibat suplay oksigen
ke plasenta menurun karena efek dari hipertensi intrauterin, maka bayi tersebut
mengakibatkan terjadinya hipoksia. Akibat lanjut dari hipoksia pada janin adalah
Lilitan tali pusat dapat menyebabkan asfiksia dimana asfiksia pada Bayi
morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir. Adanya lilitan tali pusat di leher
Namun dalam proses persalinan dimana mulai timbul kontraksi rahim dan
kepala janin mulai turun dan memasuki rongga panggul, maka lilitan tali pusat
oksigen dan zat makanan ke janin akan berkurang, yang mengakibatkan janin
Lilitan tali pusat ini sendiri dapat mengakibatkan suatu kejadian fatal
yaitu kematian bayi. Karena puntiran tali pusat yang berulang-ulang ke satu arah
tersebut mengakibatkan atus darah dari ibu ke janin tersumbat total. Lilitan tali
pusat pada bayi yang terlalu erat sampai dua atau tiga kali bisa menyebabkan
• Pengaruh obat
C. Faktor Bayi
1. Prematuritas
(Riskesdas) 2013.
yang lahir cukup bulan. Hal ini disebabkan mereka mempunyai kesulitan
23
kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. (Sulistiarini &
Berliana, 2016)
2. BBLR
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah
seluruh kelahiran didunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi
angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat
Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta
jantung janin yang tidak stabil dan nilai apgar rendah. Hipoksia janin akan
memiliki 7,58 kali lebih tinggi risiko terjadinya asfiksia pada bayi baru
lingkungan biokimia yang tidak cocok dengan kehidupan. Tujuan resusitasi adalah
25
intervensi tepat waktu yang mengembalikan efek-efek biokimia asfiksia, sehingga akan
mencegah kerusakan otak dan organ yang ireversibel, yang akibatnya ditanggung
sepanjang hidup. Pada awalnya frekuensi jantung dan tekanan darah akan meningkat
dan bayi akan mengalami megap-megap (gasping). Bayi kemudian masuk ke periode
apnea primer. Apnea adalah suatu episode henti nafas selama 20 detik atau lebih yang
berkaitan dengan yang berkaitan dengan kondisi bradikardi, sianosis, pucat, dan
hipotonia yang jelas. Bayi yang menerima stimulasi adekuat selama apnea primer akan
mulai melakukan usaha napas lagi. Stimulasi dapat terdiri atas stimulasi taktil
(mengeringkan bayi) dan stimulasi termal (oleh suhu persalinan yang lebih dingin).
Bayi-bayi yang mengalami proses asfiksia akan lebih jauh berada dalam tahap
apnea sekunder. Apnea sekunder dapat dengan cepat menyebabkan kematian jika bayi
tidak benar-benar didukung oleh pernapasan buatan, dan bila diperlukan dilakukan
kompresi jantung. Warna bayi, berubah dari biru ke putih karena bayi baru lahir
resusitasi janin yang persisten. Foramen ovale akan terus memompa pirau darah ke
aorta, melewati paru-paru yang konstriksi. Bayi baru lahir dalam keadaan asfiksia tetap
baru lahir cepat menimbun karbon dioksida. Hiperkarbia ini mengakibatkan asidosis
pada bayi baru lahir berubah menjadi metabolisme anaerob, terutama karena kurangnya
glukosa yang dibutuhkan untuk sumber energi pada saat kedaruratan. Hal ini
mengakibatkan akumulasi asam laktat dan asidosis metabolik. Asidosis metabolik hanya
akan hilang setelah periode waktu yang signifikan dan merupakan masalah sisa bahkan
Efek hipoksia terhadap otak sangat terlihat. Pada hipoksia awal, aliran darah ke
otak meningkat, sebagai bagian mekanisme kompensasi. Kondisi tersebut hanya dapat
memberikan penyesuaian sebagian. Jika hipoksia berlanjutm maka tidak akan terjadi
penyesuaian akibat hipoksia pada sel-sel otak. Beberapa efek hipoksia yang paling berat
muncul akibat tidak adanya zat penyedia energy seperti ATP berhentinya kerja pompa
ion-ion transeluler, akumulasi air, natrium dan kalsium dan kerusakan akibat radikal
bebas oksigen. Seiring dengan penurunan aliran darah yang teroksigenasi, maka asam
amino yang meningkat akibat pembengkakan jaringan otak akan dilepas. Proses ini
dapat muncul selama 24 jam pertama setelah bayi baru lahir. Awitan kejang selama
periode ini merupakan tanda yang mengkhawatirkan dan merupakan tanda peningkatan
Pada bayi asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan
otak.
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang
disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih
banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang
c. Kejang
dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak
d. Koma
pada otak.
Bayi baru lahir yang mengalami asfiksia, hanya kurang dari 10% yang
memerlukan resusitasi dan umumnya dapat diatasi dengan pemberian ventilasi tekanan
pesitif hanya 1% yang memerlukan resusitasi aktif lengkap sampai dengan tunjangan
obat – obatan. Tidak semua kasus asfiksia dapat ditangani bidan karena adanya
keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk itu, keterampilan stabilisasi dan
transportasi bayi baru lahir menjadi penting. Bayi harus dalam kondisi stabil sebelum
dirujuk. Upaya untuk mempertahankan kondisi stabil pada bayi paska resusitasi
bukti ilmiah untuk mengembalikan usaha nafas dan sirkulasi bayi sehingga terhindar
dari kematian maupun cacat menetap. Urutan resusitasi dimulai dari A, B, C,D harus
berurutan dan tidak boleh meloncat atau acak kecuali resusitasi pada orang dewasa/
anak.
Langkah resusitasi:
Dahulukan dalam setiap usaha resusitasi. Langkah ini sebaiknya selesai dalam
Perawatan Rutin
Ya, Rwt gbng 1. Hangatkan
Cukup Bulan?Bernapas/
2. Bersihkan jalan napas
Menangis?Tonus baik?
jika perlu
3. Keringkan
4. Evaluai lanjutan
Tidak
Tidak
FJ < 100 Labored breathing/ sianosis
Megap-Megap/apnu? persisten?
Pertimbangkan intubasi
kompresi dada, koordinasi
dengan VTP
FJ < 60 ?
Epinefrrin IV
30
A. Airway (A)
tubuh sisanya terbungkus plastik dan tidak dikeringkan hal ini mencegah
Yang dinilai adalah pernapasan, denyut jantung janin dan tonus otot.
Penilaian ini tidak boleh dari 30 detik. Sehingga secara keseluruhan tindakan
tekanan positif) tidak boleh dari 1 menit. Menit ini disebut sebagai The
Golden Minute.
B. Breathing (B)
Apabila bayi tidak bernapas atau megap- megap, lakukan VTP. Sedangkan
distres napas atau merintih dan sesak nafas berikan CPAP (continous
Ventilasi optimal dapat dicapai apabila sungkup wajah melekat rapat pada
wajah bayi dan dinilai dengan pengembangan dada yang baik. Sungkup
wajah yang baik harus menutupi ujung dagu, mulut dan hidung.
Indikasi VTP :
TINDAKAN LANGKAH
KOREKSI
menghidu
dagu kedepan
setiap beberapa
napas, seperti
terdengar suara
tampak gerakan
endotrakeal/
sungkup laring
C. Circulation (C)
konsisten
perfusi koroner
per menit) untuk memasukan frekuensi kompresi ada dan ventilasi yang
D. Drug (D)
Pemberian obat- obatan tidak boleh menghentikan VTP dan kompresi dada.
1. Adrenalin
2. Sodium bikarbonat
lambat.
adekuat.
3. Nalokson
35
berikut:
Nalokson dapat diberikan lebih dari satu kali karena durasi efek
kehilangan darah yang masif atau pada bayi yang tidak respon
vena umbilikal (5-10 menit). Hati- hati pada bayi prematur, jangan
(Rukmono, 2020)
Kerangka teori adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan untuk
Bagan 2.2
Faktor Ibu :
1. Usia Ibu
2. Paritas
3. KPD
4. Preeklampsi
Faktor Bayi :
1. Prematur
2. BBLR
3. Air Ketuban
Bercampur
Mikonium
Kerangka konsep adalah ringkasan dan tinjauan pustaka yang digunakan untuk
Bagan 2.3
Tahun 2019
2.6 Hipotesis
Tahun 2019.
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik yaitu
mencari hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya (Sudigdo, 2011)
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah analitik yaitu penelitian yang
melakukan analisis dinamika kolerasi antara fenomena atau antara faktor resiko dengan
faktor efek. Desain penelitian ini adalah cross-sectional, dimana peneliti mempelajari
dinamika korelasi antara faktor- faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu waktu ( point time approach ).
Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan
terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. (Notoatmodjo,
3.4.1 Populasi
41
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti tersebut.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua bayi yang lahir dan dilarikan ke
bagian peinatal di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung tahun 2019
berjumlah 100.
3.4.2. Sampel
Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
Cara perhitungan :
N
n=
1+ N (d ) 2
N
n=
1+729(0,05)
2
100
n=
1+0,25
100
n=
Keterangan
1,25:
𝒏 = 80
n = Jumlah Sample
N = Jumlah Populasi
Jadi didapatkan bahwa jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 80 sampel.
yaitu pengambilan sampel dengan cara didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu
yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat- sifat yang sudah diketahui
sebelumnya atau dengan kriteria inklusi sampai jumlah sampel yang diperlukan
ini diambil dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut :
Kriteria Inklusi :
Kriteria Eklusi :
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder yaitu
data yang diambil dari catatan rekam medik pasien di Uang Perinatologi Rumah Sakit
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu
(Notoatmodjo, 2010)
timbulnya variabel dependen atau variabel terikat (Notoatmodjo, 2010). Variabel bebas
Variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel
independen atau variabel bebas (Notoatmodjo, 2010). Variabel terikat dalam penelitian
Tabel 3.2
44
N
Alat Cara Hasil
Variabel Definisi Skala
O Ukur Ukur Ukur
Variabel Independen
1 Asfiksia Asfiksia adalah Apgar Rekam 1). Nilai Ordinal
keadaan bayi Score Medik 0-3
tidak bernapas : Asfiksia
secara spontan berat
dan teratur segera 2). Nilai
setelah lahir dan 4-6
sering dijumpai : Asfiksia
pada bayi selama sedang
atau sesudah 3). Nilai
persalinan. 7-10
: Normal
Variabel Dependen
1 Kematian Kematian Rekam Ordinal
Neonatal neonatal adalah Medik
kematian bayi
yang berumur 0
sampai 28 hari.
Secara umum kegiatan pengolahan data dapat dibagi dalam beberapa tahapan
antara lain:
1) Editing
45
2) Coding
3) Entering
4) Processing
karakteristik setiap responden. Variabel yang diteliti meliputi : Asfiksia dan kejadian
frekuensi yaitu :
f
p= x 100 %
n
Keterangan :
P = frekuensi dalam %
46
n = jumlah populasi
Analisis Bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau
berkolerasi. Analisis bivariat ini menimbulkan ada atau tidaknya hubungan statistik atau
pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terkait. Penelitian ini digunakan batas
bermakna sebesar 95% (ρ value <0,05%) atau batas kemaknaan (α> 0,05) untuk
kemudian dianalisa untuk membandingkan nilai ρ value dan nilai alpha (0,05) dengan
ketentuan:
1) Ha diterima jika ρ value < 0,05 berarti ada hubungan antara Asfiksia dengan
2) Ha ditolak jika ρ value > 0,05 berarti tidak ada hubungan antara Asfiksia
X 2
=
∑ ( 0−E )2
E
Keterangan :
Dari hasil uji chi-square hanya dapat menyimpulkan ada atau tidaknya perbedaan
proporsi antar kelompok mana yang memiliki resiko lebih besar dibandingkan
kelompok lain. Dalam penelitian ini juga dilakukan perhitungan Odds Ratio untuk
a. Bila Odds Ratio sama dengan satu (OR=1), menunjukkan bahwa variabel yang diteliti
b. Bila Odds Ratio lebih besar dari satu (OR≥1), menunjukkan bahwa variabel yang
c. Bila Odds Ratio kurang dari satu (OR≤1), menunjukkan bahwa variabel yang diteliti
Pengolahan data
Analisis data
Penyusunan Laporan
Penyerahan Laporan
Persentasi Skripsi
48
DAFTAR PUSTAKA
(n.d.).
Abdullah, A. Z., Naiem, M. f., & Mahmud, N. U. (2012). Faktor resiko kematian neonatal
dirumah sakit bersalin. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 6. No 6, 283-287.
Babullah, M. (2019). GAMBARAN KEJADIAN ASFIKSIA DENGAN LILITAN TALI PUSAT PADA BAYI
BARU LAHIR DI UPTD PUSKESMAS LAMURUKUNG TAHUN 2017 . Jurnal Ilmiah
Kesehatan Diagnosis Volume 14 Nomor 2, 128-132.
Fida, & Maya. (2012). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: D-Medika.
Intarti, W. D., Puspitasari, L., & Pradani, R. I. (2016). Efektifitas Muscle Pumping dalam
Meningkatkan Score APGAR pada bayi baru lahir dengan asfiksia. Jurnal Kebidanan,
Vol. VIII, No. 01, 1-126.
Manuaba, I. B. (2012). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan & keluarga berencana untuk
pendidikan bidan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pusponegoro, T. S. (2016). Sepsis pada Neonatus (Sepsis Neonatal). Sari Pediatri, Vol. 2, No. 2,
96-102.
Rukiyah, A. Y., & Yulianti, L. (2019). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Pra Sekolah.
Jakarta: CV. Trans Info Media.
Rukmono, P. (2017). TATALAKSANA BAYI BARU LAHIR Panduan Praktis Untuk Dokter Paramedis
dan Bidan. Bndar Lampung: AURA.
Rukmono, P. (2020). Neonatologi Praktis (Vol. Edisi Revisi 2020). Bandar Lampung: CV.
Anugrah Utama Raharja.
Sembiring, J. B. (2019). Buku Ajar Neonatus Bayi, Balita, Anak pra sekolah. Sleman:
DEEPUBLISH.
Setiyani, A., Sukesi, & esyunanik. (2016). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak
pra sekolah. Jakarta: Kemenkes.
soetomo. (2017). Asfiksia pada bayi baru lahir dan resusitasi. seminar kebidanan stikes karya
husada, 2-3.
Sondakh, J. (2013). Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir. Jakarta: Erlangga.
Sulistiarini, D., & Berliana, S. M. (2016). Faktor -faktor yang Memengaruhi Kelahiran Bayi
Prematur di Indonesia: Analisis Data Rikardes 2013. E-Journal WIDYA Kesehatan Dan
Lingkungan Vol.1 No.2, 109-115.