Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

ASUHAN PADA BAYI DENGAN RISIKO TINGGI DAN


PENATALAKSANAANNYA

Diajukan Sebagai

Tugas Mata Kuliah Askeb Neonatus

DosenPengampuh

Dwi Ayu Rahmawati,STr.Keb.,M.Keb

OLEH :

Kelompok v

1.WA ODE MASRA (Pbd21.219)

2.MILKA MAYA B (Pbd21.214)

3.SUHRAENI SIPA (Pbd21,190)

i
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PELITA IBU

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 KEBIDANAN

TAHUN 2022

ii
KATA PENGANTAR

Dengan meyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi MahaPenyayang, penulis

panjatkan puja dan puji syukus serata kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,

daninayah-Nyakepadapenulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah Asuhan Kebidanan

Upaya- Upaya Promotif dan Preventif Asuhan Kehamilan.

Adapun makalah asuhan kebidanan neonatus ini telah penulis usahakan semaksimal

mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagaipihak, sehingga dapat memperlancar

pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan makalah ini.

Namun, tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa ada

kekurangan baik dari segi penyusunan bahasamaupun yang lainnya. Oleh karenaitu, dengan

lapang dada dan tangan terbuka penulis membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin

memberi saran dan kritik kepada penulis sehingga penulis dapat memperbaiki makalah asuhan

kebidanan ini neonatus dengan resiko tinggi ini.

Kendari,20 September 2022

3
Kelompok V

4
5
6
7
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia lebih besar jika dibandingkan dengan negara –

negara ASEAN lainya yaitu Indonesia sebanyak 44 per 1000 kelahiran hidup. Dibandingkan

dengan target Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 sebesar 17/1000

kelahiran hidup (Depkes, 2016).

Saat ini tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan semakin meningkat.

Hal tersebut didorong oleh berbagai perubahan mendasar di masyarakat baik ekonomi,

pendidikan, teknologi dan informasi serta berbagai perubahan lainnya. Salah satu pelayanan

keperawatan yang memerlukan peningkatan kualitas layanan adalah pelayanan asuhan

keperawatan terhadap bayi hipotermia ataupun bayi dengan resiko tinggi hipotermia.

Hipotermia merupakan penurunan suhu tubuh bayi dibawah suhu normal. Menurut dr

Imral Chair SpA(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Ketua I

Perkumpulan Perinatologi Indonesia (Perinasia) dalam seminar “Orientasi Metode Kanguru”

yang diselenggarakan Forum Promosi Kesehatan Indonesia, bayi prematur maupun bayi

cukup bulan yang lahir dengan berat badan rendah, terutama di bawah 2.000 gram, terancam

kematian akibat hipotermia yaitu penurunan suhu badan di bawah 36,5°C di samping asfiksia

(kesulitan bernapas) dan infeksi.

Hipertermia pada bayi baru lahir jika suhu tubuh >37,5◦C per axila (Rukiyah dan Lia,

2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa hipertermia adalah keadaan dimana suhu tubuh

meningkat diatas rentang normal dan tubuh tidak mampu untuk menghilangkan panas atau

mengurangi produksi panas. Rentang normal suhu tubuh bayi baru lahir berkisar antara 36,5 –

37,5 °C.

8
Angka kejadian hipoglikemia di Indonesia secara umum belum tercatat karena

hipoglikemia bukan merupakan kelainan namun hipoglikemia merupakan suatu

kegawatdaruratan pada neonatus yang harus segera diatasi, kejadian hipoglikemia biasanya

tidak terlihat, bayi biasanya hanya diam atau pasif tidak banyak bergerak dan disangka tidur,

maka dari itu banyak orang yang tidak tahu bahwa bayi tersebut hipoglikemia.

Meskipun angka kejadian hipoglikemia sangat rendah, namun jika tidak diatasi atau

diberi pertolongan dengan baik dan benar dalam jangka panjang bisa menyebabkan hasil tes

IQ rendah, kelainan gambar EEG, visual, dan pendengarannya bisa terganggu (Melis, 2004).

Tetanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh eksotoksin yang dapat larut

(tetanospasmin) dari Clostridium tetani. Biasanya toksin tersebut dihasilkan oleh bentuk

vegetatif organisme tersebut pada tempat terjadinya perlukaan selanjutnya diangkut serta

difiksasi di dalam susunan syaraf pusat. Sedangkan Tetanus neonatorum terjadi pada

neonatus (bayi berusia 0-28hari) dan menyerupai tipe tetanus generalisata. Spora dari kuman

Clostridum tetani masuk melalui pintu masuk satu-satunya ke tubuh bayi baru lahir, yaitu tali

pusat. Peristiwa tersebut dapat terjadi pada saat pemotongan tali pusat ketika bayi lahir

maupun saat perawatannya sebelum puput (lepas tali pusat) (Depkes RI, 2010).

Penyakit penyerta kehamilan seperti tuberculois, ginjal, jantung, asma, gangguan

hipertensi, hepatitis, malaria, dan diabetes selama kehamilan adalah salah satu kondisi yang

menyebabkan tingginya kematian ibu (Koblinsky, 2012). Penyakit penyerta yang sering

dialamai ibu hamil adalah Diabetes Mellitus (DM).

Human Immunodeficiency Virus merupakan golongan RNA spesifik yang menyerang

sistem imun manusia, penurunan sistem imun pada orang yang terinfeksi HIV menyebabkan

AIDS. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) ialah sekumpulan tanda atau gejala

9
klinis pada penderita HIV akibat infeksi oportunistik karena penurunan sistem kekebalan

tubuh (Kemenkes RI, 2014). HIV dapat menular melalui hubungan seksual yang tidak aman,

pemakaian jarum suntik secara bergantian, dan dari ibu hamil yang terinfeksi HIV ke bayinya

(Efendi & Makhfudli, 2009).

Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) bukan menjadi

masalah baru di negara kita. Melalui The World Program of Action for Youth on Drug,

badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menempatkan penyalahgunaan NAPZA sebagai

salah satu dari sepuluh isu global utama yang berkaitan dengan kehidupan pemuda yang

harus mendapatkan perhatian dengan prioritas tinggi. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya

catatan kriminal dari berbagai negara di dunia bahwa penggunaan NAPZA dimulai saat usia

muda. PBB mencatat bahwa para pemuda di seluruh negara mengkonsumsi NAPZA dengan

frekuensi yang meninggi dan cara yang lebih berbahaya daripada yang dilakukan oleh usia

lanjut (Amriel, 2008). Menurut United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) (2012),

jumlah remaja yang menggunakan NAPZA sekitar 230 juta orang atau 5% dari jumlah

populasi remaja di dunia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah asuhan dan penatalaksanaan pada bayi dengan Hipotermia dan

Hipertemia?

2. Bagaimanakah asuhan dan penatalaksanaan pada bayi dengan Hipoglikemia?

3. Bagaimanakah asuhan dan penatalaksanaan pada bayi dengan Tetanus

Neonaturum?

4. Bagaimanakah asuhan dan penatalaksanaan pada bayi dengan penyakit yang di

derita ibu selama hamil ?

10
5. Bagaimanakah asuhan dan penatalaksanaan pada bayi yang lahir dari ibu

menderita HIV DAN AIDS ?

6. Bagaimanakah asuhan dan penatalaksanaan pada bayi yang lahir dari ibu dengan

riwayat merokok dan penggunaan Napza ?

1.3 Tujuan

1. Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan dan penatalaksanaan pada bayi dengan

Hipotermia dan Hipertemia

2. Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan dan penatalaksanaan pada bayi dengan

Hipoglikemia

3. Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan dan penatalaksanaan pada bayi dengan

Tetanus Neonaturum

4. Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan dan penatalaksanaan pada bayi dengan

penyakit yang di derita ibu selama hamil

5. Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan dan penatalaksanaan pada bayi yang

lahir dari ibu menderita HIV DAN AIDS

6. Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan dan penatalaksanaan pada bayi yang

lahir dari ibu dengan riwayat merokok dan penggunaan Napza ?

11
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Asuhan dan Penatalaksanaan pada bayi dengan Hipotermia dan Hipertemia

A. Hipotermia dan Hipertemia


a. Pengertian

Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan di bawah normal yaitu suatu keadaan

dimana suhu tubuh berada dibawah 35º C, Adapun suhu tubuh bayi dan neonatus adalah 36,5-

37,5ºC (suhu aksilla). Termoregulasi adalah kemampuan untuk menyeimbangkan antara

produksi panas dan hilangnya panas dalam rangka menjaga suhu tubuh dalam keadaan normal,

kemampuan ini sangatlah terbatas pada BBL. Bayi baru lahir sering mengalami hipotermi karena

ketidakmampuannya mempertahankan suhu tubuh, lemak subkutan yang belum sempurna,

permukaan tubuh yang luas dibandingkan massa tubuh, dan suhu lingkungan yang dingin.

Hipertermia pada bayi baru lahir adalah suatu kondisi dimana suhu tubuh yang tinggi dan

bukan disebabkan oleh mekanisme pengaturan panas hipotalamus (Maryati , Sujiartidan Budiarti,

2010). Hipertermia pada bayi baru lahir jika suhu tubuh >37,5◦C per axila (Rukiyah dan Lia,

2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa hipertermia adalah keadaan dimana suhu tubuh meningkat

diatas rentang normal dan tubuh tidak mampu untuk menghilangkan panas atau mengurangi

produksi panas. Rentang normal suhu tubuh bayi baru lahir berkisar antara 36,5 – 37,5 °C.

b. Penyebab

Penyebab hipotermi menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) yaitu : Berat badan

ekstrem atau BBLR,terpapar suhu lingkungan rendah ,malnutrisi ,kekurangan lemak

subkutan,keruskan hipotalamus ,pemakaian pakaian tipis ,penurunan laju metabolisme, transfer

12
panas (misalnya Konduksi, konveksi, evaporasi, radiasi) ,trauma kurang terpapar informasi

tentang pencegahan hipotermia.

Menurut (Dewi, 2014) Empat penyebab kemungkinan yang dapat mengakibatkan bayi baru lahir

kehilangan panas tubuhnya yaitu:

1) Konduksi

Panas dihantarkan dari tubuh bayi ke benda sekitarnya yang kontak langsung dengan tubuh

bayi (pemindahan panas dari tubuh bayi ke objek lain melalui kontak langsung). Sebagai contoh,

konduksi biasa terjadi ketika menimbang bayi tanpa alas timbangan, memegang bayi saat tangan

dingin, dan menggunakan stetoskop dingin untuk pemeriksaan BBL.

2) Konveksi

Panas hilang dari tubuh bayi ke udara sekitarnya yang sedang bergerak (jumlah panas yang

hilang bergantung pada kecepatan dan suhu udara). Sebagai contoh, konveksi dapat terjadi ketika

membiarkan atau menempatkan BBL dekat dengan jendela, atau memberikan BBL di ruangan

yang terpasang kipas angin.

3) Radiasi

Panas dipancarkan dari BBL keluar tubuhnya ke lingkungan yang lebih dingin (pemindahan

panas antara 2 objek yang mempunyai suhu berbeda) sebagai contoh, memberikan BBL dalam

ruangan AC tanpa diberikan pemanas (radiant warmer), membiarkan BBL dalam kedaan

telanjang, atau menidurkan BBL berdekatan dengan ruangan yang dingin (dekat tembok).

4) Evaporasi

Panas hilang melalui proses penguapan yang bergantung pada kecepatan dan kelembapan

udara (perpindahan panas dengan cara mengubah cairan menjadi uap). Evaporasi ini dipengaruhi

oleh jumlah panas yang dipakai, tingkat kelembapan udara, dan aliran udara melewati. Apabila

13
BBL dibiarkan dalam suhu kamar 250C, maka bayi akan kehilangan panas melalui konveksi,

radiasi, dan evaporasi yang besarnya 200kg/BB, sedangkan yang dibentuk

hanya sepersepuluhnya saja.

Hipertermia pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh meningkatnya produksi

panas,pengurangan kehilangan panas, atau terpajan lama pada lingkungan bersuhu tinggi (sangat

panas) atau dehidrasi. (Maryati, Sujiarti dan Budiarti, 2010). Tiga penyebab terbanyak demam

pada anak yaitu penyakit infeksi (60%-70%), penyakit kolagen-vaskular, dan

keganasan.Walaupun infeksi virus sangat jarang menjadi penyebab demam berkepanjangan,

tetapi 20% penyebab adalah infeksi virus. Sebagian besar penyebab demam pada anak terjadi

akibat perubahan titik pengaturan hipotalamus yang disebabkan adanya pirogen seperti bakteri

atau virus yang dapat meningkatkan suhu tubuh.Terkadang demam juga disebabkan oleh adanya

bentuk hipersensitivitas terhadap obat (Potter & Perry, 2010).

c. Diagnosis

Menurut (Sudarti & Fauziah, 2012) klasifikasi suhu tubuh abnormal

yaitu :

1. Hipotermia sedang :

a. Suhu tubuh 32◦C (-36,4◦C)

b. Gangguan nafas

c. Denyut jantung kurang dari 100x/menit

d. Malas minum

e. Latergi

2. hipotermia berat

a. Suhu tubuh 32◦C

14
b. Tanda lain hipotermia sedang

c. Kulit teraba keras

d. Nafas pelan dan dalam

e.cianosis,

2. Hipertemia

1) Tahap I : awal

a) Peningkatan denyut jantung

b) Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan

c) Kulit pucat dan dingin

d) Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi

e) Rambut kulit berdiri

f)Pengeluaran keringat berlebih

g) Peningkatan suhu tubuh

2) Tahap II : proses demam

a) Tubuh teraba hangat/panas

b) Peningkatan nadi dan laju pernapasan

c) Dehidrasi ringan sampai berat

d) Proses meninggi lenyap

e) Mengantuk, kejang akibat iritasi sel saraf

f)Mulut kering

g) Bayi tidak mau minum

h) Lemas

d. Penatalaksanaan

15
1. Hipotermia sedang

a. Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat,

memakai topi dan selimut dengan selimut hangat.

b. Lakukan metode kangguru bila ada ibu atau pengganti ibu, kalua tidak gunakan inkubator

dan ruangan hangat, periksa suhu dan hindari paparan panas yang berlebihan.

c. Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering.

d. Mintalah ibu mengamati tanda bahaya dan segera mencari pertolongan bila

terjadi hal tersebut.

e. Periksa kadar glukosa, nilai tanda bahaya dan tanda-tanda sepsis. Lakukan perawatan

lanjutan dan pantau bayi selama 12 jam periksa suhu setiap 3 jam.

2. Hipotermia Berat

1) Segera hangatkan bayi dibwah pancaran panas yang telah dinyalakan sebelumnya, bila

mungkin gunakan inkubator dan ruangan hangat.

2) Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu, beri pakaian hangat, pakai

topi dan selimuti dengan selimut hangat.

3) Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering berubah.

4) Bila bayi dengan gangguan nafas (frekuensi lebih dari 60 kali permenit atau kurang dari 30

kali permenit, ada tarikan dinding dada, dan merintih saat ekspirasi) lakukan terapi pada

distres pernafasan.

5) Pasang jalur intra vena dan beri cairan intra vena sesuai dengan dosis rumatan. Perikasa

kadar glukosa darah

6) Nilai tanda bahanya setiap jam.

7) Ambil sampel darah dan beri antibiotic sesuai indikasi

16
8) Anjurkan ibu menyusui segera setalh bayi siap atau pasang naso gastric tube (NGT)

9) Periksa suhu tubuh bayi, alat yang digunakjan untuk menghangatkan atau suhu ruangan

setiap jam.

10) Monitor bayi selama 24 jam.

2.2. Asuhan dan Penatalaksanaan pada bayi dengan Hipoglikemia

B. Hipoglikemia

a. Definisi Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam darah secara abnormal

rendah yaitu a yaitu <50 mg/dl atau bahkan <40 mg/dl (Rahardjo, 2012 dan Maryam, 2009).

b. Etiologi Hipoglikemia

Hipoglikemia biasanya terjadi jika seorang bayi pada saat dilahirkan memiliki cadangan

glukosa yang rendah yang disimpan dalam bentuk glikogen (Novyana, 2010). Hipoglikemia

disebabkan oleh ketidakseimbangan asupan makanan, insulin, dan aktivitas (Wong, 2005).

Hipoglikemia Umumnya hipoglikemia terjadi pada neonatus berumur 1-2 jam. Hal ini

disebabkan oleh karena bayi tidak lagi mendapatkan glukosa dari ibu, sedangkan insulin

plasma masih tinggi dengan kadar glukosa darah yang menurun (Iswanto, 2012).

Menurut Iswanto (2012), terdapat 4 kelompok besar bayi neonatal yang secara

patofisiologik mempunyai resiko tinggi mengalami hipoglikemia yaitu :

1) Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita diabetes melitus atau menderita diabetes

selama kehamilan dan bayi yang menderita penyakit eritroblastosis fetalis berat, bayi

demikian cenderung menderita hiperinsulinisme.

17
2) Bayi dengan berat badan lahir rendah yang mungkin mengalami malnutrisi intrauterin,

yang mengakibatkan cadangan glikogen hati dan lemak tubuh total menurun. BBLR yang

termasuk rawan adalah bayi kecil menurut usia kehamilan, salah satu bayi kembar yang

lebih kecil berat badan berbeda 25% atau lebih, berat badan lahir kurang 2000 gr bayi

yang menderita polisitemia, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita toksemia dan

bayi dengan plasenta yang abnormal, terutama sangat peka dan mudah terkena gangguan

ini. Faktor-faktor lain yang juga berperan akan timbulnya hipoglikemia pada kelompok

ini mencakup respon insulin yang tidak normal, gangguan glikoneogenesis, asam lemak

bebas yang rendah, rasio berat otak atau hati yang meningkat, kecepatan produksi kortisol

yang rendah dan mungkin kadar insulin yang meningkat serta respon keluaran epinefrin

yang menurun.

3) Bayi yang sangat imatur (kecil) atau yang sedang sakit berat dapat menderita

hipoglikemia karena meningkatnya kebutuhan metabolisme yang melebihi cadangan

kalori, dan bayi dengan berat badan lahir rendah yang menderita sindrom gawat nafas,

asfiksia perinatal, polisitemia, hipotermia dan infeksi sistemik dan bayi yang mengalami

kelainan jantung bawaan sianotik yang menderita gagal jantung.

4) Pada bayi yang menderita kelainan genetik atau gangguan metabolisme primer (jarang

terjadi) seperti galaktosemia, penyakit penyimpanan glikogen, intoleransi fruktosa,

propionat asidemia, metilmalonat asidemia, tirosinemia, penyakit sirop mapel,

sensitivitas leusin, insulinoma, nesidioblastosis sel beta, hiperplasia fungsional sel beta

fungsional, panhipopituitarisme dan sindrom beckwit serta bayi raksasa.

c. Tanda Dan Gejala Hipoglikemia

18
Gejala hipoglikemia dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok besar, yaitu gejala

yang berasal dari sistem saraf autonomi dan gejala yang berhubungan dengan kurangnya

suplai glukosa pada otak. Pada neonatus gejala hipoglikemia tidak spesifik, antara lain

tremor, peka rangsang, apnea dan sianosis, hipotonia, iritabel, sulit minum, kejang, koma,

tangisan nada tinggi, nafas cepat dan pucat (Sihombing, 2013).

Menurut Vera (2013), tipe hipoglikemia digolongkan menjadi beberapa jenis

yakni :

1) Transisi dini neonatus (Early transitional neonatal ) Ukuran bayi yang besar ataupun

normal yang mengalami kerusakan sistem produksi pankreas sehingga terjadi

hiperinsulin.

2) Hipoglikemia klasik sementara (Classic transient neonatal) Terjadi jika bayi

mengalami malnutrisi sehingga mengalami kekurangan cadangan lemak dan glikogen.

3) Hipoglikemia sekunder (Secondary) Sebagai suatu respon stress dari neonatus

sehingga terjadi peningkatan metabolisme yang memerlukan banyak cadangan

glikogen.

4) Hipoglikemia berulang (Recurrent) Disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau

metabolisme insulin terganggu.

d. Penatalaksanaan Hipoglikemia

Penatalaksanaaan Hipoglikemia Menurut Iswanto (2013), adalah sebagai berikut :

a. Jika kadar gula darah 25-40 mg/dl tanpa tanda dan gejala hipoglikemia

1. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya

2. Pantau tanda hipoglikemi

3. Periksa kadar glukosa darah dalam setiap 3 jam

19
b. Jika kadar gula darah >25-45 mg/dl dengan tanda dan gejala hipoglikemia

1) Beri air gula kira-kira 30 cc satu kali pemberian dan observasi keadaannya.

2) Pertahankan suhu tubuh dengan cara membungkus bayi dengan kain hangat, jauhkan dari hal-

hal yang dapat menyerap panas bayi.

3) Segera beri ASI (Air Susu Ibu) Pemberian ASI sedini mungkin dan sering akan menstabilkan kadar

glukosa darah. Teruskan menyusui bayi (kira-kira setiap 1-2 jam) atau beri 3-10 ml ASI perah tiap kg

berat badan bayi,

4) Observasi keadaan bayi, yaitu tanda-tanda vital, warna kulit, reflek dan tangisan bayi.

5) Bila tidak ada perubahan selama ± 24 jam dalam gejala-gejala tersebut segera rujuk ke rumah

sakit.

c. Jika kadar gula darah <25 mg/dl dengan tanda gejala hipoglikemia

1. Pasang jalur IV, berikan glukosa 10% 2 ml/kg BB secara pelan dalam 5 menit

2. Infus glukosa 20% sesuai kebutuhan rawatan

3. Periksa kadar glukosa darah 1 jam setelah bolus glukosa dan kemudian 3 jam sekali

4. Anjurkan ibu menyusui

5. Bila kemampuan minum bayi meningkat, turunkan pemberian cairan infus setiap hari

2.3. Asuhan dan Penatalaksanaan pada bayi dengan Tetanus Neonaturum

C. Tetanus neonatorium

a. Pengertian tetanus neonaturum

Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir dikenal dengan istilah tetanus neonatorum.

Tetanus pada dasarnya dapat terjadi pada usia berapa pun, namun salah satu populasi

yang terutama rentan terhadap kondisi ini adalah bayi baru lahir.

20
Tetanus dapat dialami oleh seseorang yang terekspos terhadap spora dari

bakteri Clostridium tetani, yang umumnya terdapat pada tanah. Kondisi ini disebabkan

oleh zat berbahaya yang disebut neurotoksin, yang diproduksi oleh pertumbuhan bakteri

pada jaringan mati. Misalnya pada luka yang kotor atau pada pusat setelah persalinan

yang tidak steril.

Tetanus neonatorum sendiri merupakan salah satu jenis tetanus pada bayi baru lahir yang

tidak memiliki proteksi berupa imunitas pasif. Hal ini biasanya merupakan akibat dari ibu

yang tidak memiliki kekebalan terhadap bakteri penyebab tetanus.

Sebagian bayi yang mengalami tetanus neonatorum dapat mengalami kematian. Kondisi

ini terutama lebih sering terjadi pada area pedesaan, di mana sebagian besar persalinan

dilakukan di rumah tanpa sterilisasi yang adekuat.

b. Penyebab

Tetanus neonatorum umumnya terjadi akibat luka pada kulit yang kemudian

terkontaminasi oleh bakteri Clostridium tetani, yang sering ditemukan di tanah. Bakteri

tersebut memproduksi zat berbahaya yang dikenal dengan istilah neurotoksin, yang

memengaruhi aktivitas normal dari saraf tubuh dan menyebabkan spasme otot.

Beberapa faktor yang terkait dengan terjadinya tetanus neonatorum adalah perawatan tali

pusat yang kurang baik, pemotongan tali pusat yang tidak higienis, ibu yang tidak

mendapatkan imunisasi, sirkumsisi yang tidak higienis, tindik telinga yang tidak higienis,

persalinan yang tidak higienis, dan sebagainya. Spora dari bakteri dapat berkontak

dengan jaringan tubuh, berkembang biak, dan memproduksi toksin yang kemudian

menyebabkan penyakit.

21
c. Gejala

Masa inkubasi tetanus neonatorum, yakni periode waktu dari pertama kali terjadinya

ekspos terhadap bakteri hingga waktu tanda dan gejala pertama timbul, pada tetanus

neonatorum umumnya adalah 3 hingga 21 hari.

Tanda dan gejala yang dapat timbul pada tetanus neonatorum adalah spasme pada tubuh,

kesulitan bernapas atau frekuensi pernapasan yang lebih cepat dari normal, distres

pernapasan, kebiruan pada kulit, demam, tanda infeksi seperti adanya nanah pada tali

pusat, dan sebagainya.

d. Diagnosis

Penetapan diagnosis dari tetanus neonatorum umumnya ditentukan berdasarkan

wawancara medis yang mendetail serta pemeriksaan fisik secara langsung.

Pada wawancara medis, dokter dapat menanyakan adanya gejala yang diamati pada bayi

serta riwayat imunisasi sebelumnya pada ibu. Sementara itu pada pemeriksaan fisik,

dokter akan mengevaluasi adanya tanda dan gejala dari tetanus neonatorum.

e. Penatalaksanaan

Penanganan dari tetanus neonatorum diawali dari identifikasi portal masuknya bakteri ke

dalam tubuh bayi, dan membersihkan area di mana terdapat luka. Setelahnya, pemberian

pengobatan dapat dilakukan untuk membantu mengeliminasi toksin yang terdapat di

dalam tubuh dengan pengobatan antitoksin dan antibiotik.

22
Bila terdapat spasme, dokter juga dapat menginstruksikan pemberian obat sedasi atau

antispasme untuk meredakan gejala.

f. Pencegahan

Transmisi dari tetanus neonatorum pada persalinan dapat dicegah dengan meningkatkan

cakupan imunisasi, terutama untuk wanita hamil. Selain itu perlu untuk meningkatkan

pengetahuan mengenai pentingnya persalinan yang bersih dan perawatan tali pusat yang

baik.

Vaksinasi dengan tetanus toksoid (TT) juga dapat membantu melindungi ibu hamil dari

tetanus maternal selama kehamilan dan persalinan.  

2.4 asuhan dan penatalaksanaan pada bayi dengan penyakit yang di derita ibu selama

hamil

D. Peyakit yg diderita ibu selma hamil

Penyakit yang Perlu Diwaspadai Ibu Hamil

Mengetahui apa saja penyakit yang dapat membahayakan janin sangat berguna bagi ibu

hamil. Dengan begitu, tindakan pencegahan dan penanganan bisa dilakukan sedini

mungkin. Berikut beberapa penyakit yang perlu diwaspadai ibu hamil:

1. Anemia

23
Meski terdengar sepele, anemia pada ibu hamil benar-benar tidak boleh dianggap remeh

dan perlu mendapat penanganan segera. Jika tidak, penyakit ini dapat meningkatkan

risiko kelahiran prematur, berat badan bayi rendah, dan cacat lahir. Ibu hamil yang rentan

mengalami anemia adalah yang mengalami kehamilan kembar, sering

mengalami morning sickness, dan yang memiliki pola makan tidak sehat. 

Sebab, saat hamil, kebutuhan darah akan meningkat demi mendukung pertumbuhan janin

dalam kandungan. Jika tubuh ibu hamil tidak mampu memproduksi lebih banyak sel

darah merah, hal ini akan memicu terjadinya anemia. Beberapa gejala dari penyakit ini

adalah mudah lelah, pusing, sesak napas, dan kulit terlihat lebih pucat. 

2. TORCH

Salah satu penyakit pada ibu hamil yang harus diwaspadai adalah TORCH

(toksoplasmosis, infeksi lain/Other infection, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes

simplex). Penyakit ini dapat meningkatkan risiko gangguan pada janin, seperti rusaknya

sistem saraf pusat janin, hilangnya pendengaran, gangguan penglihatan, kelainan mental,

gangguan tiroid, dan kelainan sistem imun. 

3. Keputihan

Keputihan sebenarnya adalah masalah umum bagi wanita. Namun, saat kondisi ini terjadi

saat hamil, ibu perlu waspada. Meski pada awal kehamilan keputihan cenderung

meningkat, karena tubuh sedang berusaha melindungi rahim dan vagina dari infeksi,

jelang masa akhir kehamilan, jumlah keputihan biasanya mengalami peningkatan dan

mungkin juga terdapat bercak darah.

24
Hal itu sebenarnya normal, karena merupakan tanda bahwa tubuh sedang mempersiapkan

kelahiran. Namun, jika terjadi perubahan yang tidak biasa pada keputihan yang dialami,

seperti perubahan warna, aroma, dan muncul nyeri pada vagina, segera konsultasikan ke

dokter.

4. Hepatitis B

Hepatitis B pada ibu hamil juga perlu diwaspadai. Sebab, penyakit ini dapat

meningkatkan risiko tertentu saat persalinan, seperti bayi lahir prematur, lahir dengan

berat badan rendah, atau kelainan anatomi dan fungsi tubuh lainnya.

5. Plasenta Previa

Plasenta previa adalah kondisi ketika plasenta atau ari-ari berada di bagian bawah rahim,

sehingga menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir. Kondisi ini dapat mengakibatkan

perdarahan yang berlebihan. Jika perdarahan tidak berhenti, janin harus segera dilahirkan

melalui operasi caesar.

6. Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional adalah sebutan untuk penyakit diabetes yang dialami oleh ibu hamil.

Penyakit ini perlu diwaspadai karena dapat meningkatkan risiko berbagai komplikasi

kehamilan. Meski penyebabnya belum diketahui secara pasti, perubahan hormon saat

hamil diduga menjadi pemicu utamanya. Sebab, biasanya diabetes gestasional akan

sembuh setelah melahirkan.

7. Candidiasis

25
Candidiasis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur Candida. Penyakit ini

umumnya terjadi karena perubahan hormon saat kehamilan. Ibu hamil perlu waspada jika

sudah muncul infeksi atau candidiasis vulvovaginal, yaitu infeksi candidiasis yang terjadi

pada organ intim. 

8. Sembelit

Sembelit pada ibu hamil umumnya terjadi di trimester pertama kehamilan. Penyakit ini

juga dipicu oleh perubahan hormon, tetapi bisa juga disebabkan oleh pola makan yang

kurang serat. Jika tidak ditangani, sembelit pada ibu hamil bisa menyebabkan

berkembangnya ambeien, yang tentunya memunculkan rasa tidak nyaman.

Itulah beberapa penyakit yang perlu diwaspadai oleh ibu hamil. Untuk menghindari

berbagai dampak buruk akibat penyakit tersebut, periksakanlah kehamilan secara rutin.

Jika memang ditemukan masalah, dokter bisa segera melakukan penanganan, sesuai

dengan kondisi yang dialami.

2.5 Asuhan dan Penatalaksanaan pada bayi yang lahir dari ibu menderita HIV DAN AIDS

Lahir dari ibu yangg menderita HIV & AIDS(bayi dari ibu HIV/AIDS) BIHA yang

dilahirkan dari ibu tidak mendapat pengobatan ARV kemungkinan mengalami berbagai

progres penyakit mulai dari rapid progressor, intermediate progressor dan slow progressor.

26
BIHA yang mengalami rapid progressor ditandai dengan perkembangan penyakit yang

cepat baik pada gejala maupun tanda infeksi HIV. 

Bila BIHA lahir di rumah sakit, maka bayi akan diberikan obat antiretrovirus untuk

mencegah bayi positif HIV. Saat usia 4 sampai 6 minggu, bayi akan diperiksa darahnya

untuk melihat apakah terdapat virus di dalamnya. Bila hasil positif BIHA disebut

sebagai HIV exposed infected (HEI) dan akan mendapat obat ARV rutin seumur hidupnya.

Bila hasilnya negatif, maka BIHA harus diobservasi kondisi kesehatannya setiap bulan. Bila

sampai usia 18 bulan kondisi BIHA tetap sehat, maka harus diperiksa antibodi anti HIV.

Bila positif maka anak diobati dengan obat antiretrovirus. Bila pemeriksaan antibodi pada

usia 18 bulan ini negatif, maka sebaiknya pemeriksaan antibodi ini diulangi setiap tahunnya.

2.6 Asuhan dan Penatalaksanaan pada bayi Lahir dari ibu dengan riwayat Merokok dan

pengunaan NAPZA

British medical association tobacco control resource Centre Menunjukkan bahwa ibu

yang merokok selama kehamilan memiliki Resiko melahirkan bayi berat lahir rendah (bblr)

sebesar 1,5-9,9 kali Dibandingkan dengan berat badan lahir bayi dari ibu yang tidak

merokok, Ditambahkan lagi menurut kuroki (1988) mengatakan bahwa 1,34 % dari Wanita

perokok melahirkan bayi cacat dengan kelainan berupa polidaktili, talipes, kelainan

anorectal, kelainan gigi dan macrognatia.

pesimen yang dapat digunakan untuk mengukura kadar kotinin adalah darah, saliva dan

urin. Spesimen darah yang dapat digunakan adalah plasma dan serum. Konsentrasi

kotinin plasma berhubungan baik dengan berbagai efek biologis merokok dibandingkan

dengan jumlah rokok yang dikonsumsi per hari. Untuk monitoring paparan rokok jangka

27
panjang dan pendek, metode analitik dengan pemeriksaan cotinin di saliva menggunakan

GC-MS juga telah tersediajenis obat-obatan terlarang yang dikonsumsi saat hamil dan

efeknya pada bayi

1. Heroin

Mengonsumsi heroin selama kehamilan bisa menimbulkan bahaya serius kepada

bayi Anda. Salah satunya adalah terhambatnya pertumbuhan bayi dalam kandungan.

Perkembangan otak bayi juga berisiko terganggu. Keguguran, melahirkan bayi secara

prematur dan lahir mati juga bisa terjadi akibat penggunaan heroin.

Ketika baru dilahirkan, bayi berisiko mengalami kesulitan dalam bernapas dan gejala

putus obat. Setelahnya, ketika dia tumbuh besar, tingkah lakunya berisiko lebih

bermasalah dibanding anak lainnya.

2. Kokain

Menggunakan kokain saat hamil bisa menyebabkan keguguran, terutama saat

awal-awal kehamilan. Bayi juga bisa terkena stroke, gangguan pernapasan, serangan

jantung, atau kerusakan otak yang bisa menyebabkan kematian. Jika Anda akhirnya

bisa melalui masa-masa kehamilan, maka bayi Anda akan terlahir dengan segudang

masalah. Bayi berkemungkinan terlahir dengan berat badan yang rendah dan kesulitan

untuk minum ASI.

Saat dia tumbuh dewasa, kondisi fisik dan mentalnya berisiko terganggu. Dia juga

berpotensi memiliki IQ yang rendah. Hal tersebut bisa berdampak pada masa depannya.

28
3. Mariyuana

Kerap disebut ganja. Obat-obatan terlarang jenis ini paling banyak dipakai. Jika

mengisap ganja saat sedang mengandung, Anda berisiko melahirkan bayi secara

prematur. Tidak hanya itu, bayi juga akan terlahir dengan berat badan rendah, berikut

komplikasi lainnya. Kebiasaan ini juga dapat meningkatkan risiko sindrom kematian

bayi mendadak.

4. Metadon

Metadon sebenarnya adalah pereda nyeri golongan opioid, tapi tetap bisa

menyebabkan ketergantungan. Meski efeknya tidak sebesar opioid seperti heroin,

obat ini juga dapat menyebabkan bayi baru lahir mengalami gejala putus obat, seperti

diare, kram perut, luka-luka pada kulit, dan menangis tanpa henti.

5. Metamfetamin

Penggunaan metamfetamin atau sabu-sabu selama kehamilan juga banyak

menyebabkan dampak buruk terhadap janin. Di antaranya adalah meningkatkan risiko

terjadinya kelahiran prematur, solusio plasenta, keguguran, berat badan bayi lahir

rendah, serta kelainan jantung dan otak bayi.

6. PCP & LSD

29
Menggunakan narkoba jenis halusinogen seperti PCP & LSD saat hamil bisa

meningkatkan risiko ibu hamil menyakiti dirinya sendiri sehingga menyakiti bayinya

juga. Selain itu, halusinogen juga bisa membuat bayi lahir dengan berat badan

rendah, kelainan kongenital, dan kerusakan otak.

Saat proses kelahiran, bayi juga lebih mudah terkejut dan gelisah. Bayi bisa

mengalami gejala putus obat yang ditandai dengan tangisan yang berlebihan serta

tubuh yang gemetaran. Mengalami gangguan belajar saat dia tumbuh dewasa juga

dapat terjadi. Kemampuan anak untuk menghafal dan berkonsentrasi terganggu. Jika

Anda menggunakan obat terlarang terutama secara reguler dan sedang hamil, temui

dokter dan diskusikan cara terbaik untuk berhenti. Ada jenis obat narkotika tertentu

yang perhentiannya perlu dilakukan secara bertahap dan tidak secara langsung karena

berisiko berdampak buruk. Selain itu, bantuan medis akan sangat bermanfaat jika

sang ibu telah mengalami kecanduan.

Berterus terang kepada dokter atau bidan bahwa Anda seorang pecandu agar

mereka dapat memberikan perawatan dan perhatian khusus kepada kehamilan Anda.

Jika Anda telah kecanduan obat-obatan terlarang, seperti heroin, mungkin dokter akan

meresepkan metadon sebagai bentuk pengobatan. Mengganti heroin dengan metadon

dianggap lebih baik. Meski begitu, risiko tetap bisa dialami oleh bayi karena pada

dasarnya metadon masih sejenis narkotika.

Kondisi kesehatan wanita hamil tidak sama seperti wanita normal pada umumnya.

Kondisi mereka lebih sensitif alias banyak pantangannya, terutama yang berhubungan

dengan asupan gizi. Jadi usahakan untuk selalu menjaga asupan nutrisi ketika sedang

30
hamil. Konsultasikan kepada dokter mengenai apa saja yang boleh dan tidak boleh

dikonsumsi.

31
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan di bawah normal yaitu suatu keadaan

dimana suhu tubuh berada dibawah 35º C, Adapun suhu tubuh bayi dan neonatus adalah 36,5-

37,5ºC (suhu aksilla).sedangkan Hipertermia pada bayi baru lahir adalah suatu kondisi dimana

suhu tubuh yang tinggi dan bukan disebabkan oleh mekanisme pengaturan panas hipotalamus

(Maryati , Sujiartidan Budiarti, 2010).

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam darah secaraabnormal

rendah yaitu a yaitu <50 mg/dl atau bahkan <40 mg/dl (Rahardjo, 2012 dan Maryam, 2009) dan

Tetanus dapat dialami oleh seseorang yang terekspos terhadap spora dari bakteri Clostridium

tetani, yang umumnya terdapat pada tanah. Kondisi ini disebabkan oleh zat berbahaya yang

disebut neurotoksin, yang diproduksi oleh pertumbuhan bakteri pada jaringan mati. Misalnya

pada luka yang kotor atau pada pusat setelah persalinan yang tidak steril.

Penyakit yang diderita ibu dapat membahayakan janin. Dengan begitu, tindakan

pencegahan dan penanganan bisa dilakukan sedini mungkin agar resiko dapat dihindari

seminimal mungkin dan pada ibu yang menderita HIV/AIDS Bila BIHA lahir di rumah sakit,

maka bayi akan diberikan obat antiretrovirus untuk mencegah bayi positif HIV. Saat usia 4

sampai 6 minggu, bayi akan diperiksa darahnya untuk melihat apakah terdapat virus di

dalamnya. Bila hasil positif BIHA disebut sebagai HIV exposed infected (HEI) dan akan

mendapat obat ARV rutin seumur hidupnya. Bila hasilnya negatif, maka BIHA harus diobservasi

kondisi kesehatannya setiap bulan. Bila sampai usia 18 bulan kondisi BIHA tetap sehat, maka

harus diperiksa antibodi anti HIV. Bila positif maka anak diobati dengan obat antiretrovirus. Bila

32
pemeriksaan antibodi pada usia 18 bulan ini negatif, maka sebaiknya pemeriksaan antibodi ini

diulangi setiap tahunnya.

Ibu dengan riwayat merokokdan penggunaan Napza selama kehamilan memiliki Resiko

melahirkan bayi berat lahir rendah (bblr) sebesar 1,5-9,9 kali Dibandingkan dengan berat badan

lahir bayi dari ibu yang tidak merokok, Ditambahkan lagi menurut kuroki (1988) mengatakan

bahwa 1,34 % dari Wanita perokok melahirkan bayi cacat dengan kelainan berupa polidaktili,

talipes, kelainan anorectal, kelainan gigi dan macrognatia.

3.2 Saran

Sebagai seorang mahasiswa dan terpelajar kita harus berperan dalam menurunkan AKI

DAN AKB dengan upaya promotif dan preventif tentang asuhan bayi dengan resiko tinggi.

33
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, A.Aziz. (2010). Metode Penelitian Kesehatan ; Paradigma Kuantitatif.

Surabaya : Health Books Publishing. Arikunto,S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek. Edisi Revisi VI. Jakarta : Rineka Cipta Azwar, A. (2008). Pengantar Epidemiologi.

Jakarta : Binarupa Aksara. Cashion, Lowdermilk & Perry. (2013). Keperawatn Maternal Buku 2.

Jakarta: Salemba Medika.

Dewi, Vivian Nanny Lia. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Salemba

Medika. Dinas Kesehatan Jawa Tengah. (2016). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun

2016. Semarang : Dinas Kesehatan Jawa Tengah.

Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. (2017). Profil Kesehatan Kabupaten Boyolali Tahun

2017. Boyolali : Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali.. HD,S.R., Fitriani, Elvi., & Utami, Sri.

(2014). Efektivitas Pendidikan Kesehatan Tentang Kehamilan Resiko Terhadap Pengetahuan Ibu

Hamil. JOM PSIK, 1 (2). Irianto, dan Koes. (2013). Mikrobiologi Medis (Medical Micro

Biology). Bandung : Alfabeta. Irianto, dan Koes. (2014). Biologi Reproduksi (Reproductive

Biology).

Bandung : Alfabeta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Profil Kesehatan

Indonesia Tahun 2016. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kumalasari, Intan. (2015). Panduan Praktik Laboratorium dan Klinik Perawatan Antenatal,

Intranatal, Postnatal, Bayi Baru Lahir, dan Kontrasepsi. Jakarta : Salemba Medika.

Kosim, M. Sholeh. (2007). Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama.

34
Jakarta:Penerbit IDAI.

Liyod,S.S, Mutmainnah,A, & Johan, H. (2018). Asuhan Persalinan Normal dan Bayi Baru

Lahir. Yogyakarta : Andi Ofset.

Maulana, Mirza. (2008). Panduan Lengkap Kehamilan. Yogyakarta : Katahati.

Marmi,S.ST & Rahardjo, Kukuh. (2012). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Marwiyah. (2016). Hubungan Penyakit Kehamilan dan Jenis Persalinan Dengan Kejadian

Asfiksia Neonatorum Di RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang. NurseLine Journal, 2 (1).

Meihartati, Tuti. (2016). Persalinan Premature Di Ruang Bersalin Rumah Sakit Ibu Dan Anak

Paradise Tahun 2015. Jurnal Darul Azhar, 2 (1), Agustus 2016 – Januari 2019 : 66-70.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nugroho, A., Rusyani, Y.R., & Susanto, N. (2016). Kajian Faktor Resiko Sebagai Prediksi

Gawat Darurat Obstetrik Pada Ibu Hamil Di Kecamatan Bantul. Jurnal Formil (Forum Ilmiah)

KesMas Respati, 1 (1).

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :

Universitas Indonesia.

Nurmawanti. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kehamilan Resiko Tinggi Di

Puskesmas Cibatu Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat Tahun 2017. Jurnal Ilmu dan Budaya

Edisi Khusus Fakutas Ilmu Kesehatan, 50 (57).

35
Pangemanan, Eunike A., Wantania, John J., & Wagey, Freddy W. (2016). Karakteristik

Kehamilan Dengan Luaran Asfiksia Saat Lahir Di RSUP Prof.Dr.D Kandou Manado Periode

Januari – Desember 2014. Jurnal E-Clinc (Ecl), 4 (1).

Primadewi, R. (2008). Rahasia Kehamilan. Jakarta : Shira Media. Rahayuningsih, F.B. (2013).

Pengetahuan Ibu Hamil Trimester III Tentang

Perawatan Nifas dan Bayi Baru Lahir. Prosiding Seminar Nasional Fakultas Ilmu Kesehatan,

79-83.

Rochjati,P. (2003). Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Pusat Safe Mother Hood-lab / SMF
Obgyn RSU Dr. Sutomo Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya.

Rochjati,P. (2011). Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil Edisi 2. Pusat Safe Mother Hood-lab /
SMF Obgyn RSU Dr. Sutomo Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya.

Saifuddin, Abdul Bari. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Setiawan, A dan Saryono. (2010). Metodologi Penelitian Kebidanan.

Jakarta : Nuramedika.

Siregar, Syofyan. (2010). Stastistika Deskriptif untuk Penelitian:Dilengkapi Perhitungan Manual


dan Aplikasi SPSS Vers

17. Jakarta : Rajawali Pers.

Sugiyono. (2013). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. Sulastri.,S.Kp.,M.Kes &


Indriyaswari, D.S. (2018). Penyakit Penyerta

Pada Kehamilan Dengan Status Lahir Bayi Di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Delanggu Klaten.

Susila & Suyanto. (2014). Metodologi Penelitian Cross Sectional. Klaten : Boss Script.

Wibowo, Arief., Jayanti, K.D., & Basuki Herri. (2016). Faktor Yang Mempengaruhi Kematian
Ibu (Studi Kasus Di Kota Surabaya). World Health Organization. (2014). WHO

36
37
38
39
40
41

Anda mungkin juga menyukai