Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pegertian anak Special Needs
Anak-anak spesial adalah julukan manis untuk anak spesial needs, anak berkebutuhan khusus (ABK),
yang dipergunakan oleh para orang tua yang putra-putrinya menyandang predikat tersebut. Biasanya pemakaian
singkatan ABK ini diterapkan di berbagai lembaga pendidikan seperti di sekolah, tempat terapi atau universitas.
Bagi masyarakat, terutama di perkotaan, ABK yaitu anak-anak yang menyandang kelainan ataupun kekurangan
secara fisik dan mental.
Prof. Frieda Mangunsong, guru besar Psikologi Universitas Indonesia, mengatakan bahwa pengertian
anak yang tergolong luar biasa atau memiliki kebutuhan khusus adalah: Anak yang secara signifikan berbeda
dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial
terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputi mereka
yang tuli, buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional. Juga anakanak yang berbakat dengan intelegensi yang tinggi dapat dikategorikan sebagai anak khusus atau luar biasa
karena memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional.
Adapun beberapa istilah yang sering kita dengar namun nampak keliru dalam mengartikannya,
diantaraya:
1. Impairment atau kerusakan
Ini berkaitan dengan suatu penyakit atau rusaknya suatu jaringan dalam tubuh sehingga menibulkan
kekhususan pada diri seseorang. Sebagai contoh, bayi yang kekurangan oksigen pada saat proses kelahirannya
akhirnya mengalami kerusakan otak dan syaraf lainnya, akhirnya terjadilah kelumpuhan otak (cerebral palsy).
2. Disability atau kekhususan
Hal ini menunjukkan konsekuensi fungsional dari kerusakan bagian tubuh yang dialami seseorang.
Contohnya, seseorang yang pertumbuhan kakinya menjadi tidak normal akibat terjangkit polio. Untuk
selanjutnya ia tidak bisa beraktivitas leluasa apabila tidak dibantu dengan alat penunjang khusus seperti kruk,
kursi roda, atau kaki palsu.
3.

Handicapped atau ketidakmampuan


Hal ini merupakan konsekuensi sosial yang dialami seseorang berkebutuhan khusus ketika ia berinteraksi
dengan lingkungannya. Sebagai contoh, seorang tunanetra bisa membaca tetapi tentu saja ia tak mungkin
membaca huruf awas dan hanya dapat membaca huruf Braille. Sehingga apabila seorang tunarungu dapat
melakukan perjalanan jauh seorang diri dengan berpatokan pada peta konvensional dan papan petunjuk jalan,
seorang tunanetra tidak bisa melakukan hal yang sama tanpa orang lain yang mendampingi, atau perangkat
teknologi yang mentransfer tampilan visual ke audio.
2.2 Macam-macam Anak Special Needs
Ada beberapa anak-anak special needs yang bisa kita sebut populer di Indonesia karena tergolong
mudah ditemui atau sekedar mendengarnya dalam berbagai kesempatan. Siapa saja yang disebut anak-anak
berkebutuhan khusus atau anak-anak special needs ini, mereka adalah sebagai berikut:
1. Tunanetra
Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan, dapat diklasifikasikan ke dalam
dua golongan, yaitu buta total (blind) dan low vision. Tunanetra tidak berarti selalu tidak mampu melihat secara
keseluruhan.
Dalam konteks individu berkebutuhan khusus, tunanetra berarti setiap gangguan atau kelainan yang
terjadi pada indra penglihatan seseorang sehingga mengalami kendala dalam beraktivitas dan akhirnya, mereka
pun memerlukan alat khusus yang dapat membantu penglihatan atau menggantikan fungsi matanya. Oleh
karena tunanetra memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan, maka proses pembelajaran menekankan pada
alat indra yang lain, yaitu indra peraba dan indra pendengaran, sebab itu prinsip yang harus diperhatiakn dalam
memberikan pengajaran kepada individu-individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat faktual
1

dan bersuara. Contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata.
Sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS.
Anak yang buta sejak lahir secara alamiah memiliki persepsi tentang dunia yang jelas berbeda daripada
anak yang kehilangan penglihatannya pada usia 12 tahun. Kerusakan penglihatan sejak lahir disebabkan
bermacam-macam penyebab seperti faktor keturunan atau infeksi misalnya campak Jerman yang ditularkan ibu
saat janin masih dalam proses pembentukan disaat kehamilan.
2.

a.
b.
c.
d.
e.

Tunarungu
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran, baik permanen maupun tidak
permanen. Alat untuk mengukur kemampuan dengar secara kuantitatif disebut audiometric. Dari pemeriksaan
menggunakan audiometric dapat diperoleh klasifikasi kemampuan mendengar suara sesuai level yang
dinyatakan dalam satuan desibel (dB). Dari mulai gangguan pendengaran sangat ringan, dimana penderitanya
tidak bisa menangkap jelas suara bisikan sampai pada gangguan pendengaran ekstrem (tuli) yang tidak bisa
mendengar dering telepon atau keramaian lalu lintas besar.
Karena memiliki kesulitan dalam pendengaran, individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara
sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Individu tunarungu juga cenderung kesulitan dalam memahami
konsep dari sesuatu yang abstrak. Masalah yang dihadapi oleh anak tunarungu cukup berat dan biasanya
bersumber dari kurangnya kemampuan untuk berkomunikasi.
Pendekatan komunikasi yang banyak digunakan pada anak tunarungu, yaitu latihan pendengaran, oralism,
manualism, dan komunikasi total. Latihan pendengaran secara sistematis mengembangkan kemampuan anak
untuk menyadari dan membedakan:
Suara-suara yang mencolok, termasuk suara-suara lingkungan.
Pola irama berbicara dan irama musik.
Pengenalan huruf hidup.
Penegnalan huruf mati.
Bicara dalam situasi ramai atau bising.
Indikator yang bisa dengan mudah kita lihat untuk menengarai gangguan pendengaran pada seorang anak,
diantaranya:
a. Perkembangan bahasa terlambat. Dalam tahun pertama kehidupannya, anak tunarungu mengeluarkan
bunyi-bunyian tidak berbeda dengan anak normal. Memasuki usia 12-18 bulan, anak normal mulai
menggunakan kata-kata pertama sementara anak tunarungu belum menampakkan kemampuan
membunyikan kata-kata yang terarah. Pada usia 2 tahun jika seorang anak masih juga belum
memperlihatkan kemampuan berbicara, patut dicurigai ia mengalami gangguan pendengaran dan tentunya
dibutuhkan serangkaian diagnosis klinis untuk lebih memastikan.
b. Memperdengarkan suara terlalu lembut ataupun keras tanpa ia menyadari.
c. Berulang kali menanyakan sesuatu yang baru saja disampaikan, lambat bereaksi terhadap suatu instruksi
karena tidak menangkap pesan secara utuh, salah menginterpretasikan atau sering meminta seseorang
mengulangi perkataannya.
d. Sulit mengulangi suara, kata-kata, lagu, irama, atau mengingat nama.
e. Bingung membedakan kata yang bunyinya hampir sama atau membuat kesalahan dalam pelafalan kata-kata
(seperti menghilangkan konsonan di akhir kata).
f. Konsentrasi berlebihan terhadap wajah dan gerak mulut pembicara.
g. Mengalami keluhan fisik seperti merasa ada suara bising di telinga, nyeri di telinga, merasa ada benda di
dalam telinga, mendengar dengungan, sering demam dan mengalami infeksi seputar telinga hidung
tenggorokan.
Berbagai macam penyebab ketunarunguan dibagi dalam empat hal besar yaitu: trauma, penyakit,
herditer, dan kelainan genetik. Trauma misalkan akibat tusukan benda tajam kedalam telinga atau benturan di
kepala yang merusak syaraf pendengaran. Penyakit seperti virus rubella dalam masa kehamilan dan sifilis
kongenital.
3.

Tunagrahita
Tunagrahita adalah individu yang memiliki tingakat intelegensia. Istilah seperti cacat mental, bodoh,
dungu, pandir, lemah pikiran adalah sebutan yang terlebih dulu dikenal sebelum tunagrahita. Grahita sendiri
artinya adalah pikiran dan tuna adalah kerugian. Klasifikasi tunagrahita berdasarkan :
2

a.
b.
c.
d.

Tunagrahita ringan (IQ : 51-70)


Tunagrahita sedang ( IQ : 36-51)
Tunagrahita berat ( IQ : 20-35)
Tunagrahita sangat berat ( IQ dibawah 20 )
Penyebab seorang anak menjadi tunagrahita begitu beragam, mulai dari infeksi, trauma fisik, kelainan
genetik, kelainan prematur dan lain sebagainya. Secara garis besar terjadinya tunagrahita adalah bersumber dari
luar, seperti paparan sinar X-Rays, pengaruh zat-zat yang bersifat toxickerusakan otak saat lahir atau terjangkit
virus penyakit dan bersumber dari dalam, sepeerti abnormalitas pembentukan kromosom.
Kita masih sering menyamakan tunagrahita dengan down syndrome. Yang benar adalah down syndrome
merupakan salah satu bentuk retardasi mental yang menunjukan keterbatasan signifikan dalam fungsi
intelektual maupun adaptif. mitos-mitos lain mengenai tunagrahita yang semestinya mulai ditepiskan adalah:
a. Terbatasan intelektual tunagrahita tidak mentok tanpa perkembngan sepanjang hidupnya. Dengan latihan,
motivasi dan pendidikan khusus, tunagrahita terutama yang hanya ringan sampai sedang perkembangan
kemampuan mereka dapat meningkat secara baik dalam bidang apapun yang memungkinan bagi meraka.
b. Tunagrahita bisa dideteksi sejak dari bayi. Ini lebih cocok berlaku bagi penyandang down syndrome yang
sejak lahir memiliki tampilan fisik berbeda atau sewaktu masih janin didalam rahim dapat dilakukan test
pendeteksi sendiri.
Secara statistik, sindroma down adalah sumber gangguan yang terjadi sebesar 5-6 % dari total kasus
tunagrahita. Meski terhitung sedikit jika dilihat dari jumlah keseluruhan kasus tunagrahita, down syndrome
lebih menyita perhatian karena karaktersistik fisiknya yang mudah dikenali. Seorang DS (down syndrome) bisa
memiliki beberapa atau semua ciri khas seperti dagu sangat kecil, mata sipit dengan lipatan kulit di sudut dalam
mata, kelemahan otot-otot, hidung datar, garis telapak tangan hanya satu, lidah menonjol, wajah sangat bulat
dan ukuran kepala yang besar.
DS (down syndrome) dikenal juga dengan istilah Trisomy 21 yakni terjadinya kelainan pada kromosom
ke-21. Penyimpangan tersebut tertangkap dalam penelitian oleh dr. Jerome Lejeune di tahun 1959. Normalnya
jumlah kromosom seorang manusia adalah 46 pasang, tetapi seorang DS (down syndrome) memiliki 47 pasang
kromosom.
Menurut Dra. Teti Ichsan, M.Si, peneliti down syndrome, salah satu dampak dari abnormalitas
kromosom 21 pada anak yang memiliki DS adalah keterbelakangan intelektual yang erat kaitannya dengan
kemampuan akademik, kecerdasan majemuk, memberikan ruang untuk dapat berkembangnya berbagai unsurunsur dari kecerdasan tersebut. Namun apabila mereka difasilitasi, didorong, dan diberi kesempatan dalam
mengembangkan kecerdasan tersebut, tidak menutup kemungkinan mereka mampu mencapai optimalisasi
sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya.
4.

Autisme
Autisme yaitu penarikan diri yang ekstrem dari lingkungan sosialnya, gangguan dalam berkomunikasi,
serta tingkah laku yang terbatas dan berulang yang muncul sebelum usia 3 tahun.
Seorang autis berinteraksi dengan cara sangat berbeda, jika gangguannya parah, ia benar-benar
menunjukkan sikap tidak tertarik pada orang lain. Gejala khas lain yang sering terdapat pada autis adalah
menghindar dari kontak mata dan kontak fisik. Membenci suara keras, bau tertentu atau cahaya terlalu terang.
Dalam interaksi sosial sehari-hari begitu banyak pesan nonverbal saling ditukarkan dan pemaknaan secara
abstrak pada berbagai hal. Seorang autis tidak bisa memahami komponen komunikasi tersebut diakibatkan
terdapat semacam kegagalan neurobiologis dalam tubuh mereka. Lebih mudah bagi mereka untuk mengerti
sesuatu melalui gambar konkret dan memakai asosiasi daripada berlogika.
Beberapa jenis ASD (Autism Spectrum Disorder) yang paling umum dialami, yaitu:
a. Autisme. Pengertian dan gejalanya telah dipaparkan di atas. Sebagai informasi tambahan, gejala-gejala
tersebut muncul sebelum usia 3 tahun dan prevelansinya 4 kali lebih banyak menimpa anak laki-laki daripada
perempuan.
b. Asperger Sindrom. Ini juga lebih besar menimpa anak laki-laki daripada perempuan. Jika anda melihat
seseorang yang disebut autis tetapi ia tidak tampak kesulitan dalam berbahasa dan berkomunikasi namun hanya
sekedar terkesan canggung bergaul, kikuk atau kasar/tak sopan, mungkin ia menyandang sindrom asperger.
Rata-rata nilai intelektual seorang asperger adalah normal bahkan tinggi, begitu juga kemampuan verbalnya.
Permasalahan utama asperger terletak pada gangguan dalam memahami petunjuk sosial, oleh karena itu kerap
mereka disalahmengertikan sebagai individu yang tidak menghargai etika bersosial. Asperger dapat disebut
3

autis ringan namun tetap membutuhkan perlakuan dan pendidikan khusus agar di masa dewasa ia bisa
mengatasi hambatan dalam interaksi sosial dalam lingkungannya.
c. Rett Sindrom. Banyak dialami anak perempuan di usia 7-24 bulan. Sebelumnya anak mengalami
perkembangan normal, tetapi kemudian mengalami kemunduran yang mencakup keterampilan motorik yang
telah dikuasai, kemampuan berbahasa, gerakan stereotipik seperti sedang mencuri tangan dan membahasi
tangan dengan air liur, hambatan mengunyah makanan.
d. Childhood Disintegrative Disorder. Pada usia 2-10 tahun, anak berkembang normal sebelum mengalami
kemunduran signifikan pada keterampilan yang telah dikuasai daan terjadi gangguan pada fungsi sosial,
komunikasi serta perilaku. Pada beberapa kasus, penderitanya terus mengalami kemunduruan hingga tiba di
kondisi retardasi mental berat.
e. Pervasive Developmental Disorder not Otherwise Specified (PDD-NOS), individu mengalami gejala autisme
setelah usia 3 tahun atau lebih.
Sebagian besar ilmuwan mengemukakan pendapat terdapat faktor herediter penyebab autisme
pada seseorang. Anak yang didiagnosis autis apabila ditelusuri garis keturunannya, maka ada salah satu anggota
keluarga yang mengalami gangguan sejenis, meski tidak selalu sama-sama autis. Peneliti lainnya memilih
memperluas penyebab autisme adalah akibat faktor lingkungan selama kehamilan. Apakah itu diakibatkan
infeksi virus, bakteri tertentu, kontaminasi udara atau kontak dengan zat kimia berbahaya seperti pestisida.
Pada penyandang autisme, disebabkan oleh suatu hal, beberapa sel dan koneksinya tidak
berkembang baik bahkan mengalami kerusakan. Gangguan koneksi ini terutama terjadi pada neuron-neuron
yang bertanggung jawab di are komunikasi, emosi dan kesadaran.
5.

ADHD, Gangguan Atensi dan Hiperaktif, Bukan Nakal Biasa


Attention Defisit and Hyperactive Disorder.Gangguan Hiperaktif dan Minimnya Rentang
Perhatian.Attention Defisit and Hyperactive Disorder merupakan kondisi kronis yang terus berlangsung sampai
seseorang dewasa. Yang menjadi gejala utamanya adalah ketidakmampuan berkonsentrasi atau memperhatikan
sebuah objek pada rentang waktu minimal dan juga hiperaktivitas disertai impusifitas dalam perilaku seharihari.
Seorang anak dicurigai ADHD apabila tindakan-tindakan di atas terus berlangsung lebih dari 6 bulan,
bertindak demikian hampir di setiap lingkungan di mana ia berada, (banyak anak yang tampak sering lepas
kendali aktivitasnya bila di rumah tetapi menjadi lebih pendiam jika di sekolah), tindakannya tersebut
menimbulkan masalah hubungan dengan anak lain atau juga dewasa dan masalah dalam tugas sekolah serta
kesehariannya.
Apabila discan, citra otak seorang ADHD memang memiliki perbedaan cukup nyata dengan otak yang
tidak mengalami ADHD. Pada seorang yang didiagnosis ADHD terdapat tanda kurang aktifnya area otak yang
mengontrol tingkat aktivitas dan perhatian.
6.

Tunadaksa
Tuna berarti kerugian atau tidak punya. Daksa adalah anggota tubuh. Tunadaksa adalah individu yang
memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh beragam hal seperti di antaranya kelainan neuromuskular dan
struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit seperti infeksi di masa kehamilan, plasenta yang tidak mencukupi
(darah janin dan ibu tidak kompatibel), kelahiran prematur, cerebral palsy. Trauma fisik, penyakit kronis serta
faktor-faktor terkait lainnya yang dapat membahayakan setelah kelahiran.
Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah :
a. Ringan, yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik, tetapi masih dapat ditingkatkan
melalui terapi.
b. Sedang, yaitu memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik.
c. Berat, yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
7.

Tunalaras
Pernah disebut sebagai emotionally disturbed, tetapi lalu dinilai kurang pas dan diubah jadi seriously
behavioral disabled, ini pun lalu dipersingkat menjadi behavioral disabled saja. Belakangan dilakukan
penggabungan menjadi emotional or behavioral disorder.
Karakteristik sosial dan emosional anak dengan gangguan emosional tingkah laku adalah :
4

a.

Tingkah laku yang tidak terarah (tidak patuh, perkelahian, perusakan, pengucapan kata-kata kotor dan
tidak senonoh, senang memerintah, kurang ajar).
b.
Gangguan kepribadian (merasa rendah diri, cemas, pemalu, depresi, kesedihan yang mendalam, menarik
diri dari pergaulan).
c.
Tidak matang dalam sikap, cepat bingung, perhatian terbatas, senang melamun, berkhayal, senang
bergaul dengan yang lebih muda.
d.
Pelanggaran sosial (terlibat dalam aktivitas geng, mencuri, membolos, begadang).
Tunalaras karena gangguan emosional atau tingkah laku terdiri dari faktor-faktor gangguan biologis,
hubungan keluarga yang tidak sehat, serta faktor eksternal seperti pengalaman di sekolah yang tidak diharapkan
dan pengaruh masyarakat yang buruk.

8.

Tunawicara
Tunawicara adalah kondisi khusus yang justru laku dijual sebagai komoditas hiburan. Setiap gangguan
bicara yang dialami seseorang daan berpotensi menghambat komunikasi verbal yang efektif disebut tunawicara.
Gangguan bicara dapat muncul dalam berbagai bentuk. Terlambat bicara, artikulasi yang aneh dan tidak
sesuai, gagap, tidak mampu menggunakan kata-kata yang tepat sesuai konteks, penggunaan bahasa yang aneh
atau sedikit sekali bicara. Dalam bahasa ilmiahnya disebut Expressive Aphasia atau severe languange delay.
Karakteristik khusus pada anak tunawicara :
a. Terjadi pada anak-anak yang lahir prematur.
b. Kemungkinannya empat kali lipat pada anak yang belum berjalan pada usia 18 bulan.
c. Belum bisa berbicara dalam bentuk kalimat pada usia dua tahun.
d. Memiliki gangguan penglihatan.
e. Sering dikategorikan sebagai anak yang kikuk oleh gurunya.
f. Dari segi perilaku kurang bisa menyesuaikan diri.
g. Sulit membaca.
h. Banyak terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan.
9.

Tunaganda
Seseorang yang memiliki kerusakan, kekhususan dan ketidakmampuan dalam beberapa hal sekaligus.
Penyebab seseorang menjadi tunaganda dapat disebabkan trauma pada otak, luka waktu lahir (kelahiran sukar),
hydrocephalus, penyakit infeksi, misalnya TBC, cacar, meningitis, dan faktor keturunan antara lain kerusakan
pada benih plasma, dan hasil perkawinan dari ayah dan ibu yang rendah intelegensi dapat diturunkan pada anak.
10.

Kesulitan Belajar
Anak-anak berkebutuhan khusus yang termasuk dalam kategori ini sebenarnya tidak mengalami
permasalahan dengan daya inteligensia hanya saja diperlukan strategi belajar tersendiri yang dapat
mengakomodir potensi mereka yang terhambat karena gangguan-gangguan motorik, persepsi- motorik,
gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang serta keterlambatan konsep.
Mereka memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup
pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang disebabkan karena gangguan persepsi seperti
dyslexia (gangguan bahasa), discalculia (gangguan matematika) dan dysgraphia (gangguan menulis).
Penyebab kesulitan belajar terbagi dalam beberapa bagian antara lain disfungsi minimal otak, tidak
adanya dominasi lateralitas, adanya penyimpangan visual, adanya perkembangan yang tidak normal,
penyimpangan psikologos, adanya penyebab yang bersifat genetik, pengaruh/kesalahan dalam cara mengajar
dan deprivasi dalam proses berpikir.
11.

Anak-anak Berkebutuhan Khusus Lainnya


Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3, ayat 4, bahwa warga negara
yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Gifted
Children, atau dikenal juga sebagai anak-anak berbakat. Karakter yang biasa melekat pada seorang anak
berbakat diantaranya adalah: sangat observatif, memiliki memori sangat baik, rasa ingin tahu yang besar,
rentang perhatian panjang, tanggung jawab terhadap tugas, pembelajar cepat, mampu memahami dan
5

menjelaskan hal abstrak dan konseptual, pemecah masalah yang andal, imajinasi kuat yang diwujudkan dalam
kekreativitasan di atas rata-rata.
Selain anak-anak genius adalah bagian dari warga negara yang berkebutuhan khusu ternyata warga
negara yang terbelakang, berada di daerah terpencil dimasukkan juga ke dalam kategori berkebutuhan khusus.
2.3 Penanganan Anak Special Needs dalam Sejarah
Pada zaman permulaan masehi, anak-anak yang terlahir dengan keadaan berkelainan fisik biasanya
diperlakukan secara tidak manusiawi karena dianggap sebagai kutukan. Anak-anak dengan kelainan mental
tersebut dianggap kerasukan roh jahat sehingga harus dikurung. Autisme sebenarnya telah ada sepanjang
sejarah hidup manusia, namun pada zaman tersebut autisme disamakan dengan ketidakwarasan atau penyakit
mental yang disebabkan oleh hal-hal mistis. Tak jarang, penyandang yang seharusnya mendapatkan perhatian
malah mendapat hukuman karena orang pada masa itu takut pada pengaruh sihir jahat. Dalam perkembangan
dunia modern pun, penyebab autisme sempat ditundingkan kepada ibu yang melahirkan. Refrigerator
Motheratau ibu dengan sifat dinginlah yang menolak untuk memberi kehangatan serta kasih sayang dan telah
menyebabkan bayinya tumbuh besar menjadi anak autis.
Seiring peradaban barat yang mulai keluar dari zaman kegelapan, perlakuan kepada anak-anak cacat
pun mulai mengalami perbaikan. Alat dan teknologi penunjang kegiatan anak-anak berkebutuhan khusus mulai
dikembangkan menjadi lebih mumpuni. Hasil penelitian dipublikasikan, diterapkan dimasyarakat,diteliti ulang
oleh ilmuwan lain lalu dikoreksi atau disempurnakan. Dalam perkembangannya, sistem baca-tulis, notasi musik
serta matematika Braille ditemukan oleh seorang tunanetra berusia 12 tahun bernama Louise Braille. Sistem
tersebut ia adopsi dari trik bertukar pesan rahasia di kalangan prajurit saat berada di medan perang. Juan Pablo
Bonet dianggap pioner modern yang menerapkan terapi bicara, fonetik dan terapi oral kepada anak yang
tunarungu dengan menambahkan bentuk petunjuk dasar alfabet ke dalam isyarat yang sudah ada. Umumnya
bahasa isyarat terkomposisi dengan gabungan gesture,mimik,isyarat tangan dan ejaan dengan memakai jari.
Cara bahasa isyarat bekerja ialah dengan mempresentasikan keseluruhan ide dan bukan kata tunggal.
Di abad ke-18, Jean Marc Gaspard Itard, seorang dokter Perancis yang mengepalai sebuah institusi
nasional bisu-tuli, dinilai sebagai tokoh yang memulai pengembangan metode pendidikan bagi anak-anak
berkebutuhan khusus, Itard merumuskan konsep pendidikan pedagogi setelah melakukan observasi dan
penelitian terhadap bocah serigala Victor of Aveyron, yang kisahnya melegenda dan menginspirasi pembuatan
film-film modern tentang manusia yang sejak kecil hidup tanpa manusia lain di hutan rimba.
Maria Montessori adalah salah satu murid Itard. Ia mengembangkan sistem pendidikan berbasis
karakter yang hingga detik ini masih digunakan di Sekolah di berbagai belahan dunia. Secara garis besar sistem
Montessori ini menghargai dan menilai setiap anak sebagai individu unik yang memiliki potensi masing-masing
dan tidak dapat disamakan satu dengan yang lain. Dalam sistem Montessori ditekankan pengembangan
keterampilan sosial dan emosional sebagai pendamping skill intelektual.
Melengkapi kontribusi sistem pendidikan khusus ke arah yang lebih menjanjikan, kita bisa sebut juga
sumbangan Alfred Binet, seorang Psikolog Perancis yang telah mengembangkan bentuk tes intelegensia di
permulaan tahun 1990. Tes Binet sampai sekarang dipergunakan untuk mengukur standar intelektual seseorang
mulai rentang usia 2-23 tahun. Tes ini menunjukan apakah seseorang mengalami hambatan intelegensia dan
dikategoriakan berkebutuhan khusus.
2.4 Pendidikan Anak Special Needs
1. Pendidikan Khusus
Mulai dari Hellen Keller, tunaganda yang menjelma menjadi seorang aktivis politik dan dosen.
Temple Gadin, doktor di bidang sains hewan yang autis, Stephen Hawking, ahli fisika dan ahli matematika
tunadaksa atau juga Charles Burke aktor televisi, penyanyi yang down syndrome, kata kunci yang
menghantarkan mereka menjadi tokoh-tokoh berprestasi skala internasional adalah : pendidikan dengan
pendekatan khusus yang tepat dan diberikan dengan kesungguhan. Tidak hanya peran lembaga pendidikan yang
menonjol, tetapi jangan lupakan orang-orang yang berada di lingkungan utama mereka. Orang tua, keluarga,
tutor, pembimbing, guru dan semacamnya.
Sebelum negara Amerika Serikat mengesahkan UU pemerintah yang menetapkan dan menjamin hak
semua anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan, terjadi banyak kasus diajukan ke pengadilan
oleh para orang tua yang berpendapat anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus untuk tidak diberi
kesempatan setara memperoleh pendidikan. Padahal di masa pemerintahan Kennedy, dilanjutkan oleh Johnson
6

telah dirumuskan dasar-dasar untuk memberi akses kepada anak-anak berkebutuhan spesial memperoleh
pendidikan di lembaga pendidikan umum.
Pendidikan khusus di Indonesia pun telah berlandaskan yuridisme pada tahun 2003. Di dalam Undang
Undang Sistem Pendidikan Nasional dimuat pasal-pasal dan ayat-ayat yang menspesifikasikan warga yang
berhak mendapatkan pendidikan khusus. Tercantum pada UU tersebut warga negara yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa. Tak ketinggalan pula dalam salah satu ayat disebutkan warga negara yang
tinggal di daerah terpencil, terbelakang, mengalami bencana alam, bencana sosial dan tidak mampu secara
ekonomi termasuk berhak atas pendidikan khusus.
2. Sekolah Luar Biasa Solusi Pertama
Sekolah Luar Biasa adalah sekolah yang hanya menerima siswa berkebutuhan khusus dalam beragam
kondisi. Ada juga sekolah Pedagog yang pada prinsipnya sama dengan SLB, menerima murid-murid hanya
yang berkategori berkebutuhan khusus. Pendidikan luar biasa tersebut tidak total berbeda dengan pendidikan
bagi anak-anak normal pada umumnya. Hanya saja dalam pendidikan khusus terdapat penambahan program
pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan murid-muridnya yang spesial. Sementara kurikulumnya
sendiri secara garis besar merujuk kepada kurikulum nasional.
Keberadaan SLB merupakan solusi pertama bagi pemenuhan seluruh warga negara berkebutuhan
khusus dalam mendapatkan keterampilan primer. Seorang tunanetra atau tunarungu tidak bisa serta merta
didaftarkan masuk kesekolah biasa jika sebelumnya ia belum mendapat pelajaran baca tulis Braille atau teknik
membaca bibir. Sekolah Luar Biasa adalah jawaban atas kebutuhan utama pendidikan lanjutannya. Pelayanan
yang disediakan di SLB umumnya terdiri dari pelayanan medis, psikologis dan sosial. Karena itu di SLB
senantiasa melibatkan tenaga dokter, psikolog dan pekerja sosial dan ahli pendidikan luar biasa sebagai sebuah
tim kerja.
SLB dibagi menjadi tujuh berdasarkan kondisi ketunaan, yakni :
a. SLB A untuk tunanetra
b. SLB B untuk tunarungu
c. SLB C untuk tunagrahita yang mampu didik dan C1 untuk tunagrahita yang hanya mampu latih.
d. SLB D untuk tunadaksa dengan intelegensia normal. D1 untuk tunadaksa yang juga mengalami retardasi
mental.
e. SLB E untuk tunalaras.
f. SLB F untuk autis.
g. SLB G untuk tunagranda.
Selain dimasukan ke Sekolah Luar Biasa, terdapat berbagai macam pilihan bagi anak berkebutuhan
khusus mampu dididik untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan.
a. Mainstreaming atau pendidikan terpadu. Anak-anak berkebutuhan khusus bersekolah ke SD tertentu
bersama anak-anak pada umumnya.
b. Kelas khusus penuh atau paruh waktu. Di sini anak-anak berkebutuhan khusus bersekolah ke SD umum.
Pada model paruh waktu maka mereka bergabung dengan anak anak lain. Sedangkan model penuh berarti
anak-anak berkebutuhan khusus disediakan kelas tersendiri di sebuah SD umum.
c. Guru kunjung. Anak-anak berkebutuhan khusus yang domisilinya satu area dikumpulkan dalam satu
kelompok belajar secara teratur guru Pendidikan Luar Biasa datang mengadakan kegiatan belajar mengajar
di tempat.
d. Kejar paket A dan B. Sama dengan sistem Guru Kunjung terapi materi belajar yang diberikan terpusat pada
paket A dan B. Pemerintah menerapkan model ini dengan misi memberantas tuna aksara.
e. Asrama atau Panti. Berbagai jenis anak berkebutuhan khusus diasramakan secara insidental dengan
penanggung biaya adalah Pemda setempat.
f. Workshop. Mirip dengan mode asrama, hanya saja belajar mengajar diarahkan ke latihan prevocational,
terutama dibidang pekerjaan. Diperlukan kerja sama juga antara Diknas, Depsos, dan Depnaker.
3. Pendidikan Inklusif
Menurut Johnen dan Skjorten (2003), pendidikan inklusif adalah system layanan pendidikan yang
mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas regular bersamasama teman seusianya.Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah sehingga menjadi komunitas
yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak. Artinya dalam pendidikan inklusif tersedia sumber
7

belajar yang beragam dan mendapat dukungan dari semua pihak, meliputi para siswa, guru, orang tua dan
masyarakat sekitarnya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan
anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.
Dengan kata lain, pendidikan inklusif merupakan pendidikan terpadu yang diharapkan dapat
mengakomodasi pendidikan bagi semua, terutama anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus yang selama ini
masih banyak yang belum terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan seperti anak-anak normal.
Menggabungkan murid berlatarkan kemampuan fisik dan mental yang jelas berbeda, sekolah inklusif tentunya
tidak bisa menentukan naik kelas atau tidaknya seorang murid berdasarkan penilaian terhadap penguasaan atas
kurikulum umum.Konsekuensinya sebuah sekolah inklusif harus memodifikasi aspek-aspek penilaian terhadap
seorang murid menjadi lebih terbuka dan benar benar disesuaikan dengan kondisi anak, guru mata pelajaran
dan guru pendidikan khusus. Guru yang bukan lulusan PLB pun harus memiliki pengetahuan dasar tentang
pendidikan luar biasa.
4.

Program Pendidikan Untuk Anak Berkebutuhan Khusus


Kata Program berasal dari Bahasa Inggris, yaitu Programe yang mengandung arti rencana atau rencana
kegiatan. Dengan mengacu kepada arti kata program yang berarti rencana, maka program untuk anak
berkebutuhan khusus dalam hal ini diartikan sebagai rencana kegiatan pendidikan yang akan diberikan kepada
anak yang berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah khusus dan sekolah-sekolah reguler yang menerapkan
sistem pendidikan inklusi.
Untuk Anak yang berkebutuhan khusus yang mencakup berbagai jenis kelainan, yaitu anak dengan
ganggan penglihatan, bahasa dan wicara, emosional, anak dengan ketidakmampuan belajar, ketidakmampuan
fisik, dan anak berbakat membutuhkan program pendidikan yang sesuai dengan status mereka sebagai anak
yang berkebutuhan khusus. Program pendidikan yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan mereka ialah
program pendidikan individual yang biasa disingkat PPI
Program Pendidikan Individual (PPI) untuk anak yang berkebutuhan khusus dikembangkan dengan
melalui berbagai proses atau tahap-tahap pengembangan dan pelaksanaan program pengembangan
pendidikan individual, yaitu mencakup tahap: penjaringan dan identifikasi peserta didik yang berkelainan atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa, melakukan rujukan ke tim pendidikan khusus, melakukan
pertemuan tim, menyusun program pendidikan individual (PPI), melaksanakan program pendidikan individual
(Depdiknas, 2003). Kesemua tahap-tahap tersebut harus dilakukan secara seksama oleh pihak pengembangan
PPI, yaitu kepala sekolah, pengawas, guru pendidikan khusus, guru kunjung, individu yang merujuk, tenaga
profesi lain sesuai kebutuhan, orang tua anak, dan ank itu sendiri.
Tahap rujukan ke Tim Pendidikan Khusus sebagai tahap pengembangan dan pelaksanaan program
pendidikan individual (PPI), dimaksudkan yaitu setiap peserta didik yang diketahui menunjukkan tanda-tanda
bermasalah akan dirujuk kepada Tim Pendidikan Khusus. Kegiatan rujukan dapat dilakukan oleh orang tua,
guru kelas, administrator, tokoh masyarakat, dan tenaga profesi yang lain (Direktorat PLB Ditjendikdasnen
Depdiknas, 2003 dalam buku Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus hlm 30-31).
Masalah-masalah yang dialami oleh peserta didik sehingga perlu dirujuk ialah karena peserta didik tidak
mampu menyelesaikan tugas tugas sekolah, kesulitan bergaul dengan teman, kemampuan membaca yang
rendah, tidak mampu memusatkan perhatian, prestasi belajar yang jauh di bawah teman-teman sekelasnya, dan
karena anak mengalami gangguan mobilitas karena kondisi fisik, dan sebagainya. Masalah-masalah tersebut
harus dapat diidentifikasi secara dini oleh pihak guru, orang tua dan anggota keluarga lainnya seisi rumah,
pihak petugas bimbingan konseling di sekolah, dan pihak terkait lainnya.
5.

Kurikulum Pendidikan Untuk Anak Yang Berkebutuhan Khusus


Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pada pasal 1
butir 19 disebutkan bahwa Kurikulum adalah:
1.
Sebuah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
2.
Bahan pelajran, serta
3.
Cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, pada Kurikulum 1994
diwujudkan dalam buku Landasan , Program, dan Pengembangan Kurikulum 1994 diwujudkan dalam buku
Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) serta cara yang digunakan sebagai pedoman
8

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai program pendidikan tertentu. Pada Kurikulum
1994 diwujudkan dalam buku-buku Pedoman Pelaksanaan Kurikulum. (Abdul Hadis, 2006:33)
Saya sepakat dengan Program Kurikulum Pendidikan Untuk Anak Yang Berkebutuhan Khusus, karena
setiap satuan pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didiknya harus pada berpegangan
pada kurikulum terbaru yang berlaku, seperti kurikulum di tahun 2004, kurikulum tersebut adalah Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pendidikan khusus untuk anak yang
berkebutuhan khusus dewasa ini adalah juga harus mengacu kepada kurikulum yang berbasis kompetensi yang
disebut sebagai Kurikulum 2004. Begitupun juga sampai tahun sekarang yang menggunakan kurikulum
KTSP.
6.

Cara menangani anak berkebutuhan khusus


1.
Bagi orang tua, mereka akan berusaha setengah mati untuk memahami kondisi anak dan memikirkan
cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan mereka. Orang tua harus bisa mempercayai pengajar dan
merasa yakin bahwa mereka, sebagai orang tua, akan diijinkan untuk terlibat dan kemajuan anak
selama prasekolah.
2.
Bagi para pengajar, langkah-langkah yang akan mereka lakukan adalah :
a.
Menjalin kerjasama dengan orang tua, kerjasama antara pengajar dengan orang tua sangat
penting untuk mengetahui kebutuhan pembelajaran anak dan memastikan adannya respons cepat
pada setiap kesulitan. Oramg tua dan keluarga merupakan tempat paling nyaman untuk anak, dan
pengajar harus mendukung hubungan penting ini dengan cara saling berbagi informasi dan
menawarkan dukungan pembelajaran di rumah.
b.
Menjalin kerjasama dengan pihak lain, pengajar perlu bekerja sama dengan pengajar dari pihak
lain misalnya dinas kesehatan masyarakat lokal, atau tempat anak tersebut dilindungi oleh
Pemerintah Lokal, untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan serta menggunakan pengetahuan
dan saran mereka guna memeberikan perlindungan sosial kepada anak melalui kesempatan dan
lingkungan belajar terbaik untuk anak.
c.
Memberikan kesetaraan kesempatan, penyedia layanan pendidikan bertanggungjawab menjamin
sikap positif terhadap perbedaan dan keragaman, tidak hanya supaya setiap anak bisa bergabung
dan tidak dirugikan, namun juga supaya mereka belajar sejak dini untuk menghargai keragaman
yang dimiliki orang lain dan tumbuh dengan memberikan sumbangan positif untuk masyarakat.
(Chris Dukes dan Maggie Smith,2009:3-6).
Salah satu kegiatan yang memiliki peranan penting dalam kegiatan pendidikan anak usia dini adalah
kegiatan bimbingan. Kegiatan bimbingan bagi anak dapat dijadikan sebagai salah satu cara membantu guru
dalam memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar anak secara berkesinambungan sehingga dapat
memberikan umpan balik bagiguru dalam menyempurnakan proses pembelajaran.
Terkait dengan permasalahan anak, berikut beberapa bentuk bimbingan yang dapat dilakukan, baik oleh
guru maupun orang tua dalam membantu mengatasi permasalahan anak:
1. Periksa
Tidak semua tingkah laku yang bemasalah digolongkan gangguan. Oleh karena itu, Perlu menambah
pengetahuan tenytang gangguan mengenai perkembangan dan jenis gangguan anak.
2. Pahami
Untuk bisa menangani anak yang mengalami gangguan, ada baiknya keluarga mengikuti support group
dan parenting skill-training. Tujuannya agar bisa lebih memhami sip dan perilaku anak, serta apa yang
dibutuhkan anak, baik secara psikologis, kognitif (intelektual) maupun fisiologis.
3. Telaten
Dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran untuk menghadapi anak yang memilik gangguan psikologis.
4. Membangkitkan kepercayaan diri
Jika mampu, ini juga bisa dipelajari, menggunakan tehnik-tehnik pengelolaan perilaku, seperti
menggunakan penguasa positif. Misalnya memberikan pujian apabila anak makan dengan tertib atau
9

berhasil melakukan sesuatu yang benar, memberikan disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku
anak. Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak.
5. Mengenali arah minatnya
Jika dia bergerak terus, jangan panik, ikutkan saja, dan catat baik-baik, kemana sebenarnya tujuan dari
keaktifannya. Jangan dilarang semuanya karena membuat anak menjadi frustasi. Yang penting adalah
mengenali bakat atau kecenderungan perhatiannya secara dini.
6. Meminimalisir stimulasi yang dapat mengacaukan pikiran dan konsentrasi.
Anak diupayakan tenang terkendali, gangguan dari luar minimal menggunakan media penanganan yang
menarik sesuai dengan modalitas anak (visual, auditori, kinestik), praktik langsung, menyenangkan, variatif,
sesuai dengan minat anak, mengajarkan strategi meningkatkan memori, mnemoik, kata kunci, peta pikiran dan
insight.
7. Merancang lingkungan rumah kondusif
Menjauhkan benda berbahaya/tajam, lingkungan fisik nyaman, memfasilitasi anak yang normal untuk
menjadi role model, mempertahankan kontak mata, memberikan pekerjaaan yang menantang, memastikan
adanya sisi menarik pengajaran, menyederhanakan instruksi, memperjelas instruksi, menjelaskan tujuan/target
dengan jelas, memberi contoh, monitoring perlu dilakukan untuk memberi masukan pada penanganan lebih
lanjut.

10

Anda mungkin juga menyukai