Anda di halaman 1dari 15

Karakteristik Anak Berkebutuhan khusus Berdasarkan klasifikasinya

Remsume Pendidikan Inklusi

Disusun Oleh : Latifah Aini

Nim : 19002125

Jurusan Administrasi Pendidikan

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Padang

2020
KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS BERDASARKAN
KLASIFIKASINYA

A. Anak Tunanetra
1. Pengertian Tunanetra

Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan untuk kondisi


seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan dalam indra
penglihatannya. Berdasarkan tingkat gangguannya Tunanetra dibagi dua
yaitu buta total (total blind) dan yang masih mempunyai sisa penglihatan
(Low Visioan). Alat bantu untuk mobilitasnya bagi tuna netra dengan
menggunakan tongkat khusus, yaitu berwarna putih dengan ada garis
merah horisontal. Akibat hilang/berkurangnya fungsi indra penglihatannya
maka tunanetra berusaha memaksimalkan fungsi indra-indra yang lainnya
seperti, perabaan, penciuman, pendengaran, dan lain sebagainya sehingga
tidak sedikit penyandang tunanetra yang memiliki kemampuan luar biasa
misalnya di bidang musik atau ilmu pengetahuan.
2. Klasifikasi Tunanetra
 Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan:
a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir
b. Tunanetra setelah lahir dan atau pada usia kecil
c. Tunenatra pada usia sekolah atau pada masa remaja
d. Tunanetra pada usia dewasa
e. Tunanetra dalam usia lajut.
 Berdasarkan kemampuan daya penglihatan:
a. Tunanetra ringan
b. Tunanetra setengah berat.
c. Tunanetra berat.
 Berdasarkan pemeriksaan klinik.
 Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata:
a. Myopia;adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak
terfokus dan jatuh di belakang retina.
b. Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak
terfokus dan jatuh di depan retina.
c. Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur
yang disebabkan karena ketidak beresan pada kornea mata.
3. Penyebab Tunanetra
a. Pre-natal: Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal
Sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan
pertumbuhan seorang anak dalam kandungan
b. Post-natal: Faktor penyebab ketunanetraan yang terjadi pada
masa post-natal dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir, antara
lain: kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan
hamil ibu menderita penyakit gonorrhoe, penyakit mata lain
yang menyebabkan ketunanetraan, seperti trachoma,dan akibat
kecelakaan.
4. Karakteristik Tunanetra
 Tunanetra
a. Fisik: Keadan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan
anak sebaya lainnya.perbedaan nyata diantaranya mereka
hanya terdapat pada organ penglihatannya. Gejala tunanetra
yang dapat diamati dari segi fisik antara lain: mata juling,
sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata merah,
gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata selalu berair dan
sebagainya.
b. Perilaku: Beberapa gejala tingkah laku pada anak yang
mengalami gangguan penglihatan dini antara lain; berkedip
lebih banyak dari biasanya. menyipitkan mata, tidak dapat
melihat benda-benda yang agak jauh.Adanya keluhan-
keluhan antara lain : mata gatal, panas, pusing, kabur atau
penglihatan ganda.
c. Psikis: Tidak berbeda jauh dengan anak normal.
Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pda batas atas sampai
batas bawah. Kadangkala ada keluarga yang belum siap
menerima anggota keluarga yang tuna netra sehingga
menimbulkan ketegangan/gelisah di antara keluarga.
Seorang tunanetra biasanya mengalami hambatan
kepribadian seperti curiga terhadap orang lain, perasaan
mudah tersinggung dan ketergantungan yang berlebihan.
 Penurunan penglihatan (Low vision)
a. Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat
b. Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar
c. Memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di
cahaya terang atau saat mencoba melihat sesuatu.
B. Anak Tunarungu
1. Pengertian Anak Tunarungu

Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada


pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna
atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali, tetapi dipercayai bahwa
tidak ada satupun manusia yang tidak bisa mendengar sama sekali.
Walaupun sangat sedikit, masih ada sisa-sisa pendengaran yang masih bisa
dioptimalkan pada anak tunarungu tersebut. Berkenaan dengan tunarungu,
terutama tentang pengertian tunarungu terdapat beberapa pengertian sesuai
dengan pandangan dan kepentingan masing-masing.
Menurut Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri, 1996:
74) mengemukakan bahwa: seseorang yang tidak atau kurang mampu
mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi
dua kategori, yaitu tuli (deaf) atau kurang dengar (hard of hearing). Tuli
adalah anak yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf
berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang
dengar adalah anak yang indera pendengarannya mengalami kerusakan,
tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa
menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).
Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya
kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila
10 tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Apabila
dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada
umumnya. Pada saat berkomunikasi barulah diketahui bahwa anak tersebut
mengalami tunarunguan. Murni Winarsih (2007: 22) mengemukakan bahwa
tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan
mendengar dari yang ringan sampai berat, digolongkan ke dalam tuli dan
kurang dengar.
Orang tuli adalah yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga
menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai
ataupun tidak memakai alat bantu dengar dimana batas pendengaran yang
dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa
melalui pendengaran. Tin Suharmini (2009: 35) mengemukakan tunarungu
dapat diartikan sebagai keadaan dari seorang individu yang mengalami
kerusakan pada indera pendengaran sehingga menyebabkan tidak bisa
menangkap berbagai rangsang suara, atau rangsang lain melalui
pendengaran. Beberapa pengertian dan definisi tunarungu di atas
merupakan definisi yang termasuk kompleks, sehingga dapat disimpulkan
bahwa anak tunarungu adalah anak yang memiliki gangguan dalam
pendengarannya, baik secara keseluruhan ataupun masih memiliki sisa
pendengaran. Meskipun anak tunarungu sudah diberikan alat bantu dengar,
tetap saja anak tunarungu masih memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
2. Karakteristik Anak Tunarungu
Karakteristik anak tunarungu dari segi fisik tidak memiliki
karakteristik yang khas, karena secara fisik anak tunarungu tidak mengalami
gangguan yang terlihat. Sebagai dampak ketunarunguannya, anak tunarungu
memiliki karakteristik yang khas dari segi yang berbeda. Permanarian
Somad dan Tati Hernawati (1995: 35-39) mendeskripsikan karakteristik
ketunarunguan dilihat dari segi: intelegensi, bahasa dan bicara, emosi, dan
sosial.
a. Karakteristik dari segi intelegensi
Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal
yaitu tinggi, rata-rata dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu
memiliki entelegensi normal dan rata-rata. Prestasi anak
tunarungu seringkali lebih rendah daripada prestasi anak normal
karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam
mengerti pelajaran yang diverbalkan. Namun untuk pelajaran
yang tidak diverbalkan, anak tunarungu memiliki perkembangan
yang sama cepatnya dengan anak normal. Prestasi anak tunarungu
yang rendah bukan disebabkan karena intelegensinya rendah
namun karena anak tunarungu tidak dapat memaksimalkan
intelegensi yang dimiliki. Aspek intelegensi yang bersumber pada
verbal seringkali rendah, namun aspek intelegensi yang
bersumber pada penglihatan dan motorik akan berkembang
dengan cepat.
b. Karakteristik dari segi bahasa dan bicara
Kemampuan anak tunarungu dalam berbahasa dan berbicara
berbeda dengan anak normal pada umumnya karena kemampuan
tersebut sangat erat kaitannya dengan kemampuan mendengar.
Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar bahasa, maka anak
tunarungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Bahasa
merupakan alat dan sarana utama seseorang dalam
berkomunikasi. Alat komunikasi terdiri dan membaca, menulis
dan berbicara, sehingga anak tunarungu akan tertinggal dalam
tiga aspek penting ini. Anak tunarungu memerlukan penanganan
khusus dan lingkungan berbahasa intensif yang dapat
meningkatkan kemampuan berbahasanya. Kemampuan berbicara
anak tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa
yang dimiliki oleh anak tunarungu. Kemampuan berbicara pada
anak tunarungu akan berkembang dengan sendirinya namun
memerlukan upaya terus menerus serta latihan dan bimbingan
secara profesional. Dengan cara yang demikianpun banyak dari
mereka yang belum bisa berbicara seperti anak normal baik suara,
irama dan tekanan suara terdengar monoton berbeda dengan anak
normal.
c. Karakteristik dari segi emosi dan sosial
Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dengan
lingkungan. Keterasingan tersebut akan menimbulkan beberapa
efek negatif seperti: egosentrisme yang melebihi anak normal,
mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas,
ketergantungan terhadap orang lain, perhatian mereka lebih sukar
dialihkan, umumnya memiliki 13 sifat yang polos dan tanpa
banyak masalah, dan lebih mudah marah dan cepat tersinggung.
C. Anak Tuna Grahita
1. Pengertian Tuna Grahita
Istilah untuk anak tunagrahita bervariasi, dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan nama : lemah pikiran, terbelakang mental, cacat grahita dan
tunagrahita.
Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Mentally Handicaped,
Mentally Retardid. Anak tunagrahita adalah bagian dari anak luar biasa.
Anak luar biasa yaitu anak yang mempunyai kekurangan, keterbatasan dari
anak normal. Sedemikian rupa dari segi: fisik, intelektual, sosial, emosi dan
atau gabungan dari hal-hal tadi, sehingga mereka membutuhkan layanan
pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
Jadi anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kekurangan atau
keterbatasan dari segi mental intelektualnya, dibawah rata-rata normal,
sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi,
maupun sosial, dan karena memerlukan layanan pendidikan khusus.
2. Klasifikasi Tuna Grahita
Potensi dan kemampuan setiap anak berbeda-beda demikian juga
dengan anak tunagrahita, maka untuk kepentingan pendidikannya,
pengelompokkan anak tunagrahita sangat diperlukan. Pengelompokkan itu
berdasarkan berat ringannya ketunaan, atas dasar itu anak tungrahita dapat
dikelompokkan.
 Tunagrahita Ringan (Debil)
Anak tunagrahita ringan pada umumnya tampang atau kondisi
fisiknya tidak berbeda dengan anak normal lainnya, mereka mempunyai IQ
antara kisaran 50 s/d 70. Mereka juga termasuk kelompok mampu didik,
mereka masih bisa dididik (diajarkan) membaca, menulis dan berhitung,
anak tunagrahita ringan biasanya bisa menyelesaikan pendidikan setingkat
kelas IV SD Umum.
 Tunagrahita Sedang atau Imbesil
Anak tunagrahita sedang termasuk kelompok latih. Tampang atau
kondisi fisiknya sudah dapat terlihat, tetapi ada sebagian anak tunagrahita
yang mempunyai fisik normal. Kelompok ini mempunyai IQ antara 30 s/d
50. Mereka biasanya menyelesaikan pendidikan setingkat ke;las II SD
Umum.
 Tunagrahita Berat atau Idiot
Kelompok ini termasuk yang sangat rendah intelegensinya tidak
mampu menerima pendidikan secara akademis. Anak tunagrahita berat
termasuk kelompok mampu rawat, IQ mereka rata-rata 30 kebawah. Dalam
kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan bantuan orang lain.
3. Karakteristik Tuna Grahita
Karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita dapat dilihat dari segi :
Fisik (Penampilan)
 Hampir sama dengan anak normal
 Kematangan motorik lambat
 Koordinasi gerak kurang
 Anak tunagrahita berat dapat kelihatan
Intelektual
 Sulit mempelajari hal-hal akademik.
 Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi
setaraf anak normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70.
 Anak tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi
setaraf anak normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50
 Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal
usia 3 – 4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah.
Sosial dan Emosi
 Bergaul dengan anak yang lebih muda.
 Suka menyendiri
 Mudah dipengaruhi
 Kurang dinamis
 Kurang pertimbangan/kontrol diri
 Kurang konsentrasi
 Mudah dipengaruhi
 Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain.
D. Anak Tunadaksa
1. Pengertian Tunadaksa
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang
menetap pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga
memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Jika mereka mengalami
ganguan gerekan karena kaluyuhan pada fungsi saraf otak,mereka disebut
Cerebral Palsy(CP).
Dari segi fungsi fisik ,tuna daksa diartikan sebagai seseorang yang
fisik dan kesehatannya mengalami masalah sehingga menghasilkan kelainan
didalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dan untuk meningkatkan
fungsinya diperlukan program dan layanan khusus. Pengertian yang
didasarkan pada anatomi biasanya digunakan pada kedokteran. Daerah
mana ia mengalami kelainan.
2. Karakteristik Tunadaksa

a. Anggota gerak tubiuh kaku/lemah/lumpuh

b. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna,tidak lentur/tidak


terkendali).
c. Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak
sempurna/lebih kecil dari biasa.

d. Terdapat cacat pada alat gerak.

e. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam.

f. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk,dan menunjukkan sikap


tubuh tidak normal.

g. Hiperaktif/tidak dapat tenang.Nilai Standart : 5

3. Kebutuhan Pembelajaran Anak tunadaksa

Guru sebelum memberikan pelayanan dan pengajaran bagi anak tuna


daksa harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a.Segi Medisnya, Apakah ia memiliki kelainan khusus seperti kencing


manis atau pernah di operasi,masalah lain seperti harus meminum obat
da sebagainya.

b.Bagaimana kemampuan gerak dan bepergiannya.Apakah anak


kesekolah menggunakan transportasi,alat bantu dan sebagainya.Ini
berhubungan dengan lingkungan yang harus dipersiapkan.

c.Bagimana komunikasinya.Apakah anak mengalami kelainan dalam


berkomunikasi,dan alat komunikasi apa yang digunakan
(lisan,tulisan,isyarat) dan sebagainya.

d.Bagaimana perawatan dirinya,Apakah anak melakukan perawatan diri


dalam aktifita kegiatan sehari-hari
e. Bagaimana posisinya.Disini dimaksudkan tenang bagaimana posisi
anak tersebut didalam menggunakan alat bantu,posisi duduk dalam
menerima pelajaran,waktu istirahat waktu kamar kecil (toilet),makan
dan sebagainya.Dalam hal ini physical therapis sangat diperlukan.

E. Anak Tunalaras

1. Pengertian Tuna Laras

Anak tunalaras adalah anak yang memiliki gangguan atau hambatan


emosi, sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Sering juga disebut anak tunasosial karena perilakunya cendrung
menyusahkan dan menunjukan penentangan terhadap norma-norma sosial
masyarakat. Didefinisikan juga oleh Kauffman (1977), anak tunalaras
adalah anak yang secara kronis dan mencolok berinteraksi dengan
lingkungannya dengan cara yang tidak bisa diterima oleh lingkungan sosial.
Tetapi masih bisa diajarkan untuk bersikap social dan untuk dapat memiliki
pribadi yang menyenangkan. Batasan usia anak tunalaras ini menurut
DepDikNas (1997:13) dari usia 6-17 tahun.Perkembangan yang terjadi pada
diri anak tunalaras, tidak jauh berbeda dengan anak-anak yang tidak
memiliki ketunalarasan. Hanya saja akibat dari gangguan emosi yang ia
miliki, berpengaruh terhadap segi kognitif, kepribadian, dan sosial anak.
Dimana pada segi kognitif anak kehilangan minat dan konsentrasi belajar,
dan beberapa anak mempunyai ketidakmampuan bersaing dengan teman-
temannya. Kepibadian anak tunalaras tidaklah dinamis, secara psikofisis
(fisik dan kejiwaan) memiliki cara yang berbeda dengan anak lain dalam
menyesuaikan diri. Baik dengan lingkungan maupun dengan dirinya sendiri.
Sehingga secara sosial perilakunya kurang bisa diterima karena cendrung
menyimpang dari norma-norma yang ada, serta tak jarang
merugikan,menyakiti dirinya sendiri atau pun orang lain.
2. Karakteristik Tuna Laras

Karakteristik yang dikemukakan oleh Hallahan & Kauffman (1986),


berdasarkan dimensi tingkah laku anak tunalaras adalah sebagai berikut.
1. Anak yang mengalami kekacauan tingkah laku, memperlihatkan
ciri-ciri: suka berkelahi, memukul, menyerang; mengamuk; membangkang,
menantang; merusak milik sendiri atau milik orang lain; kurang ajar,
lancang, melawan; tidak mau bekerja sama, tidak mau memperhatikan,
memecah belah, ribut; tidak bisa diam, menolak arahan; cepat marah,
menganggap enteng, sok aksi, ingin menguasai orang lain; mengancam,
pembohong, tidak dapat dipercaya, suka berbicara kotor; cemburu, suka
bersoal jawab, tak sanggup berdikari, mencuri, mengejek; menyangkal
berbuat salah, egois; dan mudah terpengaruh untuk berbuat salah.
2. Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri, dengan ciri-ciri
khawatir, cemas, ketakutan, kaku; pemalu, segan; menarik diri, terasing, tak
berteman, rasa tertekan, sedih, terganggu, rendah diri, dingin, malu, kurang
percaya diri, mudah bimbang, sering menangis, pendiam, suka berahasia.
3. Anak yang kurang dewasa, dengan ciri-ciri, yaitu pelamun, kaku,
berangan-angan; pasif, mudah dipengaruhi, pengantuk, pembosan, dan
kotor.
4. Anak yang agresif bersosialisasi, dengan ciri-ciri, yaitu mempunyai
komplotan jahat, mencuri bersama kelompoknya, loyal terhadap teman
nakal, berkelompok dengan geng, suka di luar rumah sampai larut malam,
bolos sekolah, dan minggat dari rumah.
Berikut ini akan dikemukakan karakteristik yang berkaitan dengan
segi akademik, sosial/emosional, fisik/kesehatan anak tunalaras.

1. Karakteristik Akademik
Kelainan perilaku akan mengakibatkan adanya penyesuaian sosial dan
sekolah yang buruk. Akibat penyesuaian yang buruk tersebut maka dalam
belajarnya memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut.

a. Pencapaian hasil belajar yang jauh di bawah rata-rata.

b. Sering kali dikirim ke kepala sekolah atau ruangan bimbingan untuk


tindakan discipliner.

c. Sering kali tidak naik kelas atau bahkan ke luar sekolahnya.

d. Sering kali membolos sekolah.

e. Lebih sering dikirim ke lembaga kesehatan dengan alasan sakit, perlu


istirahat.

f. Anggota keluarga terutama orang tua lebih sering mendapat panggilan


dari petugas kesehatan atau bagian absensi.

g. Orang yang bersangkutan lebih sering berurusan dengan polisi.

h. Lebih sering menjalani masa percobaan dari yang berwewenang.

i. Lebih sering melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran tanda-


tanda lalu lintas.

j. Lebih sering dikirim ke klinik bimbingan.

2. Karakteristik Sosial/Emosional

Karakteristik sosial/emosional anak tunalaras dapat dijelaskan sebagai


berikut.
a. Karakteristik sosial

1) Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain, dengan


ciri-ciri: perilaku tidak diterima oleh masyarakat dan biasanya
melanggar norma budaya, dan perilaku melanggar aturan keluarga,
sekolah, dan rumah tangga.

2) Perilaku tersebut ditandai dengan tindakan agresif, yaitu tidak


mengikuti aturan, bersifat mengganggu, mempunyai sikap
membangkang atau menentang, dan tidak dapat bekerja sama.

3) Melakukan kejahatan remaja, seperti telah melanggar hukum.

b. Karakteristik emosional

1) Adanya hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, seperti


tekanan batin dan rasa cemas.

2) Adanya rasa gelisah, seperti rasa malu, rendah diri, ketakutan, dan
sangat sensitif atau perasa.

3. Karakteristik Fisik/Kesehatan

Karakteristik fisik/kesehatan anak tunalaras ditandai dengan


adanya gangguan makan, gangguan tidur, dan gangguan gerakan (Tik).
Sering kali anak merasakan ada sesuatu yang tidak beres pada jasmaninya,
ia mudah mendapat kecelakaan, merasa cemas terhadap kesehatannya,
merasa seolah-olah sakit. Kelainan lain yang berwujud kelainan fisik,
seperti gagap, buang air tidak terkendali, sering mengompol, dan jorok.

Anda mungkin juga menyukai