Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN TUNARUNGU DI SLB

YAYASAN BAHAGIA KOTA TASIKMALAYA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners


Stase Keperawatan Anak

Nama Mahasiswa : YUDI SUPRIYADI


NIM : 221FK09022

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA TASIKMALAYA
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
A. DEFINISI
Menurut Soemantri (1996) kata tuna rungu terdiri dari 2 kata, yaitu tuna dan
rungu, yang artinya tuna berarti kurang, dan rungu berarti kurang pendengaran. Jadi tuna
rungu dapat diartikan sebagai kurangnya pendengaran. Menurut Soemantri (1996)
mengemukakan tuna rungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagai
maupun seluruhnya yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional
dalam kehidupan sehari-hari. Istilah tunarungu digunakan untuk orang yang mengalami
gangguan pendengaran yang mencakup tuli dan kurang dengar.
Orang yang tuli adalah orang yang mengalami kehilangan pendengaran (lebih dari
70 dB) yang mengakibatkan kesulitan dalam memproses informasi bahasa melalui
pendengarannya sehingga ia tidak dapat memahami pembicaraan orang lain baik dengan
memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar. Orang yang kurang dengar adalah
orang yang mengalami kehilangan pendengaran (sekitar 27 sampai 69 dB) yang biasanya
dengan menggunakan alat bantu dengar, sisa pendengarannya memungkinkan untuk
memproses informasi bahasa sehingga dapat memahami pembicaraan orang lain.

B. ETIOLOGI
1. Penyebab ketulian pada anak anak
Beberapa penyebab ketulian pada anak antara lain :
a. Banyak zat lilin didalan lubang telinga
b. Benda asing ( manik manik atau ujung cotton bud)
c. Lendir berlebih disaluran eustchius ( saluran yang menghubungkan telinga dalam
dan tenggorokan atas ) yang diseabakan pilek
d. Otitis media ( infeksi telinga tengah)
2. Penyebab ketulian permanen pada anak anak
Berikut yang dapat menyebabkan ketulian permanen
a. Kondisi herediter yang menyebabkan telinga bagian dalam abnormal
b. Genetik, seperti osteogenesis
c. Paparan penyakit masih janin : rubella
d. Suara keras
e. Cedera, seperti gegar otak
f. Penyakit tertentu

C. TANDA DAN GEJALA


1. Tidak kaget saat mendengar suara nyaring
2. Tidak menoleh ke arah sumber suara, terutama pada bayi usia 4 bulan ke atas
3.Tidak bisa menyebutkan satu kata pun saat sudah berusia sekitar 15 bulan
4. Tidak mendengar ketika dipanggil namanya dan baru menyadari kehadiran seseorang
ketika melihat
5. Lambat saat belajar bicara atau tidak jelas ketika berbicara
6. Sering berbicara dengan lantang atau menyetel TV dengan volume keras
7. Jawaban anak tidak sesuai dengan pertanyaan
8. Anak meminta lawan bicaranya untuk mengulang perkataan atau pertanyaan

D. KLASIFIKASI
Anak tuna rungu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok. Menurut
Sastrowinoto (dalam Suryani, 2009) mengklasifikasikan ketunarunguan sesuai dengan
dasar-dasarnya, yaitu:
a. Klasifikasi Secara Etiologis
1. Tuna rungu endogen atau turunan
2. Tuna rungu eksogen disebabkan penyakit atau kecelakaan
b. Secara Anatomis Fisiologis Tuna Rungu dibagi dalam:
1. Tuna rungu hantaran (konduktif)
2. Tuna rungu perceptive (syarat)
3. Tuna rungu campuran antara tuna rungu konduktif dan perceptive
c. Klasifikasi menurut terjadinya dibedakan menjadi:
1. Tuna rungu yang terjadi saat dala kandungan Ibu (pre natal)
2. Tuna rungu saat dilahirkan (neo natal)
3. Tuna rungu yang terjadi saat setelah dilahirkan (post natal)
d. Klasifikasi menurut Taraf Ketunarunguan atas dasar Ukuran Audiometer dibedakan
menjadi:
1. Tuna rungu taraf ringan antara 5-25 dB
2. Tuna rungu taraf sedang antara 26-50 dB
3. Tuna rungu taraf berat antara 51-75 dB
4. Tuna rungu taraf sangat berat >75 dB Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa klasifikasi anak tuna rungu menurut taraf ketunarunguan atas
dasar ukuran audiometer dibedakan menjadi sangat ringan: 5-25 dB, sedang: 26-50
dB, taraf berat: 51-75 dB, taraf sangat berat: di atas 75 dB.

E. KARAKTERISTIK ANAK TUNA RUNGU


Karakteristik anak tunarungu dari segi fisik tidak memiliki karakteristik yang khas,
karena secara fisik anak tunarungu tidak mengalami gangguan yang terlihat. Sebagai
dampak ketunarunguannya, anak tunarungu memiliki karakteristik yang khas dari segi
yang berbeda. Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1995: 35-39) mendeskripsikan
karakteristik ketunarunguan dilihat dari segi: intelegensi, bahasa dan bicara, emosi, dan
sosial.
a. Karakteristik dari segi intelegensi Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan
anak normal yaitu tinggi, rata-rata dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu
memiliki entelegensi normal dan rata-rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih
rendah daripada prestasi anak normal karena dipengaruhi oleh kemampuan anak
tunarungu dalam mengerti pelajaran yang diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang
tidak diverbalkan, anak tunarungu memiliki perkembangan yang sama cepatnya
dengan anak normal. Prestasi anak tunarungu yang rendah bukan disebabkan karena
intelegensinya rendah namun karena anak tunarungu tidak dapat memaksimalkan
intelegensi yang dimiliki. Aspek intelegensi yang bersumber pada verbal seringkali
rendah, namun aspek intelegensi yang bersumber pada penglihatan dan motorik akan
berkembang dengan cepat.
b. Karakteristik dari segi bahasa dan bicara
Kemampuan anak tunarungu dalam berbahasa dan berbicara berbeda dengan anak
normal pada umumnya karena kemampuan tersebut sangat erat kaitannya dengan
kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar bahasa, maka
anak tunarungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan alat
dan sarana utama seseorang dalam berkomunikasi. Alat komunikasi terdiri dan
membaca, menulis dan berbicara, sehingga anak tunarungu akan tertinggal dalam tiga
aspek penting ini. Anak tunarungu memerlukan penanganan khusus dan lingkungan
berbahasa intensif yang dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya. Kemampuan
berbicara anak tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki
oleh anak tunarungu. Kemampuan berbicara pada anak tunarungu akan berkembang
dengan sendirinya namun memerlukan upaya terus menerus serta latihan dan
bimbingan secara profesional. Dengan cara yang demikianpun banyak dari mereka
yang belum bisa berbicara seperti anak normal baik suara, irama dan tekanan suara
terdengar monoton berbeda dengan anak normal.
c. Karakteristik dari segi emosi dan sosial
Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dengan lingkungan. Keterasingan
tersebut akan menimbulkan beberapa efek negatif seperti: egosentrisme yang melebihi
anak normal, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas,
ketergantungan terhadap orang lain, perhatian mereka lebih sukar dialihkan, umumnya
memiliki sifat yang polos dan tanpa banyak masalah, dan lebih mudah marah dan
cepat tersinggung.
F. PATHWAY
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas siswa
b. Identitas orangtua
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwata kesehatan persalinan
d. Riwayat kesehatan dahulu
e. Riwata keluarga
f. Riwayat imunisasi
g. Genogram
h. Riwayat sosial dan lingkungan
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
b. Kesadaran
c. Tingkat perkembangan
d. Pola nutrisi
e. Pola aktivitas
f. Pola eliminasi
4. LEMBAR OBSERVASI
a. Keterampilan menolong diri
b. Keterampilan gerak
c. Keterampilan motorik halus
d. Kemampuan komunikasi
e. Keterampilan sosial
f. Fungsi kognitif
g. Memelihara kesehatan
h. Keterampilan domestik
5. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a. Gangguan komunikasi verbal
b. Harga diri rendah
c. Resiko cidera
d. Kurang aktivitas
DAFTAR PUSTAKA

Somantri, T.S. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT Refika Aditama

Murni winarsih. 2007. Intervensi dini bagi anak tunarungu dalam pemerolehan bahasa.
Departemen kependidikan dan kebudayaan. Direktur jendral pendidikan tinggi.
Direktorat ketenagaan.

Somad, Permanarian Dan Hernawati, Tati. 1995. Ortopedagogik Anak Tunarungu,


Jakarta : depdikbud Dirjen Dikti.

https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikan-khusus/article/view/35269/31369/
jurnal diakses pada tanggal 16 januari 2023 jam 14.50 wib

https://www.alodokter.com/gangguan-pendengaran / diakses pada tanggal 16 januari 2023


jam 15.00 wib.

https://eprints.uny.ac.id/9894/3/BAB%202%20-%2008103244025.pdf/ diakses pada


tanggal 16 januari 2023 jam 15.20 wib.

Anda mungkin juga menyukai