Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemampuan bahasa membedakan manusia dan binatang. Kemampuan
bahasa

merupakan

indikator

seluruh

perkembangan

anak.Karena

kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan


pada siystem lainnya, sebab melibatkan kemampuan kognitif, sensori,
motorik,

psikologis,

emosi

dan lingkungan

disekitar anak.

(Soetjiningsih.1995 ). Perkembangan ucapan serta bahasa yang didapat


diperlihatkan oleh seorang anak merupakan petunjuk yang kelak penting
untuk menentukan kemampuan anak tersebut untuk belajar.
Perkembangan bicara dan berbahasa merupakan petunjuk dini yang
lazim untuk mengetahui ada atau tidak adanya disfungsi serebral atau
gangguan neorologik ringan, yang kelak dapat dapat mengakibatkan
kesulitan-kesulitan tingkah laku dan kemampuan belajar. Bahasa dapat
dirumuskan

sebagai

pengetahuan

tentang

sistim

lambang

yang

dipergunakan dalam komunikasi yang dilakukan secara lisan (Nelson,


1994).
Bahasa berhubungan dengan kemampuan kognitif. Kemampuan
bahasa dapat diperlihatkan dengan berbagai cara seperti dengan cara
bagaimana anak tersebut memberikan respon atas petunjuk-petunjuk lisan
yang diberikan kepadany, dengan gerakan-gerakan yang diperlihatkan oleh
anak yang bersangkutan untuk mengkomunikasikan kebutuhan-kebutuhan,
keinginan-keinginan serta pengetahuan tentang lingkungan yang berada di
sekelilingnya serta memulai permainan keatif dan imajinatif yang
diperlihatkan oleh anak itu ( Nelson, 1994 ).
Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan
anak, emosi dan lingkungannya. Menurut NCHS berdasar atas laporan
orang tua, diperkirakan gangguan wicara dan bahasa pada anak sekitar

4-5% ( diluar gangguan pendengaran serta cela platum ). Deteksi dini


perlu ditegakan, agar penyebabnya segera dicari, sehingga pengobatannya
dapat dilakukan seawal mungkin.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR BISU DAN TULI
1. DEFINISI TULI
Tuli atau gangguan dengar dalam kedokteran adalah kondisi fisik
yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan seseorang
untuk mendengarkan suara.
Tuli
adalah
ketidakmampuan

mendengar,

menghalangi

keberhasilan memproses informasi linguistik melalui pendengaran atau


tanpa alat bantu pendengaran.
a. Jenis-Jenis Tuli :
2

Tuli dalam kedokteran dibagi atas 3 jenis:


1) Tuli/Gangguan Dengar Konduktif
Yaitu gangguan dengar yang disebabkan kelainan di telinga bagian
luar

dan/atau telinga bagian

tengah,

sedangkan

saraf

pendengarannya masih baik, dapat terjadi pada orang dengan


infeksi telinga tengah, infeksi telinga luar atau adanya serumen di
liang telinga.
2) Tuli/Gangguan Dengar Saraf atau Sensorineural
Yaitu gangguan dengar akibat kerusakansaraf pendengaran,
meskipun tidak ada gangguan di telinga bagian luar atau tengah.
3) Tuli/Gangguan Dengar Campuran
Yaitu gangguan yang merupakan campuran kedua jenis gangguan
dengar di atas, selain mengalami kelainan di telinga bagian luar
dan tengah juga mengalami gangguan pada saraf pendengaran.

b. Pemeriksaan
Untuk menentukan jenis dan derajat ketulian dapat diperiksa
dengan audiometri.

Disamping dengan pemeriksaan audiometri,

ambang respon seseorang terhadap bunyi dapat juga dilakukan dengan


pemeriksaan BERA (Brainstem Evoke Response Audiometry) dapat
dilakukan pada pasien yang tidak dapat diajak komunikasi atau anak
kecil.
c. Audiometri
Audiometri adalah pemeriksaan untuk menentukan jenis dan derajat
ketulian (gangguan dengar). Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan
jenis ketulian apakah :
a) Tuli Konduktif
b) Tuli Saraf (Sensorineural)
c) Serta derajat ketulian.
d. Bisu
Bisu adalah ketidakmampuan seseorang untuk berbicara. Bisu
disebabkan oleh gangguan pada organ-organ seperti tenggorokan, pita
suara, paru-paru, mulut, lidah, dsb. Bisu umumnya diasosiasikan

dengan tuli. Tidak dapat berkata-kata karena tidak sempurna alat


percakapannya atau karena tuli sejak kecil ( tunawicara ).
Bisu adalah gangguan pada alat-alat bicara sehingga anak tidak
mampu mengeluarkan kata kata yang bermakna.
e. Pertimbangan
Terdapat dua pertimbangan yang penting dalam perkembangan
kemampuan komunikasi yaitu :
1. Keadaan fisiologis anak :
Kondisi yang mempengaruhi perkembangan antara lain
hilangnya pendengaran, palatoskisis, dan disfungsi SSP.
2. Lingkungan anak :
Kondisi yang perlu dipertimbangkan antara lain faktor budaya,
perawatan yang lama dirumah sakit, dan keadaan melarat mulai
dari ketidakadaan hingga kekurangan.
2. FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN PENDENGARAN
Faktor
penyebab
gangguan
pendengaran.

Organ

pendengaran memiliki peran krusial dalam sistem kerja tubuh


manusia. Organ ini berhubungan dengan kemampuan berbicara dan
keseimbangan tubuh. Dapat dibayangkan apa yang terjadi jika kita
mengalami gangguan pendengaran. Beberapa penelitian mengungkap
faktor-faktor penyebab gangguan pendengaran, meliputi :
a) Faktor usia
Statistik menunjukkan bahwa proses penuaan

adalah

merupakan faktor dominan penyebab gangguan pendengaran.


Sekitar 30% dari manula berusia lebih dari 65 tahun memiliki
masalah pada pendengarannya. Manula dengan gangguan
ginjal memiliki risiko lebih besar untuk mengalami gangguan
pendengaran.
b) Faktor berikutnya, paparan terhadap suara keras
Bunyi bising bukan saja sangat mengganggu, tetapi juga dapat
merusak pendengaran. Seorang pekerja bangunan yang
terpapar suara dengan kekuatan lebih dari 80 desibel selama
beberapa jam seharusnya diberikan kesempatan untuk tidur
minimal 4 jam sebelum terpapar kembali. Jika tidak, ia bisa
mengalami gangguan pendengaran menetap.
4

c) Faktor genetis.
Seseorang yang dalam keluarganya terdapat riwayat gangguan
pendengaran, memiliki kemungkinan lebih besar mengalami
hal yang sama ketimbang orang lain dari keluarga yang bebas
bisu-tuli. Pada bayi, gangguan pendengaran dapat bersifat
bawaan terutama jika ia lahir prematur atau ibu mengalami
komplikasi saat hamil.
d) Faktor lainnya adalah infeksi.
Beberapa penyakit infeksi seperti campak dan meningitis dapat
menyebabkan

kerusakan

pada

telinga

dan

membuat

pendengaran terganggu. Otitis media, sebuah penyakit yang


menyerang telinga tengah pada anak-anak, dapat menyebabkan
gangguan pendengaran bila tidak ditangani dengan baik.
Penyakit ini memengaruhi mobilitas tulang-tulang pendengaran
di dalam telinga. Getaran yang diteruskan ke telinga bagian
dalam menjadi lebih lemah, dan dapat mengurangi kejernihan
suara yang masuk ke telinga penderita.
e) Faktor obat
Beberapa jenis obat dan substansinya seperti alkohol atau
nikotin

dapat

membahayakan

telinga

Anda.

Obat

ini

dikategorikan sebagai ototoksik, atau racun bagi pendengaran.


Obat-obat yang mengandung bahan tersebut harus diawasi
ketat pemakaiannya, harus tepat dosis maupun indikasi
pemberiannya.
3. FAKTOR YANG MENYEBABKAN TULI PADA BAYI
Banyak fakor yang bisa membuat bayi tuli. Dimulai dari dalam
kandungan sang bunda. Gangguan pendengaran bisa saja karena
faktor genetik walaupun sangat sedikit kasusnya. Faktor non
genetik lainnya lah yang lebih banyak menyebabkan bayi menjdai
tuli diantaranya :
a) Adanya upaya menggugurkan bayi
b) Adanya defisiensi zat gizi pada masa kehamilan

c) Ibu memakan obat yang bisa mengganggu fungsi pendengaran


bayi ( seperti kina, streptomisin, garamisin, neomisin, salisilat
dan lain lain ).
d) Adanya virus yang masuk pada saat kehamilan.
Kemudian setelah bayi lahir, kasus tuli pada bayi bisa terjadi
karena :
a) Infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan virus yang berpotensi
menimbulkan infeksi telinga.
b) Masukan benda padat pada liang telingan bayi, seperti mainan
manik-manik.
4. ETIOLOGI
a) Bisu
1. Kelainan bawaan, adanya celah dilangit langit mulut,
obstruksi dan kelainan alat alat komunikasi.
2. Kelainan sistem saraf pusat
3. Autisme
4. Kecerdasan rendah
b) Tuli
1. Tuli konduktif : kelainan pada telinga luar disebabkan
serumen massa.
2. Tuli sensorial : kerusakan koklea / saraf pendengaran
3. Tuli campuran : tuli konduktif dan sensorial.
5. PATOFISIOLOGI
a. Lingkungan
a) Sosial ekonomi yang rendah
b) Keluarga bisu
b. Kerusakan otak
a) Kerusakan neuro muskuler
b) Sensori motorik
c) Serebral palsi
d) Masalah perepsi
c. Emosi
a) Ibu tertekan
b) Gangguan serius pada orangtua atau anak
d. Masalah pendengaran
a) Kongenital
b) Didapat
e. Gangguan bahasa
a) Ekspresif
b) Reseptik
6

f. Perkembangan terlambat
g. Gangguan bicara
h. Keluarga
a) Cemas
b) Kurang pengetahuan
c) Koping keluarga tak efektif
i. Hubungan sosial
a) Gangguan komunikasi verbal
b) Gangguan bermain
c) Isolasi soisal
d) Ineraksi sosial

6. MANIFESTASI KLINIS BAYI YANG TULI


Agar kita bisa melakukan antisipasi terhadap ciri yang timbul,
yaitu dengan cara:
a) Anak tidak bisa meniru suara yang dikeluarkan orang tua
mulai usia anak 4-6 bulan.
b) Saat bayi refleks starle tidak ada.
c) Anak tidak bisa mendengarkan suara untuk menarik perhatian
pada usia diatas 7 bulan.
d) Umur 2 tahun kesalahan dalam mengartikan kata-kata,
kesulitan dalam mengikuti ucapan, gagal dalam berespon
terhadap suara.
e) Umur 3 tahun bicara yang tidak jelas, kegagalan menggunakan
2 atau 3 kata, lebih banyak menggunakan vokal dibanding
konsonan.
f) Umur 5 tahun struktur kata tidak benar.
g) Tidak terbangun walaupun ada suara keras disekitarnya. Jika
normal, bayi seharusnya terkejut dengan mengedipkan mata
( bayi baru lahir ).
7

h) Tidak mendengar bunyi yang berjarak 2 meter dibelakanganya


( usia 1-3 bulan ). Normalnya ia akan mencari sumber suara
tersebut.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a) Dapat dilakukan pemeriksaan fisik seperti reflek startle.
b) Pemeriksaan audiologi subjektif (memperhatikan reaksi anak
terhadap bunyi).
c) Pemeriksaan audiologi objektif (elektrofisiologis).
8. PENATALAKSANAAN
a) Penemuan dini
b) Membutuhkan pendidikan SLB-B
c) Hearing aid alat bantu pendengaran sedini mungkin dan
observasi berkala, anak kurang dari 5 tahun setiap 6 bulan.
d) Penanganan lingkungan rumah, pengertian dan pengetahuan
orang tua ditingkatkan.
e) Terapi wicara.
9. KOMPLIKASI
a) Penyakit vaskular pulmoner.
b) Deformitas arteri pulmoner kanan.
c) Setelah pembedahan: perdarahan, emboli, trombosis, gagal
jantung kongestif. Oklusi pada pirau, hematorak, sianosis
persisten, kerusakan nervous frenikus, efusi pleura.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Kaji perkembangan bahasa anak sesuai dengan tingkat
perkembangan dan usia anak.
b. Kaji riwayat keluarga apakah ada yang mengalami kelainan
pendengaran.
c. Riwayat kesehatan anak: imunisasi, penyakit serius, kejang, demam
tinggi dan infeksi telinga.
d. Riwayat prenatal, penyakit dan obat-obatan pada masa gestasi, tipe
dan durasi kelahiran, afgar skore, hipoksia dan hiperbilirubin saat
lahir.
e. Riwayat respon terhadap stimulus auditori sebelumnya.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada anak yang mengalami
gangguan bicara meliputi :
a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kurangnya
stimulasi bahasa.
b. Gangguan komunikasi berhubungan dengan kerusakan fungsi alatalat artikulasi.
c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
pendengaran.
d. Gangguan komunikasi berhubungan dengan hambatan bahasa.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa

Intervensi

Rasional

Keperawatan
1.Gangguan

komunikasi

komunikasi

sesuai dengan perkembangan

verbal

dengan memperhatikan

anak

berhubungan

perkembangan mental anak.

ekploatasi

dengan

Lakukan komunikasi penekanan fungsi mental anak.

kurangnya

secara

komprehensif

stimulasi bahasa

verbal maupun non verbal.

Lakukan

latihan -

baik -

Latihan bicara yang


akan

menghindari

yang

berakibat

Komunikasi

komprehensif
memperbanyak

yang
akan
jumlah

stimulasi yang diterima anak


sehingga akan memperkuat
-

Berbicara

sambil memori anak terhadap suatu

bermain dengan alat untuk kata.


mempercepat persepsi anak tentang suatu hal.

Bermain

akan

menigkatkan daya tarik anak


sehingga frekwensi dan durasi

Berikan

lebih latihan bisa lebih lama.

banyak kata meskipun anak

belum mampu mengucapkan


dengan benar.

Anak

lebih

suka

mendengarkan kata-akat dari


-

Lakukan

sekrening pada

mengucapkan

lanjutan

dengan biasanya

mengggunakan

Denver mengucapkan.

karena

kesulitan

dalam

Speech Test.
-

Untuk

mengetahui

jenis dan beratnya gangguan


serta

keterlambatan dalam

berbicara pada anak.


2.Gangguan

Stimulasi bahasa dan -

Untuk

komunikasi

latihn bicara tetap dilakukan mengindari keter-lambatan

berhubungan

sesuai dengan perkembangan perkembangan mental, bahasa

dengan

mentak anak.

maupun

kerusakan fungsi

bicara ketika

artikulasi

alat-alat

artikulasi

ahli bedah untuk perbaikan

alat
sudah

Kolaborasi: dengan bisa diperbaiki.

alat-alat artikulasi.
-

Perbaikan

artikulasi
dilakukan

alat-alat

hanya
secara

bisa
optimal

dengan pembedahan.
3.Gangguan

Lakukan

komunikasi

komunikasi, dan stimulasi diterima anak sesuai dengan

verbal

dini

berhubungan

atau dengan menggunakan yang

dengan

latihan -

Agar stimulasi tetap

benda-benda perlembangan

mental

didasarkan

anak
atas

dengan gangguan bahasa isyarat serta biasakan kemampuan penerimaan anak


pendengaran

anak

melihat terhadap

10

informasi

yang

artikulasi orang tua dalam diberikan


berbicara.
-

Perhatikan

kebersihan telinga anak

Ganguan pendengaran

sering disebabkan oleh adanya


hambatan pendengaran akibat
adanya kotoran ditelinga.

Kolaborasi dengan

rehabilitasi
penggunaan

untuk alat

Alat

bantu

dengar

bantu diharapkan mampu mengatasi

dengar.

hambatan pendengaran pada


telinga anak.
bahasa Untuk

4.Gangguan

Gunakan

komunikasi

yang sederhana dan umum pemahaman menghindari

berhubungan

digunakan dalam komunikasi stress dan kebingungan anak

dengan hambatan sehar-hari.

yang

bahasa

berubah-ubah.
-

Gunakan

verifikasi -

bahasa sesuai dengan tingkat dapat

akibat

sudah

bahasa

yang

Difersifikasi

bahasa

diberikan

jika

kematangan dan pengetahuan kemampuan


anak.

memudahkan

mental

matang

anak
seperti

setelah umur 9 tahun, karena


perkembangan

selsel

otak

anak sudah mulai maksimal.

4. EVALUASI
a. Keluarga dapat memperhatikan anak dalam pendidikan khusus.
b. Keluarga memperhatikan perkembangan komunikasi anak.
c. Anak mampu berinteraksi dengan lingkungannya.

11

d. Keluarga mampu mengobservasi dalam penggunaan alat bantu


pendengaran pada anak.

DAFTAR PUSTAKA
Cecily L.Betz & Linda A. Sowden, 2001, Buku saku Keperawatan Pediatri, EGC,
Jakarta.
Markum,AH, 1991, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, FK UI, Jakarta, Indonesia
McCloskey J.C, Bulechek G.M, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC),
Mosby, St. Louis.

12

Anda mungkin juga menyukai