Anda di halaman 1dari 10

Pengertian Tunarungu

Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar
baiksebagian atau seluruhnya yag diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengaranya dalam kehidupan sehari-hari
yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks.

Klasifikasi Ketunarunguan

Pada umumnya klasifikasi anak tunarungu dibagi atas dua golongan atau kelompok besar yaitu tuli dan
kurang dengar.

Orang tuli adalah seseorang yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar sehingga membuat
proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik itu memaki atau tidak memakai alat dengar

Kurang dengar adalah seseorang yang mengalami kehilangan sebagian kemampuan mendengar, akan
tetapi ia masih mempunyai sisa pendengaran dan pemakaian alat Bantu dengar memungkinkan
keberhasilan serta membantu proses informasi bahasa melalui pendengaran.

Klasifikasi anak tunarung menurut Samuel A. Kirk :

0 db :

Menunjukan pendengaran yang optimal

0 – 26 db :

Menunjukan seseorang masih mempunyai pendengaran yang optimal

27 – 40 db :

Mempunyai kesulitan mendengar bunyi – bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis
letaknya dan memerlukan terapi bicara .

( tergolong tunarungu ringan )

41 – 55 db :

Mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan
terapi bicara

( tergolong tunarungu sedang )

56 – 70 db :
Hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat, masih punya sisa pendengaran untuk belajar bahasa
dan bicara dengan menggunakan alat Bantu dengar serta dengan cara yang khusus

(tergolong tunarungu berat )

71 – 90 db :

Hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang – kadang dianggap tuli, membutuhkan
pendidikan khusus yang intensif, membutuhkan alat Bantu dengar dan latihan bicara secara khusu

( tergolong tunarungu berat )

91 db :

Mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak bergantung pada penglihatan dari
pada pendengaran untuki proses menerima informasi dan yang bersangkutan diangap tuli ( tergolong
tunarungu berat sekali )

Karakteristik Tunarungu

Karakteristik Tunarungu dalam segi emosi dan social

1. Egosentrisme yang melebihi anak normal.

2. Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas.

3. Ketergantungan terhadap orang lain

4. Perhatian mereka lebih sukar dialihkan.

5. Mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak masalah.

6. Mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung.

Berikut ini faktor-faktor penyebab ketunarunguan di kelompokkan sebagai berikut:

1 Faktor Dari Dalam Diri Anak

Ada beberapa hak yang bisa menyebabkan ketunarunguan yang berasal dari dalam diri anak antara lain :

a. Faktor keturunan dari salah satu atau kedua orang tua anak tersebut yang mengalami
ketunarunguan. Banyak kondisi genetik yang berbeda yang dapat menyebabkan ketunarunguan.
Transmisi yang disebabkan gen yang dominan resesif dan berhubungan dengan jenis kelamin.
b. Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit Campak Jerman (Rubella) pada masa kandungan
tiga bulan pertama, akan berpengaruh buruk pada janin. Hardy (1968), dalam Permanarian Somad dan
Tati Hernawati (1996:33),melaporkan 199 anak yang ibunya terkena virus Rubella ketika mengandung
anaknya selama masa tahun 1964 sampai 1965,50% dari anak-anak tersebut mengalami kelainan
pendengaran. Rubella yang diderita ibu saat hamil merupakan faktor penyebab yang paling umum
dikenal sebagai penyebab ketunarunguan.

c. Ibu yang sedang hamil mengalami keracunan darah (Toxaminia). Hal ini biasa menyebabkan kerusakan
pada plasenta yang mempengaruhi pertumbuhan janin. Jika hal tersebut menyerang syaraf atau alat-alat
pendengaran, maka anak tersebut akan dilahirkan dalam keadaan tunarungu.

2. Faktor Dari Luar Diri Anak

a. Anak mengalami infeksi pada saat dilahairkan

Contoh dari anak yanh terkena infeksi adalah anak yang terserang Herves Implex, jika infeksi ini
menyerang alat kelamin ibu, dapat menular pada anak pada saat dilahirkan. Demikian juga denang
penyakit kelamin yang lain dapat ditularkan melalui terusan jika virusnya masih dalam keadaan aktif.
Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh ibu kepada anaknya yang dilahirkan, dapat menimbulkan infeksi
yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat-alat atau syaraf pendengaran sehingga menimbulkan
ketunarungan.

b. Meninghitis atau Radang Selaput Otak

Hasil dari penelitian dari vermon (1968), Ries (1973), Permanarian Somad ketunarunguan yang
disebabkan meninghitis masing-masing Vermon sebanyak 8,1%, Ries sebanyak 4,9% dan Trybus sebanyak
7,3%

c. Otitis Media atau Radang Telinga Bagian Tengah

Otitis media adalah radang pada telinga bagian tengah, sehingga menimbulkan nanah yang
mengumpulkan dan mengganggu hantaran bunyi. Jika kondisi tersebut sudah kronis dan tidak segara
diobati, dapat mengakibatkan kehiilangan pendengaran yang tergolong ringan sampai sedang. Otitis
media adalah salah satu penyakit yang sering terjadi masa anak-anak sebelum usia mencapai 6 tahun.
Oleh sebab itu anak-anak secara berkala harus mendapat pemeriksaan dan pengobatan yang teliti
sebelum memasuki sekolah, karena dimungkinkan menderita otitis media yang dapat menyebabkan
ketunarunguan. Ketunarungan yang disebabkan otitis media adalah tunarungu tipe konduktif. Otitis
media biasanya terjadi karena penyakit pernapasan yang berat sehingga dapat menyebabkan hilangnya
pendengaran. Otitis media juga dapat ditimbulkan karena infeksi pernapasan dari pilek dan penyakit
campak.

d. Penyakit lain atau kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerusakan alat-alat pendengaran bagian
tengah dan dalam.
1. Faktor Penyebab Saat Sebelum Kelahiran (Pre Natal)

Ada banyak faktor kondisi pada masa kehamilan yang membawa pengaruh pada kondisi bayi setelah
dilahirkan. Penyebab tuna rungu yang paling dominan pada masa sebelum kelahiran adalah adanya
faktor keturunan yaitu gen yang diturunkan dari orang tua kepada anak. Faktor kedua adalah kondisi
keracunan kehamilan yang diakibatkan karena ibu terlalu banyak mengkonsumsi obat-obatan pada masa
kehamilan. Dan yang ketiga adalah adanya penyakit yang menyerang ibu pada 3 bulan pertama saat
kehamilan yang merupakan masa pembentukan organ telinga. Penyakit paling dominan yang menjadi
penyebab tuna rungu adalah yang disebabkan oleh virus morbili dan rubella.

2. Faktor penyebab selama proses kelahiran (Natal)

Faktor yang paling berpengaruh pada kondisi tuna rungu selama proses kelahiran adalah kondisi
premature. Prematuritas merupakan kondisi yang rawan karena banyak dari organ pada janin belum
berkembang dengan sempurna termasuk pada organ pendengaran. Kondisi kedua yang mempengaruhi
proses kelahiran adalah penggunaan vacuum/penyedot untuk membantu persalinan yang sulit.
Penggunaan alat dengan mekanisme japitan yang kuat beresiko mengakibatkan kerusakan pada alat
pendengaran.

3. Faktor penyebab setelah kelahiran (Post natal)

Ada beberapa kondisi setelah kelahiran yang dapat menjadi penyebab kondisi tuna rungu. Yang pertama
adalah penyakit meningitis yang merupakan penyakit radang pada selaput otak. Penyakit ini disebabkan
oleh bakteri yang menyerang telinga bagian dalam. Yang kedua adalah terjadinya infeksi pada saluran
pernafasan yang mengakibatkan tidak berfungsi normalnya media penghantar suara.

Ketiga hal tersebut adalah penyebab tuna rungu secara umum. Semoga dengan mengetahui hal-hal
tersebut dapat menghindarkan banyak orang dari resiko kondisi tuna rungu.

Gejala Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran dapat terjadi tiba-tiba, tetapi seringkali terjadi bertahap dan tidak disadari pada
awalnya. Beberapa tanda dan gejala awal gangguan pendengaran adalah:

Meminta orang lain untuk mengulang perkataannya.

Selalu kelelahan atau stres karena harus berkonsentrasi saat mendengarkan.

Menarik diri dari pembicaraan.

Kesulitan mendengar dering telepon atau bel pintu.


Menghindari beberapa situasi sosial.

Kesulitan mendengarkan perkataan orang lain secara jelas, khususnya ketika berdiskusi dengan banyak
orang atau dalam keramaian.

Kesulitan mendengarkan huruf-huruf konsonan, misalnya “S”, “F”, dan “T”.

Mendengarkan musik atau menonton televisi dengan volume suara lebih keras dari orang lain.

Kesulitan menentukan arah sumber suara.

Gejala-gejala gangguan pendengaran pada bayi dan anak-anak sedikit berbeda dengan orang dewasa.
Beberapa gejala gangguan pendengaran pada bayi dan anak-anak adalah:

Tidak kaget saat mendengar suara nyaring.

Untuk bayi di bawah 4 bulan, tidak menoleh ke arah sumber suara.

Tidak bisa menyebutkan satu kata pun saat berusia satu tahun.

Menyadari kehadiran seseorang ketika penderita melihatnya, namun acuh saat penderita dipanggil
namanya.

Lambat saat belajar bicara atau tidak jelas ketika berbicara.

Menjawab tidak sesuai dengan pertanyaannya.

Sering berbicara dengan lantang atau menyetel volume TV keras-keras.

Memerhatikan orang lain untuk meniru sesuatu yang diperintahkan, karena ia tidak mendengar sesuatu
yang diinstruksikan.

Alasan lainnya adalah munculnya rasa lapar dan penumpukan gas di dalam perut yang merupakan hal
baru dialami bayi.

Segeralah berkonsultasi ke dokter jika mengalami gejala-gejala di atas.

Penyebab Gangguan Pendengaran

Ada beberapa hal yang dapat memicu terjadinya gangguan pendengaran, di antaranya adalah:
Faktor usia. Kebanyakan orang akan mulai terganggu pendengarannya akibat bertambahnya usia.
Gangguan pendengaran akibat usia dikenal dengan nama presbikusis.

Suara yang keras. Mendengar suara yang keras, baik mendengar suara yang sangat keras dan tiba-tiba,
seperti suara ledakan, atau mendengar suara keras (tidak sekeras ledakan), seperti suara pesawat
terbang, yang terjadi menahun, bisa membuat gangguan pendengaran.

Infeksi atau kotoran. Kondisi ini dapat menyumbat rongga telinga.

Trauma, terutama retaknya tulang telinga atau pecahnya gendang telinga.

Obat-obatan. Beberapa obat tercatat dapat menimbulkan gangguan baik sementara atau permanen, di
antaranya aspirin, antibiotik streptomycin, dan obat-obat kemoterapi, misalnya cisplatin dan
cyclophosphamide.

Penyakit. Penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes dapat mengganggu suplai darah ke telinga.

Jika dibedakan dari bagian telinga yang terganggu, ada dua jenis gangguan pendengaran, yaitu:

Gangguan pendengaran (tuli) sensorineural. Kondisi ini disebabkan oleh kerusakan sel rambut sensitif
yang ada di telinga bagian dalam atau rusaknya saraf pendengaran. Beberapa pemicu gangguan
pendengaran sensorineural adalah faktor keturunan, cedera kepala, serangan stroke, penuaan, obat-
obatan, mendengar suara keras.

Gangguan pendengaran konduktif, terjadi saat gelombang suara tidak bisa masuk ke telinga bagian
dalam. Gangguan pendengaran konduktif (tuli konduktif) bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti
gendang telinga pecah atau berlubang, pembengkakan dinding atau disfungsi pada saluran atau tuba
eustachius (saluran yang menghubungkan rongga telinga dengan rongga hidung), kotoran telinga atau
tumor jinak yang menyumbat, infeksi, dan masuknya benda asing ke dalam telinga.

Diagnosis Gangguan Pendengaran

Untuk mendiagnosis gangguan pendengaran, dokter akan melakukan beberapa hal berikut:

Pemeriksaan Telinga. Dokter akan memeriksa telinga untuk mencari penyebab gangguan, seperti kotoran
telinga, infeksi, atau rusaknya gendang telinga. Pemeriksaan ini dapat dibantu oleh alat yang dinamakan
otoskop.
Uji garpu tala. Selain bisa mendeteksi gangguan pendengaran, uji garpu tala juga bisa menentukan
telinga bagian mana yang rusak.

Uji audiometri nada murni. Pada tes ini, sebuah mesin akan memproduksi suara dengan beragam
volume dan frekuensi yang akan didengarkan oleh penderita melalui headphone dan akan meminta
kepada penderita untuk menekan tombol bila mendengar suara tersebut.

Dari beberapa pemeriksaan tersebut, dokter akan mengetahui derajat ketulian yang dialami penderita.
Ada empat tingkatan derajat ketulian, yaitu:

Tuli ringan. Biasanya penderita kesulitan menyimak perkataan dari lawan bicara yang ada di kejauhan
dan di lingkungan yang berisik.

Tuli sedang. Penderita akan sulit mendengar lawan bicaranya pada jarak dekat.

Tuli berat. Penderita hanya dapat mendengar suara yang keras, seperti suara sirine.

Tuli sangat berat. Penderita hanya mendengar suara yang keras sekali dan diterima hanya sebagai
getaran.

Pengobatan Gangguan Pendengaran

Cara pengobatan gangguan pendengaran tergantung dari penyebab serta tingkat keparahannya.
Biasanya penderita gangguan pendengaran ditangani dengan:

Membersihkan kotoran yang menyumbat telinga.

Pembedahan. Langkah ini mungkin akan dilakukan jika penderita mengalami cedera telinga atau infeksi
kambuhan.

Alat bantu dengar. Alat ini dapat membuat suara yang didengar oleh penderita menjadi lebih kuat dan
mudah didengar.

Implan koklea, yaitu alat bantu dengar yang ditanam di bawah kulit di belakang telinga penderita.

Mempelajari bahasa isyarat dan membaca bibir. Jika penderita mengalami gangguan pendengaran berat
atau mengalami ketulian sejak lahir dapat mengganggu komunikasi dengan orang lain. Dianjurkan untuk
memahami bahasa isyarat dan membaca bibir untuk mempermudah komunikasi dengan orang lain.

Pencegahan Gangguan Pendengaran

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko terkena gangguan pendengaran, yaitu:
Jangan memasukkan benda ke dalam telinga anak-anak, termasuk jari, korek kuping (cotton bud), kapas,
dan tisu.

Menguji indra pendengaran secara berkala jika sering terpapar suara keras saat bekerja.

Menghindari kegiatan yang berisiko mencederai indra pendengaran, seperti berburu dengan senapan
atau mendengarkan musik dengan volume yang terlalu keras.

Lindungi telinga saat berada di lingkungan yang berisik.

Gunakan headphone yang bisa menahan masuknya suara luar saat mendengarkan musik dengan
headphone, sehingga volume suara tidak perlu terlalu besar.

Segera ke dokter bila Anda mengalami gejala-gejala infeksi telinga atau gejala lain seperti telinga
berdenging, agar penyakit ini tidak berkembang menjadi kehilangan pendengaran.

Jangan merokok, sebab menghirup asap rokok dapat membuat kemampuan pendengaran menurun
perlahan.

Komunikasi yang sukses membutuhkan upaya dari semua orang yang terlibat dalam percakapan. Bahkan
ketika orang dengan gangguan pendengaran (tuna rungu wicara) menggunakan alat bantu dengar, sangat
penting bagi orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi secara konsisten menggunakan strategi
komunikasi yang baik. Adapun cara berkomunikasi dengan tuna rungu wicara adalah sebagai berikut:

Bicaralah dengan cara berhadapan langsung: berbicaralah langsung dengan tuna wicara (face to face-
wajah berhadapan dengan wajah) dan tidak berbicara di telinganya. Berbicaralah dengan kondisi
pencahayaan yang baik (apabila memungkinkan). Sehingga tuna rungu wicara dapat melihat wajah anda
dengan jelas agar dapat “membaca” dengan jelas cara anda mengucapkan kata demi kata. Jangan
berbicara dari ruangan lain, hal ini untuk menghindari terjadinya miskomunikasi.

Berbicaralah dengan jelas, perlahan-lahan, tetapi secara alami, tanpa berteriak atau melebih-lebihkan
gerakan mulut. Berteriak atau melebih-lebihkan gerakan mulut dapat membuat tuna rungu wicara
kesulitan dalam membanca gerakan bibir.

Apabila Anda ingin memanggil orang yang bersangkutan lakukan hal-hal ini: Tepuk pundak orang yang
bersangkutan, apabila dia menoleh lanjutkan percakapan. Hal lainnya yang bisa dilakukan adalah Anda
dapat memati hidupkan sakelar lampu untuk menarik perhatiannya. Apabila perhatiannya sudah
terfokus kepada Anda, maka Anda dapat melanjutkan percakapan.
Hindari berbicara terlalu cepat atau menggunakan kalimat yang terlalu rumit. Berbicaralah lebih lambat
dan berikan jeda antar kalimat/frase dan sebelum Anda melanjutkan pembicaraan. pastikan bahwa
lawan bicara Anda (tuna rungu wicara) sudah paham maksud Anda.

Jauhkan tangan Anda dari wajah Anda pada saat berbicara. Pada saat Anda berbicara sambil makan,
mengunyah, merokok, dll, ucapan Anda akan lebih sulit dipahami. Jenggot dan kumis juga dapat
mengganggu kemampuan tuna rungu wicara dalam membaca ucapan bibir.

Apabila tuna rungu wicara hanya dapat mendengar dengan satu telinga, cobalah untuk mengingat
telinga sebelah mana dari lawan bicara Anda yang berfungsi dengan baik, sehingga Anda akan
mengetahui dimana Anda harus memposisikan diri.

Kebanyakan tuna rungu wicara mengalami kesulitan dalam memahami ucapan apabila terdapat suara
bising lainnya. Cobalah untuk meminimalisir suara-suara lain yang terjadi ketika Anda sedang berbicara.

Beberapa tuna rungu wicara sangat sensitif terhadap suara keras. Bila memungkinkan, hindari situasi
yang memungkinkan timbulnya suara keras.

Jika tuna rungu wicara kesulitan dalam memahami frase atau kata tertentu, cobalah untuk menemukan
cara yang berbeda untuk mengatakan hal yang sama atau kata lain yang memiliki arti yang sama, bukan
mengulangi kata tersebut berulang-ulang atau gunakan bahasa tubuh untuk menjelaskan maksud Anda.

Jelaskan kepada tuna rungu wicara mengenai topik umum dari percakapan. Hindari perubahan
mendadak dari topik. Jika subjek pembicaraan berubah, katakan kepada tuna rungu wicara apa yang
sedang Anda bicarakan sekarang. Ulangi pertanyaan atau fakta-fakta kunci sebelum melanjutkan diskusi.

Jika Anda memberikan informasi spesifik - seperti waktu, tempat atau nomor telepon - kepada tuna
rungu wicara, minta mereka mengulangi hal tersebut. Banyak angka dan kata-kata terdengar sama.
Apabila memungkinkan, berilah informasi secara tertulis, seperti arah, jadwal, penugasan kerja, dll.
Setiap orang, terutama tuna rungu wicara, memiliki kesulitan dalam membaca dan memahami ucapan
bibir pada saat mereka sakit atau lelah.

Perhatikan lawan bicara Anda (tuna rungu wicara). tanyalah kepada tuna rungu wicara, apakah mereka
bisa memahami Anda atau tidak, sehingga Anda tahu bahwa pesan Anda telah tersampaikan.

Berbicaralah secara bergiliran dan hindari menginterupsi pembicara lain.

Anda mungkin juga menyukai