Anda di halaman 1dari 12

RESUME

PENDIDIKAN INKLUSI

“Peranan Dan Tanggung Jawab, Orang Tua Serta Masyarakat”

Oleh

Reska Sri Harida

18129135

18 BKT 13

Dosen Pengampu : Iga Setia Utami, S.Pd, M.Pd.T

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
A. Peranan Orang Tua Pada Pendidikan Inklusif
Pedoman pelaksanaan pendidikan inklusif pada White Paper No. 6
tahun 2001 (Departemen Pendidikan Nasional), dinyatakan dengan jelas bahwa
keterlibatan aktif orang tua dalam proses belajar mengajar sangat penting dalam
pembelajaran dan pengembangan yang efektif bagi anak. Keterlibatan tersebut
mencakup pengakuan bagi orang tua sebagai pemberi perawatan utama anak-
anak mereka dan karena itu, orang tua adalah sumber utama untuk sistem
pendidikan.
Peran orang tua dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus, memiliki
peran yang sangat vital. Darmono (2015: 15) menyebutkan orang tua sebagai
orang yang sudah dari awal hidup bersama dengan anak sejak mulai dilahirkan,
mereka memahami betul tentang bagaimana pertumbuhan dan perkembangan
anaknya. Ketika anak memasuki masa sekolah dituntut untuk proaktif dengan
para guru terkait pertumbuhan dan perkembanganya. Potensi dan bakat yang
nampak pada diri anak sangat penting sekali untuk diinformasikan kepada guru
sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam memberikan program
pendidikan yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus. Sehingga dalam
perkembanganya anak akan tumbuh bersama bakatnya tersebut.
Secara umum, Hewett dan Frenk (dalam Amin, 2015: 103-104)
menyebutkan bahwa peranan dan fungsi orang tua terhadap anak berkebutuhan
khusus sebagai berikut:
1. Sebagai pendamping utama (as aids), yaitu sebagai pendamping utama
yang membantu tercapainya tujuan layanan penanganan dan pendidikan
anak.
2. Sebagai advokat (as advocates), yang mengerti, mengusahakan, dan
menjaga hak anak dalam kesempatan mendapat layanan pendidikan
sesuai dengan karakteristik khususnya.
3. Sebagai sumber (as resources), menjadi sumber data yang lengkap dan
benar mengenai diri anak dalam usaha intervensi perilaku anak.
4. Sebagai guru (as teacher), berperan menjadi pendidik bagi anak dalam
kehidupan sehari-hari di luar jam sekolah.
5. Sebagai diagnostisian (diagnosticians) penentu karakteristik dan jenis
kebutuhan khusus dan berkemampuan melakukan treatmen, terutama di
luar jam sekolah. Dalam hal ini guru dan orang tua mempunyai tugas
untuk berkolaborasi dalam memberikan informasi tentang
perkembangan, keterampilan, motivasi, rentang perhatiannya,
penerimaan sosial, dan penyesuaian emosional anak, yang dapat
diperoleh dengan mengisi rating scale tentang perilaku anak pada waktu
identifikasi dan assesmen.
Turnbull & Turnbull dan Loreman et al (dalam Tejaningrum, 2017: 88)
menyajikan peran orang tua menjadi tiga besar hal terpenting yaitu:
1. Orang tua sebagai pengambil keputusan.
Mereka juga dapat membantu orang lain untuk membuat
keputusan dengan memberikan informasi latar belakang yang berharga
dan wawasan dari tahun-tahun mereka pengalaman dengan anak.
2. Orang tua sebagai guru.
Orangtua hanya menjadi guru bagi anak saat 4-5 tahun pertama
kehidupan, membantu kebutuhan belajar dan preferensi individu.
Orangtua dapat membantu sebagai guru yang baik di rumah, di
masyarakat, dan sebagai mitra dalam kelas.
3. Orang tua sebagai advokat.
Hal ini sangat langka dan tidak mungkin untuk menemukan
orang tua yang tidak menginginkan yang terbaik untuk anak mereka.
Pendidik yang menyadari hal ini akan menjalin hubungan yang
produktif dan kolaboratif dengan orang tua.

Peran orang tua menurut Amin (2015: 105) dalam pendidikan inklusi
adalah :
1. Advokasi bagi pendidikan anak mereka.
2. Sebagai kolaborator dan rekomendator bagi para profesional untuk
memberikan pengetahuan dan pengalaman tentang cara mereka
menangani anak mereka dirumah agar mudah dalam memutuskan
masalah pendidikan bagi anak
3. Memberikan sebuah pengakuan terhadap eksistensi anak, dengan
memberikan mereka akses untuk bisa hidup didalam kalangan yang
lebih umum
4. Membantu memberikan keputusan mengenai penempatan sekolah dan
program dukungan belajar untuk anak-anak mereka.
5. Melibatkan diri kedalam proses belajar mengajar anak secara aktif, guna
memberikan dukungan bagi pembelajaran dan pengembangan yang
efektif bagi anak.
Peran orang tua dalam pendidikan inklusif sangatlah mempunyai
pengaruh yang sangat signifikan, karena berangkat dari pemahaman bahwa
orang tua lah yang paling mengerti karakteristik anak mereka, yang mana
catatan-catatan harian orang tua mengenai karakteristik, kebiasaan dan
kebutuhan anak mereka dapat di informasikan kepada pihak sekolah agar guru
dan profesional lainnya dapat memfasilitasi dan membuat program pendidikan
sesuai dengan kebutuhan anak mereka.

B. Peranan Masyarakat Pada Pendidikan Inklusif


Masyarakat dalam hal ini orang tua dan masyarakat yang tinggal di
sekitar sekolah memiliki peran penting dalam pendidikan inklusi. Peran serta
masyarakat yang berupa kerjasama kemitraan antara sekolah dengan
pemerintah, orang tua, dan kelompok-kelompok masyarakat serta organisasi
kemasyarakatan lainnya dilindungi oleh undang-undang atau peraturan-
peraturan pemerintah yang mendasari kerjasama kemitraan.
Partisipasi masyarakat dan adanya kemandirian menetukan berjalannya
kebijakan sekolah inklusif ini. Karena dalam sekolah inklusif ini dibutuhkan
kerjasama antara masyarakat dengan pengajar di kelas untuk menciptakan dan
menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan
menghargai perbedaan.
Wasliman (2009: 135) mengatakan peran serta masyarakat sangat
penting diwujudkan dalam implementasi pendidikan kebutuhan khusus, karena
masyarakat memiliki berbagai sumberdaya yang dibutuhkan sekolah dan
sekaligus masyarakat juga sebagai pemilik sekolah di samping pemerintah.
Pemerintah telah membuat aturan-aturan tentang pendidikan di
Indonesia. Dalam undang-undang terdapat beberapa aturan tentang dasar
hukum yang mengatur pada pendidikan tersebut. “Masyarakat berkewajiban
memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”
(Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 9). Masyarakat berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan
komite sekolah.
Peran masyarakat dalam inklusi menurut Ditjen Dikdasmen (dalam
Purwandari, 2017: 17)adalah sebagai berikut:
1. Mitra pemerintah dalam mendukung terlaksananya model pendidikan
inklusi
2. Memperluas akses pendidikan dan pekerjaan bagi anak berkebutuhan
khusus
3. Membangun dan mengembangkan kesadaran akan hak anak untuk
memperoleh pendidikan
4. Melakukan kontrol sosial akan kebijakan pemerintah tentang pendidikan
5. Membantu mengidentifikasi anak yang berkebutuhan khusus yang
belum bersekolah di lingkungannya
6. Sebagai tempat atau wadah belajar bagi peserta didik
7. Merupakan sumber informasi pengetahuan, dan pengalaman praktis
8. Mendukung sekolah dalam mengembangkan lingkungan inklusi ramah
terhadap pembelajaran
Indikator partisipasi masyarakat dalam mendukung pelaksanaan
pendidikan inklusif untuk anak berkebutuhan khusus (dalam Nuraeni, 2016:
223) adalah sebagai berikut:
1. Ikut serta mengajukan usul atau pendapat mengenai usaha-usaha dalam
pelasanaan pendidikan inklusif yang dilakukan langsung maupun
melalui lembaga-lembaga yang ada
2. Ikut serta bermusyawarah dalam mengambil keputusan tentang
penentuan program sekolah yang dianggap sesuai dan baik untuk anak
berkebutuhan khusus
3. Ikut serta melaksanakan apa yang telah diputuskan dalam musyawarah
termasuk dalam hal ini memberikan sumbangan, baik berupa tenaga,
iuran uang dan material lainnya
4. Ikut serta mengawasi pelaksanaan keputusan bersama termasuk di
dalam mengajukan saran, kritik dan meluruskan masalah yang tidak
sesuai dengan apa yang telah diputuskan tersebut
5. Dengan istilah lain ikut serta bertanggung jawab terhadap berhasilnya
pelaksanaan program yang telah ditentukan bersama
6. Ikut serta menikmati dan memelihara hasil-hasil dari kegiatan tersebut.

Pada hakekatnya pendidikan itu menjadi tanggung jawab bersama


antara sekolah, masyarakat dan pemerintah. Oleh sebab itu Pekerja Sosial
dalam konteks Community Worker diharapkan mampu memberdayakan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif secara optimal.
Partisipasi dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif
antara lain dalam perencanaan, penyediaan tenaga ahli/ professional terkait,
pengambilan keputusan, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi, pendanaan,
pengawasan dan penyaluran lulusan.
Upaya pemberdayaan orang tua dan masyarakat dalam identifikasi anak
berkebutuhan khusus dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dua diantaranya
adalah dengan metode ceramah dan pendampingan. Metode ceramah
merupakan suatu cara dalam menyajikan materi secara langsung kepada
sekelompok subjek atau orang. Metode ini diasumsikan efektif dalam
memberdayakan orang tua dan masyarakat untuk mengidentifikasi anak
berkebutuhan khusus. Melalui ceramah, diasumsikan orang tua dan masyarakat
dapat komunikatif terhadap materi yang disampaikan.
Adapun materi yang penting untuk dikuasai oleh orang tua dan
masyarakat menurut Purwandari (2017:18) dalam upaya identifikasi anak
berkebutuhan khusus adalah sebagai berikut:
1. Pengertian dan karakteristik anak berkebutuhan khusus
2. Identifikasi sederhana anak berkebutuhan khusus
3. Layanan bagi anak berkebutuhan khusus
Untuk mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
inklusi dapat diakomodasikan melalui wadah seperti Komite sekolah, dewan
pendidikan dan forum-forum pemerhati pendidikan inklusif.

C. Bentuk Kerja Sama Antar Guru, Orang Tua, Gpk Dan Masyarakat Pada
Pendidikan Inklusif
Sue Stubss dalam bukunya Inclusive Education (dalam Amin, 2015:
105) menjelaskan bahwa kolaborasi antara orang tua dan guru dalam
mengembangkan program pendidikan inklusif, dianggap sebagai mitra kerja
yang setara dan terbukti memberikan kontribusi yang signifikan untuk anak
mereka, kontribusi tersebut meliputi:
1. Membantu dan memberikan pengetahuan dan pengalaman kepada
guru tentang cara menangani anaknya
2. Menjadi pembicara dan berbagi pengalaman dalam seminar yang
dilaksanakan guru dan in-service training lainnya.
3. Para orang tua dapat bekerja sama dengan sekolah lain untuk
membantu mengembangkan pendidikan inklusif.
4. Bekerjasama dan membuat perencanaan bersama dengan kelompok-
kelompok stakeholder utama lainnya seperti Federasi Nasional
Organisasi Penyandang disabilitas dan organisasi lainnya.

Dalam konsep inklusif, kemitraan dengan keluarga dan dukungan sosial


dari lingkungan masyarakat merupakan faktor penting bagi keberhasilan
program inklusif. Kemitraan ini akan memberikan kontribusi pada
pengembangan kompetensi pengasuhan yang efektif, maupun kompetensi
pribadi dan intelektual pada anak-anak. Keluarga dan kebutuhan siswa, serta
keragaman sosial dan budaya perlu untuk diperhitungkan untuk pemahaman
yang lebih besar ketika mengembangkan kemitraan.
Sebelum adanya teori kemitraan antara sekolah, keluarga dan
masyarakat, Epstein (dalam Susanti, 2013: 161-162) menyampaikan teori
overlapping spheres yang berarti bahwa lingkup pengaruh belajar dan
perkembangan anak-anak ialah termasuk keluarga dan sekolah, atau dalam
bentuk penuh, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Teori Overlapping
Spheres tidak melihat lingkup pengaruh yang terpisah, karena lingkup keluarga,
sekolah dan masyarakat tidak akan terpisah. Selain itu, teori ini berpendapat
bahwa keberhasilan siswa merupakan fokus utama dalam kemitraan yang
terjadi. Teori ini menekankan pola yang dinamis dan terus menerus yang terjadi
diantara ketiga lingkup ini.
Dengan melakukan pendekatan ekologi inilah, serta menunjukkan
bahwa fokus kemitraan terjadi dalam tiga ruang lingkup yang tidak terpisah
antara sekolah, keluarga dan masyarakat, maka proses kemitraan dapat menjadi
lebih luas (Epstein, dkk, 2002). Teori kemitraan antara sekolah, keluarga dan
masyarakat ini akan terurai dalam beberapa tipe/dimensi.
Ada enam tipe untuk menjelaskan kemitraan antara sekolah, keluarga
dan masyarakat yang dapat membantu struktur dan mengorganisasi aktivitas
dalam konteks pendidikan (Epstein, 2001). Beberapa tipe keterlibatan terdiri
dari beberapa aksi yang berbeda pula. Sehingga, guru maupun personil sekolah
lain dapat memutuskan aktivitas kemitraan seperti apa yang akan dilakukan
untuk kebutuhan yang berbeda dari sekolah mereka. Sekolah juga
mengintegrasikan teori dari overlappingspheres dengan memanfaatkan enam
tipekemitraan guna membuat interaksi yang lebih baik antara sekolah, keluarga
dan masyarakat, serta menunjukkan kemitraan yang baik diantara keluarga dan
masyarakat.
Tipe-tipe dalam Kemitraan antara Sekolah, Keluarga dan Masyarakat
menurut Epstein (dalam Susanti, 2013: 162)
1. Keterlibatan Tipe 1 : Parenting
Sekolah dan masyarakat akan memiliki efek yang cukup
berpengaruh pada bagaimana orangtua mendukung pendidikan anaknya
di rumah. Dimensi parenting menurut Epstein (1995)didefinisikan
sebagai metode dimana sekolah dan masyarakat dapat membantu semua
orangtua untuk membangun lingkungan yang mendukung di
rumah.Keterlibatan
2. Tipe 2 : Communicating.
Dimensi communicating dari kerangka Epstein (1995) ini
menjelaskan untuk merancang bentuk-bentuk komunikasi yang efektif
antara pihak sekolah dengan masyarakat dan rumah untuk membantu
orangtua dalam memahami kemajuan anak-anak mereka dirumah dan
program yang tersedia di sekolah, serta untuk membantu meningkatkan
kinerja akademik anak-anak mereka.
3. Keterlibatan Tipe 3 : Volunteering
Dimensi ketiga dari keterlibatan ini adalah Volunteer. Menurut
Epstein (1995), Volunteering berarti siapa saja yang dapat mendukung
tujuan sekolah sehingga dapat membantu program-program yang
diusung sekolah, terlepas dari mana dan kapan aksi sukarela itu
dilakukan.
4. Keterlibatan Tipe 4 : Learning at Home
Epstein(1995) menegaskan bahwa Learning at Home
didefinisikan sebagaipemberian informasi dan ide-ide dari
sekolah/masyarakat kepada orangtua tentang cara membantu siswa
dirumah dengan tugas dan kegiatan lainnya, keputusan atau rencana
yang terkait dengan kurikulum.
Aktivitas Learning at Home menyediakan informasi dan ide-ide
untuk orangtua tentang kerja akademik yang anak mereka sudah lakukan
di kelas, bagaimana untuk menolong anak mereka dengan PR, dan
aktivitas atau keputusan yang berkaitan dengan kurikulum lainnya.
5. Keterlibatan Tipe 5 : Decision Making
Epstein (2002 dalam Wright, 2009) mendefinisikan pengambilan
keputusan sebagai keputusan sekolah yang juga melibatkan orangtua
dan masyarakat, serta mengembangkan perwakilan orang tua dan
komponen masyarakat disekolah. Ketika berpikir tentang pengambilan
keputusan,dimulai dengan organisasi perwakilan orang tua-guru (Parent-
Teacher Asssociation).
Aktivitas Decision Makingmemungkinkan keluarga untuk
berpartisipasi dalam memutuskan tentang program sekolah yang
mempengaruhi mereka sendiri dan anak-anak lainnya (Wright &
Dolores, 2003).
6. Keterlibatan Tipe 6:Collaborating with Community
Epstein (1995) mendefinisikan sebagai usaha untuk melibatkan
masyarakat secara keseluruhan, tidak hanya orangtua. Secara garis
besar, tipe ini berarti upaya sekolah berkolaborasi untuk
mengidentifikasi dan mengintegrasikan sumber daya maupun jasa atau
bantuan dari orangtua/ masyarakat guna meningkatkan pembelajaran
siswa.
Masyarakat adalah semua orang yang tertarik dan ikut
mempengaruhi kualitas pendidikan yang diberikan oleh sekolah.
Sekolah akan melakukannya dengan baik untuk memanfaatkan dan
mengkoordinasikan semua sumber daya yang tersedia dari segala
instansi yang ada di sekitar sekolah untuk membantu sekolah memenuhi
tujuan dan pengalaman akademis yang positif untuk semua siswa
(Epstein, 2008 dalam Wright, 2009).
Daftar Pustaka

Amin, Barakatullah. 2015. Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Inklusif (Peran
OrangTua Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Konteks Sekolah Inklusi).
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Darmono, Al. 2015. Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus. Ngawi: Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI).
Nuraeni, Siti Hajah, dkk. 2016. Partisipasi Masyarakat dalam Mendukung
Pelaksanaan Pendidikan Inklusif untuk Anak Berkebutuhan Khusus.
Volume3, No.2. Bandung: UNPAD.
Purwandari, dkk. 2017. Pemberdayaan Orang Tua Dan Masyarakat Di Desa
Balingasal Dalam Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:
UNY.
Tejaningrum, Dhiarti. 2017. Perspektif Orang Tua Terhadap Implementasi
Pendidikan Inklusif Di Taman Kanak-Kanak. Jurnal Konseling Pendidikan
Vol.1 No.1. Jogjakarta: PGRA-STPI Bina Insan Mulia.
Susanti, Aria Luqita Agus, dkk. 2013. Perspektif Guru terhadap Kemitraan antara
Sekolah, Guru dan Masyarakat di SDN Inklusif di Surabaya. Jurnal
Psikologi Industri dan Organisasi, Vol. 2 No. 2. Surabaya: Universitas
Airlangga.
Wasliman, Iim. 2009. Manajemen Sistem Pendidikan Kebutuhan Khusus. (Perangkat
Sistem Pengajaran Modul). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai