Anda di halaman 1dari 6

A.

DEFINISI
Istilah tunarungu berasal dari dua kata yaitu tuna dan rungu. Tuna  berarti kekurangan
atau ketdakmampuan dan rungu  berarti mendengar. Jadi istilah tunarungu dapat
diartikan sebagai kekurangmampuan atau ketidakmampuan untuk mendengar. Seperti
yang diutarakan Somantri (2006) bahwa “Anak tunarungu dapat diartikan sebagai
suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat
menangkap berbagai rangsangan bunyi melalui indra pendengarannya, sehingga ia
mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya”.
B. ETIOLOGI
1. Penyebab ketulian sementara pada anak-anak 
Beberapa penyebab ketulian sementara pada anak-anak, antara lain :
- Banyak zat lilin di dalam liang telinga (tahi telinga)
- Benda asing (seperti manik-manik atau ujung cotton bud) yang terjebak di dalam
saluran telinga
- Lendir berlebih di saluran eustachius (saluran yang menghubungkan telinga dalam
dan tenggorokan atas) yang disebabkan oleh pilek 
- Otitis media (infeksi telinga tengah).
2. Penyebab ketulian permanen pada anak-anak 
Beberapa kondisi dan kejadian dapat menyebabkan ketulian permanen pada anak-
anak, antara lain :
- Kondisi herediter yang menyebabkan telinga bagian dalam abnormal
- Beberapa kelainan genetik, seperti osteogenesis imperfecta (kondisi kelainan
tulang rapuh) dan trisomy 13 (kelainan fisik di berbagai bagian tubuh)
- Paparan penyakit saat masih janin : Rubella (campak Jerman) adalah penyakit
yang dapat mempengaruhi perkembangan telinga janin
- Suara keras, seperti petasan dan konser music diatas 80 dB
- Cedera, seperti gegar otak atau patah tulang tengkorak 
- Penyakit tertentu, seperti meningitis dan gondok.
C. TANDA DAN GEJALA
Beberapa gejala gangguan pendengaran pada bayi dan anak-anak adalah:

 Tidak kaget saat mendengar suara nyaring.


 Untuk bayi di bawah 4 bulan, tidak menoleh ke arah sumber suara.
 Tidak bisa menyebutkan satu kata pun saat berusia satu tahun.
 Menyadari kehadiran seseorang ketika ia melihatnya, namun acuh saat
dipanggil namanya.
 Lambat saat belajar bicara atau tidak jelas ketika berbicara.
 Menjawab tidak sesuai dengan pertanyaannya.
 Sering berbicara dengan lantang atau menyetel volume TV keras-keras.
 Memperhatikan orang lain untuk meniru sesuatu yang diperintahkan, karena ia
tidak mendengar sesuatu yang diinstruksikan.
D. KLASIFIKASI
Menurut Boothroyd (dalam Murni Winarsih, 2007:23) klasifikasi ketunarunguan
adalah sebagai berikut :
a. Kelompok I : kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan ringan;
daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal.
 b. Kelompok II: kehilangan 31-60, moderate hearing losses atau ketunarunguan atau
ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia hanya sebagian.
c. Kelompok III: kehilangan 61-90 dB, severe hearing losses atau ketunarunguan
 berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada.
d. Kelompok IV: kehilangan 91-120 dB, profound hearing losses atau ketunarunguan
sangat berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia t idak ada sama sekali.
e. Kelompok V: kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing losses atau ketunarunguan
total; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.
Selanjutnya Uden (dalam Murni Winarsih, 2007:26) membagi klasifikasi
ketunarunguan menjadi tiga, yakni berdasar saat terjadinya ketunarunguan,
 berdasarkan tempat kerusakan pada organ pendengarannya, dan berdasar pada taraf
 penguasaan bahasa.
1. Berdasarkan sifat terjadinya
a. Ketunarunguan bawaan, artinya ketika lahir anak sudah mengalami/menyandang
tunarungu dan indera pendengarannya sudah tidak berfungsi lagi.
 b. Ketunarunguan setelah lahir, artinya terjadinya tunarungu setelah anak lahir
diakibatkan oleh kecelakaan atau suatu penyakit.
2. Berdasarkan tempat kerusakan
a. Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-
 bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut Tuli Konduktif.
 b. Kerusakan pada telinga bagian dalam sehingga tidak dapat mendengar bunyi/suara,
disebut Tuli Sensoris.
3. Berdasarkan taraf penguasaan bahasa
a. Tuli pra bahasa (prelingually deaf) adalah mereka yang menjadi tuli sebelum
dikuasainya suatu bahasa (usia 1,6 tahun) artinya anak menyamakan tanda (signal)
tertentu seperti mengamati, menunjuk, meraih dan sebagainya namun belum
membentuk system lambing.
 b. Tuli purna bahasa (post lingually deaf) adalah mereka yang menjadi tuli setelah
menguasai bahasa, yaitu telah menerapkan dan memahami system lambang yang
 berlaku di lingkungan.
E. KARAKTERISTIK ANAK TUNGA RUNGU
Karakteristik anak tunarungu dari segi fisik tidak memiliki karakteristik yang khas,
karena secara fisik anak tunarungu tidak mengalami gangguan yang terlihat. Sebagai
dampak ketunarunguannya, anak tunarungu memiliki karakteristik yang khas dari segi
yang berbeda. Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1995: 35-39)
mendeskripsikan karakteristik ketunarunguan dilihat dari segi: intelegensi, bahasa dan
 bicara, emosi, dan sosial.
a. Karakteristik dari segi intelegensi
Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi, rata-rata
dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki entelegensi normal dan rata-
rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada prestasi anak normal
karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam mengerti pelajaran yang
diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang tidak diverbalkan, anak tunarungu memiliki
 perkembangan yang sama cepatnya dengan anak normal. Prestasi anak tunarungu
yang rendah bukan disebabkan karena intelegensinya rendah namun karena anak
tunarungu tidak dapat memaksimalkan intelegensi yang dimiliki. Aspek intelegensi
yang bersumber pada verbal seringkali rendah, namun aspek intelegensi yang
 bersumber pada penglihatan dan motorik akan berkembang dengan cepat.
 b. Karakteristik dari segi bahasa dan bicara
Kemampuan anak tunarungu dalam berbahasa dan berbicara berbeda dengan anak
normal pada umumnya karena kemampuan tersebut sangat erat kaitannya dengan
kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar bahasa, maka
anak tunarungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan alat
dan sarana utama seseorang dalam berkomunikasi. Alat komunikasi terdiri dan
membaca, menulis dan berbicara, sehingga anak tunarungu akan tertinggal dalam tiga
aspek penting ini. Anak tunarungu memerlukan penanganan khusus dan lingkungan
 berbahasa intensif yang dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya. Kemampuan
 berbicara anak tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki
oleh anak tunarungu. Kemampuan berbicara pada anak tunarungu akan berkembang
dengan sendirinya namun memerlukan upaya terus menerus serta latihan dan
 bimbingan secara profesional. Dengan cara yang demikianpun banyak dari mereka
yang belum bisa berbicara seperti anak normal baik suara, irama dan tekanan suara
terdengar monoton berbeda dengan anak normal.
c. Karakteristik dari segi emosi dan sosial
Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dengan lingkungan. Keterasingan
tersebut akan menimbulkan beberapa efek negatif seperti: egosentrisme yang melebihi
anak normal, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas,
ketergantungan terhadap orang lain, perhatian mereka lebih sukar dialihkan,
umumnya memiliki sifat yang polos dan tanpa banyak masalah, dan lebih mudah
marah dan cepat tersinggung.
1) Egosentrisme yang melebihi anak normal Sifat ini disebabkan oleh anak tunarungu
memiliki dunia yang kecil akibat interaksi dengan lingkungan sekitar yang sempit.
Karena mengalami gangguan dalam pendengaran, anak tunarungu hanya melihat
dunia sekitar dengan penglihatan. Penglihatan hanya melihat apa yang di depannya
saja, sedangkan pendengaran dapat mendengar sekeliling lingkungan. Karena anak
tunarungu mempelajari sekitarnya dengan menggunakan penglihatannya, maka aka
timbul sifat ingin tahu yang besar, seolah-olah mereka haus untuk melihat, dan hal itu
semakin membesarkan egosentrismenya.
2) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas Perasaan takut yang
menghinggapi anak tunarungu seringkali disebabkan oleh kurangnya penguasaan
terhadap lingkungan yang berhubungan dengan kemampuan berbahasanya yang
rendah. Keadaan menjadi tidak jelas karena anak tunarungu tidak mampu menyatukan
dan menguasai situasi yang baik.
3) Ketergantungan terhadap orang lain Sikap ketergantungan terhadap orang lain atau
terhadap apa yang sudah dikenalnya dengan baik, merupakan gambaran bahwa
mereka sudah putus asa dan selalu mencari bantuan serta bersandar pada orang lain.
4) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan Sempitnya kemampuan berbahasa pada
anak tunarungu menyebabkan sempitnya alam fikirannya. Alam fikirannya selamanya
terpaku pada hal-hal yang konkret. Jika sudah berkonsentrasi kepada suatu hal, maka
anak tunarungu akan sulit dialihkan perhatiannya ke hal-hal lain yang belum
dimengerti atau belum dialaminya. Anak tunarungu lebih miskin akan fantasi.
5) Umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak masalah Anak
tunarungu tidak bisa mengekspresikan perasaannya dengan baik. Anak tunarungu
akan jujur dan apa adanya dalam mengungkapkan perasaannya. Perasaan anak
tunarungu biasanya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
6) Lebih mudah marah dan cepat tersinggung Karena banyak merasakan kekecewaan
akibat tidak bisa dengan mudah mengekspresikan perasaannya, anak tunarungu akan
mengungkapkannya dengan kemarahan. Semakin luas bahasa yang mereka miliki
semakin mudah mereka mengerti perkataan orang lain, namun semakin sempit bahasa
yang mereka miliki akan semakin sulit untuk mengerti perkataan orang lain sehingga
anak tunarungu mengungkapkannya dengan kejengkelan dan kemarahan.
F. ANALISIS KEKUATAN DAN HAMBATAN TUNA RUNGU
1. Kekuatan (Strength)
Berdasarkan jurnal penelitian di atas, maka kekuatan yang dimiliki oleh
seorangtunarungu adalah sebagai berikut :
a.Positive thinking (Berpikir positif)
Tuna rungu merupakan suatu kondisi kekurangan atau kehilangan
kemampuanmendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya alat-
alat pendengaran. Tunarungu tidak akan pernah mendengar pengaruh buruk
dimasyarakat, baik dari interaksi social seperti cemoohan, gosip, kata-kata kasar
maupun dari pengaruh media televisi sehingga pemikirannya tidak
akanterkontaminasi. Hal ini merupakan kekuatan yang dimiliki oleh orang
dengankecacatan (impairment) selain tunarungu. Selain itu, perawat akan lebih
mudahmasuk ke dalam kehidupannya.
 b. Diam dan Lebih Banyak Berpikir
Tunarungu memiliki keterbatasan kosa kata dikarenakan ketidakmampuan
dalammenerima stimulus bahasa sejak masa anak. Tunarungu akan cenderung
diam.Diam merupakan kesempatan yang besar baginya untuk berpikir.
Sehingga,sebagian besar waktunya akan dihabiskan untuk memberikan kesibukan diri
seperti belajar, membaca buku, browsing, dan sebagainya. Hal ini dapat mengasah
otak kirinya yang salah satunya adalah kemampuan matematika.
2. Hambatan
Hambatan yang dihadapi oleh seorang tunarungu adalah Sulit berkomunikasiAsuhan
keperawatan terdiri dari pengkajian sampai evaluasi. Meskipun saat pengkajian dapat
dilakukan dengan pendekatan data dari orang terdekat, sepertiorangtua, namun saat
implementasi, perawat tetap berhadapan langsung dengan klien.
G. ASKEP
PENGKAJIAN
I. IDENTITAS SISWA
II. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama
 b. Riwayat kesehatan Sekarang
c. Riwayat kehamilan dan persalinan
1. Pre Natal
2.  Natal
3. Post Natal
d. Riwayat kesehatan dahulu
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat imunisasi
g. Genogram
h. Riwayat sosial dan lingkungan
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadan umum
 b. Kesadaran
c. Vital sign
d. Head To Toe
e. Tingkat perkembangan
1. Motorik halus
2. Motorik kasar
3. Bicara
f. Pola nutrisi
g. Pola aktivitas
h. Pola eliminasi
IV. LEMBAR OBSERVASI
Kemampuan prilaku adaptif
1. Keterampilan menolong diri (makan , minum dll)
2. Keterampiran gerak
3. Kemampuan motorik halus
4. Kemampuan komunikasi
5. Keterampilan sosial
6. Fungsi kognitif
7. Memelihara kesehatan
8. keterampilan berbelanja
9. Keterampilan domestic
10. Orientasi lingkungan
11. Keterampilan vokasional
V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan ganguan bahasa
2. Ketergantungan sebagian berhubungan dengan gangguan komunikasi verbal
VI. INTERVENSI KEPERAWATAN
 No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Setelah di lakukan - Gunakan bahasa yang - Memudahkan pemahaman dan
tindakan keperawatan sederhana dan umum dalam menghindari kebingungan
selama 1x 24 jam di  berkomunikasi sehari-hari akibat bahasa yang berubah-
harapkan anak dapat ubah
menyebutkan 1-2 kosa - Gunakan diverifikasi bahasa - Diverifikasi bahasa dapat di
kata dengan artikulasi sesuai dengan tingkat  berikan jika kemampuan anak
yang jelas dengan kriteria kematangan dan pengetahuan sudah matang seperti setelah
hasil : anak. umur 9 tahun
- Anak dapat
menyebutkan 1-2 kata - Komunikasi yang
dengan artikulasi yang - Lakukan komunikasi secara komprehensif akan
 jelas komprehendif baik verbal memperbanyak jumlah
Anak dapat memahami maupun non verbal stimulus yang di terima anak
kata sampai kalimat sehingga akan memperkuat
dengan jelas memori anak terhadap suatu
kata

- Anak lebih suka mendengarkan


- Berikan;lebih banyak kosa kata kata-kata dari pada
merkipun anak belum mampu mengucapkan
mengucapkan dengan benar
2 Setelah di lakukan - Ajarkan pasien ubtuk meminta - Sebagai komunkasi denga
tindakan keperawatan  bantuan dengan gerakan bila orang lain dalam mencegah
selama 1x 24 jam di  perlu keadaaan yang daurat
harapkan anak dan - Sebagai upaya menjaga dan
keluarga dapat saling - Ajarkan klien dan keluarga mempermudah komunikasi
memahami komunikasi  pengguanaan metode antara pasien dan orang lain
yang di lakukan dengan alternative saat berkomunikasi dan lingkungan
anak dengan criteria hasil:
- Keluarga dapat
mengetahui apa yang
di inginkan anak - Sebagai media dan taktik
- Jelaskan kepada orang tua alternative dalam
mengenai pentinggnya  berkomunikasi dengan pasien
menggunkan komunikasi visual atau klien
atau dengan bahasa isyarat

DAFTAR PUSTAKA

Somantri, T.S. 2006. Psikokogi Anak Luar Biasa. Bandung : PT Refika Aditama.

Murni Winarsih. 2007. Intervensi Dini Bagi Anak Tunarungu Dalam Pemerolehan Bahasa.
Departemen Kependidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Direktorat Ketenagaan.

Somad, Permanarian, dan Hernawati, Tati. 1995. Ortopedagogik Anak Tunarungu. Jakarta :
Depdikbud Dirjen Dikti.

www.alodokter.com/gangguan pendengaran/diakses pada 6 Mei 2017 pukul 10.00 WIB.

www.medkes.com/2014/tanda dan penyebab gangguan pendengaran pada anak/diakses pada 6 Mei


2017 pukul 11.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai