Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PEDAGOGI

“Kewibawaan dalam Pembelajaran”

Dosen Pengampu:

Dr. Irdamurni, M.Pd.

Disususn Oleh:

Kelompok 9

Rahmi Yulia 18022036

Nur Anggi Febriani 18022126

Attra Sania 18022150

Dwi Rahayu Anizal 18022165

Novia Sri Wilanda 18022191

Sherly Oktaviyoza 18022210

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
lancar dan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya penulis tidak akan sanggup
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpahcurahkan
kepada baginda tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW yang dinanti-nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas kelompok mata kuliah Pedagogi yang berjudul Kewibawaan
Dalam Pembelajaran.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini agar nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
yang mengampu mata kuliah ini Dr. Irdamurni, M.Pd., yang telah membimbing kami sehingga
sanggup untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat waktu. Demikian, semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.Terimakasih.

Pariaman, 27 April 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. 2

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. 3

BAB I PENDAHULUAN ………..……………………………………………... 4

A. Latar Belakang …………………………………………………………...... 4

B. Rumusan Masalah …………………………………………………...……. 5

C. Tujuan Masalah……………………………………………………………. 5

BAB II PEMBAHASAN…..……………………………………….…………… 6

A. Kewibawaan ……………………………………………………………….. 6

B. Kewibawaan dalam Pembelajaran ………………………………………… 7

C. Unsur-unsur Kewibawaan dalam Pembelajaran …………………………… 8

BAB III PENUTUP ……………………………………………………..………. 14

A. Kesimpulan ………………………………………………………………… 14

B. Saran …………………………………………………………………….….. 14

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………... 15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidik merupakan orang yang bertanggung jawab dalam melaksanakan
pendidikan dengan sasaran peserta didik. Sedangkan kewibawaan merupakan perangkat
hubungan antar personal yang mempertautkan peserta didik dengan pendidik dalam
suasana pendidikan melalui kewibawaan pendidik memasuki pribadi peserta didik dan
peserta didik mengarahkan dirinya. Syaiful Bahri Jamarah (1996:64) mengemukakan:
Wibawa dan citra guru harus ditegakkan, namun tidaklah dapat dipungkiri bahwa
kenyataan citra guru berubah sesuai perubahan sosiokultural masyarakat, sehingga citra
guru larut dalam perubahan. Tentu yang perlu dipikirkan bahwa perubahan sosiokultural
akan terus berlanjut, gurupun perlu mengambil hikmahnya dan menerima perubahan
tersebut dari segi-segi positifnya, agar citra guru berubah kearah yang lebih baik sehingga
tidak merusak citra dan wibawa guru. Kewibawaan adalah tonggak utama yang harus
dimiliki seorang guru sebagai pendidik dan pembimbing.
Dengan kewibawaan yang dipunyai guru berarti memiliki kemampuan lebih,
berpenampilan menarik, mempunyai kekuatan dan keahlian yang berhubungan dengan
pembelajaran yang meliputi: penguasaan materi pelajaran, kemampuan mengelola kelas,
kedekatan dengan siswa, bertanggung jawab dan sungguh-sungguh, sehingga dengan
demikian guru akan dijadikan sebagai panutan, contoh, bapak, dan teman yang disegani
oleh siswa. Maka guru yang memiliki wibawa dalam pembelajaran akan mengutamakan
pembelajarannya lebih bersifat sosial-psikologis-akademik; bukan material-ekonomis-
fisik; intensitas pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi peserta didik,
tidak terkesan memanjakan (karena terlalu banyak) atau mengabaikan (karena terlalu
sedikit).Sejalan dengan itu, wibawa guru (pendidik) dimata murid (peserta pendidik)kian
jatuh seiring dengan adanya perubahan sosiokultural masyarakat. Dikatakandemikian,
karena khususnya di sekolah-sekolah kota yang hanya menghormati kewibawaan guru
(pendidik) apabila ada maksud-maksud tertentu seperti untuk mendapatkan nilai tinggi.
Kewibawaan yang hakiki itu melekat pada karakter bukan sekedar tampilan luar yang
setiap saat bisa luntur hanya karena suatu kesalahan. Sehingga sikap kewibawaan itu
sangat penting bagi seorang pendidik karena jika sampai hilang,hancurlah citra seorang

4
pendidik di mata peserta didik. Peserta didik akan mengacuhkan dan meragukan
kemampuan integritasnya sebagai seorang pendidik. Bila hal tersebut terjadi maka
seorang pendidik harus memperbaiki diri. Dan hal itu tidak mudah dilakukan untuk
mendapatkan kembali kewibaan seorang pendidik, dibutuhkan waktu dan pembuktian
yang nyata untuk mengembalikan sikap kewibawaan pendidik. Oleh karena itu, makalah
ini akan membahas mengenai kewibaan dalam pembelajaran untuk mengetahui unsur-
unsur yang terdapat didalamnya yang nantinya diharapkan dapat menunjang pelaksanaan
kewibaan oleh guru.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1. Bagaimana pengertian dari kewibawaan?
2. Bagaimana kewibawaan dalam pembelajaran?
3. Apa saja unsur-unsur dari kewibawaan dalam pembelajaran?

C. Tujuan Masalah
Tujuan masalah pada makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari kewibawaan
2. Untuk mengetahui kewibawaan dalam pembelajaran
3. Untuk mengetahui unsur-unsur dari kewibawaan dalam pembelajaran

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kewibawaan
Konsep kewibawaan diambil dari bahasa Belanda yaitu “gezaq” berasal dari kata
“zeggen” yang berarti “berkata”. Siapa yang perkataannya mempunyai kekuatan terhadap
orang lain berarti mempunyai kewibawaan atau gezag terhadap orang lain (Tim
Penyusun, 2008: 84). Kewibawaan hanya dimiliki oleh mereka yang dewasa. Yang
dimaksud dengan kedewasaan disini adalah kedewasaan pikiran. Kedewasaan pikiran
hanya akan tercapai oleh individu yang telah melakukan proses atau dialektika dengan
realitas sosial yang pernah dilaluinya.
Menurut Uyoh, (2011: 166) Kewibawaan adalah suatu pengaruh yang diakui
kebenaran dan kebesarannya, bukan sesuatu yang memaksa, kewibawaan harus
berbanding dengan ketidakberdayaan anak didik, jika pendidik kemampuannya tidak
berbeda dengan anak didik, maka kewibawaan tersebut sukar ditegakkan. Sedangkan
menurut Ahmadi dan Uhbiyati ( 2015: 57) Kewibawaan atau Gezag adalah suatu daya
mempengaruhi yang terdapat pada seseorang, sehingga orang lain yang berhadapan
dengan dia, secara sadar dan suka rela menjadi tunduk dan patuh kepadanya secara sadar
dan suka rela menjadi tunduk dan patuh kepadanya proses pembelajaran pada dasarnya
tidak dapat dilepaskan dari pemahaman pendidik tentang peserta didiknya. Hal ini
dikarenakan pandangan pendidik terhadap peserta didik tersebut akan mendasari pola
pikir dan perlakuan yang diberikan kepada peserta didiknya.
Ada tiga sendi kewibawaan, yaitu kepercayaan, kasih sayang dan kemampuan.
Pertama, kepercayaan, pendidik harus percaya bahwa dirinya bisa mendidik dan juga
harus percaya bahwa peserta didik dapat mengembangkan dirinya sehingga dalam proses
pembelajaran guru berfungsi sebagai pembangkit potensi peserta dididik. Kedua, Kasih
sayang mengandung makna, yaitu penyerahan diri kepada yang disayangi/peserta didik
dan melakukan proses pembebasan terhadap yang disayangi dalam batasan-batasan yang
tidak merugikan peserta didik dan kesediaan untuk berkorban dalam bentuk konkretnya
berupa pengabdian dalam kerja. Ketiga, kemampuan mendidik dapat dikembangkan
melalui beberapa cara, antara lain pengkajian terhadap ilmu pengetahuan kependidikan,
mengambil manfaat dari pengalaman kerja, senantisa megikuti alur perkembangan ilmu

6
pengetahuan, agar guru mengajar sambil belajar hal-hal yang baru, sehingga guru tidak
hanya seperti burung beo yang pengetahuannya tidak pernah bertambah.

B. Kewibawaan dalam Pembelajaran


Kewibawaan merupakan “alat pendidikan” yang diaplikasikan oleh guru untuk
menjangkau (to touch) kedirian anak didik dalam hubungan pendidikan. Kewibawaan ini
mengarah kepada kondisi high touch, dalam arti perlakuan guru menyentuh secara
positif, kontruktif, dan komprehensif aspek-aspek kedirian/kemanusiaan anak didik.
Dalam hal ini guru menjadi fasilitator bagi pengembangan anak didik yang diwarnai
secara kental oleh suasana kehangatan dan penerimaan, keterbukaan dan ketulusan,
penghargaan, kepercayaan, pemahaman empati, kecintaan dan penuh perhatian (Gordon,
1974 ). Sejalan dengan pengembangan suasana demikian itu, guru dengan sungguh-
sungguh memahami suasana hubungannya dengan anak didik secara sejuk, dengan
menggunakan bahasa yang lembut, tidak meledak-ledak (Silberman, 1970 dan Gordon,
1974).
Pendidik merupakan orang yang bertanggung jawab dalam melaksanakan
pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam
tiga lingkungan yaitu lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu
pendidik harus mempunyai kewibawaan dalam pendidikan ( Umar, 2015:54). Prayitno
(2009: 50) juga menjelaskan bahwa kewibawaan merupakan perangkat hubungan antar
personal yang mempertautkan peserta didik dengan pendidik dalam suasana pendidikan
melalui kewibawaan pendidik memasuki pribadi peserta didik dan peserta didik
mengarahkan dirinya kepada pendidik dalam kondisi inilah dikembangkan pengakuan
dan penerimaan, kasih sayang dan kelembutan, penguatan, tindakan tegas yang mendidik
serta pengarahan dan keteladanan.
Dalam melaksanakan tugas sebagai guru atau pendidik, hal penting yang harus
diperhatikan bagi seorang guru adalah persoalan kewibawaan. Pendidik harus meliliki
kewibawaan (keluasan batin dalam mendidik) dan menghindari penggunaan kekuasaan
lahir, yaitu kekuasaan semata-mata pada unsur kewenangan jabatan. Kewibawaan justru
menjadikan suatu pancaran batin yang dapat memimbulkan pada pihak lain untuk
mengakui, menerima dan “menuruti” dengan penuh pengertian atas keluasaan tersebut,

7
tetapi tidak sampai guru dijadikan sebagai sesuatu yang sangat agung yang terlepas dari
kritik.
Seorang guru menurut Hadiyanto (2004:30), merupakan manusia terhormat dalam
segala aspek, yang harus menjadi suri tauladan di kelas dan di luar kelas, baik dalam hal
kemampuan berpikir, bersikap, maupun bertutur kata yang tercermin dari tingkah
lakunya. Kewibawaan yang efektif menurut Charles Schaefer (1996:86) didasarkan atas
pengetahuan yang lebih utama atau keahlian yang dilaksanakan dalam suatu suasana
kasih sayang dan saling menghormati. Kewibawaan merupakan syarat mutlak dalam
dunia pendidikan, artinya jika tidak ada kewibawaan maka pendidikan itu tidak akan
mungkin terjadi. Sebab dengan adanya kewibawaan segala bentuk bimbingan yang
diberikan oleh pendidik akan diikuti secara suka rela oleh anak didik. Karenanya, guru
diharapkan memiliki kewibawaan agar mampu membimbing siswa kepada pencapaian
tujuan belajar yang sesungguhnya ingin direalisasikan. Kewibawaan guru akan lebih
berarti jika membuat siswanya dapat melakukan koreksi atau kritik terhadap dirinya.

C. Unsur-unsur Kewibawaan
Pelaksanaan kewibawaan dalam pendidikan itu harus berdasarkan perwujudan
norma-norma dalam diri pendidik sendiri. Karena kewibawaan itu mempunyai tujuan
untuk membawa anak ke tingkat kedewasaannya, yaitu mengenal dan hidup yang sesuai
dengan norma- norma, maka menjadi syarat bahwa pendidik memberi contoh dengan
jalan menyesuaikan dirinya dengan norma-norma itu sendiri.
Beberapa unsur-unsur kewibawaan dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut:
1. Pengakuan dan Penerimaan
Pengakuan atau penerimaan adalah kesadaran dan pemahaman pendidik (guru)
tentang segenap kandungan harkat dan martabat manusia (HMM) yang sepenuhnya
melekat pada siswa. Atas dasar kesadaran dan pemahaman itu guru memberikan
perlakuan terhadap siswa sesui dengan harkat dan martabat manusia demi tercapainya
tujuan pendidikan (Bakhtiar, 2008: 37). Pengakuan adalah penerimaan dan perlakuan
yang merupakan dasar dari sikap dan perlakuan pendidik yang memuliakan kemanusiaan
peserta didik melalui pendidikan, didasarkan atas peranan dan kualitas yang nyaman dari
pribadi pendidik yang dirasakan oleh peserta didik (Prayitno, 2009: 51).

8
Pengakuan dan penerimaan oleh pendidik yang dirasakan oleh peserta didik pada
gilirannya akan menumbuhkan hal yang sejalan pada diri peserta didik terhadap pendidik.
Dengan cara demikian itu akan terjadilah saling pengakuan dan penerimaan di antara
keduanya.Pengakuan dan penerimaan pendidik terhadap peserta didik didasarkan atas
kondisi harkat dan martabat manusia yang melekat pada diri peserta didik, sedangkan
pengakuan/penerimaan peserta didik didasarkan atas peranan dan kualitas yang nyaman
dari pribadi pendidik yang didasarkan oleh peserta didik yang dirasakan oleh peserta
didik, melalui penampilan pendidik itu sendiri.
Pengakuan guru terhadap siswa mendorong guru untuk menerima dan
memperlakukan siswa dengan baik. Demikian pula sebaliknya, pengakuan siswa terhadap
guru akan mendorong siswa untuk lebih menghormati dan menghargai guru serta taat
dan patuh dan tidak disertai paksaan. Prayitno (2009:16) mengemukakan bahwa
pengakuan terjadi sesuai dengan konformitas oleh siswa terhadap guru. Konformitas itu
boleh jadi banyak diwarnai oleh dominasi kekuasaan dan/atau peran dari guru, namun hal
yang sebaik- baiknya terjadi apabila konformitas itu didasarkan pada proses internalisasi
pada diri siswa. Sejalan dengan hal ini, S. Nasution (2003:87) dalam Ilmi, (2017: 49)
menyatakan bahwa guru harus menerima siswa menurut pribadi masing- masing, dan
dapat menghargai sifat-sifat mereka walaupun menyimpang dari apa yang umumnya
dianggap baik. Guru harus menerima murid dalam keadaan ia menjengkelkan atau
menyenangkan. Pencetus perasaan-perasaan yang negatif harus dipandang sebagai fase
ke arah kelakuan yang positif.
Guru sebagai pengajar dan pendidik layak memiliki kewibawaan yang tinggi,
sebab guru berwibawa merupakan salah satu kunci utama untuk menumbuhkan akhlak
siswa. Kewibawaan dalam pendidikan adalah pengakuan dan penerimaan secara suka rela
terhadap pengaruh atau anjuran yang datang dari orang lain. Jadi, pengakuan, penerimaan
dan pengaruh serta anjuran orang itu didasarkan dengan keikhlasan, atas dasar
kepercayaan yang penuh, bukan didasari rasa terpaksa atau rasa takut. Sebagaimana
halnya dengan siswa yang mengakui dan menerima kewibawaan yang ada pada guru,
Sehingga siswa tersebut mengakui dan menerima anjuran-anjuran dari gurunya secara
suka rela, ikhlas dan dengan rasa kepercayaan penuh.

9
2. Kasih Sayang dan Kelembutan
Proses pembelajaran sudah seharusnya diwarnai dengan rasa kasih sayang dan
kelembutan yang merupakan suasana menyejukkan dalam hubungan antara guru dengan
siswa. Prayitno (2009:17) mengemukakan bahwa dengan kasih sayang dan kelembutan
kedekatan hubungan antara guru dan siswa akan terjaga dan produktif. Kasih sayang dan
kelembutan adalah sikap, perlakuan, dan komunikasi pendidik terhadap peserta didik
didasarkan atas hubungan sosio emosional yang dekat, akrab dan terbuka, serta bersifat
pengembangan (Prayitno, 2009: 51). Kasih sayang dan kelembutan pada dasarnya adalah
penerimaan pengakuan, dioperasinal dalam nuansa-nuansa yang sejuk, hangat, dekat,
akrab dan terbuka. Dasar dari suasana hubungan seperti ini adalah love dan caring dengan
fokus segala sesuatu diarahkan untuk kepentingan dan kebahagiaan anak didik, sesuai
dengan prinsip-prinsip humanistik menodminasi penampilan kasih sayang dan
kelembutan guru.
Kasih sayang dan kelembutan merupakan satu paket yang harus mendasari dan
mewarnai situasi pendidikan. Kasih sayang dan kelembutan harus ada dalam diri seorang
guru untuk menghadapi siswanya. Selain memiliki sikap kasih sayang dan kelembutan,
guru juga harus memiliki keteguhan hati dan kesabaran. Dengan keteguhan hati dan
kesabaran yang dimilikinya, guru akan menjaga diri dari sifat sombong dan ria
(Wijaya,2013:5). Dengan kasih sayang dan kelembutan serta keteguhan hati dan
kesabaran ini, guru dapat menyapa siswanya dengan kelembutan kemudian siswa akan
merespon dengan kata-kata yang sopan. Sehingga akan menimbulkan rasa simpati dan
empati antara guru dan siswa dan membuat tutur kata siswa berintonasikan nada sopan
terhadap guru.
Muhammad Suwaid (2004:41- 42) dalam Ilmi (2017:49) juga menggarisbawahi
bahwa guru diharapkan memiliki kasih sayang dan bersikap lemah lembut (keramahan)
kepada anak didiknya karena dengan kasih sayang dan kelembutan tersebut anak akan
mendapatkan rasa aman dan nyaman serta tentram sehingga dapat belajar dengan lebih
baik.

10
3. Keteladanan

Keteladanan merupakan puncak penampilan guru. Kunci terlaksananya keteladanan


adalah dilihat dari penampilan guru dengan materi yang patut di teladani oleh siswa.
Keteladanan merupakan pengaruh sosial guru terhadap siswa yang bersumber dari
pengarahan guru kepada siswa yang mencapai tarif internalisasi (benar-benar menjadi
milik pribadi siswa) bukan sekedar identifkikasi (sekedar penyamaan diri secara sukarela)
atau bahkan penerimaan siswa itu sifatnya terpaksa (Bakhtiar, 2008: 37).
Keteladanan adalah penampilan positif dan normatif pendidik yang diterima dan
ditiru oleh peserta didik (Prayitno, 2009: 51). Dengan demikian Seluruh penampilan
pendidik didasarkan pada penerimaan dan pengakuan, kasih sayang dan kelembutan dan
bentuk penguatan dan tindakan tegas yang mendidik, yang seluruhnya positif dan
normatif itu, diharapkan dapat diterima dan bahkan ditiru oleh peseta didik.
Keteladanan merupakan pengaruh sosial guru terhadap siswa yang bersumber dari
pengarahan oleh guru kepada siswa yang mencapai taraf internalisasi (benar-benar
menjadi milik pribadi siswa) bukan sekedar identifikasi (sekedar penyamaan diri secara
sukarela) atau bahkan penerimaan siswa itu sifatnya karena terpaksa.
Keteladanan sangat penting dalam pembentukan dan pembinaan sumber daya
manusia. Peranan ketauladanan amat menentukan keberhasilan pembinaan yang
dilakukan oleh seseorang baik itu oleh seorang pimpinan terhadap bawahannya maupun
seorang guru terhadap siswanya.

4. Penguatan
Penguatan merupakan upaya guru untuk menguatkan dan meneguhkan hal-hal positif
yang ada pada diri siswa, terutama tingkah laku positif dengan cara memberi pujian,
hadiah atau hal-hal lain yang berharga kepada siswa yang memiliki tingkah laku baik dan
guru ingin siswa itu lebih meningkatkan menjadi lebih baik lagi (Bakhtiar, 2008: 37).
Penguatan adalah upaya pendidik untuk meneguhkan tingkah laku positif peserta didik
melalui bentuk-bentuk pemberian penghargaan secara tepat yang menguatkan (Prayitno,
2009: 51). Penguatan juga merupakan hal-hal positif yang ada pada diri peserta didik,
terutama tingkah laku positif yang merupakan hasil perubahan berkat upaya

11
pengembangan diri peserta didik. Penguatan dilakukan pendidik melalui pemberian
penghargaan secara tepat yang didasarkan pada prinsip-prinsip pengubahan tingkah laku.
Penguatan merupakan semua peristiwa yang terjadi dalam rentangan waktu yang
terdekat untuk meningkatkan kecenderungan pengulangan respons yang telah dilakukan.
Prayitno (2002:34) menyatakan bahwa penguatan (reinforcement) merupakan upaya
untuk mendorong diulanginya lagi (sesering mungkin) tingkah laku yang dianggap baik
oleh si pelaku. Penguatan diberikan dengan pertimbangan: tepat sasaran, tepat waktu dan
tempat, tepat isi, tepat cara, dan tepat orang yang memberikannya. Dengan pemberian
penguatan ini, maka siswa akan merasa senang, merasa dihargai, merasa dirinya berhasil
yang kemudian akan merangsang motivasi belajarnya menjadi lebih baik lagi.

5. Tindakan Tegas yang Mendidik


Tindakan tegas yang mendidik adalah upaya guru untuk mengubah tingkah laku
siswa yang tidak diinginkan melalui peringatan dan penyandaran siswa atas kekeliruan
yang dilakukannya. Tetapi dengan tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
dan tetap menjaga hubungan baik antara guru dengan siswa (Bakhtiar, 2008: 37).
Tindakan tegas yang mendidik adalah upaya pendidik untuk mengubah tingkah laku
peserta didik yang kurang dikehendaki melalui penyadaran peserta didik atas
kekeliruannya serta tetap menjaga hubungan baik antara peserta didik dan pendidik
(Prayitno, 2009: 51).
Tindakan pendidikan yang jika perlu dilaksanakan secara tegas dan konsisten,
tetapi tetap mengedepankan kepentingan siswa perlu diterapkan dalam proses
pembelajaran (Prayitno, dkk, 2005). Tindakan tegas yang mendidik adalah upaya guru
untuk mengubah tingkah laku siswa yang tidak diinginkan melalui peringatan dan
penyadaran siswa atas kekeliruan yang dilakukanya. Guru juga harus bertanggung jawab
terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran disekolah dan dalam kehidupan
bermasyarakat ( Mulyasa, 2011:37) dalam Ilmi (2017: 50).
Ketegasan merupakan kemampuan seseorang untuk memperoyeksikan diri secara
mental dan emosional ke dalam posisi yang sebenarnya, sehingga individu yang
dimaksud mampu memahami pandangan-pandangan, keyakinan- keyakinan dan tindakan
orang lain. Ketegasan pada akhirnya akan menimbulkan rasa hormat terhadap orang lain.

12
Berkenaan dengan ketegasan yang mendidik ini, tindakan yang berupa hukuman terhadap
peserta didik tidaklah diperkenankan. Dengan tindakan tegas yang mendidik itu pendidik
konsisten dengan aturan, tujuan pendidikan, pengakuan dan penerimaan, serta kasih
sayang dan kelembutan terhadap peserta didik, tujuan pendidikan serta hubungan peserta
didik dan pendidik itu dapat dihindarkan. Penerapan ketegasan yang mendidik dapat
dikombinasikan dengan penerapan cara-cara penguatan.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kewibawaan merupakan tonggak utama yang harus dimiliki seorang guru sebagai
pendidik dan pembimbing. Dengan kewibawaan yang dipunyai guru berarti memiliki
kemampuan lebih, berpenampilan menarik, mempunyai kekuatan dan keahlian yang
berhubungan dengan pembelajaran yang meliputi: penguasaan materi pelajaran,
kemampuan mengelola kelas, kedekatan dengan siswa, bertanggungjawab dan sungguh-
sungguh, sehingga dengan demikian guru akan dijadikan sebagai panutan, contoh, bapak,
dan teman yang disegani oleh siswa. Maka guru yang memiliki wibawa dalam
pembelajaran akan mengutamakan pembelajarannya lebih bersifat sosial-psikologis-
akademik; bukan material-ekonomis-fisik; intensitas pembelajaran disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi peserta didik, tidak terkesan memanjakan (karena terlalu banyak)
atau mengabaikan (karena terlalu sedikit).Sejalan dengan itu, wibawa guru (pendidik)
dimata murid (peserta pendidik) kian jatuh seiring dengan adanya perubahan
sosiokultural masyarakat. Dikatakan demikian, karena khususnya di sekolah-sekolah kota
yang hanya menghormati kewibawaan guru (pendidik) apabila ada maksud-maksud
tertentu seperti untuk mendapatkan nilai tinggi. Kewibawaan yang hakiki itu melekat
pada karakter bukan sekedar tampilan luar yang setiap saat bisa luntur hanya karena suatu
kesalahan. Sehingga sikapkewibawaan itu sangat penting bagi seorang pendidik karena
jika sampai hilang,hancurlah citra seorang pendidik di mata peserta didik.

B. Saran
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Jadi, diharapkan untuk para pembaca
agar bisa memberikan kritikan dan saran guna untuk mewujudkan perubahan kearah yang
lebih baik lagi dikemudian hari.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 2015. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Bakhtiar,Nurhasanah. 2008. Strategi Pengajaran Mikro, Pekanbaru: Suska Press.

Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan. 2013. Istijabah, Pengaruh Kewibawaan Guru PAI
Terhadap Motivasi Belajar Siswa Kelas XISMK Jawahiru Ulum Jabon Sidoarjo.
Surabaya : Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel.

Davis, Gordon B. 1974. Management Information System. Tokyo : McGraw-Hill


Kogakusha.

Hadiyanto. 2004. Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia.


Jakarta: Rineka Cipta.

Ilmi, Darul. 2017. Kewibawaan ( High Touch ) Sebagai Media Pendidikan Karakter.
Jurnal Of Islamic Studies, Vol. 1, No.1.

Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Prayitno, dkk. (2002) Profesi dan Organisasi Profesi Bimbingan dan Konseling. Jakarta :
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar &
Menengah Direktorat SLTP.

Schaefer, Charles. 1996. Cara Efektif Mendidik dan Mendisiplinkan Anak, terj. R.
Turman Sirait. Jakarta: Mitra Utama.

Tim Penyusun FIP UNP. 2008. Bahan Ajar Pedagogi. Padang: Heds-Jica.

Umar, Tirtarahardja dan S.L. La Di Lo. 2015. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.

Uyoh Sadulloh. 2011. Pedagogik Ilmu Mendidik. Bandung: Alfabeta.

Wens Tanlain, dkk. 1996. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.

15

Anda mungkin juga menyukai