Anda di halaman 1dari 14

KOMUNIKASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Analisis Kebijakan dan Pembuatan Keputusan yang dibina oleh Bapak Drs. Ali Imron, M.Pd dan Bapak Dr. H. A.Yusuf Sobri, S. Sos., M.Pd

Oleh

Dinar Adi Meda Dwi Rahmah H Dwi Ratna Mayang Erni Purwanti

110131436550 110131436526 110131436557 110131436518

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN Januari 2013

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul Komunikasi Kebijakan Pendidikan disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Kebijakan dan Pembuatan Keputusan yang dibina oleh Bapak Ali Imron dan A.Yusuf Sobri. Makalah ini dapat terwujud berkat kerja sama dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ali Imron dan A.Yusuf Sobri sebagai pembina dalam penyusunan

makalah
2. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Sungguhpun tinggi keinginan penulis untuk selalu menyuguhkan yang terbaik. Namun karena penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan tanggapan, masukan, kritik serta saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah yang penulis susun. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca juga untuk pembelajaran Analisis Kebijakan dan Pembuatan Keputusan.

Penulis

Komunikasi Kebijakan Pendidikan

Page 2

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................1 KATA PENGANTAR .............................................................................................2 DAFTAR ISI ............................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................4 A. Latar Belakang .......................................................................................4 B. Rumusan Masalah ..................................................................................4 C. Tujuan Pembahasan ...............................................................................4 BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................6 A. Pengertian Komunikasi Pendidikan......................................................6 B. Alasan Perlunya Komunikasi Kebijakan Pendidikan ...........................6 C. Batasan Komunikasi Kebijakan Pendidikan.........................................7 D. Model-Model Komunikasi Kebijakan Pendidikan ...............................8 E. Problema Komunikasi Kebijakan Pendidikan .....................................10 BAB III PENUTUP ...............................................................................................13 A. Kesimpulan ......................................................................................... 13 B. Saran ................................................................................................... 13 DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................... 14

Komunikasi Kebijakan Pendidikan

Page 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Komunikasi pada hakekatnya adalah suatu proses sosial, yaitu sesuatu yang berlangsung atau berjalan antar manusia. Sebagai proses sosial, maka dalam komunikasi terjadi interaksi individu dengan lingkungannya. Inilah yang akhirnya menyebabkan terjadinya proses perubahan perilaku dari tidak tahu menjadi tahu, dati tidak paham menjadi paham dan dari yang sebelumnya tidak mengacuhkan situasi masa depan menjadi berantusias sekali akan harapan-harapan positif pada masa yang akan datang.

Kebijakan pendidikan yang telah disahkan hendaknya senantiasa dikomunikasikan kepada rakyat. Mengapa perlu dikomunikasikan? Agar kebijakan pendidikan tersebut dikenal oleh, dan bahkan dianggap sebagai bagian dari kehidupan rakyat. Dengan perkataan lain, komunikasi kebijakan pendidikan bermaksud mengkhalayakkan rumusan kebijakan yang sudah sah (legitimated) tersebut kepada khalayak luas.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari komunikasi kebijakan pendidikan? 2. Apakah tujuan dari komunikasi kebijakan pendidikan? 3. Apakah alasan diperlukannya komunikasi kebijakan pendidikan? 4. Apakah batasan komunikasi kebijakan pendidikan? 5. Apa saja model-model komunikasi kebijakan pendidikan? 6. Apa saja problema komunikasi kebijakan pendidikan?

C. Tujuan Pembahasan 1. Mengetahui pengertian komunikasi kebijakan pendidikan. 2. Mengetahui tujuan dari komunikasi kebijakan pendidikan.
Komunikasi Kebijakan Pendidikan Page 4

3. Mengetahui alasan perlunya komunikasi kebijakan pendidikan. 4. Mengetahui batasan komunikasi kebijakan pendidikan. 5. Mengetahui model-model komunikasi kebijakan pendidikan. 6. Mengetahui problema komunikasi kebijakan pendidikan.

Komunikasi Kebijakan Pendidikan

Page 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi Kebijakan Pendidikan Wilbur Schrarmm (Ashadi, 1987, dalam Suprapto, 2006: 4-5) menyatakan komunikasi sebagai suatu proses berbagi (sharing process), Schrarmm menguraikan demikian: Komunikasi berasal dari kata-kata (bahasa) latin communis yang berarti umum (common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commoness) dengan seseorang. Yaitu kita berusaha berbagi informasi, ide, atau sikap. Dari uraian Schrarmm itu dapat disimpulkan bahwa sebuah komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan kebersamaan (commoness), kesepahaman antar sumber (source) dengan penerima (audiencereceiver)-nya. Sebuah komunikasi akan benar-benar efektif apabila audience menerima pesan, pengertian dan lain-lain persis sama seperti apa yang dikehendaki oleh penyampai. Sedangkan kebijakan adalah seperangkat aturan, dan pendidikan itu menunjuk pada bidangnya. Sehingga, kebijakan pendidikan merupakan seperangkat aturan mengenai pendidikan. Maka, komunikasi kebijakan pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses berbagi informasi, ide, atau sikap mengenai aturan dalam pendidikan.

B. Alasan-Alasan Perlunya Komunikasi Kebijakan Pendidikan 1. Agar khalayak memahami lebih dalam Kebijakan pendidikan yang telah dirumuskan harus senantiasa dikomunikasikan secara terus-menerus kepada khalayak, agar khalayak memahaminya lebih dalam. Sebab, tidak diterimanya suatu kebijakan tersebut,

Komunikasi Kebijakan Pendidikan

Page 6

bisa jadi bukan karena kebijakan yang dirumuskan tersebut kurang aspiratif, melainkan terutama karena belum dipahaminya secara mendalam oleh khalayak.

2. Menghindari kesalahan pemahaman Kontinuitas komunikasi sangat penting, jika kita sadari bahwa tidak semua hal yang dikomunikasikan oleh komunikator itu senantiasa dapat dicerna persis oleh komunikan. Kesalahan pemahaman inilah, yang seringkali menjadi penyebab tidak tersosialisasikannya suatu rumusan kebijakan yang sudah sah tersebut. Bahkan, tidak mendukungnya mereka yang terikat oleh kebijakan, terhadap kebijakan yang sah bisa disebabkan salahnya pemahaman akibat kurangnya komunikasi.

Komunikasi kebijakan juga harus senantiasa dilakukan, agar penetrasipenetrasi informasi yang tidak sesuai dengan kebijakan tidak lebih unggul dibandingkan dengan informasi mengenai kebijakan. Informasi-informasi yang salah mengenai kebijakan, dapat dicounter oleh informasi yang benar mengenai kebijakan. Berarti, komunikasi kebijakan juga sekaligus dapat memperbaiki kesalahan interpretasi khalayak terhadap kebijakan.

Dalam setiap komunikasi, umumnya teradapat halangan atau apa yang disebut dengan barrier. Halangan demikian akan berhasil ditembus, manakala komunikasi dilakukan secara terus-menerus. Untuk menembus barrier ini, kadang-kadang juga diperlukan siasat tertentu. Lebih-lebih jika sifat barrier telah mentradisi dan mengakar dengan simbol- simbol yang telah dimiliki oleh khalayak. Komunikasi yag dilakukan terus-menerus tersebut haruslah juga memanfaatkan simbol-simbol yang lazim dipakai oleh khalayak sasaran kebijakan.

C. Batasan Komunikasi Kebijakan Pendidikan Komunikasi dalah suatu proses, yang dalam proses tersebut partisipan bertukar tanda-tanda informasi dalam suatu waktu. Tanda-tanda informasi tersebut data saja bersifat verbal, non verbal, dan paralinguistik. Tanda-tanda verbal dapat

Komunikasi Kebijakan Pendidikan

Page 7

berupa kata-kata, angka-angka, baik yang diucapkan maupun yang ditulis. Tandatanda non verbal dapat berupa ekspresi fasial, gerak anggota tubuh, pakaian, warna, musik, waktu, ruamg, rasa, sentuhan, dan bau. Sedangkan tanda-tanda paralinguistik meliputi: kualitas suara, kecepatan bicara, tekanan suara, vokalisasi, yang digunakan untuk menunjukkan emosi tertentu (Gonzalez, dalam Jahi, 1988, dalam Imron, 2008).

Komunikasi kebijakan pendidikan adalah sosialisasi atas rumusanrumusan kebijakan pendidikan yang sudah dilegitimasikan. Sebagai komunikatornya adalah para aktor perumusan kebijakan pendidikan, sedangkan sebagai komunikannya adalah para pelaksana kebijakan pendidikan beserta dengan perangkat dan khalayak pada umumnya. Adapun bahan yang dikomunikasikan adalah rumusan-rumusan kebijakan, mulai dari konsiderannya, isinya, sampai dengan penjelasannya. Para pelaksana kebijakan pendidikan bersama dengan perangkatnya mengkomunikasikan lagi rumusan kebijakan tersebut kepada khalayak umum.

Khalayak umum sendiri kemudian juga mengkomunikasikan rumusan kebijakan pendidikan kepada sesamanya. Rumusan kebijakan tersebut, menjadi bagian dari kehidupan khalayak, dan oleh karena itu maka mereka mengambil bagian dalam pelaksanaannya.

D. Model Komunikasi Pendidikan

Model komunikasi dapat dibedakan menjadi 3 macam.

1. Model Komunikasi Satu Arah Model Komunikasi satu arah lazim disebut sebagai komunikasi aksi. Model komunikasi satu arah ini, umumnya berasal dari arah atas menuju ke bawah. Model komunikasi kebijakan demikian lazim dikenal dengan top down. Komunikasi yang terjadi ialah sepihak. Pembuat kebijakan sebagai komunikatornya, sementara pelaksana dan khalayak menjadi komunikannya.

Komunikasi Kebijakan Pendidikan

Page 8

Pembuat kebijakan dianggap sebagai sumber pesan, sementara pelaksana dan khalayak kebanyakan dianggap sebagai penerimanya. Lebih lanjut, para pelaksana bertindak selaku komunikatornya, kemudian khalayak kebanyakan berlaku sebagai penerima pesannya.

Jika digambarkan, model komunikasi satu arah dari atas ke bawah tersebut adalah sebagai berikut:

Sumber pesan

Pesan

Saluran

Penerima pesan

Dalam perkembangan lebih lanjut, model komunikasi satu arah ini mempunyai aliran yang berlawanan, ialah dari bawah ke atas. Model komunikasi kebijakan demikian, dikenal dengan bottom up. Jika digambarkan, adalah sebagai berikut:
Sumber pesan Pesan Saluran Penerima pesan

2. Model Komunikasi Dua Arah Model komunikasi ini disebut juga model komunikasi interaksi. Model ini, mempunyai dua arah sekaligus, ialah aliran dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Ada kebutuhan yang sama antara perumus kebijakan yang berkapasitas sebagai sumber pesan dengan para pelaksana kebijakan yang berkapasitas sebagai penerimanya. Ada kebutuhan yang sama antara pelaksana kebijakan sebagai sumber pesan pesan kedua (setelah pembuat kebijakan) dengan khalayak sebagai penerima pesan. Komunikasi dua arah, dapat juga berupa komunikasi yang konsultatif, di mana sumber pesan dengan penerima pesan memberikan kontribusi yang seimbang.

Komunikasi Kebijakan Pendidikan

Page 9

Jika digambarkan, model komunikasi interaksi ini adalah sebagai berikut:

Sumber pesan

Pesan

Saluran

Penerima pesan

3. Model Komunikasi Multiarah Model komunikasi ini disebut juga model komunikasi transaksi. Model komunikasi ini mempunyai aliran yang multiarah. Aliran pesan, tidak saja dari sumber pesan ke penerima atau dari penerima ke sumber pesan, melainkan dapat terjadi antar sumber pesan dan antar penerima pesan. Dengan demikian, keseluruhan komponen-komponen komunikasi, baik yang bertindak sebagai pemberi pesan maupun yang bertindak selaku penerima pesan, sama-sama memberikan kontribusi yang seimbang dalam proses komunikasi.

Menurut model komunikasi transaksi, pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan dan khalayak sasarannya, sama-sama aktif dalam proses komunikasi. Dengan demikian, pesan-pesan kebijakan tersebut dapat dicerna persis oleh mereka.

E. Problema Komunikasi Kebijakan Pendidikan Problema komunikasi kebijakan dapat dibedakan atas yang bersumber dari komunikatornya, yang bersumber dari pesannya sendiri, dan yang bersumber dari komunikannya.

Problema yang bersumber dari komunikator kebijakan pendidikan adalah: Pertama kurang ahlinya komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan kebijakan, sehingga kebijakan pendidikan yang rumusannya jelas, bisa tidak jelas karena tidak disampaikan dengan baik oleh komunikatornya. Kedua, komunikator mempunyai referensi yang berbeda dengan komunikan dalam banyak hal. Berbedanya referensi ini bisa menjadi penyebab tak tepatnya jargon-jargon yang dipakai oleh komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan kebijakan

Komunikasi Kebijakan Pendidikan

Page 10

pendidikan, dari visi komunikan. Ketiga, kurangnya kredibilitas komunikator di mata komunikan. Kredibilitas komunikator, meliputi banyak hal, mulai dari tingkat ketokohannya di masyarakatnya (di mata komunikan), perilaku dan sikapnya, serta kemampuan aktingnya. Bagaimanapun juga, komunikator adalah orang yang menjadi pusat perhatian khalayak. Karena itu, kapasitas pribadinya tidak akan lepas dari penilaian khalayak.

Problema-problema komunikasi kebijakan pendidikan yang bersumber dari pesannya sendiri adalah: Pertama, pesan itu sendiri, ialah rumusan kebijakannya tidak begitu jelas. Ketidakjelasan rumusan ini terjadi sebagai akibat dari banyaknya kompromi dan upaya konsensus yang dilakukan oleh para aktor pada saat merumuskan kebijakan. Jika rumusan kebijakan itu tidak jelas, maka akan ditangkap komunikator secara tidak jelas, lebih-lebih jika disampaikan kepada komunikan atau khalayak, akan tertangkap tidak jelas lagi. Kedua, sebagai rumusan kebijakan yang baru dan belum mengkhalayak, bisa jadi rumusan kebijakan tersebut dirasakan asing oleh khalayak. Karena dirasakan asing, memberikan peluang bagi munculnya penolakan dari komunikan. Sebab, seberapa pun kadarnya, komunikan pasti telah punya referensi mengenai banyak hal. Referensi yang telah ada dalam dirinya tersebut, bisa menjadi penyebab resistensinya terhadap hal-hal yang baru, terlebih dengan hal-hal yang asing.Ketiga, sebagai akibat dari komprominya banyak aktor dalam merumuskan kebijakan, tidak jarang rumusan kebijakan tersebut sangat ideal dan kurang realistik. Ini bisa menjadi penyebab komunikan yang menerima pesan dari komunikator tersebut apatis, karena menganggap apa yang disampaikan oleh komunikator sekedar isapan jempol. Misalnya saja, rumusan kebijakan yang terlalu ambisius dan tidak mungkin dapat dilakukan.

Di dunia pendidikan, contoh demikian pernah terjadi, misalnya saja dengan mandeknya kebijakan pendidikan di SMA, yang memecah program menjadi program A dan program B. Sampai dengan sekarang, program B tersebut ternyata macet sampai dengan waktu yang tidak diketahui, karena apa yang baik dalam gagasan belum tentu realistik dengan keadaan yang ada di SMA-SMA.

Komunikasi Kebijakan Pendidikan

Page 11

Fasilitas dan sumber daya manusia yang cakap untuk pelaksanaan program tersebut ternyata terbatas dalam dunia pendidikan kita.

Haruslah diketahui, bahwa program B yang ditunda pelaksanaannya tersebut memang telah pernah diujicobakan dan berhasil, melalui eksperimentasi yang cukup panjang, ialah melalui SMA PPSP di sepuluh LPTK. Mengingat di SMA PPSP, segala sumber-sumber potensial yang dibutuhkan telah tersedia, maka hasil eksperimentasi tersebut mengalami hambatan pada sekolah-sekolah konvensional yang sumber daya pendidikannya terbatas.

Sementara itu, problema komunikasi kebijakan pendidikan yang bersumber dari komunikannya adalah: Pertama, heterogennya komunikan. Heterogenitas komunikan ini, bisa dalam hal tingkatan pendidikannya, ragam etnik, kepercayaan dan agamanya, dan ragam simbol-simbol yang dipakai dalam kehidupannya. Heterogenitas komunikan ini, menjadikan penyebab sulitnya mencari bahasa yang cocok untuk mereka. Penyesuaian penyampaian pesan berdasarkan mereka yang berada di strata atas, tentu menjadi penyebab tidak dipahaminya pesan-pesan tersebut oleh rakyat kebanyakan, sementara jika menyesuaikan dengan mereka yang tingkatannya rendah, bisa dianggap tak berbobot oleh mereka yang berada di tingakatan atas. Kedua, adanya pengetahuan sebelumnya dari pihak komunikan yang berbeda sama sekali dengan pesan-pesan kebijakan yang baru saja ia terima. Seleksi yang dilakukan ini bisa menjadi penyebab diterimanya kebijakan tersebut secara sepotong-sepotong dan tidak utuh. Tidak utuhnya penerimaan atas rumusan kebijakan bisa menjadi penyebab kelirunya pemahaman seseorang mengenai kebijakan.

Komunikasi Kebijakan Pendidikan

Page 12

BAB III PENUTUP

A.

Kesimpulan Komunikasi kebijakan pendidikan merupakan suatu proses berbagi

informasi, ide, atau sikap mengenai kebijakan dalam bidang pendidikan. Komunikasi kebijakan pendidikan sangat diperlukan bagi masyarakat agar mereka memahami lebih dalam mengenai kebijakan pendidikan, menghindari kesalahpahaman. Komunikasi kebijakan pendidikan juga mempunyai beberapa batasan yakni . Para pelaksana kebijakan pendidikan bersama dengan perangkatnya mengkomunikasikan lagi rumusan kebijakan tersebut kepada khalayak umum. Di dalam prakteknya kebijakan pendidikan memiliki beberapa model dianntaranya model komunikasi satu arah, model komunikasi dua arah, dan model komunikasi multiarah. Komunikasi kebijakan pendidikan di dalam kehidupan sehari-hari terutamanya di dalam bidang pendidikan memiliki beberapa problematika yakni kurang ahlinya komunikator dalam menyampaikan pesanpesan kebijakan, sehingga kebijakan pendidikan yang rumusannya jelas, bisa tidak jelas karena tidak disampaikan dengan baik oleh komunikatornya. Kedua, komunikator mempunyai referensi yang berbeda dengan komunikan dalam banyak hal, Ketiga, kurangnya kredibilitas komunikator di mata komunikan. Sementara itu, problema komunikasi kebijakan pendidikan yang bersumber dari komunikannya adalah: Pertama, heterogennya komunikan, Kedua, adanya pengetahuan sebelumnya dari pihak komunikan yang berbeda sama sekali dengan pesan-pesan kebijakan yang baru saja ia terima.

B. Saran Bagi pihak pemerintah agar lebih memperhatikan cara mengkomunikasikan kebijakan pendidikan kepada stakeholder pendidikan dan khalayak, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman yang terkait dengan pendidikan. Bagi penulis atau akademisi agar dapat menambah wawasan yang diperlukan dalam praktik komunikasi kebijakan pendidikan.

Komunikasi Kebijakan Pendidikan

Page 13

DAFTAR RUJUKAN Alasan-Alasan Perlunya Komunikasi Kebijakan Pendidikan, (Online), (http://ebookbrowse.com/alasan-alasan-perlunya-komunikasi-kebijakanpendidikan-pdf-d355894780), diakses 28 Januari 2013. Imron, Ali. 2008. Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Suprapto, Tommy. 2006. Pengantar Teori Komunikasi. Yogyakarta: Media Pressindo(Anggota IKAPI).

Komunikasi Kebijakan Pendidikan

Page 14

Anda mungkin juga menyukai