PROPOSAL PENELITIAN
Oleh
………………………………..
NIM; ………………………….
PENDAHULUAN
intensif untuk bayi baru lahir (sampai usia 28 hari) yang memerlukan pengobatan dan
organ-organ vital pada bayi baru lahir. Ada berbagai penyakit pada bayi baru lahir
yang menyebabkan bayi harus dirawat di NICU, seperti bayi yang lahir dengan berat
kesulitan dalam proses persalinan, maupun bayi yang lahir secara prematur. Bayi
yang baru lahir dan ada masalah terhadap kondisinya, maka perlu dirawat di ruang
Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus, yaitu merupakan individu yang
sedang mengalami masa pertumbuhan dan baru mengalami trauma kelahiran serta
Neonatus mempunyai pertahanan fisik yang lemah dan fungsi imunitas yang imatur
sehingga rentan terhadap invasi bakteri. Dalam hal ini neonatus memerlukan
penanganan dan perlakuan yang khusus karena memiliki risiko kematian yang lebih
Data dunia yang di laporkan oleh UNICEF tahun 2020 dari Bayi yang baru
lahir sangat rentan, diperkirakan mencapai 50 persen dari semua kematian pada tahun
penting di negara berkembang. Diperkirakan terdapat 136 juta bayi yang lahir setiap
tahun, namun 4 juta di antaranya meninggal dalam periode neonatal (0-28 hari) dan
perlu mendapat perhatian khusus karena sebagian besar kematian bayi terjadi pada
masa awal kelahiran (neonatus) didukung dengan data yang menunjukkan tingkat
Kesehatan Keluarga, pada tahun 2019, dari 29.322 kematian balita, 69% (20.244
kematian) diantaranya terjadi pada masa neonatus. Dari seluruh kematian neonatus
yang dilaporkan, 80% (16.156 kematian) terjadi pada periode enam hari pertama
kehidupan. Sementara, 21% (6.151 kematian) terjadi pada usia 29 hari – 11 bulan dan
10% (2.927 kematian) terjadi pada usia 12 – 59 bulan. Pada tahun 2019, penyebab
kematian neonatal terbanyak adalah kondisi berat badan lahir rendah (BBLR).
selama perawatan yang intensif sampai bayi stabil dan siap untuk
mendapatkan perawatan di rumah. Bayi ini secara umum berada di ruangan
khusus yang terpisah dengan ruang perawatan ibu (Oktiawati et al., 2020).
Perawatan bayi di NICU mempunyai dampak yang bermakna pada ibu dan hal
ini dapat menyebabkan konsekuensi jangka panjang pada keluarga itu. Krisis
kelahiran bayi berat badan lahir rendah dan stigma yang terjadi pada kelahiran bayi
yang sakit berat, diperberat oleh perpisahan yang diakibatkan perawatan di NICU
sehingga hal ini akan menyebabkan respon cemas pada setiap orangtua. Kecemasan
adalah hasil dari proses psikologi dan proses fisiologi dalam tubuh manusia.
Kecemasan tidak sama dengan rasa takut dan kecemasan menunjukkan reaksi
segera diatas akan sangat berdampak pada kondisi psikologis individu bahkan
Perlu upaya besar untuk membantu mengatasi rasa sedih dan rasa kehilangan
yang dialami para orang tua, menanggapi pertanyaan mereka dengan optimal dan
merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan menguasai
situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara
melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam
dirinya (Stuart & Sundeen, 2013). Orang tua khususnya seorang ibu akan
dengan berat yang kurang. Kemudian rasa bersalah akan berkembang menjadi
perasaan takut, cemas, stres dan depresi karena pada akhirnya bayi akan dirawat di
ruang NICU di mana ibu akan selalu terpusat perhatiannya atas kondisi bayinya yang
didapatkan data kematian neonatal selama tahun 2019 sebanyak 13 bayi dimana 8
diantaranya meninggal di ruangan NICU sedangkan tahun 2020 sebanyak 15 bayi dan
yang meninggal di ruangan NICU sebanyak 7 bayi. Hal ini menunjukkan kematian
neonatal masih menjadi masalah utama. Hasil wawancara dengan 5 orangtua bayi
Hasil observasi didapatkan orangtua Nampak cemas dan gelisah selama bayinya
dirawat di NICU. Menurut para orangtua, upaya yang mereka lakukan saat ini adalah
penting untuk mengetahui mekanisme koping dan kecemasan orang tua dengan
di negara berkembang. Diperkirakan terdapat 136 juta bayi yang lahir setiap
tahun, namun 4 juta di antaranya meninggal dalam periode neonatal (0-28 hari).
% di Indonesia.
5. Hasil observasi didapatkan orangtua Nampak cemas dan gelisah selama bayinya
dirawat di NICU. Menurut para orangtua, upaya yang merekalakukan saat ini
orang tua bayi di ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di RSUD dr. MM.
Dunda Limboto?
koping dengan kecemasan orang tua bayi di ruang Neonatal Intensive Care Unit
bayi di ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di RSUD dr. MM. Dunda
Limboto.
kecemasan.
asuhan keperawatan baik kepada bayi maupun keluarga bayi yang sedang
menjalani perawatan intensif di ruang NICU maupun orang tua dari bayi yang
perawatan intensif di ruang NICU (Neonatal Intensif Care Unit), sehingga dapat
membantu para perawat yang khususnya bekerja di ruang NICU khususnya pada
para orang tua yang memiliki bayi yang sedang menjalani perawatan intensif di
ruang NICU.
3. Bagi Peneliti
kecemasan dan penggunaan mekanisme koping pada ibu yang memiliki bayi
dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) yang sedang menjalani perawatan
2.1.1 Pengertian
Menurut World Health Organization (WHO) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan berat < 2500 gram (Maryunani, 2013).
Menurut Djami (2016), ) BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan/prematur atau
a. Preterm/bayi kurang bulan, yaitu masa kehamilan <37 minggu (≤259 hari)
d. Term/bayi cukup bulan, yaitu usia kehamilan 37-41 minggu (260-294 hari).
e. Post term/bayi lebih bulan, yaitu usia kehamilan 42 minggu atau lebih (≥295
hari).
2. Berdasarkan berat lahir/Birthweight
a. Berat lahir amat sangat rendah/Extremely low birthweight (ELBW), yaitu bayi
b. Berat lahir sangat rendah/Very Low birthweigt (VLBW), yaitu bayi dengan
c. Berat lahir rendah/Low birthweight (LBW), yaitu bayi dengan berat lahir
<2500 gram.
lahir 2 standar deviasi dibawah berat badan rata-rata untuk masa kehamilan
sebagai berat lahir 2 standar deviasi diatas rata-rata berat untuk masa
kehamilan atau di atas 90 persentil untuk masa kehamilan. LGA dapat di lihat
pada bayi yang ibunya mengalami diabetes, bayi dengan sindrom Beckwith-
minggu), dan bayi dengan hydrops fetalis. Bayi LGA juga berhubungan
dengan peningkatan berat badan ibu saat hamil, multiparitas, jenis kelamin
bayi laki-laki, penyakit jantung bawaan, khusunya perubahan pada arteri
1. Faktor Ibu
a. Usia Ibu
Umur ibu terlalu muda (< 20 tahun) ataupun terlalu tua (> 35 tahun)
reproduksi sehat (usia 20-30 tahun) keadaan ini disebabkan belum matangnya
alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun
hamil > 35 tahun terjadi penurunan fungsi organ melalui proses penuaan dan
jalan lahir juga tambah kaku sehingga terjadi persalinan macet dan
b. Tingkat Pendidikan
selama hamil dapat mencegah gangguan sedini mungkin bagi ibu dan
memberi peluang terhadap daya serap ilmu pengetahuan dan keinginan serta
Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, semakin baik kemampuan berpikir dan
Pendidikan juga sangat erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan ibu tentang
perawatan kehamilan dan gizi selama. Ibu yang buta huruf atau berpendidikan
nutrisi selama kehamilan, diet penting, dampak perilaku ibu terhadap janin.
c. Stress psikologik
berpikir dan kondisi diri seseorang. Stres psikologis pada ibu hamil cenderung
mengarah pada depresi atau kecemasan. Gejala depresi dapat terjadi tumpang
akan mempunyai intake makanan yang lebih rendah baik secara kualitas
maupun secara kuantitas, yang berakibat terhadap rendahnya status gizi ibu
hamil tersebut. Keadaan status gizi ibu yang buruk berisiko melahirkan bayi
dengan BBLR dibanding dengan bayi yang dilahirkan ibu dengan status gizi
baik.
e. Status Gizi
Status gizi ibu pada kehamilan berpengaruh pada status gizi janin. Asupan
makanan ibu dapat masuk ke janin melalui tali pusat yang terhubung kepada
tubuh ibu. Kondisi terpenuhinya kebutuhan zat gizi janin terkait dengan
perhatian asupan gizi dari makanan yang adekuat agar tumbuh kembang janin
berlangsung optimal.
f. Parietas
Pada ibu dengan paritas > 3 kali, risiko anak untuk mengalami persalinan
prematur lebih tinggi, hal ini disebabkan karena kehamilan yang berulang
pada saat melahirkan sudah mulai berkurang sejalan dengan usia ibu itu
sendiri. Ibu dengan paritas 1 berisiko untuk melahikan BBLR karena fungsi
g. Pre Eklampsia/Eklampsia
edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada
merupakan gejala yang paling penting. Gejala lebih lanjut adanya gangguan
h. Hipertensi
vasokonstriksi atau penyempitan sehingga O2 yang ada pada ibu tidak bisa
2. Faktor Janin
ukuran dan fungsi kapasitas plasenta, transfer zat gizi dan oksigen uteroplasenta
dari ibu kejanin, lingkungan endokrin janin dan jalur matabolisme. Pertumbuhan
janin yang optimal penting untuk kelangsungan hidup perinatal. Kelainan pada
janin yang dapat menyebabkan BBLR diantaranya adalah kelainan kromoson, dan
tubuh sehingga aliran nutrisi kejanin dapat terganggu atau berkurang. Oleh karena
itu pengaruh infeksi janin terhadap kehamilan dapat dalam bentuk keguguran atau
3. Faktor lingkungan
Ibu yang tinggal di dataran tinggi > 15.000 kaki cenderung melahirkan bayi
BBLR dibanding ibu yang tinggal di ketinggian 500 kaki, karena kadar oksigen
yang lebih rendah pada daerah tinggi. Ibu yang tempat tinggalnya dataran tinggi
2.2.1 Pengertian
Ruangan NICU (Neonatal Intensive Care Unit) adalah ruang perawatan intensif
untuk bayi yang memerlukan pengobatan dan perawatan khusus, guna mencegah dan
Menurut Sulistyorini, dkk. (2012), level perawata Bayi Baru Lahir yaitu:
1. Level I adalah untuk bayi risiko rendah, dengan kata lain bayi normal yang sering
mencakup bayi lahir sehat yang segera dilakukan rawat gabung dengan ibunya,
2. Level II adalah untuk bayi risiko tinggi tetapi pengawasan belum perlu intensif.
Pada level ini bayi diawasi oleh perawat 24 jam, akan tetapi perbandingan
perawat dan bayi tidak perlu 1-1. Perawatan level II meliputi perawatan bayi
ruangan infeksi dan non infeksi. Adapun bayi yang dapat dirawat di level ini
antara lain bayi dengan hiperbilirubinemia yang memerlukan terapi sinar maupun
transfusi tukar; bayi berat badan lahir rendah (BB 1500-kurang dari 2500 gram)
atau sangat rendah (BB kurang dari 1500 gram), bayi kurang bulan (umur
inkubator; bayi yang tidak dapat atau tidak boleh diberikan minum peroral,
sehingga harus diberikan infus intravena, bayi yang membutuhkan terapi oksigen,
tetapi belum memerlukan alat bantu nafas mekanis, misalnya bayi dengan distres
atau gangguan nafas, riwayat lahir tidak langsung menangis; bayi dengan gejala
hipoglikemia (kadar gula darah rendah) atau ibu dengan riwayat diabetes melitus;
bayi dengan riwayat tindakan persalinan yang menyebabkan trauma bayi lahir,
misalnya dengan forcep atau vacum ekstraksi; bayi sakit tersangka infeksi
intravena.
3. Level III adalah untuk bayi risiko tinggi dengan pengawasan yang benar benar
ekstra ketat. Satu orang perawat yang bertugas hanya boleh menangani satu
pasien selama 24 jam penuh. Perawatan level III (NICU) meliputi perawatan bayi
sakit kritis atau belum stabil yang memerlukan support alat bantu nafas mekanik
pemberian obat-obatan atau tindakan intervensi khusus. Adapun bayi yang harus
dirawat di NICU antara lain bayi dengan sindroma gawat nafas derajat 3 dan 4
yang memerlukan support alat bantu nafas mekanik (Bubble Nasal CPAP atau
Bayi berat badan lahir amat atau sangat rendah (kurang dari 1200 gram), atau bayi
dengan umur kehamilan kurang dari 34 minggu yang belum mendapatkan obat
dll; serta perawatan bayi pasca operasi besar yang membutuhkan support
ventilator mekanik; Bayi yang membutuhkan intervensi invasif, misalnya
1. Level I: ruang perawatan biasa; pasien dirawat di ruang atau kamar biasa dan
3. Level III: selain monitor dan inkubator, ruangan juga mesti difasilitasi ventilator.
2.3.1 Pengertian
Kecemasan atau ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang
samar disertai respon otonom (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui
oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal
bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (Stuart &
Sundeen, 2013).
diobservasi secara langsung. Reaksi pertama yang muncul atau dirasakan oleh klien
dan keluarganya disaat klien harus dirawat mendadak atau tanpa terencana begitu
mulai masuk rumah sakit. Kecemasan akan terus menyertai klien dan keluarganya
Menurut Direja (2011), Kecemasan adalah hasil dari proses psikologi dan
proses fisiologi dalam tubuh manusia. Kecemasan tidak sama dengan rasa takut dan
keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan
1. Teori psikoanalitik
secara otomatis akibat dari stimulus internal dan eksternal yang berlebihan. Secara
individu untuk menanganinya. Pada teori ini kecemasan dibagi kedalam dua tipe
yaitu:
a. Kecemasan primer
Kejadian traumatik yang dikawal saat bayi lahir akibat adanya stimulasi tiba-
b. Kecemasan subsekuen
Sejalan dengan peningkatan ego dan usia, feud melihat ada jenis kecemasan
lain akibat konflik emosi diantara dua elemen kepribadian yaitu id dan
superego. Freud menjelaskan bila terjadi kecemasan maka posisi ego sebagai
ditentukan oleh hubungan ibu dan anak pada awal kehidupannya, bayi berespons
seolah-olah ia dan ibunya adalah satu unit. Dengan bertambahnya usia, anak melihat
ketidaknyamanan yang timbul akibat tindaknnya sendiri dan diyakini bahwa ibunya
Adanya trauma seperti perpisahan dengan orang berarti atau kehilangan dapat
yang dicintainya. Harga diri seseorang merupakan faktor penting yang berubungan
adalah orang yang mudah terancam, mempunyai opini negative terhadap dirinya atau
meragukan kemampuannya.
3. Teori perilaku
Perilaku merupakan hasil belajar dari pengalaman yang pernah dialami. Kecemasan
dapat juga muncul melalui konflik antara dua pilihan yang saling berlawanan dan
individu harus memilih salah satu. Konflik menimbulkan kecemasan dan kecemasan
akan meningkatkan persepsi terhadap konflik dengan timbulnya perasaan
ketidakberdayaan.
4. Teori keluarga
5. Teori biologic
sehingga terjadi perpindahan ion. Perubahan ini mengakibatkan eksitasi sel dan
memperlambat aktivitas sel dan memperlambat aktivitas sel. Teori ini menjelaskan
bahwa invidu yang sering mengalami kecemasan mempunyai masalah dengan proses
neurotansmiter ini. Mekanisme koping juga dapat terganggu karena pengaruh toksik,
defisiensi nutrisi, menurunnya suplai, perubahan hormone dan sebab fisik lainnya.
berikut: Rerspon sistem saraf otonom terhadap rasa takut dan ansietas menimbulkan
aktivitas involunter pada tubuh yang termasuk dalam mekanisme pertahanan diri.
Secara fisiologi situasi stress akan mengaktifkan hipotalamu, yang selanjutnya akan
mengaktifkan dua jalur utama stress, yaitu sistem endokrin (korteks adrenal) dan
disekresinya hormon ACTH ke dalam darah maka hormon ini akan mengaktifkan
kortisol. Hormon kortisol ini juga berperan dalam proses umpan balik negatif yang
Selain itu, umpan balik negatif ini akan merangsang hipotalamus bagian
anterior untuk melepaskan hormon Thirotropic Releasing Hormone (TRH) dan akan
(TTH). TTH ini akan mengakibatkan perubahan tekanan darah, frekuensi nadi,
peningkatan Basal Metabolic Rate (BMR), peningkatan asam lemak bebas, dan juga
peningkatan ansietas. Mekanisme kedua dari stres yaitu melalui jalur sistem saraf
mengaktifkan sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Aktivasi sistem saraf simpatis
untuk kemudian kedua hormon ini dibawa oleh darah ke semua jaringan tubuh.
Epinefrin dan norepinefrin akan berikatan dengan reseptor β1dan α1 adrenergik dan
memperkuat respon simpatis untuk meningkatkan tekanan darah dan frekuensi nadi
(Videbeck, 2012).
reseptor muskarinik (M3) pada otot polos bronkus dan mengakibatkan peningkatan
frekuensi nafas. Ketika bahaya telah berakhir, serabut saraf parasimpatis membalik
proses ini dan mengembalikan tubuh pada kondisi normal sampai tanda ancaman
berikutnya dan mengaktifkan kembali respons simpatis (Stuart & Sundeen, 2013).
1. Respon fisiologis
a. Kardiovaskuler
1) Palpitasi
3) Pingsan
b. Respirasi
1) Nafas cepat
2) Sesak nafas
3) Pernafasan dangkal
4) Terengah-engah
c. Gastrointestinal
2) Mual
3) Nyeri perut
d. Neuromuscular
1) Peningkatan reflex
2) Reaksi kejut
4) Insomnia
5) Gelisah
6) Gerakan kaku
e. Saluran kemih
f. Kulit
1) Wajah memerah
2) Berkeringat
3) Gatal
4) Wajah pucat
2. Respon perilaku
a. Kegelisahan
b. Ketegangan fisik
c. Tremor
d. Bicara cepat
3. Respon kognitif
a. Gangguan perhatian
c. Sering lupa
d. Kesalahan penilaian
e. Mimpi buruk
f. Kehilangan kontol
4. Respon afektif
a. Kegelisahan
b. Ketidaksabaran
c. Rasa gelisah
d. Ketegangan
e. Gugup
f. Ketakutan
g. Frustasi
h. Ketidakberdayaan
1. Lingkungan
Hal ini dapat disebabkan pengalaman individu. Kecemasan secara normal timbul bila
2. Emosi
Kecemasan bias terjadi bila individu tidak mampu menemukan jalan keluar atas
permasalahan atau hubungan personal. Ini terjadi akibat rasa marah atau frustasi
3. Sebab fisik
timbulnya kecemasan. Hal ini biasanya terlihat dalam kondisi seperti kehamilan,
4. Keturunan
sangat Berat (Nursallam, 2013). Adapun skor yang ditentukan untuk menilai tingkat
kecemasan adalah:
2.4.1 Pengertian
pertahanan ego untuk melindungi dirinya serta sebagai bentuk dari penatalaksanaan
Menurut Stuart & Sundeen (2013), koping didefinisikan sebagai salah satu
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa koping adalah suatu
dialaminya.
a. Konfrontasi
b. Perencanaan masalah
a. Berbicara dengan orang lain, teman, keluarga dan perawat tentang masalahnya
b. Mencari tahu lebih banyak informasi tentang situasi yang dihadapi melalui
f. Belajar dari pengalaman masa lalu, tidak mengulangi kegagalan yang sama.
Dimensi koping ini merujuk pada upaya untuk mengurangi berbagai reaksi
a. Penerimaan
b. Menjaga jarak
c. Kontrol diri
d. Menghindar
e. Penilaian positif
Menurut Yosep (2019), penyesuaian psikologis pada setiap individu terjadi atas
1. Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami masalah adalah syok, rasa tidak
percaya dan menolak kenyataan yang dihadapinya. Mereka cenderung akan berupaya
mencari alternative melalui informasi tambahan yang dapat mendukung persepsi atas
diri mereka.
2. Marah
Tahap ini muncul saat individu mulai sadar akan kenyataan yang dihadapinya.
Perasaan yang meningkat sering diproyeksikan kepada orang yang ada disekitarnya
dalam berbagai ekspresi misalnya marah, lebih agresif, bicara kasar atau menuduh
3. Tawar-menawar
Pada tahap ini individu biasanya akan mengatakan seandainya dulu saya
menjaga kesehatan atau seandainya dulu saya tidak melakukan hal itu.
4. Depresi
Pada tahap ini seringkali individu akan menunjukkan sikap menarik diri, tidak
5. Penerimaan
Pada tahap ini individu mulai dapat menerima kenyataan yang ada dan mulai
mereorganisasi perasaannya.
Stuart & Sundeen (2013) membagi mekanisme koping menjadi dua macam
yaitu mekanisme koping yang adaptif dan mekanisme koping yang maladaptif.
1. Mekanisme koping adaptif adalah suatu usaha yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah akibat adanya stressor atau tekanan yang bersifat positif,
dalam menyelesaikan masalah akibat adanya stressor atau tekanan yang bersifat
secara tuntas
Menurut Brunner & Suddarth (2007) ada lima cara penting dalam menghadapi
masalah, yaitu:
bahwa keadaan akan baik-baik saja, menyemangati diri sendiri untu tetap tegar dan
tidak boleh menyerah serta percaya bahwa terapi hemodialisa akan membantu
bahwa setiap masalah ada solusinya seperti memikirkan cara lain dalam mengatasi
penyakit.
Dukungan sosial merupakan dukungan verbal, saran, bantuan yang nyata atau
tindakan yang diberikan oleh orang orang yang akrab degan subjek di dalam
lingkungan sosialnya. Dukungan ini juga dapat berupa kehadiran orang tertentu dan
hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah
laku penerimanya.
atau aktif pada kegiatan-kegiatan kerohanian juga menjadi cara koping dalam
menghadapi masalah terutama yang disebabkan oleh penyakit. Mendekatkan diri
kepada Tuhan juga bisa dilakukan dengan meminta saran atau mencari informasi
Menerima keadaan atau sadar akan keadaan dirinya yang menderita suatu
penyakit dan cenderung mencari hikmah dari keadaan tersebut. Penerimaan berbagai
mengalami kecemasan dengan bayi sakit kritis di NICU RSUD Prof.dr. Margono
NICU.
berhubungan dengan tingkat stres orang tua pada anak yang dirawat di ruangan
keluarga terhadap tingkat stres orang tua selama anak dirawat di rumah sakit.
2.6 Kerangka Berpikir
BBLR
Perawatan intensive di
ruangan NICU
Kecemasan orangtua
1. Reaksi fisiologis
Respon Koping 2. Reaksi prilaku
orangtua bayi
Keterangan:
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
: Hubungan Variabel
2.7 Hipotesis
dengan tingkat kecemasan orangtua bayi di ruang NICU RSUD dr. MM. Dunda
Limboto.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2021 di
pengumpulan data dilakukan secara bersamaan pada satu waktu tertentu yang
Penelitian ini terdiri dari variable independen dan variable dependen. Variabel
independen yaitu variabel yang tidak tergantung pada variable lain atau variable yang
akan menyebabkan perubahan pada variable lain sedangkan variabel dependen yaitu
dependen dalam penelitian ini adalah kecemasan orangtua bayi. Selanjutnya kedua
Skala
Variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil ukur
ukur
Variabel
independen
3.4.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
ini adalah seluruh orangtua bayi yang di rawat di ruangan NICU RSUD dr. MM.
Dunda Limboto.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian karakteristik
yanga ada dalam populasi Sugiono (2018). Sampel dalam penelitian ini adalah kepala
orangtua bayi yang dirawat di ruangan NICU yang ditentukan dengan teknik
accidental sampling yaitu sampel digunakan bila secara kebetulan hadir atau bertemu
dengan peneliti saat penelitian berlangsung. Adapun kriteria sampel yang digunakan
adalah:
1. Data Karakteristik
Data karakteristik responden yang meliputi usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan.
Kuesioner koping orangtua terdiri dari 20 pernyataan yang diambil dari penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Rafiki (2017) yang kemudian modifikasi oleh
peneliti. Pernyataan dalam kuisioner ini terdiri dari pernyataan positif yaitu pada
negatif adalah item soal nomor 3, 4,6,7,8 dan 20. Penilaian jawaban tersebut
adalah:
1) Selalu =4
2) Sering =3
3) Kadang-kadang =2
4) Tidak pernah =1
1) Selalu =1
2) Sering =2
3) Kadang-kadang =3
4) Tidak pernah =4
3. Kuisioner Kecemasan
menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yang terdiri dari 14 item
pernyataan. Dalam penggunaan alat ukur ini peneliti mendampingi responden dan
menjelaskan tanda dan gejala yang dialami kemudian tanda dan gejala yang
dirasakan responden tersebut dicantumkan dalam lembar kuisioner dengan cek list.
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti melalui data dinas Kesehatan
Provinsi Gorontalo, Kabupaten Gorontalo dan RSUD dr. MM. Dunda Limboto untuk
peneliti dengan merujuk pada teori yang telah ada. Selanjutnya, sebelum kuisioner ini
akan digunakan untuk pengumpulan data, terlebih dahulu akan dilakukan uji validitas
dan reliabilitas untuk mengetahui apakah kuisioner ini dapat digunakan sebagai alat
pengumpul atau tidak. Kuisioner yang akandiuji validitas dan reliabilitas adalah
dimana apabila nilai yang diperoleh lebih besar darinilai t hitung maka kuisioner
dinyatakan valid. Selanjutnya uji reliabilitas menggunakan nilai alpha crombach 0,70.
Apabila nilai yang didapatkan nilai relibilitas lebih dari 0,70 maka kuisioner
dinyatakan reliabel. Sedangkan kuisioner kecemasan menggunakan kuisioner baku
yaitu Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) sehingga tidak perlu dilakukan uji
kalimat atau huruf ke bentuk data angka atau bilangan. Hal ini untuk
c. Entry, yaitu mengisi kolom-kolom atau kotak lembaran kode sesuai dengan
3. Penyajian data
Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi di sertai penjelasan tabel
1. Analisis Univariat
2. Analisis Bivariat
tingkat kecemasan. Analisa statistik hasil jawaban atas hasil observasi diskoring
dan kemudian dilakukan uji korelasi. Uji yang digunakan adalah Perason r yang
Menurut Hidayat (2017), dalam etika penelitian ini ada 3 (tiga) prinsip yang
untuk menjadi responden. Tujuan Informed Concent adalah agar subjek mengerti
maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika subjek bersedia maka
memberikan nama responden pada lembar alat ukur, hanya menuliskan kode pada
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik
Bobak, dkk (2012). Buku ajar prakti keperawatan klinis(edisi 5). Jakarta : EGC
Oleh : …………….
untuk mengetahui hubungan mekanisme koping dengan kecemasan orang tua bayi di
Penelitian ini salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas skripsi di Jurusan
penelitian ini. Informasi yang saya dapatkan ini hanya akan digunakan untuk
pengembangan ilmu keperawatan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud lain.
Partisipasi saudari dalam penelitian ini bersifat bebas untuk menjadi responden
penelitian atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika saudari bersedia menjadi
Tanggal :
No. responden :
Lampiran 2
Setelah membaca penjelasan penelitian ini maka saya mengetahui manfaat dari
penelitian ini. Saya mengerti bahwa peneliti akan menjunjung tinggi hak-hak saya
sebagai responden dan saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berdampak
Gorontalo,…Juli 2021
………………………..
Paraf/ tanda tangan
Lampiran 3
INSTRUMEN PENELITIAN
I. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Petunjuk Pengisian.
Jawablah pertanyaan dibawah ini secara jujur dan benar dengan memberi tanda
b. Pendidikan
SD
SMP
SMA
Sarjana
c. Pekerjaan
Tiada
Tani
Wiraswasta
Cara pengisian:
Berikanlah tanda checklist ( √ ) pada kolom angka yang ada di sebelah kanan pada
masing-masing butir pertanyaan dengan pilihan yang sesuai dengan yang Anda
alami.
Kadang- Tidak
No Kemampuan Koping selalu sering
kadang pernah
1 Dalam menyelesaikan masalah, saya
memikirkan cara yang paling tepat
untuk menyelesaikan masalah
2 Mencoba untuk menyelesaikan suatu
permasalahan tahap demi tahap
3 Saya menyakiti diri sendiri ketika
ada masalah yang tidak terselesaikan
4 Untuk melupakan kemarahan, saya
sering membanting pintu, bantal,
buku, dll
5 Saya meminta bantuan teman/
sahabat ketika ada masalah
6 Saya berdamai dengan takdir,
terkadang saya hanya sedang tidak
beruntung
7 Saya tidak mau bertemu dengan
orang lain ketika saya adalah
masalah
8 Saya memendam sendiri masalah
yang saya hadapi
9 Saya selalu berfikir positif terhadap
setiap masalah yang saya hadapi
10 Ketika ada masalah frekuensi ibadah
saya meningkat
11 Ketika ada masalah, saya bertindak
seolah-olah tidak mengalami
masalah sama sekali
12 Saya sering mencoba untuk
melupakan masalah dari dalam
pikiran dan memikiran sesuatu yang
lain.
13 Saya mencoba memandang masalah
sebagai bagian kehidupan yang harus
saya jalani
14 Ketika saya ada masalah saya
menjadi lebih kuat
15 Saya menghabiskan waktu untuk
nonton TV atau membaca koran
16 Saya menghindari masalah saya
dengan melakukan kegiatan yang
bermanfaat
17 Ketika ada masalah, saya bertindak
seolah-olah tidak mengalami
masalah sama sekali
18 Saya menolak untuk percaya bahwa
saya sedang memiliki masalah
19 Ketika saya ada masalah, saya
berusaha untuk melupakan masalah
dan meninggalkannya
20 Ketika saya memiliki masalah, saya
menyalahkan orang lain atas masalah
saya
4. Gangguan tidur
Sukar memulai tidur
Terbangun malam hari
Mimpi buruk
Mimpi yang menakutkan
5. Gangguan kecerdasan
Daya ingat buruk
Sulit berkonsentrasi
Sering bingung
Banyak Pertimbangan
6. Perasaan depresi
Kehilangan minat
Sedih
Berkurangnya kesukaan pada hobi
Perasaan berubah-ubah
7. Gejala somatic ( otot-otot )
Nyeri otot
Kaku
Kedutan otot
Gigi gemertak
Suara tak stabil
8. Gejala sensoris
Telinga berdengung
Penglihatan kabur
Muka merah dan pucat
Merasa lemah
9. Ganguan kardiovaskular
Denyut nadi cepat
Berdebar-debar
Nyeri dada
Rasa lemah seperti mau pingsan
10. Gejala pernafasan
rasa tertekan di dada
perasaan tercekik
merasa nafas pendek/sesak
sering menarik nafas panjang
11. Gejala pencernaan
Sulit menelan
Mual muntah
Perut terasa penuh dan kembung
Nyeri lambung sebelum makan dan sesudah
12. Gejala urogenetalia
Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
13. Gejala otonom
Mulut kering
Muka kering
Mudah berkeringat
Sakit kepala
Bulu roma berdiri
14. Apakah anda merasakan
Gelisah
Tidak tenang
Mengerutkan dahi muka tegang
Nafas pendek dan cepat
Jumlah skor :................
Kesimpulan :
Kecemasan ringan
Kecemasan sedang
Kecemasan berat
Kecemasan berat sekali