TUNARUNGU
KELOMPOK 2
KELAS B (02)
FAKULTAS PSIKOLOGI
2021
A. KARAKTERISTIK
Anak tunarungu merupakan individu yang unik, yang memiliki latar belakang
kehidupan yang berbeda-beda. Setiap individu sama sama memiliki potensi atau kekuatan
yang dapat untuk dikembangkan demi untuk mencapai suatu keseimbangan, keserasian
dalam menempuh hidup untuk berinteraksi dengan lingkungan, baik lingkungan di rumah,
sekolah maupun masyarakat. Potensi-potensi yang dimiliki dapat dikembangkan
seoptimal mungkin dalam rangka mempersiapkan hidupnya di masa mendatang dengan
penuh maksimal (Efendi, 2010).
Secara umum anak tunarungu adalah anak yang tidak dapat mendengar.Tidak dapat
mendengar tersebut dapat dimungkinkan kurang dengar atau tidak mendengar sama
sekali. Secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya.
Kita dapat membedakannya ketika mereka berbicara, anak tunarungu berbicara tanpa
suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau bahkan tidak
berbicara sama sekali, anak tersebut hanya berisyarat. Murni Winarsih (2007: 23),
menyatakan tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak
fungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga anak tersebut tidak dapat
menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut berdampak
terhadap kehidupannya secara kompleks terutama pada kemampuan berbahasa sebagai
alat komunikasi yang sangat penting. Gangguan mendengar yang dialami anak tunarungu
menyebabkan terhambatnya perkembangan bahasa anak, karena perkembangan tersebut,
sangat penting untuk berkomunikasi dengan orang lain. Berkomunikasi dengan orang lain
membutuhkan bahasa dengan artikulasi atau ucapan yang jelas sehingga pesan yang akan
disampaikan dapat tersampaikan dengan baik dan mempunyai satu makna, sehingga tidak
ada salah tafsir makna yang dikomunikasikan. Dan yang menonjol dari aspek fisik pada
anak tuna rungu adalah gerakan tangannya yang cepat. Hal ini disebabkan karena tangan
digunakan sebagai alat bantu komunikasi.
Pada dasarnya, intelegensi anak tunarungu sama dengan anak normal lainnya namun
perkembangannya dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa, informasi yang terbatas dan
daya abstraksi yang dapat menghambat proses pengambilan pengetahuan yang lebih luas.
Anak tuna rungu sering mengalami hambatan pada mata pelajaran verbal karena
keterbatasannya dalam berbahasa. Namun demikian untuk mata pelajaran non verbal pada
umumnya mereka lebih mampu untuk mengatasi permasalahan akademik.
Anak tuna rungu dalam banyak hal juga sering dijauhi oleh teman-temannya bahkan
juga oleh sesama penyandang disabilitas yang lain non rungu wicara. Hal ini disebabkan
oleh sulitnya komunikasi dengan mereka. Hal ini mengakibatkan besarnya
ketergantungan pada orang lain dan adanya ketakutan untuk memasuki lingkungan yang
lebih luas.
Perhatian anak tuna rungu lebih sulit untuk dialihkan namun hal ini dapat membawa
pengaruh positif terutama ketika mereka mulai memasuki lingkungan kerja karena
tingginya kemampuan mereka untuk fokus dalam pekerjaan. Karena keterbatasannya
dalam komunikasi, anak tuna rungu juga mempunyai lingkungan pergaulan yang terbatas.
Hal ini menyebabkan tingginya sifat egosentris mereka dan mempunyai kepribadian yang
polos dan tidak banyak nuansa bahkan pada kondisi perasaan yang ekstrim.
B. FAKTOR PENYEBAB
Kehilangan pendengaran bisa disebabkan oleh faktor genetik, infeksi pada ibu seperti
cacar air selama kehamilan, komplikasi ketika melahirkan, atau penyakit awal masa
kanak-kanak seperti gondok atau cacar air. Banyak anak sekarang ini dilindungi dari
kehilangan pendengaran dengan vaksinasi seperti untuk mencegah infeksi. Tanda-tanda
masalah pendengaran adalah mengarahkan salah satu telinga ke pembicara, menggunakan
salah satu telinga dalam percakapan, atau tidak memahami percakapan ketika wajah
pembicara tidak dapat dilihat indikasi lain adalah tidak mengikuti arahan, sering kali
meminta orang untuk mengulang apa yang mereka katakan, salah mengucapkan kata atau
nama baru, atau tidak mau berpartisipasi dalam diskusi kelas (Anita, 2004 : 608).
Sebab-sebab kelainan pendengaran atau tunarungu juga dapat terjadi sebelum anak
dilahirkan, atau sesudah anak dilahirkan. Menurut Sardjono mengemukakan bahwa faktor
penyebab ketunarunguan dapat dibagi dalam:
a. Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pre natal)
1) Faktor keturunan Cacar air,
2) Campak (Rubella, Gueman measles)
3) Terjadi toxaemia (keracunan darah)
4) Penggunaan pilkina atau obat-obatan dalam jumlah besar
5) Kekurangan oksigen (anoxia)
6) Kelainan organ pendengaran sejak lahir
b. Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal)
1) Persalinan yang lama sehingga menghabiskan cairan
2) Persalinan dibantu dengan alat (saraf terganggu)
c. Faktor Rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis
1) Anak lahir premature
2) Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang)
3) Proses kelahiran yang terlalu lama
d. Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (post natal)
1) Infeksi
2) Meningitis (peradangan selaput otak)
3) Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan
4) Otitis Media yang kronis
5) Terjadi infeksi pada alat-alat pernapasan.
Peneliti menyimpulkan bahwa faktor penyebab terjadinya tuna rungu wicara yaitu pre
natal (keturunan), natal (bawaan dari pihak ibu), post natal (otitis media).
Tes audiometri adalah suatu alat elektronik utk mengukur taraf kehilangan
kemampuan mendengar. Audiometer dpt menghasilkan frekuensi-frekuensi (jumlah
getaran per detik) yg dinyatakan dgn Hertz (Hz). Intensitas-intensitas tertentu
(nyaring suatu bunyi) dinyatakan dgn desiBel (dB). Untuk menguji pendengaran, kita
mengukur dua dimensi bunyi yaitu frekuensi & intensitas. Kita dpt mengetahui
tingkat kehilangan kemampuan mendengar dengan menentukan intensitas pada saat
orang itu sedang mendengar.
Assesment yang dilakukan pada anak tuna rungu yaitu Assesmen fungsi
pendengaran, Assesmen psikologis, Assesmen bahasa dan bicara (persepsi bunyi
bahasa), Assesmen fungsi kognitif dan perseptual, Assesmen sensor motorik.
DAFTAR PUSTAKA