Anda di halaman 1dari 14

MODUL 5

PENDIDIKAN BAGI ANAK TUNARUNGU

Anak tuna rungu merupakan anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan dalam
pendengarannya, sehingga berdampak negatif bagi perkembangannya.Oleh karena itu perlu
mendapatkan layanan pendidikan khusus pada sekolah khusus, sekolah reguler maupun
pendidikan inklusi.

Kegiatan Belajar 1
Definisi, klasifikasi, Penyebab Ketunarunguan
A. Definisi
1. Definisi Tunarungu
Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu artinya
pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang
mampu mendengar suara yang pada umumnya ada pada ciri fisik orang tunarungu.
2. Klasifikasi Tunarungu
a. Anak tunarungu berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran
1) Anak tuna rungu ringan
Mengalami kehilangan pendengaran 27 – 40 db :
Mempunyai kesulitan mendengar bunyi – bunyi yang jauh,
Membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan
Memerlukan terapi bicara
2) tunarungu sedang
Mengalami kehilangan pendengaran 41 – 55 db :
Mengerti bahasa percakapan,
Tidak dapat mengikuti diskusi kelas,
Membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara
3) Tunarungu berat
Orang yang mengalami kehilangan pendengaran 56 – 90 db :
Hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat,
Masih punya sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan
menggunakan alat bantu dengar serta dengan cara yang khusus
4) Tunarungu berat sekali
Mengalami kehilangan pendengaran >91 db :
Mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran,
Banyak bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran untuk proses
menerima informasi
b. Anak tunarungu berdasarkan saat terjadinya
1. Ketunarunguan prabahasa, Yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum
kemampuan bicara dan bahasa berkembang
2. Ketunarunguan pasca bahasa, Yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum
kemampuan bicara dan bahasa berkembang
c. Berdasarkan letak gangguan pendengaran
1. Tunarungu tipe konduktif , Yaitu tunarungu yang disebabkan oleh kerusakan telinga
bagian luar dan tengah

1
2. Tunarungu tipe sensorineural , Yaitu tunarungu yang disebabkan oleh kerusakan
telinga bagian dalam serta syaraf pendengaran
3. Tunarungu tipe campuran , Yaitu tunarungu yang disebabkan oleh kerusakan telinga
bagian luar dan tengah dan dalam/syaraf pendengaran

B. Penyebab Terjadinya Tunarungu


1. Penyebab Terjadinya Tunarungu Tipe Konduktif
a. Kerusakan pada telinga luar karena :
Tidak terbentuk telinga bagian luar dari lahir
Terjadinya peradangan pada lubang telinga luar
b. Kerusakan pada telinga bagian tengah
Penyebab : Benturan keras pada telinga karena jatuh, Peradangan/infeksi telingan bag
tengah, Otosclerosis terjadi pertumbuhan tulang pada kaki tulang stapes
2. Penyebab tunarungu tipe Sensorineural
a. Ketunarunguan disebabkan faktor genetik , Yaitu tunarungu yg disebbkan oleh
keturunan dari orang tua kepada anaknya.
b. Ketunarunguan disebabkan faktor non genetik
Rubela campak jerman
Ketidaksesuaian darah ibu dengan anak
Meningitis
Trauma akustik

C. Cara Mencegah Tunarungu


1. Sebelum nikah
a. menghindari pernikahan sedarah
b. melakukan pemeriksaan darah dan konseling genetika
2. Pada saat hamil
a. Menjaga kesehatan dan periksa kehamilan
b. Mengkonsumsi gizi seimbang
c. Melakukan imunisasi anti tetanus
d. Tidak boleh minum obat sembarangan
3. Pada saat melahirkan
a. Tidak menggunakan alat penyedot
b. Jika ibu ada virus pada vagina maka lahirkan dng caesar
4. Pada saat setelah melahirkan
a. Melakukan imunisasi, jika anak flu berobat jangan kelamaan
b. Menjaga telinga dari kebisingan

D. Definisi Gangguan Komunikasi


a. Definisi Gangguan Komunikasi :
Yaitu gangguan yang dialami seseorang dalam penyampaian informasi baik melalui
verbal,non verbal, tekanan, intonasi, kualitas suara dsb.
E. Klasifikasi
1. Gangguan Bicara (Gangguan artikulasi, Distorsi, Audisi)
2. Gangguan Kelancaran (Gagap , Clutering (bicara terlalu cepat))

2
3. Gangguan Suara (Kelainan kualitas suara , Kelainan pada titi nada suara , Kelainan
intensitas suara, Fleksibelitas suara)

F. Penyebab Gangguan Komunikasi


Kehilangan pendengaran , Kelainan organ Bicara , Gagguan emosi , Keterlambatan
perkembangan , Mental Retardasi , Kerusakan otak , Lingkungan

Kegiatan Belajar 2
Dampak Tunarungu dan Gangguan Komunikasi bagi Anak
A. Dampak Tunarungu Bagi Anak
1. Dampak Tunarungu terhadap perkembangan bicara dan bahasa
Kemampuan berbicara dan berbahasa diperoleh melalui proses peniruan bunyi-bunyi
bahasa. Kemampuan berbicara tersebut diperoleh melalui tahapan-tahapan tertentu,
tahapan normal ( Robert M. Smith, & John T. Neiswork) tersebut adalah sebagai berikut :
a. Fase Reflexive Vocalization ( 0 – 6 bulan)
b. Fase babbling/vocal play ( 6 minggu 6 bulan)
c. Fase lalling (6 – 9 bulan)
d. Fase echolalic (9 – 12 bulan)
e. Fase true speech ( 12 -18 bulan)
Kesulitan berkomunikasi yang dialami anak tunarungu, mengakibatkan mereka memiliki
kosakata yang terbatas, sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung kiasan,
kata-kata abstrak, serta kurang menguasai irama dan gaya bahasa.
2. Dampak tunarungu terhadap kemampuan akdemis
Perkembangan kecerdasan anak tunarungu tidak sama cepatnya dengan mereka yang
mendengar. Disamping itu , bahasa merupakan kunci masuknya berbagai ilmu
pengetahuan sehingga keterbatasan dalam kemampuan berbahasa menghambat anak
tunarungu untuk memahami berbagai pengetahuan lainnya.
Anak tunarungu cenderung memiliki prestasi akdemik yang rendah, disbanding anak yang
mendengar seusianya pada mata pelajaran yang bersifat verbal seperti Bahasa Indonesia,
IPA, IPS PKn, Matematika dan seni rupa.

3. Dampak tunarungu terhadap kemampuan Sosial-Emosional


Pada umumnya, keluarga yang mempunyai anak tunarungu mengalami banyak kesulitan
untuk melibatkan anak tersebut dalam keadaan dan kejadian sehari-hari agar ia tahu dan
mengerti apa yang terjadi dilingkungannya. Apabila keluarga memberikan perhatian dan
dukungan yang penuh serta melaksanakan intervensi dini, anak tunarungu dapat lebih
menyesaikan diri dengan lingkungannya. Sikap yang dimaksud adalah :
a. Pergaulan yang terbatas pada sesame tunarungu
b. Memliki sifat egosentris yang melebihi anak normal
c. Memiliki perasaan takut
d. Perhatian anak tunarungu sulit dialihkan
e. Memiliki sifat polos
4. Dampak tunarungu terhadap Aspek fisik dan kesehatan

3
Pada aspek fisik, anak tunarungu tidak banyak mengalami hambatan. Namun pada
sebagian tunarungu ada pula yang mengalami gangguan keseimbangan sehingga cara
berjalannya kaku dan agak membungkuk.
Pada aspek kesehatan, umumnya anak tunarungu dapat merawat diri sendiri.

B. Dampak Gangguan Komunikasi Bagi Anak


1. Hambatan dalam berinteraksi sosial
Seorang anak yang mengalami hambatan/gangguan dalam kemampuan berkomunikasi,
akan mengalami hambata dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
2. Hambatan dalam perkembangan kemampuan akademik
Ilmu pengetahuan disampaikan melalui bahasa, sehingga untuk memahami pengetahuan
tersebut, seseorang harus memahami bahasa terlebih dahulu. Gangguan dalam
kemampuan berbahasa dapat menghambat seseorang dalam mengembangkan kemampuan
akademiknya.

Kegiatan Belajar 3
Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Anak Tunarungu dan Anak dengan
Gangguan Komunikasi

A. Kebutuhan Khusus Anak Tunarungu dan Anak dengan Gangguan Komunikasi


1. Kebutuhan Khusus Anak Tunarungu
Masalah utama akibat ketunarunguan bukan terletak pada ketidskmampuannya berbicara
sebagai sarana komunikasi lisan, melainkan terhambatnya kemampuan berbahasa secara
keseluruhan.oleh karena itu anak tunarungu membutuhkan layanan untuk
mengembangkan kemampuan kebahasaannya, melalui layanan Bina Komunikasi Persepsi
Bunyi dan Irama (BKPBI) adalah layanan khusus yang merupakan suatu kesatuan antara
pembinaan komunikasi dan optimalisasi sisa pengendaran untuk mempersepsi bunyi dan
irama.
2. Kebutuhan Khusus Anak dengan Gangguan Komunikasi
a. Kebutuhan khusus anak dengan gangguan artikulasi
b. Kebutuhan khusus anak gagap
c. Kebutuhan khusus anak yang mengalami keterlambatan dalam komunikasi verbal
d. Kebutuhan khusus anak dengan gangguan komunikasi karena autis

B. Profil Pendidikan Khusus Bagi Anak Tunarungu


1. Sistem pendidikan bagi anak tunarngu
a. System pendidikan segregasi
1) Sekolah khusus
2) Sekolah dasar luar biasa (SDLB)
3) Kelas jauh/kelas kunjung
b. System integrasi
c. System pendidikan inklusif
2. Metode komunikasi
a. Metode oral-aural
b. Metode manual (isyarat)

4
3. Prinsip-prinsip pembelajaran siswa tuna rungu
a. Apabila anda sedang memberikan penjelasan kepada siswa, hendaknya posisi anda
selalu berhadapan dengan siswa (face to face)
b. Siswa tunarungu ditempatkan di bagian depan untuk mempermudah siswa membaca
ujaran guru
c. Guru harus berbicara dengan tenang tidak boleh terlalu cepat
4. Strategi Pembelajaran
a. Strategi individualisasi
b. Strategi kooperatif
c. Strategi modifikasi perilaku
5. Media pembelajaran
Media visual yang dapat digunakan antara lain gambar, grafik, realita, model atau tiruan,
slides.
Media audio yang dapat digunakan antara lain anata lain seperti program kaset suara
seperti membedakan suara binatang.
6. Fasilitas pendukung
Adanya sumber yang dilengkapi dengan berbagai media, seperti mengembangkan layanan
kemampuan berkomunikasi oral.
7. Penilaian (assessment)
Penilaian terhadap anak tunarungu dapat dilakukan dengan cara tes, pengamatan,
pemberian tugas, wawancara, portofolio,

C. Profil Pendidikan Anak Dengan Gangguan Komunikasi


Pendidikan untuk anak dengan gangguan komunikasi tergantung jenis gangguan
komunikasi dan hambatan lain yang dialami anak tersebut, karena banyak gangguan
komunikasi yang merupakan hambatan utama yang dialami anak. Mereka memperoleh
layanan pendidikan sesuai dengan hambatan utamanya serta layanan untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasinya.

MODUL 6
PENDIDIKAN KHUSUS ANAK TUNAGRAHITA

KEGIATAN BELAJAR 1
DEFINISI, KLASIFIKASI, PENYEBAB, DAN CARA PENCEGAHAN
TUNAGRAHITA

A. DEFINISI TUNAGRAHITA
Istilah untuk tunagrahita yang sering digunakan antara lain:
1. Mental retardation (Amerika Serikat), Mental subnormality (Inggris), Intelectual
handicapped (New Zealand) dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai
keterbelakangan mental.
2. Feebleminded (lemah pikiran) digunakan di Inggris untuk melukiskan kelompok
tunagrahita ringan.

5
3. Mental deficiency, menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun akibat penyakit
yang menyeranng organ tubuh.
4. Mentally handicapped, yang artinya cacat mental
5. Intelectual disable, istilah yang digunakan oleh PBB
6. Development mental disability, hambatan perkembangan mental yang lebih menitik
beratkan pada kepemilikan potensi belajar dan pengembangan kehidupan di masyarakat.

Perkembangan istilah tunagrahita sendiri di Indonesia sebagai berikut:


1. Lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967.
2. Terbelakangan mental, digunakan sejak tahun 1967-1983.
3. Tunagrahita, digunakan sejak 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan terbitnya
PP No.72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.

Sedangkan definisi untuk tunagrahita sendiri dirumuskan oleh Grossmann (1983) yang secara
resmi digunakan AAMD (American Association on Mental Deficiency) yang bila
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya Ketunagrahitaan mengacu pada fungsi
intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan
dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian dan berlangsung (termanifestasi) pada
masa perkembangannya. AFMR menjelaskan bahwa seseorang yang dikategorikan
tunagrahita harus melebihi komponen keadaan kecerdasannya yang jelas-jelas di bawah rata-
rata, adanya ketidak mampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tuntutan yang
berlaku di masyarakat.
Kategori penyandang tunagrahita harus memiliki ketiga ciri-ciri dibawah ini:
1. Fungsi intelektual umum secara signifikan berada di bawah rata-rata
2. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif)
3. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan

Pada tahun 1992, AAMR memperbarui definisi tunagrahita dan lebih menitik beratkan pada
kebutuhan bagi anak-anak tunagrahita (perilaku adaptif) ketimbang pada kecacatannya.
Kategori perilaku adaptif antara lain: kemampuan komunikasi, kemampuan sosial, kemampuan
kerja, serta kemampuan tata laksana pribadi.

B. KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA


Klasifikasi yang digunakan AAMR sebagai berikut:
1. Mild mental retardation (tunagrahita IQ-nya 70-55 ringan)
2. Mederate mental retardation (tunagrahita IQ-nya 55-40 sedang)
3. Severe mental retardation (tunagrahita IQ-nya 40-25 berat)
4. Profound mental retardation (tunagrahita IQ-nya 70-55 sangat berat)

Kemudian diperbarui pada tahun 1992 yang menitik beratkan pada kebutuhannya, yaitu:
1. Intermitten needs, tidak selalu membutuhkan bantuan.
2. Limited needs, sering membutuhkan bantuan.

6
3. Extensive needs, membutuhkan bantuan dalam jangka lama dan bantuannya serius.
4. Pervasive needs, kebutuhan bantuan sepanjang waktu.

Sedangkan, klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP 72 tahun 1991
adalah sebagai berikut:
1. Tunagrahita ringan IQ-nya 50-70.
2. Tunagrahita sedang IQ-nya 30-50.
3. Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-nya kurang dari 30.
Ada pula pengelompokkan berdasarkan kelainan jasmani/ Tipe Klinis, diantaranya:
1. Down Syndrome (Mongoloid), cirinya memiliki raut muka yang menyerupai orang
mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal dan suka menjulur ke luar, telinga kecil,
kulit kasar, susunan gigi kurang baik.
2. Kretil (Cebol), cirinya badan gemuk dan pendek, kaki-tangan pendek dan bengkok,
kulit kering tebal dan keriput, lidah dan bibir tebal, kelopak mata kecil, telapak tangan dan
kaki tebal, pertumbuhan gigi terlambat.
3. Hydrocephalus, cirinya kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran
tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.
4. Microcephalus, cirinya ukuran kepala yang kecil.
5. Macrocephalus, cirinya ukuran kepala lebih besar dari orang normal.

C. PENYEBAB DAN CARA PENCEGAHAN KETUNAGRAHITAAN


1. Penyebab Ketunagrahitaan
Pemahaman penyebab ketunagrahitaan diharapkan adapat berguna dan dapat membantu
para pendidik dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak tersebut. Menurut
Smith (1998) penyebab terjadinya ketunagrahitaan, yaitu:
a. Penyebab Genetik dan Kromosom
Biasa dikenal dengan Phenylketonuria, merupakan kerusakan otak yang disebabkan dari
gen orang tua yang mengalami kurangnya produksi enzim yang memproses dan terjadi
penumpukan asam phenypyruvic. Down’s Syndrome disebabkan oleh adanya faktor
kromosom ekstra karena adanya kerusakan perpindahan (trysomi).
b. Penyebab pada prakelahiran
Terjadi setelah pembuahan/ karena penyakit Rubella (campak Jerman) dan infeksi
penyakit Syphilis. Dapat juga karena ibu hamil menggunakan alkohol dan obat-obatan
ilegal.
c. Penyebab pada saat kelahiran
Kelahiran prematur dikarenakan kekurangan oksigen, trauma kepala karena kelahiran
dibantu alat kedokteran.
d. Penyebab-penyebab selama masa perkembangan anak-anak dan remaja
Penyakit radang selaput otak (meningitis) dan radang otak (encephalitis) mengakibatkan
kerusakan otak.

7
Selain cedera otak, faktor gizi yang buruk atau keracunan juga dapat merusak otak.
Studi yang dilakuakan oleh Kirk menemukan bahwa anak yang berasal dari keluarga yang
tingkat sosial dan ekonominya rendah karena kurangnya rangsangan intelektual
mengakibatkan anak menjadi tunagrahita.

2. Usaha pencegahan ketunagrahitaan


Berbagai alternatif upaya pencegahan yanng disarankan, antara lain berikut ini:
a. Penyuluhan genetik
b. Diagnostik prenatal
c. Tes darah
d. Melalui program keluarga berencana
e. Tindakan operasi
f. Sanitasi lingkungan
g. Pemeliharaan kesehatan
h. Pemeriksaan kesehatan selama hamil
i. Intervensi dini
j. Diet sesuai dengan petunjuk ahli kesehatan

KEGIATAN BELAJAR 2
DAMPAK KETUNAGRAHITAAN

A. DAMPAK KETUNAGRAHITAAN SECARA UMUM


1. Dampak Terhadap Kemampuan Akademik
Anak Tunagrahita memiliki kapasitas belajar yang terbatas terutama mengenai hal-hal
abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan membeo (role learning), sering melakukan
kesalahan yang sama, cenderung menghindari perhatian, cepat lupa dan sukar membuat
kreasi baru.

2. Sosial/Emosional
Dampak ini berasal dari ketidakmampuannya dalam menerima dan melaksanakan norma
sosial (seperti aturan keluarga, sekolah serta masyarakat) dan pandangan masyarakat
yang mengganggap anak tunagrahita tidak dapat berbuat sesuatu. Dalam pergaulan anak
tunagrahita tidak dapat mengurus diri, memelihara, dan memimpin diri. Mereka
cenderung bergaul dengan anak yang lebih muda darinya. Meraka tidak mampu
menyatakan rasa bangga dan kagum. Kepribadiannya kurang dinamis, mudah goyah,
kurang menawan, dan tidak berpandangan luas. Namun, sebenarnya mereka
menunjukkan ketekunan dan rasa empati yang baik asalkan mereka mendapatkan
layanan atau perlakukan dan lingkungan yang kondusif.

8
3. Fisik/Kesehatan
Kelainan terjadi pada pusat pengolahan di otak, sehingga anak tunagrahita melihat dan
mendengar tetapi tidak memahaminya. Kurangnya kemampuan bina diri, seperti:
merawat diri, mengurus diri, menolong diri, komunikasi, adaptasi sosial, dan okupasi.
Sehingga mereka tidak tampak sehat, tidak segar dan mudah terserang penyakit.

B. DAMPAK DITINJAU DARI KETUNAGRAHITAAN


1. Tunagrahita ringan
Dalam belajar, mereka tidak mampu mempelajari hal-hal yang bersifat abstrak. Mereka
dapat mengerjakan pekerjaan yang sifatnya semi skilled. Guru perlu memberikan
perhatian tambahan, misalanya diberikan tambahan belajar, program pelajaran yang
dimodifikasi sesuai dengan kemampuannya.
2. Tunagrahita sedang
Mereka dapat mengerjakan sesuatu yang sifatnya rutin dan membutuhkan pengawasan.
Dalam hal akademik, mereka hanya mampu melakukannya dalam hal-hal yang sifatnya
sosial, seperti menulis nama, alamat, dan nama orang tuanya.
3. Tunagrahita berat dan sangat berat
Mereka membutuhkan bantuan secara terus menerus, namun dapat dilatih untuk
melakukan sesuatu yang sifatnya sederhana dan berulang-ulang dengan pengawasan.

C. DAMPAK DILIHAT DARI WAKTU TERJADINYA KETUNAGRAHITAAN


1. Ketunagrahitaan sejak lahir
Anak tunagrahita sejak lahir tidak mereaksi dengan baik terhadap rangsangan yang
diperolehnya. Dampak ketunagrahitaan pada masa ini akan mempengaruhinya dalam
bermain, reaksi yang lambat, cepat tetapi tidak tepat. Akibatnya mereka tidak
mengeksplorasi lingkungan dengan baik dan tentu saja akan dijauhi oleh teman-teman
seusianya.

2. Ketunagrahitaan pada masa sekolah


Mereka mengalami kesulitan dalam calistung yang menyebabkan prestasi belajarnya
berkurang. Anak tunagrahita mengalami kelainan dalam persepsi, asosiasi, mengingat
kembali, kekurangmatangan motorik, dan gangguan koordinasi sensorik motorik,
perhatiannya mudah beralih.

3. Ketunagrahitaan pada masa puber


Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berpikir dan kepribadian
berada di bawah usianya. Dampaknya mereka mengalami kesulitan dalam pergaulan dan
mengendalikan diri.

9
KEGIATAN BELAJAR 3
KEBUTUHAN KHUSUS DAN PROFIL PENDIDIKAN BAGI ANAK TUNAGRAHITA

A. KEBUTUHAN KHUSUS ANAK TUNAGRAHITA


1. Kebutuhan Pendidikan
Pendidikan harus disesuaikan dengan potensi yang dimiliki individu, yaitu sebagai
berikut:
a. Jenis mata pelajaran
Penentuan mata pelajaran lebih banyak diarahkan pada pelajaran keterampilan.
b. Waktu belajar
Kebutuhan waktu untuk mengulang pelajaran dan mereka membutuhkan kebutuhan
contoh-contoh yang kongkret serta alat bantu pembelajaran.
c. Kemampuan bina diri
Kajian biina diri dibutuhkan agar anak tidak tergantung pada orang lain. Anak
tunagrahita harus diajarkan secara rutin dan terencana.
2. Kebutuhan Sosial dan Emosi
Kebutuhan sosialisasi anak tunagrahita mengalami kesulitan karena kelainannya dan
respon lingkungan yang kurang memahami keberadaannya. Mereka mengalami kesulitan
dalam membersihkan diri, memasuki dunia remaja, mencari kerja, sementara kebutuhan
seksual mereka berkembang secara normal. Masalah tersebut akan berkembang menjadi
gangguan emosional. Untuk itu diperlukan bantuan para ahli untuk mengembangkan
potensi yang dimilikinya.
3. Kebutuhan Fisik dan Kesehatan
Bagi tunagrahita sedang dan berat mengalami gangguan keseimbangan dan
ketidakmampuan dalam memelihara diri sehingga mereka cenderung mengalami sakit.

B. PROFIL PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA


1. Tujuan Pendidikan Anak Tunagrahita
Tujuan pendidikan anak tunagrahita perlu disesuaikan dengan tingkatan kemampuan
mereka dan dirumuskan lebih terperinci. Menurut Kirk (1986) tujuan pendidikan anak
tunagrahita adalah (a) dapat mengembangkan potensi sebaik-baniknya, (b) dapat
menolong diri, berdiri sendiri, dan berguna bagi masyarakat, (c) memiliki kehidupan
lahir batin yang layak.
Sedangkan Suhaeri H.N (1980) menjelaskan lebih terperinci lagi mengenai tujuan
pendidikan anak tunagrahita disesuaikan dengan tingkatannya:
· Anak tunagrahita ringan: (1) dapat mengurus dan membina diri, (2) dapat bergaul
di masyarakat, (3) dapat mengerjakan sesuatu untuk bekal kehidupan.
· Anak tunagrahita sedang: (1) dapat mengurus diri sendiri (makan
minum,berpakaian dan membersihakan badan), (2) dapat bergaul dengan anggota
keluarga dan masyarakat, (3) dapat mengerjakan sesuatu secara rutin dan sederhana.

10
· Anak tunagrahita berat: (1) dapat mengurus diri secara sederhana (memberi tanda
atau kata bila ingin sesuatu), (2) dapat melakukan kesibukan yang bermanfaat, (3) dapat
bergembira (berlatih mendengarkan nyanyian, menonton TV, menatap mata orang yang
berbicara dengannya).

a. Tempat pendidikan anak tunagrahita ialah di tempat khusus terutama bagi anak
tunagrahita yang kelainannya sedang dan berat. Sedangkan tunagrahita ringan dapat
ditempatkan di sekolah umum dengan segala variasinya yang disesuaikan dengan
keadaan anak tersebut.
1) Sekolah khusus
Jenjang pendidikan ialah: TKLB (3 tahun), SDLB (6 tahun), SLTPLB (3 tahun), SMLB
(3 tahun). Jumlah mujrid tiap kelas 5 -12 siswa. Pengelompokkan siswa saat KBM
berdasarkan usia kronologis dan mentalnya dengan model Individualized Education
Program (IEP) yaitu program berdasarkan kebutuhan individu. Kenaikan kelas diadakan
setiap saat karena kemajuan tiap anak berbeda. Anak mempelajari bahan kelas
berrikutnya sementara ia tetap berada di kelasnya semula.
2) Kelas jauh
Administrasi dikerjakan di sekolah induknya, sedangkan KBM dikerjakan guru di kelas
jauh.
3) Guru kunjung
Guru berkunjung ke tempat anak tersebut dan memberi pelajaran sesuai dengan
kebutuhan anak.
4) Lembaga perawatan (institusi khusus)
Layanan pendidikan dan perawatan bagi anak yang tergolong berat dan sangat berat
ketunagrahitaannya karena terkadang anak menderita penyakit lain.

b. Di sekolah umum dengan sistem integrasi (terpadu)


Sistem terpadu bervariasi memberikan kesempatan kepada anak tunagrahita belajar,
bermain, atau bekerja sama dengan anak normal. Tempat pendidikan sistem integrasi
yang diadaptasi dari Moh. Amin (1995) diantaranya:
1) Di kelas biasa tanpa kekhususan, hanya memerlukan waktu belajar yang lebih lama
dan perhatian khusus dari guru kelas.
2) Di kelas biasa dengan guru konsultan, sesekali guru konsultan berkunjung untuk
membantu guru kelas dalam cara menangani, merancang bahan pelajaran, dan metode
yang sesuai kebutuhan anak tunagrahita.
3) Di kelas biasa dengan guru kunjung, berkunjung apabila guru kelas mengalami
kesulitan dan memberi saran kepada guru kelas.
4) Di kelas biasa dengan ruang sumber, Ruangan khusus yang dimenyediakan
berbagai fasilitas untuk mengatasi kesulitan belajar anak tunagrahita.
5) Di kelas khusus sebagian waktu, bila di kelas biasa mengalami kesulitan maka anak
tunagrahita belajar di kelas khusus dengan guru pendidikanluar biasa.

11
6) Kelas khusus, belajar di kelas khusus namun untuk kegiatan umum seperti upacara,
olahraga, dan penggunaan kantin bersam dengan anak normal lainnya.

c. Di sekolah biasa dengan sistem inklusif


Pada sistem inklusi, anak tunagrahita berada di sekolah bersama anak biasa selama
mengikuti pendidikan dan memndapat program yang sesuai dengan kemampuannya.

2. Ciri Khas Pelayanan


a. Ciri-ciri khusus
1) Bahasa yang digunakan sederhana, jelas, dan menggunakan kata yang sering
didengar.
2) Penempatan anak tunagrahita di depan kelas dan berdekatan dengan anak yang
mempunyai sikap keakraban tinggi.
3) Ketersediaan program khusus bagi tunagrahita yang mengalami kesulitan

b. Prinsip khusus
1) Prinsip skala perkembangan mental, pemahaman guru mengenai usia kecerdasan
tunagrahita.
2) Prinsip kecepatan motorik, mempelajari sesuatu dengan melakukannya.
3) Prinsip keperagaan, alat peraga yang digunakan tidak abstrak dan menonjolkan
pokok materi yang diajarkan.Contoh: tulisan bebek harus tebal sementara gambar bebek
tipis, karena gambar hanya membantu pengertian anak.
4) Prinsip pengulangan, anak tunagrahita cepat lupa untuk itu dibutuhkan
pengulangan materi disertai contoh yang bervariasi.
5) Prinsip individualisasi, menekankan pada perhatian individu dengan kedalaman
materi yang berbeda dengan anak normal.

3. Materi
Lebih mengutamakan materi yang mengandung kecepatan motorik / unsur praktik.
4. Strategi Pembelajaran
Dalam menentukan strategi pembelajaran, harus memperhatikan tujuan pembelajaran,
karakteristik murid dan ketersediaan sumber (fasilitas). Beberapa strategi yang cocok
untuk anak tunagrahita, diantaranya:
a. Strategi pengajaran yang diindividualisasikan
Materi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak. Dalam pelaksanaannya
guru perlu melakukan hal-hal berikut ini:
1) Pengelompokan murid disesuaikan dengan minat dan kemampuan belajar yang
memungkinkan dapat berinteraksi dan bekerja sama.
2) Pengaturan lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan kegiatan
yang beraneka ragam.

12
3) Mengadakan pusat belajar (learning center), dilakuakn di sudut-sudut ruang kelas
dengan pelajaran yang berbeda dan disediakan bahan yang dapat dipilih dan bernuansa
aplikasi.
b. Strategi kooperatif
Efektif diterapkan pada kelompok murid yang heterogen, Karena semangat kerjanya
adalah yang lebih pandai membantu yang lemah (mengalami kesulitan) dalam suasana
keakraban. Jonshon D.W (1984) menyatakan bahwa guru harus mampu merancang
bahan pelajaran dan peran tiap anak yang adapat menunjang terciptanya ketergantuang
positif antara anak tunagrahita ringan dengan anak normal.
c. Strategi modifikasi tingkah laku
Tujuannya mengubah, menghilangkan, atau mengurangi tingkah laku yang tidak baik.
Guru harus terampil memilih tingkah laku yang harus dihilangkan dan ditambahkan
teknik reinforcement. (hadiah penguatan)
5. Media
Diperlukan media khusus seperti: media untuk latihan motorik, latihan keseimbangan,
dan latihan konsentrasi dengan ketentuan: (1) bahan tidak berbahaya, (2) warna tidak
mencolok, (3) ukuran harus sesuai.
6. Sarana
Sarana sama dengan anak normal, hanya ukuran, bentuk, dan warna perlu dimodufikasi
sesuai keadaan anak tunagrahita.
7. Fasilitas Pendukung
Fasilitas pendukung seperti: alat terapi wicara, alat permaianan, miniatur yang berkaitan
dengan pelajaran.
8. Evaluasi
Evaluasi sama dengan anak biasa, dengan ketentuan khusus, diantaranya:
a. Waktu mengadakan evaluasi: dilakukan selama proses belajar. Dilihat juga
bagaimana reaksi anak, sikap anak, kecepatan atau kelambatan setiap anak.
b. Alat evaluasi: alat yang digunakan untuk menilai hasil belajar anak tunagrahita
sama dengan anak normal, hanya berbeda pada urutan dan penggunaan.
c. Kriteria keberhasilan : keberhasilan belajar dibandingkan dengan kemajuan anak
itu sendiri dari waktu ke waktu.
d. Pencatatan hasil evaluasi: berbentuk kuantitatif dan kualitatif.

13
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) di definisikan sebagai
anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan potensi
kemanusiaan mereka secara sempurna. Penyebutan sebagai anak berkebutuhan khusus,
dikarenakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan
layanan pendidikan, layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis
layanan lainnya yang bersifat khusus.
Dalam penanganan anak berkebutuhan khusus, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan,
diantaranya yaitu penguatan kondisi mental orang tua yang memiliki anak berkebutuhan
khusus, dukungan sosial yang kuat dari tetangga dan lingkungan sekitar anak
berkebutuhan khusus tersebut, dan yang terakhir adalah peran aktif pemerintah dalam
menjadikan pelayanan kesehatan dan konsultasi bagi anak berkebutuhan khusus.

14

Anda mungkin juga menyukai