Anak yang gagap dapat diketahui dari cara dia berbicara, dimana terjadi pengulangan
atauperpanjangan suara, kata, atau suku kata dan sangat sering disertai mengedipkanmata dan
menggoyangkan kepala.1
Secara lebih spesifik lagi gangguan bicara motorik dibagi antara lain berupa: disartria,
verbal apraxia, gangguan fonologik, gangguan bicara yang disebabkan oleh gangguan
pendengaran, serta gagap. Untuk penegakan diagnosis gangguan bicara didasarkan dari hasil
pengumpulan dan analisis data-data yang diperoleh selama anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
bila diperlukan dari pemeriksaan penunjang.1
2. 7. 1. Anamnesis
Anamnesis yang holistik meliputi keluhan utama yang jelas dan dapat langsung
mengarah pada kemungkinan diagnosis, riwayat penyakit dahulu (infeksi susunan saraf, trauma
kepala, kejang, obat-obatan), riwayat keturunan atau penyakit anggota keluarga lainnya, riwayat
kehamilan ibu (infeksi TORCH, penyakit ibu, obat-obatan), riwayat perinatal (trauma perinatal,
infeksi atau asfiksia, perdarahan intrakranial) dan persalinan (adakah trauma perinatal, infeksi
atau asfiksia saat hamil), psikososial, riwayat pengobatan. Kemudian riwayat imunisasi,
pertumbuhan dan perkembangan anak terutama motorik dan bicara, yaitu perkembangan bicara
pada anak dikategorikan dalam kondisi bahaya, bila ditemukan.5
a. 46 Bulan
Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya;
Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh
Gangguan Bicara dan Bahasa pada Anak
b. 8-10 Bulan
Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian.
Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya.
Usia 9-10bulan, tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis.
c. 12-15 Bulan
12 bulan, belum menunjukkan mimik.
12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara, seperti mama,dada.
12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan sesuatu.
15 bulan, belum mampu memahami arti tidak boleh atau daag.
2. 7. 3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan audiometri8
Pemeriksaan audiometri diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil dan untuk
anak-anakyang ketajaman pendengarannya tampak terganggu. Ada 4 kategori pengukuran
dengan audiometri :
a.
b.
c.
Audiometri bicara. Pada tes ini dipakai kata-katayang sudah disusun dalam
silabus dalamdaftar yang disebut : phonetically balance word LBT (PB List). Anak
diminta untukmengulangi kata-katayang didengar melalui kaset tape recorder. Pada
tes ini dilihat apakahanak dapat membedakan bunyi s, r, n, c, h, ch. Tujuan
pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan anak dalam pembicaraan sehariharidan untuk menilai pemberian alat bantudengar (hearing aid).
d.
3. Timpanometri
Digunakan untuk menilai kondisi telinga tengah(mengukur kelenturan membrana timpani
dan sistem osikular). Gambaran timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan
negative di telinga tengah) merupakan petunjuk adanya angguan pendengaran konduktif.8
Melalui probe tone (sumbat liang telinga) yang dipasang pada liang telinga dapat
diketahui besarnya tekanan di liang telinga berdasarkan energi suara yang dipantulkan kembali
(ke arah luar) oleh gendang telinga. Pada bayi berusia di atas 7 bulan digunakan probe tone
frekuensi 226 Hz. Khusus untuk bayi di bawah usia 6 bulan tidak digunakan probe tone 226 Hz
karena akan terjadi resonansi pada liang telinga sehingga harus digunakan probe tone frekuensi
tinggi (668, 678 atau 1000 Hz).8
4. Otoacoustic Emission (OAE)
Merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai fungsi koklea yang obyektif,
otomatis, tidak invasif, mudah, tidak membutuhkan waktu lama dan praktis sehingga sangat
efisien untuk program skrining pendengaran bayi baru lahir (Universal newborn Hearing
Screening). Pemeriksaan tidak harus di ruang kedap suara, cukup di ruangan yang tenang. Untuk
memperoleh hasil yang optimal diperlukan pemilihan probe (sumbat liang telinga) sesuai ukuran
liang telinga.8
Tatalaksana
Gangguan bicara biasanya pertama kali dikenal pasti oleh orang tua pasien atau pengasuh
anak.Jika dicurigai gangguan bicara perlu dilakukan tes pendengaran oleh ahli bicara dan bahasa
sebagai langkah pertama. Jika memang gangguan bicara disebabkan oleh gangguan pendengaran,
dapat dipasang alat bantu dengar.11
Diagnosis yang tepat terhadap gangguan bicara dan bahasa pada anak, sangat
berpengaruh terhadap perbaikan dan perkembangan kemampuan berbicara dan bahasa. Terapi
sebaiknya dimulai saat diagnosis ditegakkan, namun hal ini menjadi sulit karena diagnosis
sering terlambat karena adanya variasi perkembangan normal atau orang tua baru mengeluhkan
gangguan ini kepada dokter saat mencurigai adanya kelainan pada anaknya, sehingga para dokter
lebih sering dihadapkan pada aspek kuratif dan rehabilitatif dibandingkan preventif. Tatalaksana
dini terhadap gangguan ini akan membantu anak-anak dan orang tua untuk menghindari atau
memperkecil kelainan dimasa sekolah.1,9,10
2.8.1 Terapi bicara
Terapi bicara melibatkan dokter ahli bicara bersama anak secara perorangan dalam
sebuah kelompok kecil atau secara langsung didalam sebuah kelas untuk mengatasi gangguan
tertentu. Terapi bicara menggunakan berbagai cara termasuk intervensi bahasa dan terapi
artikulasi. Seorang terapis mungkin menggunakan objek-objek, gambar, buku atau peristiwa
penting untuk merangsang perkembangan bicara. Terapis juga merupakan contoh terhadap
pengucapan yang benar dan menggunakan latihan mengulang sebutan untuk membangun
keterampilan berbicara dan berbahasa.9
2.8.2 Terapi artikulasi
Terapi artikulasi melibatkan ahli terapis sebagai model yang benar terhadap pengucapan
yang benar untuk anak, selama kegiatan bermain.Tingkatan permainan tersebut adalah
berdasarkan umur dan sesuai dengan kebutuhan anak.Terapi ini melibatkan fisik anak tentang
bagaimana membuat suara tertentu seperti R. Seorang terapis bicara seharusnya menunjukkan
bagaimana cara menggerakkan lidah untuk menghasilkan suara tertentu.9
2.8.3 Terapi perilaku
Terapi perilaku adalah terapi yang bertujuan untuk merubah atau menghilangkan tingkah
laku anak yang dianggap tidak layak. Terapi perilaku ini lebih dikenal dengan nama ABA
(Applied Behavior Analysis) yang dilakukan dengan metode Lovas, yang dalam prakteknya
menggunakan prinsip stimulus respons. Terapi ini disukai karena terstruktur, terarah dan terukur.
Yang ingin dipacu pada terapi ini adalah peningkatan pemahaman dan kepatuhan akan aturan.
Terapi ini diberikan pada anak autisme, gangguan perkembangan pervasive, anak dengan ADD,
anak dengan gangguan emosional, dan sebagainya.5
2.8.4 Terapi sensori integrasi
Terapi sensori integrasi adalah suatu pendekatan untuk menilai dan melakukan terapi
pada anak-anak yang menunjukkan masalah perilaku atau kesulitan belajar.Dalam terapi ini,
anak dibimbing untuk melakukan berbagai aktivitas yang dapat memberikan masukan berbagai
informasi sensorik, yang penting adalah partisipasi aktif dari anak agar timbul perubahan positif
yang dapat memperbaiki struktur halus pada otak anak yang masih mempunyai daya plastisitas
yang baik. Dalam memberikan terapi, anak didukung untuk memilih kegiatan yang disukainya
dan terapis akan mengarahkan agar kegiatan yang dilakukan dapat memberikan tantangan yang
tepat. Dengan tantangan ini, maka perlahan-lahan kemampuan anak akan bertambah. Diharapkan
dengan ini fungsi otak yang lebih kompleks, seperti berfikir secara emotif, kreatif, dan fleksibel
serta pemahaman terhadap konsep-konsep abstrak seperti berbahasa akan berkembang lebih
baik. Terapi ini dirancang untuk dapat memberikan rangsangan vestibuler, proprioseptif, taktil
auditori, visual, dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan individual anak.5
2.8.5 Terapi okupasi
Terapi okupasi adalah penggunaan aktivitas yang bertujuan mengintervensi, sebagai
upaya untuk meningkatkan kesehatan dan fungsi perkembangan ke tingkat yang lebih tinggi dari
seseorang yang mengalami keterbatasan yang disebabkan penyakit fisik, kondisi fungsional,
gangguan kognitif, disfungsi psikososial, gangguan mental, disabilitas perkembangan. Terapi
okupasi bertujuan membuat individu mandiri dalam aktifitasnya sehari-hari, memiliki
produktifitas, dan pengisian waktu luang yang sesuai usia individu tersebut. Terapi ini meliputi
pengajaran keterampilan dalam aktivitas sehari-hari (makan, minum, mandi, berinteraksi dengan
orang lain dan lingkungan), pengembangan keterampilan motorik, keterampilan sensori integrasi,
keterampilan bermain dan kapasitas kerja, maupun memanfaatkan waktu luang. Selain itu, terapi
okupasi berperan dalam menyediakan fasilitas untuk meningkatkan dan memperbaiki fungsi
sensorimotor, neuromuskular, emosional, kognitif, dan kinerja psikososial.5
2.8.6 Fisioterapi
Fisioterapi digunakan sebagai metode untuk membantu rehabilitasi terhadap anak-anak
yang mengalami gangguan tumbuh kembang, seperti keterlambatan dalam gerak motorik kasar
(tengkurap, duduk, berdiri, dan berjalan) dan motorik halus (menggunakan fungsi
tangan).Metode yang digunakan adalah metode Bobath yaitu terapi yang berdasarkan pada
perkembangan normal saraf, sehingga disebut juga neurodevelopmental treatment. Metode ini
menggunakan sensori-motor dari indera (taktil perabaan, penglihatan, pengecapan, dan
penciuman), juga perkembangan neuropsikososial.5
orangtua
Ajarkan anak lagu baru yang dia sukai
Rencanakan berjalan-jalan dengan anak
Bacakan cerita pada anak. Ajarkan mengucapkan kata atau ide
Setiap mengajarkan kata, tunjukkan benda objeknya
untuk melihat hasil terapi yang telah diberikan. Apakah perlu ditambah, dikurangi, atau diubah,
disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan anak saat itu.5
DAFTAR PUSTAKA
1. Simms MD, Schum RL. Language development and communication disorder. Dalam:
Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of paediatrics.
Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders, 2007. h.152-61.
2. Vade Mecum, Pediatri, Edisi 13, Erlangga, EGC, 2003
3. Chamidah, A Nur. Deteksi Dini Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak.
Diakses dari www.Journal_UMY.ac.id. Diunduh tanggal 07 Agustus 2016
4. Heidi M. Feildman. Evaluation and Management of Speech and Language disorder in
Preschool Children. Pediatric in Review. 2005.h.131-42
5. US Preventive Services Task Force. Universal Screening for Hearing Loss in Newborns,
US Preventive Services Task Force Recommendation Statement. Pediatrics 2008, vol
122. h. 143-4
6. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta. EGC 1995. h.237-40
7. Busari JO, Weggelaar NM. How to Investigate and Manage the Child who is Slow to
Speak. BMJ 2004, 328 : 272-6
8. Suwento R, Zizakausky S, Hendrawan H. Gangguan Pendengaran Pada Bayi dan Anak.
Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi
ke 6. Jakarta : FKUI, 2007.h.31-42
9. Levine A. David. Growth and development. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson
HB, Marcdante JK. Nelson essentials of paediatrics. Edisi ke-5. Philadelphia: Saunders,
2006. h.56-57
10. Markum AH. Buku ajar ilmu kesehatan Anak jilid 1. Jakarta. FKUI. 1991. h.56-69.
11. Lissauer Tom, Clayden Graham. Developmental problems and tha child with special
needs. Illustrated textbook of paediatrics. Edisi ke-3. London,UK: Mosby, 2007. h.45-46.