PENDIDIKAN ANAK TUNARUNGU DAN ANAK DENGAN GANGGUAN KOMUNIKASI
Tunarungu adalah istilah untuk orang yang mengalami gangguan pendengaran yang mencakup tuli dan kurang dengar. Tuli adalah orang yang mengalami kehilangan pendengaran yang mengakibatkan kesulitan dalam memproses informasi Bahasa melalui pendengarannya sehingga penderita tidak dapat memahami pembicaraan orang lain baik dengan memakai atau tidak memakai alat bantu dengar. Sedangkan orang yang kurang dengar merupakan orang yang mengalami kehilangan pendengaran yang biasanya dengan menggunakan alat bantu dengar, sisa pendengarannya memungkinkan untuk memproses informasi Bahasa sehingga dapat memahami pembicaraan orang lain. A. Klasifikasi tunarungu, yaitu: 1. Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran melalui tes audiometer. a. Tunarungu ringan ( Mild Hearing Lost ) b. Tunarungu sedang ( Moderat Hearing Lost ) c. Tunarungu agak berat ( Moderately Severe Hearing Lost ) d. Tunarungu berat ( Severe Hearing Lost ) e. Tunarungu berat sekali ( Profound Hearing Lost ) 2. Berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan, yaitu: a. Ketunarunguan prabahasa ( Prelingual deafness), kehilangan pendengaran sebelum kemampuan bicara dan Bahasa berkembang. b. Ketunarunguan pasca Bahasa ( Post Lingual Deafness), kehilangan pendengaran setelah kemampuan bicara dan Bahasa berkembang. 3. Berdasarkan letak gangguan secara anatomis, yaitu: a. Tunarungu tipe konduktif, yaitu kehilangan pendegaran disebabkan oleh kerusakan pada telingan luar dan tengah. b. Tunarungu tipe sensorineural, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh kerusakan pada telinga dalam atau syaraf pendengaran. c. Tunarungu tipe campuran, yaitu tunarungu yang disebabkan kerusakan telingan dalam atau tengah dan telinga dalam atau syaraf pendengaran. 4. Berdasarkan etiologic atau asal usulnya, yaitu: a. Tunarungu endogen yaitu tunarungu yang disebabkan faktor genetik. b. Tunarungu eksogen yaitu tunarungu yang disebabkan faktor nongenetik.
B. Penyebab terjadinya tunarungu, yaitu:
1. Penyebab terjadinya tunarungu tipe konduktif a. Pada telinga luar disebakan oleh tidak terbentuknya lubang telinga dan terjadinya peradangan pada telinga bagian luar. b. Pada telinga tengah disebabkan oleh benturan, peradangan pada telinga tengah, tulang tidak dapat bergetar, adanya lapisan kalsium pada gendang telinga dan tulang pendengaran, anomaly tulang pendengaran atau tidak terbentuknya tulang pendengaran, dan tidak berfungsinya saluran eustasius akibat alergi atau tumor. 2. Penyebab terjadinya tunarungu tipe sensorineural a. Factor genetic yang menurun dari orang tuanya. b. Factor non genetic antara lain Rubella Campak Jerman, ketidaksesuaian antara darah ibu dan anak, meningitis, dan trauma akustik. Terdapat beberapa upaya pencegahan tunarungu yaitu upaya yang dilakukan sebelum menikah, pada waktu hamil, pada saat melahirkan, dan pada masa setelah lahir, Komunikasi merupakan aktivitas penyampaian pikiran maupun perasaan dari seseorang kepada orang lain, melalui symbol yang dapat dimaknai Bersama. 1. Gangguan komunikasi dikelompokkan menjadi: a. Gangguan bicara yang memiliki tipe gangguan artikulasi, gangguan kelancaran, gangguan suara, gangguan bicara akibat kelainan orofacial, dan gangguan bicara akibat kerusakan saraf. b. Gangguan Bahasa yang memiliki tipe gangguan dalam bentuk Bahasa, gangguan isi Bahasa, gangguan dalam fungsi Bahasa, dan aphasia. 2. Gangguan komunikasi dapat disebabkan oleh factor kehilangan pendengaran, kelainan organ bicara, gangguan emosi, keterlambatan perkembangan, mental retardasi, kerusakan otak, serta factor lingkungan. 3. Pencegahan terjadinya gangguan komunikasi melalui upaya yang dilakukan pada saat belum nikah, hamil, persalinan, dan setelah kelahiran.
C. Dampak tunarungu bagi anak, yaitu:
1. Dampak terhadap perkembangan bicara dan Bahasa, anak tunarungu tidak memperoleh stimulus bunyi-bunyi yang dapat ditiru sebagai awal perkembangan bicara dan Bahasa. Tahapan kemampuan bicara menurut Robert M. Smith dan John T. Neiswork (1975) yaitu fase reflexive vocalization (0-6 minggu), fase babling/vocal play (6 minggu 6 bulan), fase lalling (6-9 bulan), fase echolalic (9-12 bulan), dan fase true speech (12-18 bulan). 2. Dampak tunarungu terhadap kemampuan akademis, sering ditemui prestasi akademik mereka lebih rendah dibanding dengan anak mendengar seusianya. Hal ini diakibatkan dengan kecepatan perkembangan kecerdasan anak tunarungu. 3. Dampak tunarungu terhadap aspek sosial-emosional diantaranya pergaulan yang terbatas pada sesama tunarungu, memiliki sifat egosentris yang melebihi anak normal, memiliki perasaan takut terhadap lingkungan sekitar, perhatian sukar dialihkan, dan memiliki sifat polos. 4. Dampak tunarungu terhadap aspek fisik dan Kesehatan, pada sebagian penyandang tunarungu mengalami gangguan keseimbangan sehingga cara berjalan kaku dan agak membungkuk.
D. Dampak gangguan komunikasi bagi anak
1. Hambatan dalam berinteraksi sosial di lingkungan, karena untuk dapat berinteraksi dengan baik maka perlu adanya kemampuan berkomunikasi yang baik. 2. Hambatan dalam pengembangan kemampuan akademik, karena ilmu pengetahuan disampaikan melalui Bahasa, sehingga untuk dapat memahaminya seseorang harus memahami bahasa.
E. Kebutuhan anak tunarungu
Layanan BKPBI adalah layanan kekhususan yang merupakan suatu kesatuan antara pembinaan komunikasi dan optimalisasi sisa pendengaran untuk merepresentasikan bunyi dan irama. 1. Layanan bina komunikasi merupakan upaya untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi anak yang terhambat akibat dari kehilangan pendengaran. Layanan ini meliputi layanan pengembangan kemampuan berbahasa, layanan bina bicara, dan layanan membaca ujaran. 2. Layanan bina persepsi bunyi dan irama merupakan layanan untuk melatih kepekaan anak tunarungu terhadap bunyi dan irama. Latihan ini mencakup Latihan deteksi terhadap bunyi, Latihan mengidentifikasi bunyi, latihan membedakan bunyi, dan Latihan memahami bunyi latar belakang serta bunyi bahasa. F. Kebutuhan khusus anak dengan gangguan komunikasi 1. Kebutuhan khusus anak dengan gangguan artikulasi yaitu melatih pendengaran untuk membedakan berbagai fonem serta Latihan pengucapan. 2. Kebutuhan khusus anak yang gagap, yaitu kesempatan untuk berkomunikasi dalam suasana yang tenang, nyaman, dan santai. Pada anak gagap yang kidal perlu kebebasan untuk menggunakan tangan kirinya secara dominan dalam berbagai aktivitas. Membutuhkan kesabaran dari orang yang diajak bicara, serta lingkungan yang tidak menuntut. 3. Kebutuhan khusus anak yang mengalami keterlambatan dalam komunikasi verbal, yaitu stimulasi bunyi-bunyi bahasa dari lingkungan dalam setiap lingkungan, perhatian yang penuh saat anak membuka komunikasi dan tanggapan yang positif, Latihan kontak mata, kesempatan untuk bereksplorasi dalam berkomunikasi, pengembangan kosakata, dan pengembangan kepercayaan diri. 4. Kebutuhan anak yang mengalami gangguan komunikasi karena autis yaitu memperoleh layanan komunikasi yang sesuai dengan kemampuannya. Beberapa caranya yaitu memperhatikan hal yang menyenangkan bagi anak, mengetahui kemampuan anak berkomunikasi, menciptakan situasi yang mengharuskan anak berkomunikasi, sesuai dengan target perilaku yang ditetapkan, evaluasi kemampuan anak, dan konsisten menjalankannya.
G. Profil Pendidikan khusus bagi anak tunarungu
1. System Pendidikan anak tunarungu secara System Pendidikan segresi merupakan system Pendidikan yang terpisah dari system Pendidikan anak normal. Tempat Pendidikan system segresi yaitu sekolah khusus,sekolah dasar luar biasa, dan kelas kunjung. Serta system Pendidikan integrasi dan sistem Pendidikan inklusif merupakan system Pendidikan yang memberikan kesempatana nak tunarungu belajar Bersama anak normal. 2. Metode komunikasi yang dapat dimengerti anak tunarungu agar layanan yang diberikan memenuhi kebutuhan Pendidikan. Metode ini diantaranya metode oral-aural, membaca ujaran, metode manual (isyarat), dan komunikasi total. 3. Prinsip pembelajaran siswa tunarungu antara lain: a. Ketika memberi penjelasan hendaknya posisi badan selalu berahadapan dengan anak. b. Peserta didik tunarungu hendaknya ditempatkan dibagian depan untuk mempermudah peserta didik memahami ujaran guru. c. Kegiatan membaca ujarab tidak secepat anak normal. d. Penggunaan alat peraga bersifat visual. e. Materi yang bersifat verbal perlu dimodifikasi. f. Sering memberikan tambahan kosakata. 4. Strategi pembelajaran yang dilakukan yaitu strategi individualisasi, kooperatif, dan modifikasi perilaku. 5. Media pembelajaran yang digunakan visual, audio, dan audio visual. 6. Penilaian pada anak tunarungu memiliki beberapa prinsip, yaitu berkesinambungan, menyeluruh, objektif da adaptif, dan pedagogis.