Anda di halaman 1dari 4

Bentuk-bentuk Pembinaan dalam Sekolah Inklusif

1. Pembinaan terhadap poendidik dan tenaga kependidikan


Dalam sekolah inklusif perlu adanya pembinaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan yang
dapat berupa:
a. Pendidikan khusus
Pendidikan khusus maksudnya adalah pendidikan yang diperuntukan bagi individu yang secara
khusus dibina secara akademik dengan kurikulum dan pembelajaran yang terfokus pada
penanganan anak berkebutuhan khusus. Contohnya adalah PLB (Pendidikan Luar Biasa) yaitu
salah satu program studi disebuah perguruan tinggi yang secara khusus mendalami tentang ruang
lingkup anak berkebutuhan khusus.
b. Mengadakan sosialisasi
Bentuk pembinaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan yakni melalui perkumpulan, yang
tujuannya untuk mengetahui lebih mendalam tentang pendidikan inklusif. Diselenggarakan
secara resmi oleh pemerintah dari dalam maupun luar negeri, dari organisasi atau lembaga
swasta yang menyelenggarakan sosialisasi tentang pendidikan inklusif. Contohnya pada tanggal
26-29 September 2005 diadakannya seminar di Bukit Tinggi Sumatera Barat yang diikuti oleh 32
negara untuk mengikuti International Symposium on Inclusion and The Removal of Barriers to
Learning. Dalam sosialisasi tersebut, para pakar inklusif berbagi pengalaman mengenai sekolah
inklusi di negara masing-masing negara.
c. Mengikuti organisasi atau asosiasi
Asosiasi ditunjukkan untuk membantu pendidik dalam memperoleh informasi dan pengetahuan
seputar pendidikan inklusif, dan memberikan pendidikan yang sesuai dengan nilai kemanusiaan
dan memberikan akses yang seluas-luasnya bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu. Contohnya adalah POKJA (kelompok kerja pendidikan
inklusif) kabupaten kuningan, Jawa Barat yang membuat website untuk memberikan informasi
seputar pendidikan inklusif khususnya di wilayah Kabupaten Kuningan. Email:
surat@pokjainklusif.com
d. Seminar
Seminar merupakan salah satu cara pembinaan bagi para pendidik agar dapat mengetahui lebih
jauh tentang pendidikan inklusif seperti dalam seminar Agra pada tahun 1998 telah dirumuskan
bahwa esensi pendidikan inklusi hakikatnya:
1) Lebih luas daripada pendidikan formal mencakup pendidikan non formal dan informal.
2) Mengakui bahwa semua anak dapat belajar.
3) Memungkinkan struktur, sistem dan metodologi pendidikan, memenuhi kebutuhan semua anak.
4) Mengakui dan menghargai berbagai perbedaan pada diri anak berdasarkan usia, jender, etnik,
bahasa, kecacatan, status, HIV/Aids.
5) Merupakan proses yang dinamis yang senantiasa berkembang sesuai dengan budaya dan
konteksnya.
6) Merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mempromosikan masyarakat yang
inklusif.

e. Melakukan kerjasama dengan para ahli (Professional Collaboration)


Adanya kolaborasi yang dekat antara guru kelas dan para ahli dalam bidangnya membantu
terlaksananya pendidikan inklusif secara optimal. Contohnya kolaborasi antara guru kelas
dengan penerapi wicara sangat penting bagi keberhasilan siswayang mengalami kelainan bahasa
dan bicara di kelas.
2. Pembinaan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
Agar penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan
yang diharapkan, maka perlu dilakukan pembinaan oleh yang berwenang. Yang berwenang
melakukan pembinaan adalah Dinas Pendidikan Propinsi dan atau Kabupaten/Kota sesuai
dengan mekanisme masing-masing daerah. Secara teknis operasional pembinaan sekolah inklusif
dilakukan oleh Pengawas Sekolah masing-masing daerah. Pembinaan sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif dapat dilakukan secara berkala maupun insidental sesuai kebutuhan.
Kegiatan yang perlu ditempuh dalam upaya mengimplementasikan pendidikan inklusif di
sekolah penyelenggara antara lain :
a. Workshop persiapan penyelenggaraan pendidikan inklusif di level sekolah.
b. Pembentukan Tim Pendidikan Inklusif di level sekolah.
c. Rapat koordinasi (kepala sekolah, guru, tenaga lainnya, komite sekolah/perwakilan orang tua
siswa, unsur desa/kelurahan, unsur dinas pendidikan kecamatan, tokok-tokoh masyarakat,
tokoh agama, dan unsur pusat sumber/sistem dukungan).
d. Penyusunan program/kegiatan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang
e. Sosialisasi pendidikan inklusif intern (di sekolah) dan ekstern (di lingkungan sekitar
sekolah/masyarakat)
f. Kerjasama dengan pusat sumber.
g. Pembentukan/penugasan tim pendataan PDBK dan ABK di masyarakat
h. Pelaksanaan pendataan/penjaringan
i. Mengadministrasikan hasil pendataan/penjaringan
j. Validasi data hasil pendataan/penjaringan
k. Pemetaan/penempatan/tindak lanjut hasil pendataan/penjaringan
ABK/PDBK.
l. Pemetaan/penentuan pusat sumber (resource center)
m. Pelatihan pendidikan inklusif di level sekolah (in house training) kerjasama dengan
Pokja Inklusif Kabupaten/Kota/Provinsi dan LPTK.
n. Pengembangan/peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan antara lain
melalui kegiatan :
a. Pendampingan pembelajaran dari narasumber (on the job training.
b. Pengkajian terhadap pembelajaran yang dilakukan guru (lesson study).
c. Diskusi
d. Bedah buku
e. Seminar
f. Kunjungan ke sekolah yang lebih dulu mengimplementasikan pendidikan inklusif dan ke
sekolah khusus (Study banding).
o. Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan inklusif (intern dan ekstern).
p. Workshop hasil monitroring dan evaluasi
q. Rencana tindak lanjut
r. Laporan kegiatan penyelenggaraan pendidikan inklusif bulanan / semester/ tahunan ke pihak-
pihak yang terkait/berkepentingan (antara lain kepada pihak Dinas Pendidikan Kecamatan/
Kabupaten/ Provinsi/Pusat).
s. Penyusunan program Penyelenggaraan pendidikan inklusif untuk tahun berikutnya.
3. Pembinaan terhadap anak berkebutuhan khusus
a. Menggunakan bimbingan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan anak berkebutuhan khusus.
b. Bimbingan dilakukan secara berkala, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
c. Memberikan apresisasi terhadap anak berkebutuhan khusus, dengan mengadakan suatu kegiatan
atau acara yang memaksimalkan potensinya.
d. Melakukan kerjasama dengan teman sebaya, orangtua dan para ahli

Anda mungkin juga menyukai