Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY. NY.

D DENGAN BERAT
BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DIRUANG PERINATOLOGI
RSUD Dr. SOEKARDJO TASIKMALAYA

Diajukan Sebagai Syarat Penyelesaian Stase Keperawata Anak Profesi Ners

Kelompok 1 Anggota :
1. Asep Zamzam R Nim.221FK09034
2. Cuncun Amiludin Nim.221FK09031
3. Nanda Amelia Nim.221FK09015
4. Christia Putri I Nim.221FK09025
5. Tia Nurfadhila Nim.221FK09021
6. Yudi Supriyadi Nim.221FK09022
7. Lina Lestari Nim 221FK09012
8. Dewi Agustiani Nim 221FK09008
9. Dede Rini R Nim 221FK09005

PROGRAM STUDI PROFESI NERSFAKULTAS KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA TASIKMALAYA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas
presentasi kasus dengan Judul “ ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY. NY. D
DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DIRUANG
PERINATOLOGI RSUD Dr. SOEKARDJO TASIKMALAYA”
Tersusunnya tugas Asuhan Keperawatan ini bertujuan untuk memenuhi salah
satu tugas Stase keperawatan Anak. Terselesaikannya tugas ini tidak lepas dari
bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu kami
mengucapkan terimakasih banyak kepada Bapak Ns. Ade Iwan Mutiudin, S.Kep., M.
Kep selaku Koordinator Stase Keperwatan Anak Universitas Bhakti Kencana
Tasikmalaya. Serta Ibu Ns. Nunung Zakiyah., S. Kep selaku CI Ruangan Perinatologi
RSUD Tasikmalaya yang telah memberikan bimbingan, arahannya.
Dalam penulisan laporan kami menyadari bahwa penyusunan Asuhan
Keperawatan ini masih banyak kekurangan, sehingga kami mengharapkan adanya
kritik dan saran dari semua pihak, dan kami berharap semoga tugas asuhan
keperawatan ini bisa bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan khusunya dalam
bidang Ilmu Keperawatan.

Tasikmalaya, Desember 2022


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) hingga saat ini masih menjadi
masalah karena merupakan salah satu faktor penyebab kematian bayi. BBLR
berdampak serius terhadap kualitas generasi mendatang karena dapat
memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak. BBLR adalah bayi yang
lahir dengan kondisi berat badan lahir kurang dari 2.500 gram. Bayi dengan
BBLR memiliki peluang hidup sangat kecil dan risiko untuk mengalami
kematian lebih tinggi yaitu sebanyak 20 kali jika dibandingkan dengan bayi yang
lahir dengan berat badan normal. Selain itu, bayi BBLR jika bertahan hidup akan
mengalami berbagai masalah kesehatan seperti, masalah pertumbuhan atau
perkembangan kognitif dan penyakit degeneratif pada saat dewasa (Rerung
Layuk, 2021)
Berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 2020 secara global
terdapat sekitar 5 juta kematian neonatus pertahun sebanyak 98%, terdapat 4,5
juta kematian bayi dibawah lima tahun, 7,5% diantaranya terjadi pada tahun
pertama kehidupan. Insiden global BBLR 15,5%, berkisaran 1-8 kasus/1.000
kelahiran hidup dengan case fatality rate (CFR) yang berkisaran 10-50%. Upaya
pengurangan bayi BBLR hingga 30% pada tahun 2025 mendatang dan sejauh ini
sudah terjadi penurunan angka bayi BBLR dibandingkan dengan tahun 2012
sebelumnya yaitu sebesar 2,9%. Dengan hal ini, data tersebut menunjukkan telah
terjadi pengurangan dari tahun 2012 sampai tahun 2019 yaitu dari 20 juta
menjadi 14 juta bayi BBLR (Novitasari et al., 2020).
Berdasarkan profil Kesehatan Anak Indonesia tahun 2020 Angka
Kematian Bayi (AKB) Indonesia yaitu 24/1000 kelahiran hidup (KH), sedangkan
kematian neonatal di Indonesia disebabkan oleh BBLR (35,3%) dan penyebab
lainnya (Rizka, 2021). Menurut kemenkes (2018) proporsi BBLR di Indonesia,
pada anak umur 0-59 bulan yaitu sebesar 6,2% .
Salah satu penyumbang penyebab kematian bayi adalah berat badan lahir
rendah (BBLR). BBLR sendiri banyak dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
yang dapat menyebabkan BBLR adalah faktor ibu, faktor janin, dan faktor
lingkungan. Faktor ibu meliputi usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahun, jarak
kelahiran yang terlalu dekat, mengalami komplikasi kehamilan seperti anemia,
hipertensi, preeklampsia, ketuban pecah dini, keadaan sosial ekonomi yang
rendah, keadaan gizi yang kurang,kebiasaan merokok, minum alkohol. Faktor
janin meliputi kelainan kongenital dan infark, faktor lingkungan adalah terkena
radiasi, terpapar zat yang beracun (Sari et al., 2021).
Hal lain yang harus diperhatikan pada bayi BBLR adalah kebutuhan rasa
aman yaitu hipotermia dan resiko infeksi. Bayi dengan berat badan lahir rendah
rasa aman fisik harus diperhatikan karna bayi dengan berat badan lahir rendah
sangat lah sensitif dengan keadaan sekitar, terutama dengan keadaan suhu tubuh,
oleh karena itu biasanya bayi dengan berat badan rendah mudah mengalami
hipotermia.
Hipotermi terjadi saat suhu tubuh berada dibawah rentang normal
berkisar 36,5º C-37,5ºC. Tanda dan gejala hipotermi terdiri dari tanda gejala
mayor yaitu kulit teraba dingin, menggigil, suhu tubuh dibawah rentang normal.
Tanda gejala minor yaitu akrosianosis, bradikardi, dasar kuku sianotik,
hipoglikemia, hipoksia, pengisian kapiler kurang dari 3 detik, konsumsi oksigen
meningkat, ventilasi menurun, takikardi, penyempita pembuluh darah pada
bagian ujung jari kaki atau tangan, dan kulit tampak biru muda ketika terkena
suhu dingin pada neonatus (PPNI, 2016)
Secara teoritis pada bayi BBLR dapat mengalami hipotermi karena sistem
organ belum berfungsi secara sempurna, paru yang belum mature dapat
menyebabkan peningkatan kerja nafas dan kebutuhan kalori yang meningkat.
BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan
disabilitas neonatus, dampak jangka panjang terhadap bayi BBLR ialah bayi
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan, gangguan berbicara atau
komunikasi, gangguan neurologi dan gangguan hiperaktif terhadap kehidupannya
di masa depan (Kusparlina,2016).
BBLR dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme yang
berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara
produksi panas dan kehilangan panas. Adanya hipotermia terjadi bila panas tubuh
berpindah ke lingkungan sekitar dan terjadi mekanisme tubuh kehilangan panas
secara konduksi/merambat (popok bayi basah tidak langsung diganti, menyentuh
bayi dengan tangan dingin), konveksi/mengalir (bayi dekat dengan kipas
angina/AC, radiasi/memancar (bayi diletakan diruangan yang dingin, dan
dibiarkan telanjang), dan evaporasi/menguap (bayi tidak dilap setelah lahir) pada
tubuh. Masalah pernafasan juga akan muncul sehingga akan mengganggu dalam
pemenuhan nutrisi secara oral dan potensial juga, untuk kehilangan panas bayi
dengan masalah BBLR seperti suhu tubuhnya tidak stabil, lemak subkutan yang
sedikit, belum matangnya sistem saraf, dan pengatur suhu tubuh, sehingga
menyebabkan hipotermia (Yuliana, 2017).
Bayi BBLR sangat rentan untuk mengalami hipotermia karena banyak
perubahan yang terjadi pada bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di
dalam rahim kekehidupan di luar rahim. Mengingat secara fisiologis bayi belum
mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang baru setelah dilahirkan,
dukungan lingkungan agar bayi tetap bayi terjaga kehangatan sangat diperlukan.
Bayi yang baru lahir kehilangan panas empat kali lebih besar daripada orang
dewasa, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan suhu. Kemampuan bayi
yang belum sempurna dalam memproduksi panas maka bayi sangat rentan
mengalami penurunan panas (Heriyeni, 2018).
Dampak yang sangat parah pada bayi BBLR dengan hipotermia akan
menghadapi risiko yang lebih tinggi terkena infeksi. BBLR dengan hipotermia
akan lebih besar kemungkinan meninggal dibandingkan dengan BBLR yang
tidak mengalami hipotermia. Hipotermia dapat menyebabkan kesakitan bahkan
kematian pada bayi BBLR (Parti et al., 2020).
Tindakan farmakologi untuk bayi dengan berat badan lahir rendah yaitu
pemberian vitamin K untuk mencegah pendarahan defesiensi (kekurangan vit.K)
melalui injeksi 1 mg IM sekali pemberian atau per oral 2mg sekali pemberian
atau 1mg/3 kali pemberian (saat lahir umur 3-10 hari dan umur 4-6 minggu).
Tindakan non farmakologi yaitu manajemen hipotermia, dengan tindakan
observasi memonitor suhu tubuh bayi, mengidentifikasi penyebab hipotermia,
memonitor tanda dan gejala hipotermia. Tindakan terapeutik menyediakan
lingkungan yang hangat, melakukan penghangatan pasif seperti memberi selimut
atau memakaikan pakaian tebal untuk bayi, mengganti pakaian/linel yang basah,
dan melakukan penghangatan aktif eksternal seperti kompres air hangat,botol
hangat, dan selimut hangat (Triana, 2015; PPNI 2018).
Peran perawat perlu menerapkan intervensi tersebut pada bayi yang
memiliki Berat badan lahir rendah (BBLR) dengan pemenuhan kebutuhan rasa
aman terutama yang mengalami masalah keperawatan hipotermia,untuk menjaga
kestabilan suhu tubuh bayi, serta diharapkan ibu bayi dapat mengerti tentang
bagaimana cara agar suhu tubuh bayi tidak turun ketika bayi sudah berada di
rumah (Triana, 2015)

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Konsep dan Asuhan Keperawatan pada By. Ny. D dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soekardjo
Tasikmalaya?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Melaksanakan Asuhan keperawatan pada By. Ny. D dengan berat badan lahir
rendah di ruang perinatolgi RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya
2. Tujuan Khusus
a. Diperoleh pengkajian pada bayi dengan berat badan lahir rendah
b. Diperoleh diagnosa asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa aman
dan menentukan prioritas masalah pada bayi berat badan lahir redah.
c. Diperoleh rencana asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa aman
pada bayi berat badan lahir rendah
d. Diperoleh implementasi asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa
aman pada bayi berat badan lahir rendah
e. Diperoleh evaluasi keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa aman pada
bayi berat badan lahir rendah.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa
a. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman belajar di
bidang ilmu keperawata khususnya tentang pemenuhan kebutuhan rasa
aman bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
2. Bagi Keluarga
a. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam merawat
bayi dengan berat badan lahir rendah
b. Meningkatkan keterampilan keluarga dalam penerapkan metode pada saat
dirumah
c. Memberi pengetahuan pelayanan keperawatan yang berkualitas dengan
asuhan keperawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah.
3. Bagi Pelayanan Kesehatan
a. Menerapkan asuhan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa
aman bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
b. Meningkatkan mutu pelayanan akan asuhan keperawatan pemenuhan
kebutuhan rasa aman bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan masa gestasi ( Donna L
Wong 2000 : 124). Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) adalah
bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram merupakan salah satu
faktor yang berperan terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal.
Upaya untuk meningkatkan kualitas manusia harus dimulai sedini mungkin sejak
janin dalam kandungan. Angka kematian BBLR mencerminkan derajat kesehatan
masyarakat. Bayi-bayi ini lebih mudah untuk menjadi sakit bahkan meninggal
disbanding dengan bayi berat lahir rendah (Setyowati, 2004).

Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama
dengan 2500 gram disebut prematur. Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi
yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram disebut Low Birth
Weight Infants ( BBLR). Berdasarkan pengertian di atas maka bayi dengan berat
badan lahir rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan:
1. Prematuritas murni.
Bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai
berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut
Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan ( NKBSMK).
2. Dismaturitas.
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk
masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term.
Dismatur ini dapat juga: Neonatus Kurang Bulan - Kecil untuk Masa
Kehamilan (NKB- KMK). Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan
( NCB-KMK ), Neonatus Lebih Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NLB-
KMK ). BBLR merupakan salah satu risiko untuk terjadinya asfiksia Bayi
Baru Lahir (BBL), dan seperti bayi baru lahir (BBL) yang lain, BBLR
perlu mendapat perhatian dan tatalaksana yang baik pada saat lahir.
(Kementrian Kesehatan, 2011)

B. Etiologi
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu
yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit
vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab
terjadinya BBLR
1. Faktor ibu
a. Penyakit : Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain
b. Komplikasi pada kehamilan : Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu
seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran
preterm.
c. Usia Ibu dan paritas : Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi
yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia <>
d. Faktor kebiasaan ibu : Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu
perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika.
2. Faktor Janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.
3. Faktor Lingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi,
sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun.

C. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang
belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas.
Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan
(BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai
2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi
sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya
kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang
menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak
mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat
normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak
menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat
hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan
kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada
masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian
yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di
bawah normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang
paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi
besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk
metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada
saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada
pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat
mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan,
BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan
mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu
hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas
maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan
prematur juga lebih besar.

D. Tanda-Tanda Klinis
Gambaran klinis BBLR secara umum adalah :
a. Berat kurang dari 2500 gram
b. Panjang kurang dari 45 cm
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm
d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
e. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
f. Kepala lebih besar
g. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
h. Otot hipotonik lemah
i. Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea
j. Eksremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus
k. Kepala tidak mampu tegak
l. Pernapasan 40 – 50 kali / menit
m. Nadi 100 – 140 kali / menit

E. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan glucose darah terhadap hipoglikemia
b. Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan
c. Titer Torch sesuai indikasi
d. Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi
e. Pemantauan elektrolit
f. Pemeriksaan sinar X sesuai kebutuhan ( missal : foto thorax )

F. Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain:
1. Sindroma distress respiratori idiopatik
Terjadi pada 10% bayi kurang bulan. Nampak konsolidasi paru progresif
akibat kurangnya surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan di alveoli
dan mencegah kolaps. Pada waktu atau segera setelah lahir bayi akan
mengalami :
a) rintihan waktu inspirasi
b) napas cuping hidung
c) kecepatan respirasi leih dari 70/ menit
d) tarikan waktu inspirasi pada sternum ( tulang dada )
Nampak gambaran sinar- X dada yang khas bronkogrm udara dan
pemeriksaan gas darah menunjukkan :
a) kadar oksigen arteri menurun
b) konsentrasi CO2 meningkat
c) asidosis metabolic
Pengobatan dengan oksigen yang dilembabkan, antibiotika, bikarbonas
intravena dan makanan intravena. Mungkin diperlukan tekanan jalan positif
berkelanjutan menggunakan pipa endotrakea. Akhirnya dibutuhkan
pernapasan buatan bila timbul gagal napas dengan pernapasan tekanan positif
berkelanjutan.
2. Takipnea selintas pada bayi baru lahir
Paru sebagian bayi kurang bulan dan bahkan bayi cukup bulan teteap
edematous untuk beberapa jam setelah lahir dan menyebabkan takipnea.
Keadaan ini tidak berbahaya, biasanya tidak akan menyebabkan tanda- tanda
distress respirasi lain dan membaik kembali 12-24 jam setelah lahir.
Perdarahan intraventrikular terjadi pada bayi kurang bulan yang biasanya
lahir normal. Perdarahan intraventrikular dihubungkan dengan sindroma
distress respiratori idiopatik dan nampaknya berhubungan dengan hipoksia
pada sindroma distress respirasi idiopatik. Bayi lemas dan mengalami
serangan apnea.
3. Fibroplasias retrolental
Oksigen konsentrasi tinggi pada daerah arteri berakibat pertumbuhan jaringan
serat atau fibrosa di belakang lensa dan pelepasan retina yang menyebabkan
kebutaan.hal ini dapat dihindari dengan menggunakan konsentrasi oksigen di
bawah 40% ( kecuali bayi yang membutuhkan lebih dari 40 % ). Sebagian
besar incubator mempunyai control untuk mencegah konsentrasi oksigen naik
melebihi 40% tetapi lebih baik menggunakan pemantau oksigan perkutan
yang saat ini mudah didapat untuk memantau tekanan oksigen arteri bayi.
4. Serangan apnea
Serangan apnea disebabkan ketidakmampuan fungsional pusat pernapasan
atau ada hubungannya dengan hipoglikemia atau perdarahan intracranial.
Irama pernapasan bayi tak teratur dan diselingi periode apnea. Dengan
menggunakan pemantau apneadan memberikan oksigen pada bayi dengan
pemompaan segera bila timbul apnea sebagian besar bayi akan dapat bertahan
dai serangan apnea, meskipun apnea ini mungkin berlanjut selama beberapa
hari atau minggu. Perangsang pernapasan seperti aminofilin mungkin
bermanfaat.
5. Enterokolitis nekrotik
Keadaan ini timbul terutama pada bayi kurang bulan dengan riwayat asfiksia.
Dapat juga terjadi setelah transfuse tukar. Gejalanya : kembung, muntah,
keluar darah dari rectum dan berak cair, syok usus dan usus mungkin
mengalami perforasi. Pengobatan diberikan pengobatan gentamisin intravena,
kanamisin oral. Hentikan minuman oral dan berikan pemberian makanan
intravena. Mungkin diperlukan pembedahan
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir
rendah (BBLR) antara lain :
a. Gangguan perkembangan
b. Gangguan pertumbuhan
c. Gangguan penglihatan (Retinopati)
d. Gangguan pendengaran
e. Penyakit paru kronis
f. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
g. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

G. Penatalaksanaan
1. Penanganan bayi
Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin besar
perawatan yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi serangan sianosis
lebih besar. Semua perawatan bayi harus dilakukan didalam incubator.
2. Pelestarian suhu tubuh
Bayi dengan berat lahir rendah, mempunyai kesulitan dalam
mempertahankan suhu tubuh. Bayi akan berkembang secara memuaskan,
asal suhu rectal dipertahankan antara 35,50 C s/d 370 C.
Bayi berat rendah harus diasuh dalam suatu suhu lingkungan dimana suhu
normal tubuhnya dipertahankan dengan usaha metabolic yang minimal. Bayi
berat rendah yang dirawat dalam suatu tempat tidur terbuka, juga
memerlukan pengendalian lingkungan secara seksama. Suhu perawatan harus
diatas 25 0
C, bagi bayi yang berat sekitar 2000 gram, dan sampai 300 C
untuk bayi dengan berat kurang dari 2000 gram
3. Inkubator
Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat didalam incubator. Prosedur
perawatan dapat dilakukan melalui “jendela“ atau “lengan baju“. Sebelum
memasukkan bayi kedalam incubator, incubator terlebih dahulu dihangatkan,
sampai sekitar 29,4 0 C, untuk bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,2 0C untuk bayi
yang lebih kecil. Bayi dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini
memungkinkan pernafasan yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi
pakaian, observasi terhadap pernafasan lebih mudah.

4. Pemberin oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm
BBLR, akibat tidak adanya alveolo dan surfaktan. Konsentrasi O2yang
diberikan sekitar 30- 35 % dengan menggunakan head box, konsentrasi o2
yang tinggi dalam masa yang panjangakan menyebabkan kerusakan pada
jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan

5. Pencegahan infeksi
Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system imunologi yang
kurang berkembang, ia mempunyai sedikit atau tidak memiliki ketahanan
terhadap infeksi. Untuk mencegah infeksi, perawat harus menggunakan gaun
khusus, cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi.
6. Pemberian makanan
Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk membantu mencegah
terjadinya hipoglikemia dan hiperbillirubin. ASI merupakan pilihan pertama,
dapat diberikan melalui kateter ( sonde ), terutama pada bayi yang reflek
hisap dan menelannya lemah. Bayi berat lahir rendah secara relative
memerlukan lebih banyak kalori, dibandingkan dengan bayi preterm.

H. Penatalaksanaan Bayi BBLR dengan Asfiksia


a. Tindakan Umum
1) Bersihkan jalan nafas.
Kepala bayi dileakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila
perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir dari
saluran nafas yang lebih dalam.Saluran nafas atas dibersihkan dari
lendir dan cairan amnion dengan pengisap lendir, tindakan ini dilakukan
dengan hati- hati tidak perlu tergesa- gesa atau kasar. Penghisapan yang
dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti: spasme laring,
kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan nafas. Pada asfiksia berat
dilakukan resusitasi kardiopulmonal.
2) Rangsang reflek pernafasan.
Dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan
cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles. Bayi yang
tidak memperlihatkan usaha bernafas selama 20 detik setelah lahir
dianggap telah menderita depresi pernafasan. Dalam hal ini rangsangan
terhadap bayi harus segera dilakukan. Pengaliran O2 yang cepat
kedalam mukosa hidung dapat pula merangsang reflek pernafasan yang
sensitive dalam mukosa hidung dan faring. Bila cara ini tidak berhasil
dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan memukul
kedua telapak kaki bayi.
3) Mempertahankan suhu tubuh.
Pertahankan suhu tubuh agar bayi tidak kedinginan, karena hal ini akan
memperburuk keadaan asfiksia.Bayi baru lahir secara relative banyak
kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan
suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel sehingga kebutuhabn
oksigen meningkat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan
yang hangat segera setelah lahir. Jangan biarkan bayi kedinginan
(membungkus bayi dengan kain kering dan hangat), Badan bayi harus
dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin,
gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi. Kepala
ditutup dengan kain atau topi kepala yang terbuat dari plastik.
b. Tindakan khusus
1) Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa
endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya
dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila
pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu
jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.
2) Asfiksia sedang/ringan
Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60
detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit
yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri O2 1-2 1/mnt melalui kateter
dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-
bawah secara teratur 20 x/menit Penghisapan cairan lambung untuk
mencegah regurgitasi.
Adapun bagan penatalaksaan berdasarkan “New Born & Pediatric Resuscitation
2011 Guidelines” oleh The Singapore National Resuscitation Council’s Neonatal
& Paediatric Resuscitation Workgroup, 2010-2011
I. Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah
langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan :
a. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama
kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang
diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR
harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan
kesehatan yang lebih mampu
b. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama
kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang
dikandung dengan baik
c. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur
reproduksi sehat (20-34 tahun)
d. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat
meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi
ibu selama hamil.
Tanda kecukupan pemberian ASI:
o BAK minimal 6 kali/ 24 jam.
o Bayi tidur lelap setelah pemberian ASI.
o BB naik pd 7 hari pertama sbyk 20 gram/ hari.
o Cek saat menyusui, apabila satu payudara dihisap à ASI akan
menetes dari payudara yg lain.
Indikasi bayi BBLR pulang:
o Suhu bayi stabil.
o Toleransi minum oral baik à terutama ASI.
o Ibu sanggup merawat BBLR di rumah.
Cara menghangatkan bayi

Cara Petunjuk penggunaan

Kontak kulit  Untuk semua bayi


 Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat atau
menghangatkan bayi hipotermi (32-36,4 oC) apabila cara lain
tidak mungkin dilakukan.
KMC  Untuk menstabilkan bayi dgn berat badan <2.500 g, terutama
direkomendasikan untuk perawatan berkelanjutan bayi
dengan berat badan <1.800 g.
 Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)
 Tidak untuk ibu yang menderita penyakit berat yang tidak
dapat merawat bayinya.
Pemancar panas  Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1.500 g atau lebih.
 Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan tindakan,
atau menghangatkan kembali bayi hipotermi.
Inkubator Penghangatan berkelanjutan bayi dengan berat <1.500 g yang
tidak dapat dilakukan KMC.

Ruangan hangat  Untuk merawat bayi dengan berat <2.500 g yang tidak
memerlukan tindakan diagnostik atau prosedur pengobatan.
 Tidak untuk bayi sakit berat.

Jumlah cairan yang dibutuhkan bayi (ml/Kg)

Umur (hari)
Berat (g)
1 2 3 4 5+

>1500 60 80 100 120 150


<1500 80 100 120 140 150

Jumlah ASI untuk bayi sehat berat 1250-1499

Umur (hari)
Pemberian
1 2 3 4 5 6 7

Jumlah ASI tiap 3 jam (ml/kali) 10 15 18 22 26 28 30

Kebutuhan cairan elektrolit bayi (ml/kg)

Berat badan (g) <1000 1000 - <1500 1500 – 2500 >2500

Hari I 120 cc D5% 100 cc D7,5% 80 cc D10% 80 cc D10%

Hari II 140 cc D5% 120 cc D7,5% 100 cc D10% 90 cc D10%

Hari III 170 cc D5% 130 cc D7,5% 110 cc D10% 100 cc D10%

Hari >IV 200 cc 140-150 cc 130-150 cc 120-150 cc

Pembuatan cairan D7,5% = 93 cc (D5%) + 7 cc (D40%) = 100 cc D7,5%.


KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Biodata
1) Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, tanggal lahir dan jam serta umur dan
diagnosa medis.
2) Orang tua klien
Biodata orang tua ini terdiri dari biodata ayah dan ibu klien meliputi :
Nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan
pendidikan.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang muncul pada BBLR diantaranya bayi kecil, tidak
aktif, sulit menetek, malas menetek.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Dikembangkan dari keluhan utama dengan menggunakan :
 P ( paliatif / provokatif ) merupakan faktor yang memperingan dan
memperberat keluhan utama yang meliputi umur kehamilan, berat
badan bayi saat lahir, penyakit yang pernah diderita ibu sehingga
menimbulkan bayi lahir prematur atau BBLR.
 Q ( quality ) hal-hal yang menyebabkan bayi mau menetek dan
malas menetek pada keadaan prematur dan BBLR.
 R ( region / radian ) mengkaji refleks hisap bayi ada atau tidak, serta
ditunjang oleh refleks menelan ada atau tidak ada, biasanya pada
bayi prematur seringkali tidak didapatkan refleks hisap maupun
menelan.
 S ( skala ) mengkaji adanya refleks hisap dan menelan, seberapa kuat
refleks hisap dan menelan pada bayi prematur dan BBLR tersebut.
 T ( timing ) meliputi kemajuan atau penurunan dari keluhan utama
dari mulai munculnya keluhan saat dikaji.
3) Riwayat kesehatan dahulu
 Riwayat prenatal
Meliputi kehamilan ibu yang keberapa, frekuensi pemeriksaan
kehamilan, imunisasi TT, konsumsi tablet Fe, keluhan utama selama
kehamilan, kebiasaan ibu tentang obat-obatan, alkohol. Kenaikan BB
selama kehamilan, jarak kelahiran sebelumnya, tempat ibu
memeriksakan kehamilannya (tempat PNC ).
Kaji : Meliputi penyakit yang diderita ibu pada waktu hamil
misalnya toxamie gravidarum, perdarahan antepartun, trauma fisik,
DM, usia ibu pada waktu hamil dari 16 tahun atau lebih dari 35
tahun, adanya gangguan psikologis dan keadaan sosial ekonomi
yang rendah. Apakah kehamilan kembar atau hidramnion. Apakah
pernah terpapar zat-zat beracun atau terkena infeksi.
 Riwayat Intra Natal
Persalinan yang keberapa, jenis persalinan, umur kandungan,
penolong persalinan, lamanya, APGAR SCORE, lilitan tali pusat
serta komplikasi pada saat persalinan. Kaji adanya infeksi dijalan
lahir.
 Riwayat post Natal
Berat badan bayi saat lahir, tinggi badan, ukuran proporsi kepala,
lingkar dada, pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama, riwayat
asfiksia. refleks yang terdapat pada bayi dengan umur 1 bulan seperti
refleks menghisap, refleks menelan, refleks rooting, grasping,
babinsky dan refleks lainnya yang umum terdapat pada bayi,
perawatan bayi segera setelah lahir, apakah segera diberi ASI,
pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama.
 Neonatal
Refleks yang terdapat pada bayi dengan umur 1 bulan seperti refleks
menghisap, refleks menelan, refleks rooting, grasping, babyinski dan
refleks lainnya yang terdapat pada bayi umunya, pemberian ASI,
imunisasi, aktivitas tumbuh kembang, nutrisi, istirahat, eliminasi
BAB dan BAK, personal hygiene.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji struktur internal membuat diagram struktur keluarga
untuk mengklarifikasi informasi yang berhubungan dengan komposisi
keluarga, aspek yang dikaji dalam struktur internal : Komposisi dalam
keluarga, siapa saja yang ada dalam keluarga, urutan tingkatan, jenis
kelamin. Selain itu riwayat kesehatan keluarga dapat tergambar melalui
ecomap yaitu mengkaji budaya keluarga : pandangan hidup, bahasa
yang digunakan, berapa lama keluarga tersebut tinggal di daerah
tersebut, kelompok suku tertentu yang diikuti, latar belakang etnis yang
mempengaruhi, agama, status kelas sosial dan mobilitas lingkungan :
rumah, tetangga, komunitas keluarga besar : asal-usul keluarga dan
saudara angkat, mengkaji kemungkinan adanya perbedaan RH atau
ABO incompability, riwayat penyakit keturunan maupun menular yang
sedang diderita didalam keluarga inti, riwayat keluarga dengan
kehamilan kembar atau prematur, cara mengatasi kesehatan dalam
keluarga, fungsi penolong, fungsi ekspresif, komunikasi emosional,
komunikasi verbal, komunikasi sirkuler, penyelesaian masalah, peran,
pengawasan.
5) Riwayat psikologis, sosial, spiritual dan keluarga
Secara psikologis orang tua yang mermiliki BBLR mengalami
kecemasan terhadap anaknya karena keadaan fisik yang kecil dan berada
dalam inkubator.
Spiritual ditunjukan pada harapan keluarga terhadap kesembuhan
dan kepercayaan keluarga mengenai keadaan yang diderita anaknya.
Data sosial didapatkan dari interaksi keluarga klien antara
anggota keluarga, tetangga, keadaan lingkungan keluarga klien, peran
dan pekerjaan dari tiap-tiap anggota keluarga.
6) Pemeriksaan fisik
(a) Kepala dan leher
Bentuk kepala bulat, ukuran proporsi kepala biasanya lebih besar
daripada dada kira-kira 3 cm lebih besar dari pada lingkar dada),
lingkar kepala rata-rata dengan umur gestasi 32 minggu adalah 29
cm, ditemukan pemisahan antara fontanel dan garis sutura tampak
jelas dan tulang fontanel agak lunak, cekung dan belum menutup.
Keadaan rambut biasa, sedikit dan jarang. Muka warna kulit merah
muda, kaji adanya refleks rooting. Sklera mata warna putih dan
Konjuntiva tampak pucat dan refleks-refleks mata kurang
terangsang karena belum maturnya fungsi mata.. Kaji kebersihan
hidung, kelembaban mukosa hidung, kaji milia epitelia. Kaji refleks-
refleks pada mulut seperti sucking, rooting dan gag lemah, refleks
batuk biasanya tidak ada, kaji apakah ada lesi ataupun jamur, ranula.
Kaji tulang kartilago telinga, biasanya kurang berkembang, keadaan
lunak dan lembut ditumbuhi lanugo. Fleksibilitas kurang baik. Pada
leher ditemukan adanya refleks tonik neck, penurunan refleks
menelan (swallow refleks).
(b) Dada
Bentuk dada relatif kecil dibandingkan ukuran lingkaran kepala
tulang rusuk masih agak lemah. Pernafasan ditemukan ritme dan
dalamnya pernafasan cenderung tidak teratur, seringkali ditemukan
apneu, dalam keadaan ini timbul sianosis karena refleks batuk belum
ada, sehingga resiko untuk masuk cairan ke dalam paru tinggi. Pada
jantung dapat didengar suara murmur.
(c) Abdomen
Abdomen buncit atau kembung dan pembuluh darah tampak
terlihat, peristaltik usus dapat terdengar antara 9-30 x / menit,
tampak kuning dan perlu dilakukan palpasi hepar, karena relatif
besar, meski fliksura belum berkembang, bila bayi masih berumur di
bawah satu minggu kaji apakah tali pusat telah puput atau belum.
(d) Punggung dan bokong
Lengkung sakral tampak jelas dan pengkajian diarahkan terhadap
adanya iritasi dan kemerahan, kulit tampak kuning, kaji bercak biru
Mongolia.
(e) Genitalia
Pada perempuan labia mayora dan klitoris kurang berkembang dan
tampak menonjol. Kaji kebersihannya, vulva tag dan sekret vagina.
Anus kaji apakah ada iritasi, lubang anus dan pengeluaran BAB.
Pola BAK biasanya didapatkan testis yang belum turun.
(f) Ekstremitas
Atas : Massa otot tidak ada, aktivitas lemah, refleks morro dan
strartle tidak ada keadaan letargi dan spastis.
Bawah : Massa dan kekuatan otot tidak ada, aktivitas lemah. Refleks
plantargraf tidak ada. Biasanya refleks tidak aktif, garis tangan dari
kaki sedikit, kuku tampak transparan dan tertutup lanugo,
perkembangan gerak kurang sempurna, ekstremitas hipotonia, gerak
refleks lemah.
2. Analisa data
Merupakan kemampuan dalam mengaitkan data-data fokus secara konsep
teori dan prinsip yang relevan untuk mengupulkan data, menentukan masalah
keperawatan yang mungkin muncul pada klien dan keluarga.
3. Diagnosa Keperawatan

Menurut Donna L Wong (2002), diagnosa keperawatan yang mungkin


muncul pada bayi dengan resiko tinggi adalah :

1) Pola nafas tidak efektif b.d imaturitas paru dan neuromuskular,


penurunan energi dan keletihan.
2) Termoregulasi tidak efektif b.d kontrol suhu yang imatur dan
penurunan lemak tubuh subkutan.
3) Resiko tinggi infeksi b.d pertahanan imunologis yang kurang.
4) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh ( resiko tinggi ) b.d
ketidakmampuan mencerna nutrisi karena imaturitas dan atau
penyakit.
4. Perencanaan
a. Pola nafas tidak efektif b.d imaturitas paru dan neuromuskular,
penurunan energi dan keletihan.
Tujuan : Klien menunjukan oksigenasi yang adekuat
Hasil yang diharapkan :
1) Jalan nafas tetap paten.
2) Pernafasan memberikan oksigenasi dan pembuangan CO2 yang
adekuat.
3) Frekuensi dan pola nafas dalam batas yang dengan usia dan berat
badan.
4) Gas darah arteri dan keseimbangan asam basa dalam batas normal
sesuai usia pasca konsepsi.
5) Oksigenasi jaringan adekuat.
Intervensi:
1) Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal.
2) Hindari hiperekstensi leher karena akan mengurangi diameter trakea.
3) Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan, kenali
tanda-tanda distress misalnya mengorok, sianosis, PCH, apneu.
4) Lakukan penghisapan untuk menghilangkan mukus yang terakumulasi
dari nasofaring, trakea dan selang endotrakeal.
5) Penghisapan seperlunya berdasarkan pengkajian misalnya dada, bukti
penurunan oksigenasi, peningkatan kepekaan bayi.
6) Jangan pernah melakukan penghisapan secara rutin karena akan
menyebabkan bronchospasme, bradikardia, hipoksia, peningkatan
TTIK, haemoragi intraventrikel.
7) Gunakan tekhnik pemasangan yang tepat karena dapat menyebabkan
infeksi, kerusakan jalan nafas, pneumotoraks dan haemoragi
intraventrikel.
8) Gunakan tekhnik penghisapan dua orang karena asisten dapat
memberikan hiperoksigenasi dengan cepat.
9) Observasi adanya tanda-tanda distress pernafasan.
10) Pertahankan suhu lingkungan yang netral untuk menghemat
penggunaan 02.
11) Pantau dengan ketat pengukuran AGD dan pembacaan sa02.
12) Berikan dan atur alat monitor dengan benar.
13) Observasi dan kaji Lakukan perkusi, vibrasi dan drainase postural
untuk memudahkan drainase sekret.
14) Hindari posisi trendelenburg karena dapat menurunkan kapasitas paru
akibat gravitasi yang mendorong organ ke arah diafragma.
15) Gunakan posisi semi telungkup atau miring untuk mencegah aspirasi.
16) respons bayi terhadap terapi ventilasi dan oksigenasi.
b. Hipotermia b.d kontrol suhu yang imatur dan penurunan lemak tubuh
subkutan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
diharapkan suhu tubuh pasien berada pada rentang normal.

Hasil yang diharapkan :


1) Menggigil menurun (5)
2) Kulit merah menurun (5)
3) Suhu tubuh membaik (5)
4) Suhu kulit membaik (5)
5) Takikardi menurun (5)
6) Bradikardi menurun (5)
Intervensi :
Manajemen hipotermi
Observasi
1. Monitor suhu tubuh
2. Identifikasi penyebab hipotermi
3. Monitor tanda dan gejala akibat hipotermi
Teurapetik
4. Sediakan lingkungan yang hangat
5. Ganti pakaian atau linen yang basah
6. Lakukan penghangatan pasif ( selimut, penutup kepala)
7. Lakukan penghangatan aktif internal ( infus cairan hangat, oksigen
hangat )
Edukasi
8. Anjurkan makan minum yang hangat
c. Resiko infeksi b.d pertahanan imunologis yang kurang.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
diharapkan pasien tidak menunjukan tanda-tanda infeksi.
Hasil yang diharapkan :
1) Demam menurun (5)
2) Kemerahan menurun (5)
3) Nyeri menurun (5)
4) Bengkak Menurun (5)
5) Kadar sel darah putih membaik (5)
Intervensi :
Manajemen imunisasi
Observasi
1. Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi
2. Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi
3. Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan kesehatan
Teurapetik
4. Berikan suntikan pada bayi dibagian paha anterolateral
5. Dokumentasikan informasi vaksinasi
6. Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat
Edukasi
7. Jelaskan tujuan, manfaat, efek samping
8. Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah
9. Informasikan imunisasi yang melindungi tetapi tidak diwajibkan
pemerintah
10. Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus
Pencegahan infeksi
Observasi
1.Periksa kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik
1.Batasi jumlah pengunjung
2.Berikan perawatan kulit pada daerah edema
3.Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
4.Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
1.Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2.ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3.ajarkan etika batuk
4.ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
5.anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6.anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
d. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh ( resiko tinggi ) b.d
ketidakmampuan mencerna nutrisi karena imaturitas dan atau penyakit.
Tujuan : Klien mendapatkan nutrisi yang adekuat.
Hasil yang diharapkan :
1) Klien mendapat kalori dan nutrien esensial yang adekuat.
6) Klien menunjukan penambahan berat badan yang mantap.
Intervensi :
1) Pertahankan cairan parenteral atau nutrisi parenteral total sesuai
instruksi.
2) Pantau adanya tanda-tanda intoleransi terhadap terapi parenteral total
terutama protein dan glukosa.
3) Kaji kesiapan klien untuk menyusu pada payudara ibu, khususnya
kemampuan untuk mengkoordinasikan menelan dan pernafasan.
4) Susukan bayi pada payudara ibu bila pengisapan kuat serta menelan
dan refleks muntah ada.
5) Ikuti protokol unit untuk meningkatkan volume dan konsentrasi
formula untuk menghindari intoleransi pemberian makan.
6) Gunakan pemberian makan orogastrik bila bayi dalam keadaan lemah.
7) Bantu ibu untuk mengeluarkan ASI untuk menciptakan dan
mempertahankan laktasi sampai bayi dapat menyusu ASI.
8) Bantu ibu dengan menyusui bila mungkin dan diinginkan.

5. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan tindakan dari rencana yang telah diterapkan
bersama keluarga, dilakukan bersama-sama dengan keluarga dalam memenuhi
kebutuhan dasar bayi,( iyer et.al, 2001).
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan dari rencana keperawatan
dengan cara membandingkan hasil pengukuran dengan kriteria evaluasi pada tujuan
untuk mengetahui terpenuhinya kebutuhan klien pada hari pertama melakukan
implementasi dan untuk hari-hari selanjutnya dalam catatan perkembangan,
(Nursalam, 2001).
BAB III

PENGKAJIAN

A. Identitas
1. Identitas Klien
Nama : By. Ny. D
Tempat tanggal lahir : Tasikmalaya,
Jenis kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Desa kaler kelurahan cipawitra Mangkubumi
Tanggal masuk : 18 desember 2022 / pukul 13.15 WIB
Tanggal pengkajian : 19 desember 2022 / pukul 12.02 WIB
No. Rekam medis : 17084419
Diagnosa medis : BBLR
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn.L
Umur : 23 tahun
Suku/bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Desa kaler kel. Cipawitra kec.mangkubumi
Hubungan dengan klien : Suami
B. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Bayi lahir secara spontan di ponek obgyn lahir tanggal 18 desember 2022
pukul 13.06 WIB dengan keadaan umum baik, bayi ada nafas tidak ada
sianosis pana anus. Pada saat di kaji pada tanggal 19 desember 2022 pukul
12.02 WIB bayi terpasang OGT, respirasi 52 x/menit nadi 138 x/menit suhu
36℃ SpO2 95 dan warna kulit kemerahan.
2. Riwayat prenatal care
Ibu pasien selama kehamilan rutin kontrol ke kebidanan terdekat. Dengan
kehamilan G1 Po Ao keluhan saat/selama kehamilan hanya mual dan muntah
pada trimester awal usia kehamilan 38 minggu.
3. Riwayat kelahiran
Ibu pasien mengatakan melahirkan secara normal atau spontan di ponek
obgyn rumah sakit dr.soekardjo tasikmalaya lahir jam 13.06 WIB
4. Riwayat post natal care
Ibu pasien mengatakan keaadan bayi normal, berat badan 2050 gram dengan
panjang badan 46 cm lingkar lengan atas 9 cm lingkar kepala 28 cm.
5. Riwayat imunisasi
Imunisasi HBO
6. Pengjakian antropometri
BB : 2050 gram
Lingkar Kepala : 27 cm
Panjang Badan : 46 cm
LLA : 7 cm
7. Pola fungsi kesehatan
a) Nutrisi
Frekuensi : 30 cc 6 kali per hari
Jenis : susu formula atau pasi
b) Eliminasi BAK
Frekuensi: pakai pampers
Warna: kuning jernih
c) Eliminasi BAB
Frekuensi: pakai pampers kurang lebih 3 x/hari
Warna: kuning ke hitaman
d) Pola tidur dan istirahat
Frekuensi: sering
e) Aktivitas
Bayi aktif bergerak
f) Hygine
Frekuensi : mandi 1x/hari
8. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : Baik
b) Kesadaran : Composmentis
c) Tanda-tanda vital
 Pulse : 138 x/menit
 Respirasi : 52 x/menit
 Suhu : 36 C
 Spo2 : 95
d) Head to toe
Kepala Rambut bersih, tidak ada chefal hematoma, ada caput
sucsedenium

Mata Mata simetris, tidak ada pendarahan, konjugtiva merah muda,


tidak ada kotoran, sclera tidak ikterik

Hidung Bentuk hidung normal, tidak ada sekret, tidak ada gerakan
cuping hidung

Telinga Bentuk normal, daun telinga lunak, tidak ada sekret

Mulut Terpasang OGT, ada palatum mola, tidak ada hipervalisa, ada
palatum durum, gusi tidak berdarah, lidah normal

Leher Ukuran leher normal, tidak ada benjolan, terdapat refleks


menelan

Dada Bentuk normal, denyut jantung teratur, terdapat retraksi dada

Abdomen Bentuk datar. Tali pusat basah, tidak asites, bising usus
Ektremitas atas Bentuk normal, gerakan aktif, tidak ada sianosis

Ektremitas bawah Bentuk normal, gerakan aktif, tidak ada sianosis

Genetalia Anus berlubang, labiya mayora menutupi labiya minor, warna


kemerahan, tampak bersih, tidak ada kelainan.

e) Pemeriksaan refleks primitive


Refleks Hasil pemeriksaan
Mata Terdapat refleks mengedip saat diberikan rangsangan
ketuk area mata
Hidung Ada refleks nafas

Mulut dan tenggorokan Terdapat rooting refleks, refleks menelan ada tapi
sedikit lemah, refleks sucking
Ekstremitas Terdapat refleks menggenggam, terdapat refleks
babinski
tubuh Terdapat refleks terkejut saat diberikan rangsangan
mendadak

f) Pemeriksaan ballard score


Maturitas neuromuscular

Item Nilai

Postur 4

Sudt pergelangan tangan 3

Membaliknya lengan 4
Sudut popliteal 3

Tanda selempang 2

Tumit ketelinga 3

Maturitas fisik

Item Nilai Keterangan

Kulit 2 Permukaan mengelupas dengan / tanpa ruam


vena jarang

Lanugo 4 Umumnya tidak ada

Lipatan plantar 4 Garis-garis pada seluruh tapak kaki

Payudara 2 Aerola bertintil, benjolan 1-2 mm

Mata/telinga 2 Pinna melengkung penuh lunak: tapi sudah


rekol

genetalia 3 Labinya mayora besar, labiya minora kecil

Pemeriksaan penunjang

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

Hematology

Hemoglobin 17.1 12-16 g/dl


Hematokrit 52 35-45 %

Jumlah leukosit 14.400 5000-10000 /mm3

Jumlah trombosit 303.000 150000-350000 /mm3

Karbohidrat

Glukosa sewaktu 77 76-110 Mg/dl

Faal Hati/ Jantung

Bilirubin total 15.89 0.1-12.6 Mg/dl

Bilirubin direk 0.76 <0.20 Mg/dl

Bilirubin indirek 15.13 - Mg/dl

Analisa Data

Data Etiologi Masalah keperawatan

Ds:- BBLR Hipotermia

Do: ↓

- Suhu tubuh bayi Permukaan tubuh relative


lebih luas
36℃
- Kulit teraba dingin ↓
- Suhu tubuh dibawah
Permaparan dengan suhu luar
normal
- Bayi tampak ↓

menggigil
Kehilangan panas

hipotermia

Ds: - BBLR Resiko infeksi

Do: tali pusat masih basah ↓

dan masih rapuh Prematuritas

Penurunan daya tahan tubuh

Resiko infeksi

No Hari/ tanggal Diagnosa Keperawatan

1 19 desember 2022 Hipotermi b.d perubahan suhu intra dan ekstra


uterine

2 19 desember 2022 Resiko infeksi b.d adaya luka pemotongan tali


pusat
Nursing care plane

No Diagnosa tujuan intervensi


keperawatan

1 Hipotermi Setelah di lakukan tindakan -kaji tanda dan gejala


keperawatan selama 1x24 jam hipotermi
suhu tubuh bayi stabil kriteria
-pantau tanda tanda vital
hasil:
-monitor suhu tubuh bayi
-suhu tubuh dalam batas normal
baru lahir sampai stabil
(36,5-37,5℃)
-segera selimuti bayi baru
-tidak ada sianosis
lahir untuk mencegah
-kulit terasa hangat kehilangan panas

-tanda tanda vital dalam batas


normal

2 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan -kaji tanda dan gejala


keperawatan selama 1x 24 jam infeksi
tidak terjadi infeksi kriteria hasil:
-monitor tanda tanda vital
-bayi bebas dari tanda dan gejala
-monitor keadaan luka
infeksi
-pertahankan teknik
aseptic

-cuci tangan sebelum dan


sesudah tindakan

-gunakan APD

-jaga kebersihan tali pusat


Implementasi

Hari Dx Implementasi Evaluasi TTD

tanggal

19/12/22 Hipotermi -mengkaji tanda dan gejala S: Kel 1


hipotermsi
Senin O:
-memantau tanda tanda vital
12.02 -suhu tubuh stabil 36,6℃
-memonitor suhu tubuh bayi
pagi -tidak ada sianosis
baru lahir sampai stabil
-kulit teraba hangat
-segera selimuti bayi baru lahir
untuk mencegah kehilangan -nadi 139 x.mnit
panas
-respirasi 50 x/menit

A : masalah teratasi

P : lanjutkan intervensi

19/12/22 Resiko infeksi -mengkaji tanda dan gejala S: Kel 1


infeksi
Senin O:
-memonitor tanda tanda vital
12.02 -tali pusat masih basah
-memonitor keadaan luka
pagi -tidak ada tanda tanda
-mempertahankan teknik infeksi, tidak ada
aseptic rembesan, tidak ada edema

-mencuci tangan sebelum dan A: masalah belum teratasi


sesudah tindakan
P: lanjutkan intervensi
-menggunakan APD

-menjaga kebersihan tali pusat


evaluasi

Hari/Tanggal Dx evaluasi TTD

20/12/22 Hipotermi S: Kel 1

Selasa O:

09.50 -suhu tubuh stabil 36,7℃

pagi -kulit bayi teraba hangat

-nadi 135 respirasi 45x/menit

A: masalah teratasi

P: lanjutkan intervemsi

Resiko infeksi S: Kel 1

O: tidak ada tanda tanda infeksi ,


tapi pusat masih basah

A: masalah belum teratasi

P: lanjutkan intervensi

21/12/22 Hipotermi S: Kel 1

Rabu O: suhu tubuh stabil 37℃ kulit


bayi teraba hangat
22.45
A: masalah teratasi
malam
P: lanjtkan intervensi
Resiko infeksi S: Kel 1

O: tali pusat terlihat sudah mulai


mongering

Tidak ada tanda tanda infeksi

A: masalah teratasi

P:
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI. 2005. Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian Kesehatan
Indonesia. 2008. Manajemen bayi berat lahir rendah (BBLR) untuk bidan
desa : buku acuan. - - Jakarta : Departemen Kesehatan, 2008.

Editor Santosa Budi. 2006. Panduan Diagnosis Keperawatan Nanda 2005-2006.


Prima Medika: Jakarta

Heardman, Heather T. 2010. Nanda International Diagnosa Keperawatan: Definisi


dan klasifikasi 2009-2011. Jakarta. EGC

Hidayat Alimul Aziz. 2006, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Salemba Medika:
Jakarta.

Kementerian Kesehatan. 2010. Pelayanan kesehatan neonatal esensial: Pedoman


teknis pelayanan kesehatan dasar. Jakarta ; Kementerian Kesehatan Indonesia

Mario Johnson. 2006. Nursing diagnoses, outcomes, and interventions: NANDA,


NOC, and NIC linkage.

Novitasari, A., Hutami, M. S., & Pristya, T. Y. R. (2020). Pencegahan dan


Pengendalian BBLR Di Indonesia: Systematic Review. Pencegahan Dan
Pengendalian-Bblr-Di-Indonesia,175–182.
http://doi.wiley.com/10.1002/14651858.CD013574

Parti, Malik, S., & Nurhayati. (2020). Pengaruh Perawatan Metode Kanguru (PMK)
terhadap Pencegahan Hipotermi pada Bayi Baru Lahir. Jurnal Bidan Cerdas,
2(2), 66–71. https://doi.org/10.33860/jbc.v2i2.56

Prawirohardjo. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Bina Pustaka:


Jakarta. Reeader et al. 2011. Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita,
Bayi, & Keluarga, Volume 2. Jakarta. EGC.

Rerung Layuk, R. (2021). Analisis Deskriptif Risiko BBLR (Bayi Berat Lahir
Rendah) Di RSUP Dr. Tadjuddin Chalid Makassar. Masokan: Ilmu Sosial Dan
Pendidikan, 1(1), 1–11. https://doi.org/10.34307/misp.v1i1.1

Saifudin, Abdul Bari dkk (2002), Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Sari, A. P., Lah, R., & Anita, T. (2021). Faktor Maternal Terhadap Kejadian BBLR.
Citra Delima : Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka Belitung, 5(1), 1–5.
https://doi.org/10.33862/citradelima.v5i1.210

Setyowati T. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bayi Lahir dengan Berat Badan


Rendah (Analisa data SDKI 1994). Badan Litbang Kesehatan, 1996. Avaliable
from :http://www.digilib.litbang.depkes.go.id. Last Update : 2003 [diakses
tanggal 2 Desember 2007].
World Health Organization (WHO). Development of a strategy towards
promoting optimal fetal growth. Avaliable
from : http://www.who.int/nutrition/topics/feto_maternal/en.html. Last update :
January 2007 [diakses pada tanggal 10 Desember 2007].

The Singapore National Resuscitation Council’s Neonatal & Paediatric Resuscitation


Workgroup. 2011. New Born & Pediatric Resuscitation 2011 Guidelines.

USAID. 2010. Neonatal Care Pocket Guide for Hospital Physicians.

Wong, Donna L, 2003, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4 ; alih bahasa,
Monica Ester. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai