Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kematian neonatal merupakan salah satu masalah kesehatan yang sangat

penting di negara berkembang. Diperkirakan terdapat 136 juta bayi yang lahir setiap

tahun, namun 4 juta di antaranya meninggal dalam periode neonatal (0-28 hari) dan

99 % dari kematian tersebut banyak terjadi negara berkembang. Kematian neonatal

perlu mendapat perhatian khusus karena sebagian besar kematian bayi terjadi pada

masa awal kelahiran (neonatus) didukung dengan data yang menunjukkan tingkat

proporsi Angka Kematian Neonatal (AKN) sebagai penyumbang kematian bayi

sebesar 59 % di Indonesia (Sembiring , 2019).

Data dunia yang di laporkan oleh UNICEF (United Nations International

Children’s Emergency Fund) tahun 2020 dari Bayi yang baru lahir sangat rentan,

diperkirakan mencapai 50 % dari semua kematian pada tahun pertama kehidupan,

dengan 75 % kematian terjadi pada tahun pertama kehidupan. Sayangnya, upaya

dalam menurunkan angka kematian bayi baru lahir mengalami penurunan dalam

dekade terakhir United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF,

2020).

Berdasarkan data yang dilaporkan kepada Direktorat Kesehatan Keluarga, pada

tahun 2019, dari 29.322 kematian balita, 69% (20.244 kematian) diantaranya terjadi

pada masa neonatus. Dari seluruh kematian neonatus yang dilaporkan, 80% (16.156

kematian) terjadi pada periode enam hari pertama kehidupan. Sementara, 21% (6.151

1
kematian) terjadi pada usia 29 hari – 11 bulan dan 10% (2.927 kematian) terjadi pada

usia 12 – 59 bulan (Kemenkes, R.I, 2020).

Pada tahun 2019, penyebab kematian neonatal terbanyak adalah kondisi berat

badan lahir rendah (BBLR). Penyebab kematian lainnya di antaranya asfiksia,

kelainan bawaan, sepsis neonatorum, dan lainnya (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2020). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, angka

kematian bayi di tahun 2016 mencapai 301, tahun 2017 menurun 239, tahun 2018

naik lagi 248, tahun 2019 turun 242 dan di tahun 2020 naik 2 kasus berjumlah 244.

(Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, 2021). Tingginya angka kematian bayi

terutama yang terjadi pada neonatal merupakan masalah yang membutuhkan

perhatian bersama. Berbagai masalah yang terjadi pada neonatal memberikan

gambaran bahwa neonatal memiliki resiko kematian (Oktiawati, Itsna, Ni’mah,

2020).

Bayi yang berada di ruangan khusus NICU terpisah dengan ruang perawatan

ibu. Perawatan bayi di NICU mempunyai dampak yang bermakna pada orang tua

terutama seorang ibu dan hal ini dapat menyebabkan konsekuensi jangka panjang

pada keluarga itu. Krisis kelahiran bayi berat badan lahir rendah dan stigma yang

terjadi pada kelahiran bayi yang sakit berat, diperberat oleh perpisahan antara ibu dan

bayi yang diakibatkan perawatan di NICU sehingga hal ini akan menyebabkan respon

cemas pada setiap ibu. Kecemasan adalah hasil dari proses psikologi dan proses

fisiologi dalam tubuh manusia. Kecemasan tidak sama dengan rasa takut dan

kecemasan menunjukkan reaksi terhadap bahaya yang memperingatkan bahwa ada

2
bahaya sehingga akan menyebabkan kehilangan kendali pada individu tersebut.

Kecemasan yang tidak segera diatas akan sangat berdampak pada kondisi psikologis

individu seperti stress dan depresi bahkan kecenderungan untuk melakukan bunuh

diri (Direja, 2011).

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk membantu mengatasi rasa sedih dan rasa

kehilangan yang dialami para orang tua, menanggapi pertanyaan mereka dengan

optimal dan memudahkan kemampuan mereka beradaptasi. Salah satu cara dalam

mengatasi kecemasan adalah dengan meningkatkan mekanisme koping. Mekanisme

koping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan

menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya

dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa

aman dalam dirinya (Stuart & Sundeen, 2013). Orang tua khususnya seorang ibu akan

menunjukkan mekanisme koping dengan adanya permasalahan pada bayi mereka,

misalnya saja dimulai dari adanya perasaan bersalah karena telah melahirkan bayi

dengan berat yang kurang. Kemudian rasa bersalah akan berkembang menjadi

perasaan takut, cemas, stres dan depresi karena pada akhirnya bayi akan dirawat di

ruang NICU di mana ibu akan selalu terpusat perhatiannya atas kondisi bayinya yang

dirawat di ruang NICU.

Studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD dr. MM. Dunda Limboto pada

tanggal 20 Juli 2021 melalui bagian rekam medik didapatkan data kematian neonatal

selama tahun 2019 sebanyak 13 bayi sedangkan tahun 2020 sebanyak 15 bayi.

Sementara data sejak Januari sampei dengan bulan Maret, jumlah bayi meninggal

3
sebanyak 2 bayi. Hal ini menunjukkan kematian neonatal masih menjadi masalah

utama. Hasil wawancara dengan 5 orang tua bayi didapatkan keterangan 4 orang

diantaranya mengeluh sulit tidur, tidak nafsu makan dan sering memirkan kondisi

bayinya yang sedang dirawat di NICU. Hasil observasi didapatkan orang tua nampak

cemas dan gelisah selama bayinya dirawat di NICU. Hasil observasi terhadap 5 orang

ibu juga didapatkan 3 orang diantaranya selalu menghindar bila diajak berkomunikasi

dan gelisah.

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut maka peneliti merasa tertarik dan

penting untuk mengetahui mekanisme koping dan kecemasan orang tua dengan

melakukan penelitian tentang hubungan mekanisme koping dengan kecemasan orang

tua bayi di ruang NICU RSUD dr. MM. Dunda Limboto

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka masalah dalam penelitian

dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Kematian neonatal merupakan salah satu masalah kesehatan yang sangat penting

di negara berkembang. Diperkirakan terdapat 136 juta bayi yang lahir setiap

tahun, namun 4 juta di antaranya meninggal dalam periode neonatal (0-28 hari).

2. Angka Kematian Neonatal (AKN) sebagai penyumbang kematian bayi sebesar 59

% di Indonesia. Data Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, angka kematian bayi

di tahun 2016 mencapai 301, tahun 2017 menurun 239, tahun 2018 naik lagi 248,

tahun 2019 turun 242 dan di tahun 2020 naik 2 kasus berjumlah 244

4
3. Data kematian neonatal selama tahun 2019 sebanyak 13 bayi sedangkan tahun

2020 sebanyak 15 bayi.

4. Hasil wawancara dengan 5 orang tua bayi didapatkan keterangan 4 orang

diantaranya mengeluh cemas karena kondisi bayinya.

5. Hasil observasi didapatkan orang tua nampak cemas dan gelisah selama bayinya

dirawat di NICU. Menurut para orang tua, upaya yang mereka lakukan saat ini

adalah berdoa dan selalu berusaha demi kesehatan bayinya.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah mekanisme koping berhubungan dengan kecemasan

orang tua bayi di ruang NICU di RSUD dr. MM. Dunda Limboto?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan mekanisme

koping dengan kecemasan orang tua bayi di ruang NICU di RSUD dr. MM. Dunda

Limboto.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui mekanisme koping orang tua bayi di ruang NICU di RSUD dr. MM.

Dunda Limboto.

2. Mengetahui kecemasan orang tua bayi di ruang NICU di RSUD dr. MM. Dunda

Limboto.

5
3. Menganalisis hubungan mekanisme koping dengan kecemasan orang tua bayi di

ruang NICU di RSUD dr. MM. Dunda Limboto.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

keilmuan khusus dalam memberikan dukungan pada orang tua yang mengalami

kecemasan.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan untuk membuat perencanaan dalam memberikan layanan

asuhan keperawatan baik kepada bayi maupun keluarga bayi yang sedang

menjalani perawatan intensif di ruang NICU maupun orang tua dari bayi yang

sedang menjalani perawatan intensif.

2. Bagi Perawat

Mampu mengidentifikasi koping ibu yang memiliki bayi yang menjalani

perawatan intensif di ruang NICU, sehingga dapat membantu para perawat yang

khususnya bekerja di ruang NICU khususnya pada para orang tua yang memiliki

bayi yang sedang menjalani perawatan intensif di ruang NICU.

3. Bagi orangtua

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi orangtua

terutama bagaimana menggunakan mekanisme koping dalam mengatas

kecemasan.

6
4. Bagi Peneliti

Peneliti dapat melakukan penelitian secara langsung tentang kecemasan dan

penggunaan mekanisme koping pada ibu yang memiliki bayi dengan BBLR

(Berat Badan Lahir Rendah) yang sedang menjalani perawatan intensif di ruang

NICU.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU)

2.1.1 Pengertian

Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus, yaitu merupakan individu yang

sedang mengalami masa pertumbuhan dan baru mengalami trauma kelahiran serta

memerlukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin.

Neonatus mempunyai pertahanan fisik yang lemah dan fungsi imunitas yang imatur

sehingga rentan terhadap invasi bakteri. Dalam hal ini neonatus memerlukan

penanganan dan perlakuan yang khusus karena memiliki risiko kematian yang lebih

tinggi dibandingkan dengan pasien-pasien lain (Maryanti & Sujianti, 2011).

Ruangan NICU (Neonatal Intensive Care Unit) merupakan ruang perawatan

intensif untuk bayi baru lahir (sampai usia 28 hari) yang memerlukan pengobatan dan

perawatan khusus, dengan tujuan mencegah dan mengobati terjadinya kegagalan

organ-organ vital pada bayi baru lahir. Ada berbagai penyakit pada bayi baru lahir

yang menyebabkan bayi harus dirawat di NICU, seperti bayi yang lahir dengan berat

badan rendah, mengalami gangguan sistem pernafasan (asfiksia), mengalami

kesulitan dalam proses persalinan, maupun bayi yang lahir secara prematur. Bayi

yang baru lahir dan ada masalah terhadap kondisinya, maka perlu dirawat di ruang

NICU (Rumah Sakit Ibu dan Anak, 2018).

8
Ruangan NICU (Neonatal Intensive Care Unit) adalah ruang perawatan intensif

untuk bayi yang memerlukan pengobatan dan perawatan khusus, guna mencegah dan

mengobati terjadinya kegagalan organ-organ vital (RSIA, 2021).

2.1.2 Level Perawatan Bayi Baru Lahir

Menurut Maryunani (2013), level perawatan Bayi Baru Lahir yaitu:

1. Level I adalah untuk bayi risiko rendah, dengan kata lain bayi normal yang sering

digunakan istilah rawat gabung (perawatan bersama ibu). Perawatan level 1

mencakup bayi lahir sehat yang segera dilakukan rawat gabung dengan ibunya,

sehingga dapat menunjang penggunaan ASI eksklusif.

2. Level II adalah untuk bayi risiko tinggi tetapi pengawasan belum perlu intensif.

Pada level ini bayi diawasi oleh perawat 24 jam, akan tetapi perbandingan

perawat dan bayi tidak perlu 1-1. Perawatan level II meliputi perawatan bayi

bermasalah yang memerlukan perawatan khusus yang terbagi menjadi dalam

ruangan infeksi dan non infeksi. Adapun bayi yang dapat dirawat di level ini

antara lain bayi dengan hiperbilirubinemia yang memerlukan terapi sinar maupun

transfusi tukar; bayi berat badan lahir rendah (BB 1500-kurang dari 2500 gram)

atau sangat rendah (BB kurang dari 1500 gram), bayi kurang bulan (umur

kehamilan di bawah 34-36 minggu) yang memerlukan perawatan dalam

inkubator; bayi yang tidak dapat atau tidak boleh diberikan minum peroral,

sehingga harus diberikan infus intravena, bayi yang membutuhkan terapi oksigen,

tetapi belum memerlukan alat bantu nafas mekanis, misalnya bayi dengan distres

atau gangguan nafas, riwayat lahir tidak langsung menangis; bayi dengan gejala

9
hipoglikemia (kadar gula darah rendah) atau ibu dengan riwayat diabetes melitus;

bayi dengan riwayat tindakan persalinan yang menyebabkan trauma bayi lahir,

misalnya dengan forcep atau vacum ekstraksi; bayi sakit tersangka infeksi

sedang-berat yang memerlukan pemberian antibiotika secara intravena dan nutrisi

intravena.

3. Level III adalah untuk bayi risiko tinggi dengan pengawasan yang benar benar

ekstra ketat. Satu orang perawat yang bertugas hanya boleh menangani satu

pasien selama 24 jam penuh. Perawatan level III (NICU) meliputi perawatan bayi

sakit kritis atau belum stabil yang memerlukan support alat bantu nafas mekanik

(Bubble Nasal CPAP atau Ventilator mekanik), tindakan operatif maupun

pemberian obat-obatan atau tindakan intervensi khusus. Adapun bayi yang harus

dirawat di NICU antara lain bayi dengan sindrom gawat nafas derajat 3 dan 4

yang memerlukan support alat bantu nafas mekanik (Bubble Nasal CPAP atau

Ventilator mekanik), aspirasi air ketuban (Meconeum Aspiration Syndrome); bayi

berat badan lahir amat atau sangat rendah (kurang dari 1200 gram), atau bayi

dengan umur kehamilan kurang dari 34 minggu yang belum mendapatkan obat

kematangan paru; bayi dengan kelainan kongenital yang membutuhkan tindakan

operatif, misalnya bayi dengan obstruksi saluran pencernaan, hernia

diafragmatika, omfalokel, penyakit jantung bawaan, perforasi usus, atresia ani,

dll; serta perawatan bayi pasca operasi besar yang membutuhkan support

ventilator mekanik; bayi yang membutuhkan intervensi invasif, misalnya

10
pemberian surfaktan, transfusi tukar, pemasangan akses umbilikal, pemasangan

akses vena dalam dan akses arteri, ventilator mekanik.

2.1.3 Fasilitas Ruang Perawatan Bayi Baru Lahir

Menurut Sembiring (2019), ruang perawatan bayi baru lahir dikategorikan

berdasarkan level ruanga perawatan yaitu

1. Level I: ruang perawatan biasa; pasien dirawat di ruang atau kamar biasa dan

tidak memerlukan alat atau fasilitas khusus.

2. Level II: ruang perawatan memerlukan monitor dan inkubator.

3. Level III: selain monitor dan inkubator, ruangan juga mesti difasilitasi ventilator.

Monitor berfungsi untuk mengontrol detak jantung dan otak. Sedangkan

ventilator untuk membantu sistem pernapasan

2.2 Konsep Kecemasan

2.3.1 Pengertian

Kecemasan atau ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang

samar disertai respon otonom (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui

oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal

ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya

bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (Stuart &

Sundeen, 2013).

Menurut Videbeck (2012), Kecemasan adalah emosi dan merupakan

pengalaman subyektif individual, mempunyai kekuatan tersendiri dan sulit

diobservasi secara langsung. Reaksi pertama yang muncul atau dirasakan oleh klien

11
dan keluarganya disaat klien harus dirawat mendadak atau tanpa terencana begitu

mulai masuk rumah sakit. Kecemasan akan terus menyertai klien dan keluarganya

dalam setiap tindakan keperawatan terhadap penyakit yang diderita klien.

Menurut Direja (2011), Kecemasan adalah hasil dari proses psikologi dan

proses fisiologi dalam tubuh manusia. Kecemasan tidak sama dengan rasa takut dan

kecemasan menunjukkan reaksi terhadap bahaya yang memperingatkan bahwa ada

bahaya sehingga akan menyebabkan kehilangan kendali pada individu tersebut.

Menurut Berman, et all (2016) dalam Zaini (2019), ansietas atau cemas

merupakan perasaan takut atau ketautan yang tidak dapat dijelaskan dan merupakan

respon terhadap stimulus internal dan eksternal yang memiliki tanda dan gejala

perilaku, afektif, koginitif dan fisik.

Berdasarkan uraian pengertian kecemasan yang dikemukakan oleh para ahli

maka dapat disimpulakn bahwa kecemasan adalah perasaan takut atau khawatir yang

dirasakan oleh setiap orang yang diwujudkan melalui reaksi psikologis akibat

masalah yang dihadapi.

2.3.2 Penyebab Kecemasan

Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan individu dalam memelihara

keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan

hubungan interpersonal. Menurut Keliat (2019), hal yang dapat menimbulkan

kecemasan biasanya bersumber dari:

1. Ancaman integritas bologi yang meliputi:

a. Gangguan terhadap kebutuhan dasar makan

12
b. Gangguan terhadap kebutuhan dasar minum

c. Gangguan terhadap kebutuhan dasar kehangatan

d. Gangguan terhadap kebutuhan dasar seks.

2. Ancaman terhadap keselamatan diri yang meliputi:

a. Tidak menemukan integritas diri

b. Tidak menemukan status dan prestise

c. Tidak memperoleh pengakuan dari orang lain

d. Ketidaksesuaian pandangan diri dengan lingkungan nyata

2.3.3 Teori Kecemasan

Berbagai teori kecemasan diungkapkan oleh beberapa ahli sebagaimana dikutip

dalam Videbeck (2012) yang akan dijelaskan berikut ini:

1. Teori psikoanalitik

Menurut Freud, kecemasan timbul akibat reaksi psikologi individu terhadap

ketidakmampuan mencapai orgasme dalam hubungan seksual. Energi seksual yang

tidak terekspresikan akan mengakibatkan rasa cemas. Kecemassan timbul dapat

secara otomatis akibat dari stimulus internal dan eksternal yang berlebihan. Secara

stimulus (internal dan eksternal) yang berlebihan sehingga melampaui kemampuan

individu untuk menanganinya. Pada teori ini kecemasan dibagi kedalam dua tipe

yaitu:

a. Kecemasan primer

Kejadian traumatik yang dikawal saat bayi lahir akibat adanya stimulasi tiba-

tiba dan trauma pada saat persalinan, kemudian berlanjut dengan

13
kemungkinan tidak tercapainya rasa puas akibat kelaparan atau kehausan.

Penyebab kecemasan primer ini adalah keadaan ketegangan atau dorongan

yang diakibatkan oleh faktor eksternal.

b. Kecemasan subsekuen

Sejalan dengan peningkatan ego dan usia, freud melihat ada jenis kecemasan

lain akibat konflik emosi diantara dua elemen kepribadian yaitu id dan

superego. Freud menjelaskan bila terjadi kecemasan maka posisi ego sebagai

pengembang id dan superego berada pada kondisi bahaya.

2. Teori interpersonal

Sulivan mengemukakan bahwa kecemasan timbul akibat ketidakmampuan

untuk berhubungan interpersonal dan sebagai akibat penolakan. Kecemasan biasa

dirasakan bila individu mempunyai kepekaan lingkungan. Kecemasan pertama kali

ditentukan oleh hubungan ibu dan anak pada awal kehidupannya, bayi berespon

seolah-olah ia dan ibunya adalah satu unit. Dengan bertambahnya usia, anak melihat

ketidaknyamanan yang timbul akibat tindaknnya sendiri dan diyakini bahwa ibunya

setuju atau tidak setuju dengan perilaku tersebut (Keliat, 2019).

Adanya trauma seperti perpisahan dengan orang berarti atau kehilangan dapat

menyebabkan kecemasan pada individu. Kecemasan yang timbul pada masa

berikutnya muncul saat individu mempersepsikan bahwa ia akan kehilangan orang

yang dicintainya. Harga diri seseorang merupakan faktor penting yang berhubungan

dengan kecemasan. Orang yang mempunyai predisposisi mengalami kecemasan

14
adalah orang yang mudah terancam, mempunyai opini negatif terhadap dirinya atau

meragukan kemampuannya (Hawari, 2013).

3. Teori perilaku

Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil frustasi akibat

berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam mencapai tujuannya yang

diinginkan misalnya memperoleh pekerjaan, berkeluarga, kesuksesan dalam sekolah.

Perilaku merupakan hasil belajar dari pengalaman yang pernah dialami. Kecemasan

dapat juga muncul melalui konflik antara dua pilihan yang saling berlawanan dan

individu harus memilih salah satu. Konflik menimbulkan kecemasan dan kecemasan

akan meningkatkan persepsi terhadap konflik dengan timbulnya perasaan

ketidakberdayaan (Direja, 2011).

4. Teori keluarga

Studi pada keluarga dan epidemiologi memperlihatkan bahwa kecemasan selalu

ada pada tiap-tiap keluarga dalam bentuk dan sifatnya heterogeny.

5. Teori biologic

Otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepine, reseptor tersebut

berfungsi membantu regulasi kecemasan. Regulasi tersebut berhubungan dengan

aktivitas neurotransmitter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol

aktivitas neuron dibagian otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

Bila GABA bersentuhan dengan sinaps dan keterkaitan dengan reseptor

sehingga terjadi perpindahan ion. Perubahan ini mengakibatkan eksitasi sel dan

memperlambat aktivitas sel dan memperlambat aktivitas sel. Teori ini menjelaskan

15
bahwa invidu yang sering mengalami kecemasan mempunyai masalah dengan proses

neurotansmiter ini. Mekanisme koping juga dapat terganggu karena pengaruh toksik,

defisiensi nutrisi, menurunnya suplai, perubahan hormon dan sebab fisik lainnya.

Kelelahan dapat meningkatkan iritabilitas dan perasaan cemas (Supinganto et al.,

2021)

2.3.4 Patofisiologi kecemasan

Stuart & Sundeen (2013) menjelaskan neurofisiologi kecemasan adalah sebagai

berikut: respon sistem saraf otonom terhadap rasa takut dan ansietas menimbulkan

aktivitas involunter pada tubuh yang termasuk dalam mekanisme pertahanan diri.

Secara fisiologi situasi stres akan mengaktifkan hipotalamus, yang selanjutnya akan

mengaktifkan dua jalur utama stres, yaitu sistem endokrin (korteks adrenal) dan

sistem saraf otonom (simpatis dan para simpatis).

Dalam mengaktifkan sistem endokrin, setelah hipotalamus menerima stimulus

stres atau kecemasan, bagian anterior hipotalamus akan melepaskan Corticotrophin

Releasing Hormone (CRH), yang akan menginstruksikan kelenjar hipofisis bagian

anterior untuk mensekresikan Adrenocorticotropin Hormone (ACTH). Dengan

disekresinya hormon ACTH ke dalam darah maka hormon ini akan mengaktifkan

zona fasikulata korteks adrenal untuk mensekresikan hormon glukortiroid yaitu

kortisol. Hormon kortisol ini juga berperan dalam proses umpan balik negatif yang

dihantarkan ke hipotalamus dan kemudian sinyal diteruskan ke amigdala untuk

memperkuat pengaruh stres terhadap emosi seseorang (Azizah et al., 2016) .

16
Selain itu, umpan balik negatif ini akan merangsang hipotalamus bagian

anterior untuk melepaskan hormon Thirotropic Releasing Hormone (TRH) dan akan

menginstruksikan kelenjar hipofisis anterior untuk melepaskan Thirotropic Hormone

(TTH). TTH ini akan mengakibatkan perubahan tekanan darah, frekuensi nadi,

peningkatan Basal Metabolic Rate (BMR), peningkatan asam lemak bebas, dan juga

peningkatan ansietas. Mekanisme kedua dari stres yaitu melalui jalur sistem saraf

otonom. Setelah stimulus diterima oleh hipotalamus, maka hipotalamus langsung

mengaktifkan sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Aktivasi sistem saraf simpatis

akan mengakibatkan terjadinya peningkatan frekuensi jantung, dilatasi ateri

koronaria, dilatasi pupil, dilatasi bronkus, meningkatkan kekuatan otot rangka,

melepaskan glukosa melalui hati dan meningkatkan aktivasi mental. Perangsangan

saraf simpatis juga mengakibatkan aktivasi dari medula adrenalis sehingga

menyebabkan pelepasan sejumlah besar epineprin dan norepinefrin ke dalam darah,

untuk kemudian kedua hormon ini dibawa oleh darah ke semua jaringan tubuh.

Epinefrin dan norepinefrin akan berikatan dengan reseptor β1dan α1 adrenergik dan

memperkuat respon simpatis untuk meningkatkan tekanan darah dan frekuensi nadi

(Videbeck, 2012).

Aktivasi saraf parasimpatis akan mengakibatkan terlepasnya asetilkolin dari

postganglion n. vagus, untuk selanjutnya asetilkolin ini akan berikatan dengan

reseptor muskarinik (M3) pada otot polos bronkus dan mengakibatkan peningkatan

frekuensi nafas. Ketika bahaya telah berakhir, serabut saraf parasimpatis membalik

17
proses ini dan mengembalikan tubuh pada kondisi normal sampai tanda ancaman

berikutnya dan mengaktifkan kembali respons simpatis (Zaini, 2019).

2.3.5 Respon Kecemasan

Menurut Direja (2011), respon kecemasan meliputi:

1. Respon fisiologis

a. Kardiovaskuler

1) Palpitasi

2) Peningkatan tekanan darah

3) Pingsan

4) Penurunan denyut nadi

b. Respirasi

1) Nafas cepat

2) Sesak nafas

3) Pernafasan dangkal

4) Terengah-engah

c. Gastrointestinal

1) Nafsu makan menurun

2) Mual

3) Nyeri perut

4) Rasa panas seperti terbakar

d. Neuromuscular

18
1) Peningkatan reflex

2) Reaksi kejut

3) Kelopak mata berkedut

4) Insomnia

5) Gelisah

6) Gerakan kaku

e. Saluran kemih

1) Keinginan buang air kecil

2) Sering buang air besar

f. Kulit

1) Wajah memerah

2) Berkeringat

3) Gatal

4) Wajah pucat

2. Respon perilaku

a. Kegelisahan

b. Ketegangan fisik

c. Tremor

d. Bicara cepat

3. Respon kognitif

a. Gangguan perhatian

b. Konsentrasi yang buruk

19
c. Sering lupa

d. Kesalahan penilaian

e. Mimpi buruk

f. Kehilangan kontrol

4. Respon afektif

a. Kegelisahan

b. Ketidaksabaran

c. Rasa gelisah

d. Ketegangan

e. Gugup

f. Ketakutan

g. Frustasi

h. Ketidakberdayaan

2.3.6 Faktor yang mempengaruhi kecemasan

Menurut Yosep (2019), ada empat faktor yang mempengaruhi perkembangan

pola dasar yang menunjang reaksi cemas:

1. Lingkungan

Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berpikir individu.

Hal ini dapat disebabkan pengalaman individu. Kecemasan secara normal timbul bila

kita tidak merasa aman dengan lingkungan sekitar.

2. Emosi

20
Kecemasan biasa terjadi bila individu tidak mampu menemukan jalan keluar

atas permasalahan atau hubungan personal. Ini terjadi akibat rasa marah atau frustasi

dalam jangka waktu yang lama.

3. Sebab fisik

Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan

timbulnya kecemasan. Hal ini biasanya terlihat dalam kondisi seperti kehamilan,

semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit.

4. Keturunan

Sekalipun gangguan emosi ada yang ditemukan dalam keluarga-keluarga

tertentu, ini bukan merupakan penyebab penting kecemasan.

2.3.7 Pengukuran Tingkat Kecemasan

Tingkat kecemasan dapat dilakukan pengkuran dengan instrumen pengukuran

kecemasan. Berikut ini telah dirangkum beberapa instrumen atau alat ukur pengkajian

tingkat kecemasan seseorang (Nursallam, 2013).

1. Hamilgton Rating Scale for Anxiety (HRSA)

Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada

munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala

HARS terdapat 14 syptoms yang nampak pada individu yang mengalami

kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol

Present) sampai dengan 4 (severe). Skala HARS pertama kali digunakan pada

tahun 1959, yang diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi

standar dalam pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial clinic. Skala

21
HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk

melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97.

Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan

skala HARS akan diperoleh hasil yang valid dan reliable. Indikator kecemasan

berdasarkan skala kecemasan menurut Hamilgton Rating Scale for Anxiety

(HRSA) dengan skor dan kategori yang ditentukan untuk menilai tingkat

kecemasan adalah:

a. 6-14 (Kecemasan ringan)

b. 15-27 (Kecemasan sedang)

c. 28-36 (Kecemasan berat)

d. >36 (sangat berat/panik).

2. Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A)

Anxiety Analog Scale (AAS) merupakan modifikasi dari Hamilton Rating Scale

for Anxiety (HRSA) yaitu instrumen untuk mengukur “state” anxietas yang

dialami. Modifikasi meliputi (6) enam aspek yaitu keadaan cemas, tegang, takut,

kesulitan tidur, kesulitan konsentrasi dan perasaan depresi atau sedih. Dimana

responden diminta untuk memberi tanda pada enam kotak bergaris 100 mm

dimana dia pada aspek kecemasan yaitu diteliti. Pada skala angka (0)

menunjukkan titik permulaan atau tidak gejala sama sekali, sedangkan skala 100

menunjukkan keadaan ekstrim yang luar biasa (Panambang, 2000). VAS-A juga

merupakan alat ukur yang cukup reliable untuk digunakan pada pengukuran

cemas

22
3. Zung Self-rating Anxiety Scale (ZSAS)

Zung Self-rating Anxiety Scale (ZSAS) adalah kuesioner yang digunakan untuk

mengukur gejala-gejala yang berkaitan dengan kecemasan. Kuesioner ini didesain

untuk mencatat adanya kecemasan dan menilai kuantitas tingkat kecemasan.

Zung telah mengevaluasi validitas dan reliabilitasnya dan hasilnya baik.

Penelitian menunjukkan bahwa konsistensi internalnya pada sampel psikiatrik dan

non-psikiatrik adekuat dengan korelasi keseluruhan butir-butir pertanyaan yang

baik dan reliabilitas uji yang baik. Kuesioner ini mengandung 20 pertanyaan,

terdapat 15 pertanyaan kearah peningkatan kecemasan dan 5 pertanyaan kearah

penurunan kecemasan.

Setiap butir pertanyaan dinilai berdasarkan frekuensi dan durasi gejala yang

timbul: (1) jarang atau tidak pernah sama sekali, (2) kadangkadang, (3) sering,

dan (4) hampir selalu mengalami gejala tersebut. Total dari skor pada tiap

pertanyaan maksimal 80 dan minimal 20, skor yang tinggi mengindikasikan

tingkat kecemasan yang tinggi. Zung Self-rating Anxiety Scale (ZSAS) telah

digunakan secara luas sebagai alat skrining kecemasan.

4. State-Trait Anxiety Inventory (STAI)

State-Trait Anxiety Inventory (STAI) dikembangkan oleh Speilberger (1983).

STAI terdiri dari 40 item yang terbagi kedalam dua dimensi kecemasan, yaitu

state anxiety dan trait anxiety yang setiap dimensinya memiliki 20 item. Setiap

item memiliki empat alternatif jawaban dari 1 sampai dengan 4.

23
Skala pengukuran State-Trait Anxiety Inventory (STAI) memiliki empat poin

skala Likert. Dalam mengisi kuesioner, responden diharuskan untuk memilih

salah satu alternatif jawaban pada setiap item. Untuk dimensi state anxiety,

responden diharuskan untuk memilih salah satu alternatif jawaban sesuai dengan

apa yang ia rasakan pada saat ini.

Alternatif jawaban yang dapat dipilih di antaranya adalah Sangat Tidak Sesuai

(STS), Tidak Sesuai (TS), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS). Sedangkan untuk

dimensi trait anxiety, responden di harusakan untuk memilih salah satu alternatif

jawaban sesuai dengan perasaan yang seringkali atau pada umumnya ia rasakan.

Alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh responden di antaranya adalah Tidak

Pernah (TP), Kadang-kadang (KK), Sering (S), dan Selalu (SL).

2.3 Konsep Mekanisme Koping

2.4.1 Pengertian

Mekanisme koping adalah kemampuan koping adalah kemampuan yang

dimiliki seseorang untuk menyelesaikan masalah secara langsung dan mekanisme

pertahanan ego untuk melindungi dirinya serta sebagai bentuk dari penatalaksanaan

stres (Keliat, 2019).

Menurut Stuart & Sundeen (2013), koping didefinisikan sebagai salah satu

upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk mengatur dalam memenuhi

kebutuhannya dan mengatasi setiap permasalahan yang bersifat mengancam atau

menantang serta membahayakan dan merugikan atau menguntungkan dirinya.

24
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa koping adalah suatu

proses dimana individu berusaha untuk mengatur kebutuhan dan hubungannya

dengan lingkungan sedemikian rupa sehingga ia dapat mengatasi masalah yang

dialaminya.

2.4.2 Dimensi Koping

Menurut Lazarus (1991) dalam Candra et al (2017) membagi koping kedalam

dua dimensi sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:

1. Koping berfokus pada masalah

Individu bertindak secara langsung untuk mengatasi masalah atau mencari

informasi yang relevan dengan solusi, yaitu:

a. Konfrontasi

Sebagai usaha untuk mengubah situasi atau keadaan.

b. Perencanaan masalah

Usaha difokuskan pada masalah untuk mencari jalan keluar.

c. Mencari dukungan sosial

Usaha untuk memperoleh kenyamanan emosional dengan mencari informasi

atau dukungan dari orang lain.

Menurut Keliat (2019), koping berfokus pada masalah melibatkan proses

kognitif, afektif, dan psikomotor, yaitu:

a. Berbicara dengan orang lain, teman, keluarga dan perawat tentang masalahnya

dan mencari jalan keluar dari nasihat orang lain.

25
b. Mencari tahu lebih banyak informasi tentang situasi yang dihadapi melalui

buku, media massa atau orang yang ahli.

c. Berhubungan dengan kekuatan supranatural. Melakukan kegiatan ibadah,

menambah kepercayaan diri dan mengembangkan pandangan yang positif.

d. Melakukan latihan penanganan stres, dengan latihan pernafasan, meditasi,

visualisasi dan stop berpikir.

e. Membuat berbagai alternatif tindakan dalam menangani situasi.

f. Belajar dari pengalaman masa lalu, tidak mengulangi kegagalan yang sama.

2. Koping berfokus pada emosi

Dimensi koping ini merujuk pada upaya untuk mengurangi berbagai reaksi

emosional negative terhadap stress yaitu:

a. Penerimaan

Menggambarkan penerimaan atas keadaan.

b. Menjaga jarak

Menggambarkan usaha untuk melepaskan atau memisahkan diri dari keadaan.

c. Kontrol diri

Usaha untuk mengatur perasaan diri sendiri.

d. Menghindar

Usaha untuk lari atau menghindar dari permasalahan yang dihadapi.

e. Penilaian positif

Usaha untuk menemukan arti positif dalam pengalaman yang terjadi.

2.4.3 Periode penyesuian psikologis

26
Menurut Yosep (2019), penyesuaian psikologis pada setiap individu terjadi atas

beberapa tahap yaitu:

1. Pengingkaran

Reaksi pertama individu yang mengalami masalah adalah syok, rasa tidak

percaya dan menolak kenyataan yang dihadapinya. Mereka cenderung akan berupaya

mencari alternatif melalui informasi tambahan yang dapat mendukung persepsi atas

diri mereka.

2. Marah

Tahap ini muncul saat individu mulai sadar akan kenyataan yang dihadapinya.

Perasaan yang meningkat sering diproyeksikan kepada orang yang ada disekitarnya

dalam berbagai ekspresi misalnya marah, lebih agresif, bicara kasar atau menuduh

orang lain yang tidak sesuai dengan kenyataan.

3. Tawar-menawar

Pada tahap ini individu biasanya akan mengatakan seandainya dulu saya

menjaga kesehatan atau seandainya dulu saya tidak melakukan hal itu.

4. Depresi

Pada tahap ini seringkali individu akan menunjukkan sikap menarik diri, tidak

mau berbicara bahkan cenderung putus asa.

5. Penerimaan

Pada tahap ini individu mulai dapat menerima kenyataan yang ada dan mulai

mereorganisasi perasaannya.

2.4.4 Mekanisme koping

27
Stuart & Sundeen (2013) membagi mekanisme koping menjadi dua macam

yaitu mekanisme koping yang adaptif dan mekanisme koping yang maladaptif.

1. Mekanisme koping adaptif adalah suatu usaha yang dilakukan individu dalam

menyelesaikan masalah akibat adanya stressor atau tekanan yang bersifat positif,

rasional, dan konstruktif.

2. Mekanisme koping maladaptif adalah suatu usaha yang dilakukan individu dalam

menyelesaikan masalah akibat adanya stressor atau tekanan yang bersifat negatif,

merugikan dan destruktif serta tidak dapat menyelesaiakan masalah secara tuntas

Menurut Muhith (2015) ada lima cara penting dalam menghadapi masalah,

yaitu:

1. Merasa optimis terhadap masa depan

Adanya harapan akan kesembuhan penyakitnya seperti adanya keyakinan

bahwa keadaan akan baik-baik saja, menyemangati diri sendiri untuk tetap tegar dan

tidak boleh menyerah serta percaya bahwa terapi hemodialisa akan membantu

memulihkan keadaannya, adanya pikiran yang berpusat pada kepercayaan dasar

bahwa setiap masalah ada solusinya seperti memikirkan cara lain dalam mengatasi

penyakit.

2. Menggunakan dukungan sosial

Dukungan sosial merupakan dukungan verbal, saran, bantuan yang nyata atau

tindakan yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam

lingkungan sosialnya. Dukungan ini juga dapat berupa kehadiran orang tertentu dan

28
hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah

laku penerimanya.

3. Menggunakan sumber spiritual

Menggunakan sumber spiritual, seperti berdoa dan menemui pemuka agama

atau aktif pada kegiatan-kegiatan kerohanian juga menjadi cara koping dalam

menghadapi masalah terutama yang disebabkan oleh penyakit. Mendekatkan diri

kepada Tuhan juga bisa dilakukan dengan meminta saran atau mencari informasi

yang berasal dari alim ulama atau pemuka agama.

4. Mencoba tetap mengontrol situasi atau perasaan

Mengontrol situasi maupun perasaan, merupakan pengendalian diri tanpa

menunjukkan emosi atau bereaksi dengan tenang.

5. Mencoba menerima kenyataan yang ada.

Menerima keadaan atau sadar akan keadaan dirinya yang menderita suatu

penyakit dan cenderung mencari hikmah dari keadaan tersebut. Penerimaan berbagai

kenyataan hidup dan pandangan positif.

2.4 Penelitian Relevan

Judul penelitian/ Metode Persamaan dan


Hasil penelitian
peneliti penelitian perbedaan
Faktor-Faktor Cross sectional Hasil penelitian - Persamaan
Yang menunjukkan 14,3% Menggunakan
Berhubungan responden mengalami corssectional
Dengan kecemasan sedang dan studi,
Kecemasan Dan sisanya 85,7% menggunakan
Analisis mengalami kecemasan instrumen
Kebutuhan Orang ringan. Sementara faktor kecemasan
Tua Yang yang berhubungan HARs.

29
Mengalami dengan kecemasan - Perbedaan
Kecemasan responden adalah Teknik
Dengan Bayi Sakit pengalaman sebelumnya consecutive
Kritis Di NICU dan lama bayi di rawat di sampel, analisis
RSUD Prof.dr. ruangan NICU statistik uji chi
Margono square.
Soekardjo
Purwokerto /
Sekar, Fatimah
dan Etika (2016)
Faktor-Faktor Studi korelasi terdapat pengaruh - Persamaan
Yang diagnosis penyakit, Menggunakan
Berhubungan tindakan corssectional
Dengan Tingkat pengobatan/perawatan, studi,
Stres Orang Tua sosial ekonomi, menggunakan
Pada Anak Yang pengetahuan dalam teknik
Di Rawat Di merawat anak dan sistem aksidental
Ruangan pendukung keluarga sampel
Perinatologi / terhadap tingkat stres - Perbedaan
Yeni, Rini dan orang tua selama anak Uji statistik
Karim (2013) dirawat di rumah sakit. chisquare.

Faktor Crossectional Faktor - Persamaan


- yang Menggunakan
Faktor yang berhubungan corssectional
berhubungan dengan studi, teknik
dengan kecemasan kecemasan orangtua sampel dan
dan dengan bayi yang menggunakan
Analisis sakit instrumen
kebutuhan kritis di NICU adalah HARs.
orangtua yang pengalaman - Perbedaan
mengalami sebelumnya merawat Uji statistik
kecemasan bayi di NICU dan yang digunakan
Dengan bayi sakit lama bayi dirawat di chi square
kritis di nicu rsud NICU
prof.dr. Margono
soekardjo
Purwokerto/ Adi
Ratna, dkk/ 2016

30
2.5 Kerangka Berpikir

2.5.1 Kerangka Teori

BBLR, asfiksia
neonatorum, sepsis
neonatorum, kelainan
kongenital

Perawatan intensif di
ruangan NICU

Respon Koping orang 1. Reaksi fisiologis


tua bayi 2. Reaksi prilaku
3. Reaksi kognitif
4. Reaksi afektif

31
1. Koping berfokus Mekanisme koping Kecemasan
pada masalah 1. Adaptif orang tua
2. Koping berfokus 2. Mal adaptif
pada emosi

1. Optimis terhadap masa 1. Tidak cemas


depan 2. Ringan
2. Menggunakan dukungan 3. Sedang
sosial 4. Berat
3. Menggunakn sumber 5. panik
spritual
4. Mengontrol situasi/
perasaan
5. Menerima kenyataan
yang ada

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber: (Stuart & Sundeen, 2013), (Videbeck, 2012), (Keliat, 2019)
2.5.2 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Mekanisme koping Kecemasan orang


tua bayi

Keterangan:

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Hubungan Variabel

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

32
2.6 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan mekanisme koping

dengan tingkat kecemasan orang tua bayi di ruang NICU RSUD dr. MM. Dunda

Limboto.

33
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Oktober tahun 2021

di Ruang NICU RSUD dr. MM. Dunda Limboto,

3.2 Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan survey deskripsi korelasi dengan

pendekatan crossectional studi yaitu rancangan penelitian observasi dimana proses

pengumpulan data dilakukan secara bersamaan pada satu waktu tertentu yang

kemudian dinilai korelasi hubungan antara variabel independen (mekanisme koping)

dan variabel dependen (kecemasan) (Madiyono et al., 2014).

3.3 Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Variabel

independen yaitu variabel yang tidak tergantung pada variabel lain atau variabel yang

akan menyebabkan perubahan pada variabel lain sedangkan variabel dependen yaitu

variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain (Notoatmodjo, 2010). Variabel

independen dalam penelitian ini adalah mekanisme koping, sedangkan variabel

dependen dalam penelitian ini adalah kecemasan orang tua bayi. Selanjutnya kedua

variabel tersebut akan didefinisikan secara operasional sebagaimana digambarkan

pada tabel di bawah ini:

34
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Definisi Skala
Variabel Alat ukur Hasil ukur
operasional ukur
Variabel
independen

Mekanisme Kemampuan orang Kuisioner 1. Kurang bila Ordinal


koping tua bayi yang di mekanisme skor ≤ 50%
rawat diruangan koping 2. Baik bila
NICU untuk skor > 50%
menyelesaikan (Hidayat,
masalah yang 2017)
meliputi optimis
terhadap masa
depan, dukungan
sosial, kepercayaan
spiritual, kontrol
diri, dan menerima
kenyataan.
Variabel
Dependen
Kecemasan Respon yang Kuisioner 1. 6-14 Ordinal
orang tua dirasakan responden Hamilton (Kecemasan
bayi dalam bentuk reaksi Anxiety Rating ringan)
fisiologis, Scale (HARS) 2. 15-27
psikologis, kognitif (Kecemasan
dan afektif sebagai sedang)
tanda dan gejala 3. 28-36
kecemasan yang (Kecemasan
diukur Berat)
menggunakan 4. >36 (sangat
Hamilgton Rating Berat/Panik)
Scale for Anxiety (Yosep, 2019)
(HARS)

35
3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono, 2018). Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh orang tua bayi yang di rawat di ruangan NICU RSUD dr. MM.

Dunda Limboto.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian karakteristik

yang ada dalam populasi (Riyanto, 2011). Sampel dalam penelitian ini adalah kepala

orang tua bayi yang dirawat di ruangan NICU yang ditentukan dengan teknik

accidental sampling yaitu sampel digunakan bila secara kebetulan hadir atau bertemu

dengan peneliti saat penelitian berlangsung. Adapun kriteria sampel yang digunakan

adalah:

1. Bersedia menjadi responden

2. Hadir saat penelitian berlangsung

3. Orang tua yang bayinya dirawat di ruangan NICU

4. Dapat membaca dan menulis.

36
3.5 Teknik Pengumpulan Data

3.5.1 Data primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh peneliti melalui lembar data

karakteristik responden dan lembar kuisioner mekanisme koping dan lembar

kuisioner tingkat kecemasan sebagaimana akan dijelaskan dibawah ini:

1. Data Karakteristik

Data karakteristik responden yang meliputi usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan.

Dalam kuesioner tersebut responden diminta menuliskan atau memilih jawaban

sesuai dengan kondisi responden pada saat itu.

2. Kuisioner Mekanisme Koping

Kuesioner koping orang tua terdiri dari 20 pernyataan yang diambil dari penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Rafiki (2017) yang kemudian modifikasi oleh

peneliti. Pernyataan dalam kuisioner ini terdiri dari pernyataan positif yaitu:

Pernyataan
Indikator Mekanisme koping
Positif Negatif
Merasa optimis terhadap maas depan 1,2 3,4
Menggunakan dukungan sosial 5,9 6,7,8
Menggunakan sumber spritual 10, 11, 12
Mengontrol situasi/ perasaan 13, 14, 15, 16
Mencoba menerima kenyataan 17,18,19,20

Penilaian jawaban tersebut adalah:

a. Untuk pernyataan positif

1) Selalu =4

2) Sering =3

37
3) Kadang-kadang =2

4) Tidak pernah =1

b. Untuk pernyataan negatif

1) Selalu =1

2) Sering =2

3) Kadang-kadang =3

4) Tidak pernah =4

5. Kuisioner Kecemasan

Untuk kusioner kecemasan peneliti menggunakan alat ukur skala kecemasan

menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yang terdiri dari 14 item

pernyataan. Dalam penggunaan alat ukur ini peneliti mendampingi responden dan

menjelaskan tanda dan gejala yang dialami kemudian tanda dan gejala yang

dirasakan responden tersebut dicantumkan dalam lembar kuisioner dengan cek

list.

3.5.2 Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti melalui data dinas Kesehatan

Provinsi Gorontalo, Kabupaten Gorontalo dan RSUD dr. MM. Dunda Limboto untuk

digunakan sebagai data penunjang penelitian ini.

3.5.3 Instrumen penelitian

Instrument penelitian ini menggunakan kuisioner yang disusun sendiri oleh

peneliti dengan merujuk pada teori yang telah ada. Selanjutnya, sebelum kuisioner ini

akan digunakan untuk pengumpulan data, terlebih dahulu akan dilakukan uji validitas

38
dan reliabilitas untuk mengetahui apakah kuisioner ini dapat digunakan sebagai alat

pengumpul atau tidak. Kuisioner yang akan diuji validitas dan reliabilitas adalah

kuisioner mekanisme koping dimana uji validitas menggunakan analisis t hitung

dimana apabila nilai yang diperoleh lebih besar dari nilai t hitung maka kuisioner

dinyatakan valid. Selanjutnya uji reliabilitas menggunakan nilai alpha crombach 0,70.

Apabila nilai yang didapatkan nilai relibilitas lebih dari 0,70 maka kuisioner

dinyatakan reliabel. Sedangkan kuisioner kecemasan menggunakan kuisioner baku

yaitu Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) sehingga tidak perlu dilakukan uji

validitas dan uji reliabilitas.

3.6 Teknik Pengolahan data dan Analisis Data

3.6.1 Pengolahan Data

Data dioleh melalui tahapan sebagai berikut (Hidayat, 2017) :

1. Pengolahan secara komputer atau manual dengan melakukan :

a. Editing, yaitu kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir

kuisioner atau angket.

b. Coding, yaitu instrument berupa kolom-kolom untuk merekam data secara

manual. Bila menggunakan komputerisasi coding yakni mengubah data

bentuk kalimat atau huruf ke bentuk data angka atau bilangan. Hal ini untuk

mempermudah proses entry data dan tabulasi data.

c. Entry, yaitu mengisi kolom-kolom atau kotak lembaran kode sesuai dengan

jawaban masing-masing pertanyaan. Bila menggunakan computer cukup

39
memasukkan data untuk diolah menggunakan computer maka otomatis akan

berproses dan menghasilkan hasil data statistik.

d. Tabulating, yaitu membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian

atau yang diinginkan peneliti.

2. Pengolahan data di lakukan dengan komputerisasi

3. Penyajian data

Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi di sertai penjelasan tabel

untuk mendapatkan gambaran mengenai data demografi orang tua bayi,

mekanisme koping dan kecemasan.

3.6.2 Analisis data

1. Analisis Univariat

Tujuan analisis ini adalah untuk mendeskripsikan masing-masing variabel yang

diteliti. Untuk data kategorik dengan menghitung frekuensi dan prosentase.

Pengujian masing-masing variabel dengan menggunakan tabel dan

diintepretasikan berdasarkan hasil yang diperoleh (Hidayat, 2017). Analisis

univariat pada penelitian ini menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik

responden yang meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, mekanisme koping dan

kecemasan.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat menguraikan perbedaan rerata variabel mekanisme koping dan

tingkat kecemasan. Analisa statistik hasil jawaban atas hasil observasi diskoring

dan kemudian dilakukan uji korelasi. Uji yang digunakan adalah Pearson r yang

40
dianalisis menggunakan komputerisasi SPSS. Adapun rumus yang digunakan

adalah:

r =               nΣxy – (Σx) (Σy)                   


.         √{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}
Dimana :
n    = Banyaknya Pasangan data X dan Y
Σx = Total Jumlah dari Variabel X
Σy = Total Jumlah dari Variabel Y
Σx2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel X
Σy2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel Y
Σxy= Hasil Perkalian dari Total Jumlah Variabel X dan Variabel Y
3.7 Alur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui tahapan sebagaimana digambarkan pada

diagram alur penelitian sebagai berikut:

Mengajukan permohonan penelitian kepada jurusan keperawatan dan


fakultas untuk mendapatkan surat permohonan penelitian

Mengajukan permohonan penelitian kepada Badan


Perizinan Kab. Bone Gorontalo

Pelaksanaan penelitian di RSUD dr. MM. Dunda Limboto


dengan melakukan pengumpulan data dan pengolahan data

Penyusunan laporan penelitian

Gambar 3.2 bagan Alur Penelitian

3.8 Etika Penelitian

41
Menurut Hidayat (2017), dalam etika penelitian ini ada 3 (tiga) prinsip yang

harus dijalankan dalam penelitian yaitu :

1. Lembar persetujuan (Informed Concent)

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan

memberikan lembar persetujuan (Informed Concent). Informed Concent tersebut

diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan

untuk menjadi responden. Tujuan Informed Concent adalah agar subjek mengerti

maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika subjek bersedia maka

harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia,

maka peneliti harus menghormati hak pasien.

2. Tanpa nama (Anonymity)

Merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak

memberikan nama responden pada lembar alat ukur, hanya menuliskan kode pada

lembar pengumpulan data.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik

informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua informasi yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu

yang akan dilaporkan pada hasil riset.

4. Prinsip keterbukaan dan keadilan (justice)

42
Prinsip keterbukaan dan keadilan (justice) dilaksanakan dengan cara menjelaskan

prosedur penelitian dan senantiasa memperhatikan kejujuran (honesty) serta

ketelitian.

43
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L., Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa.
Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

Candra, I. W., Harini, I. G. A., & Sumirta, I. N. (2017). Psikologi landasan keilmuan
praktik keperawatan jiwa. Penerbit Andi.

Direja, A. H. S. (2011). Buku ajar asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika, 78–85.

Hawari, D. (2013). Manajemen Stres Cemas dan Depresi Cetakan ke-4. Jakarta:
FKUI, 27–33.

Hidayat, A. A. (2017). Metodologi Penelitian Keperawatan dan Kesehatan. Jakarta:


Salemba Medika, 88.

Keliat, B. A. (2019). Manajemen keperawatan psikososial & kader kesehatan jiwa.


artikel. Jakarta: Penelitian dan Pengembangan, Kemenkes, R.I.

Kemenkes, R.I, 2020. (2020). Profil Kesehatan Indonesia. Direktorat Kesehatan


Keluarga. Jakarta.

Madiyono, B., Moeslichan, S., Sastroasmoro, S., Budiman, I., & Purwanto, S. H.
(2014). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi, 5, 352–386. Jakarta;
EGC.

Maryanti, D., & Sujianti, B. T. (2011). Buku Ajar Neonatus, Bayi Dan Balita.
Jakarta. Trans Info Media.

Maryunani, A. (2013). Asuhan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah. Jakarta
timur: CV. Trans Info Media.

Muhith, A. (2015). Pendidikan keperawatan jiwa: Teori dan aplikasi. Yogyakarta:


Penerbit Andi.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Bina


Pustaka.

Rafiki, D. M. (2017). Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Mekanisme Koping


Menghadapi Obyektive Strukture Clinical Examination (OSCE) Mahasiswa
STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. Skripsi. STIKES Jenderal Achmad
Yani Yogyakarta.

44
Riyanto, A. (2011). Aplikasi metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika, 216.

Sembiring, J. B. (2019). Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah.
Yogyakarta; Deepublish.

Stuart, G. W., & Sundeen, S. J. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa .(Ramus & Egi
Komara, penerjemah). Jakarta: EGC.

Sugiono, R. (2018). METODOLOGI PENELITIAN SOSIAL. Suatu Pendekatan


Teori Dan Praktis. Bandung; Alfabeta.

Supinganto, dkk. (2021). Keperawatan Jiwa Dasar. Jakarta; Yayasan Kita Menulis.

Videbeck, S. L. (2012). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: Egc, 45, 2010–2011.

Yosep, I. (2019). Buku ajar keperawatan jiwa. Bandung; PT. Refika Aditama

Zaini, M. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Masalah Psikososial di Pelayanan


Klinis dan Komunitas. Yogyakarta; Deepublish.

45
Lampiran 1
FORMULIR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

HUBUNGAN MEKANISME KOPING DENGAN KECEMASAN ORANG TUA


BAYI DI RUANG NICU RSUD DR. MM. DUNDA LIMBOTO

Oleh : …………….

Saya adalah mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Olahraga Dan

Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo ingin melakukan penelitian yang bertujuan

untuk mengetahui hubungan mekanisme koping dengan kecemasan orang tua bayi di

ruang NICU RSUD dr. MM. Dunda Limboto.

Penelitian ini salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas skripsi di Jurusan

Keperawatan Fakultas Olahraga Dan Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo. Maka

saya mengharapkan kesediaan saudara/(i) menjadi responden dalam penelitian ini.

Informasi yang saya dapatkan ini hanya akan digunakan untuk pengembangan ilmu

keperawatan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud lain. Partisipasi saudari

dalam penelitian ini bersifat bebas untuk menjadi responden penelitian atau menolak

tanpa ada sanksi apapun. Jika saudari bersedia menjadi responden silahkan saudari

menandatangani formulir persetujuan ini.

Tanggal :

No. responden :

46
Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Setelah membaca penjelasan penelitian ini maka saya mengetahui manfaat dari

penelitian ini. Saya mengerti bahwa peneliti akan menjunjung tinggi hak-hak saya

sebagai responden dan saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berdampak

negatif bagi saya.

Dengan menandatangani persetujuan ini berarti saya telah menyatakan berpartisipasi

dalam penelitian ini tanpa paksaan dan sukarela.

Gorontalo,…September 2021

………………………..
Paraf/ tanda tangan

47
Lampiran 3
INSTRUMEN PENELITIAN

HUBUNGAN MEKANISME KOPING DENGAN KECEMASAN ORANG TUA


BAYI DI RUANG NICU RSUD DR. MM. DUNDA LIMBOTO

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN

Petunjuk Pengisian.

Jawablah pertanyaan dibawah ini secara jujur dan benar dengan memberi tanda

cek ( ) pada kolom pilihan yang tersedia.

a. Usia : ……. Tahun

b. Pendidikan

SD SMP SMA Sarjana

c. Pekerjaan

Tiada Buruh/ karyawan swasta

Tani Wiraswasta

ASN/ pegawai BUMN

d. Riwayat perawatan bayi sebelumnya


tidak pernah pernah

48
II. MEKANISME KOPING

Cara pengisian:
Berikanlah tanda checklist ( √ ) pada kolom angka yang ada di sebelah kanan pada
masing-masing butir pertanyaan dengan pilihan yang sesuai dengan yang Anda
alami.
Kadang- Tidak
No Kemampuan Koping selalu sering
kadang pernah
Merasa optimis terhadap masa
depan
1 Dalam menyelesaikan masalah, saya
memikirkan cara yang paling tepat
untuk menyelesaikan masalah
2 Mencoba untuk menyelesaikan suatu
permasalahan tahap demi tahap
3 Saya menyakiti diri sendiri ketika
ada masalah yang tidak terselesaikan
4 Untuk melupakan kemarahan, saya
sering membanting pintu, bantal,
buku, dll
Menggunakan dukungan sosial
5 Saya meminta bantuan teman/
sahabat ketika ada masalah
6 Saya berdamai dengan takdir,
terkadang saya hanya sedang tidak
beruntung
7 Saya tidak mau bertemu dengan
orang lain ketika saya adalah
masalah
8 Saya memendam sendiri masalah
yang saya hadapi
9 Saya selalu berfikir positif terhadap
setiap masalah yang saya hadapi
Menggunakan sumber spiritual
10 Ketika ada masalah frekuensi ibadah
saya meningkat
11 Saya selalu berdoa untuk bila setiap
ada masalah
12 saya menyerahkan semua persoalan
yang saya hadapi kepada Tuhan

49
Mengontrol Situasi Atau Perasaan
13 Ketika ada masalah, saya bertindak
seolah-olah tidak mengalami
masalah sama sekali
14 Saya sering mencoba untuk
melupakan masalah dari dalam
pikiran dan memikiran sesuatu yang
lain.
15 Saya mencoba memandang masalah
sebagai bagian kehidupan yang harus
saya jalani
16 Ketika saya ada masalah saya
menjadi lebih kuat
Mencoba menerima kenyataan
yang ada
17 Saya menghabiskan waktu untuk
nonton TV atau membaca koran
18 Saya menghindari masalah saya
dengan melakukan kegiatan yang
bermanfaat
18 Saya menolak untuk percaya bahwa
saya sedang memiliki masalah
19 Ketika saya ada masalah, saya
berusaha untuk melupakan masalah
dan meninggalkannya
20 Ketika saya memiliki masalah, saya
menyalahkan orang lain atas masalah
saya
(Sumber : modifikasi Rafiki, 2017)

50
III. TINGKAT KECEMASAN

Penilaian Tingkat kecemasan– HARS (HAMILTON ANXIETY RATING SCALE)


Berilah tanda Checklist (√) pada jawaban kotak jawaban yang disediakan dan
menurut anda yang paling sesuai dengan apa yang anda rasakan.
1. Perasaan cemas
 Firasat buruk
 Takut akan pikiran sendiri
 Mudah tersinggung
 Mudah emosi
2. Ketegangan
 Merasa tegang
 Lesu
 Mudah terkejut
 Tidak dapat istirahat dengan tenang
 Mudah menangis
 Gemetar
 Gelisah
3. Ketakutan
 Pada gelap
 Ditinggal sendiri
 Pada orang asing
 Pada kerumunan banyak orang
 Pada Keramaian Lalu Lintas
 Pada Binatang Besar
4. Gangguan tidur
 Sukar memulai tidur
 Terbangun malam hari

51
 Tidak Nyenyak
 Mimpi buruk
 Mimpi yang menakutkan
 Banyak Mimpi-Mimpi
 Bangun dengan Lesu
5. Gangguan kecerdasan
 Daya ingat buruk
 Sulit berkonsentrasi
 Sering bingung
 Banyak Pertimbangan
6. Perasaan depresi
 Kehilangan minat
 Sedih
 Berkurangnya kesukaan pada hobi
 Perasaan berubah-ubah
 Bangun Dini Hari
7. Gejala somatic ( otot-otot )
 Nyeri otot
 Kaku
 Kedutan otot
 Gigi gemertak
 Suara tak stabil
8. Gejala sensoris
 Telinga berdengung
 Penglihatan kabur
 Muka merah dan pucat
 Merasa lemah

52
9. Ganguan kardiovaskular
 Denyut nadi cepat
 Berdebar-debar
 Nyeri dada
 Rasa lemah seperti mau pingsan
10. Gejala pernafasan
 Rasa tertekan di dada
 Perasaan tercekik
 Merasa nafas pendek/sesak
 Sering menarik nafas panjang
11. Gejala pencernaan
 Sulit menelan
 Mual muntah
 Perut terasa penuh dan kembung
 Nyeri lambung sebelum makan dan sesudah
12. Gejala urogenetalia
 Sering Buang Air Kecil
 Tidak Dapat Menahan Air Seni
 Amenorrhoe
 Menorrhagia
 Menjadi Dingin (Frigid)
 Ejakulasi Praecocks
 Ereksi Hilang
 Impotensi Tidak dapat menahan kencing
13. Gejala otonom
 Mulut kering
 Muka kering

53
 Mudah berkeringat
 Sakit kepala
 Bulu roma berdiri
14. Apakah anda merasakan
 Gelisah
 Tidak tenang
 Mengerutkan dahi muka tegang
 Nafas pendek dan cepat
Jumlah skor :................
Kesimpulan :
 Kecemasan ringan (skor 6-14)
 Kecemasan sedang (skor 5-27)
 Kecemasan berat (skor 28-36)
 Kecemasan berat sekali (> 36)

54

Anda mungkin juga menyukai