TUGAS INDIVIDU
(Memenuhi Tugas Individu Pada Mata Kuliah Filsafat Dan Teori Administrasi Pendidikan
Yang Dibimbing oleh Ibu Prof. Nurhizrah Gistituati, M.Ed, Ed.D
Dan Ibu Dr. Rifma, M.Pd)
OLEH:
H. HENDRI YAZID, S.Pd.I, MM
NIM. 20324014
Teori adalah suatu representasi yang disederhanakan mengenai suatu bagian terbatas dari
realitas (Pawar, 2009:1). Teori adalah usaha untuk menyediakan suatu representasi yang
digunakan untuk memberikan suatu gambaran yang tertata tentang beberapa fenomena di dunia
nyata. Teori hanya merepresentasikan suatu bagian dari fenomena dunia riil sehingga teori
mempunyai ruang lingkup dan kondisi-kondisi yang membatasi.
Teori adalah seperangkat konvensi yang diciptakan oleh ahli teori, terdiri dari suatu
gugus asumsi yang relevan dan secara sistematis berhubungan satu sama lain. Suatu teori tidak
dilihat dari benar salahnya, melainkan dilihat apakah teori itu mempunyai kegunaan dalam
meramalkan suatu kejadian atau dapat menghasilkan konsep yang relefan yang dapat di
verifikasikan. (Calvin S. Hall dan Gardner Lindsey (1970).
Sedangkan menurut Donald J. Willower (1975) dalam Hoy and Miskel dalam bukunya
Educational Administration mengemukakan bahwa teori adalah suatu set konsep yang saling
berhubungan, asumsi, dan generalisasi yang secara sistematis menguraikan dan menjelaskan
keteraturan perilaku pada organisasi bidang pendidikan.
Teori manajemen klasik ini dibagi menjadi dua aliran yaitu manajemen ilmiah dan teori
organisasi klasik.
a. Manajemen Ilmiah
Aliran manajemen ilmiah ditandai kontribusi-kontribusi dari Frederick W. Taylor, Frank dan
Lillian Gilbert, Henry L Gantt, dan Harrington Emerson, yang akan diuraikan satu persatu.
1) Frederick W. Taylor (1856 -1915)
Konsep manajemen ilmiah Taylor menekankan pentingnya struktur dan desain
dalam penyelesaian tugas organisasi.Tylor disebut juga sebagi “bapak manajemen
ilmiah”.Dalam buku-buku literature,manjemn ilmiah sering di artikan berbeda.Arti
pertama,manajemen ilmiah merupakan metode ilmiah pada studi,analisa dan pemecahan
masalah-masalahorganisasi.Sedang kan arti kedua,manajemen ilmiah adalah seperangkat
mekanisme-mekanisme atau teknik-teknik – “a bag of tricks”- untuk meningkatkan kerja
efisiensi organisasi.
Taylor menuangkan gagasan-gagasannya dalam tiga judul makalah, yaitu Shop
Management, The Principle of Scientific Management dan Testimony Before the Spesial
House Comitte yang dirangkum dalam sebuah buku yang berjudul Scientific
Management.
Taylor telah memberikan prinsip-prinsip dasar (filsafat) penerapan pendekatan
ilmiah pada manajemen, dan mengembang kan sejumlah teknik-tekniknya dalam
mencapai efisiensi. Empat prinsip dasar filsafat Taylor yang dimilikinya yaitu :
1. Pengembangan metode-metode ilmiah dalam managemen, sebagai contoh metoda
yang paling baik untuk pelaksanaan setiap pekerjaan dapat ditentukan.
2. Seleksi ilmiah untuk karyawan, agar setiap karyawan dapat diberikan tanggung jawab
atas suatu tugas sesuai dengan kemampuannya.
3. Pendidikan dan pengembangan ilmiah dan pengembangan ilmiah para karyawan
4. Kerja yang baik antara manajemen dan tenaga kerja.
Penelitiannya memberi andil bagi pengembangan teknik manajemen dalam
standarisasi kerja, perencanaan tugas, studi waktu dan gerak, piece rate, dan penghematan
biaya dan terbentuknya bidang studi seperti pengawasan, teknik industri, manajemen
industri, dan manajemen personal.
Disamping itu Fayol juga mengemukakan empat belas prinsip manajemen yang secara
ringkas, sebagai berikut :
1. Pembagian kerja – adanya spesialisasi akan meningkatkan efisiensi pelaksanaan kerja
2. Wewenang – hak untuk memberi perintah dan dipatuhi
3. Disiplin – harus ada respek dan ketaatan pada peranan-peranan dan tujuan-tujuan
organisasi
4. Kesatuan perintah – setiap karyawan hanya menerima instruksi tentang kegiatan
tertentu dari hanya seorang atasan
5. Kesatuan pengarahan – operasi-operasi dalam organisasi yang mempunyai tujuan
yang sama harus diarahkan oleh seorang manajer dengan penggunaan satu rencana
6. Meletakkan kepentingan perseorangan di bawah kepentingan umum – kepentinga
perseorangan harus tunduk pada kepentingan organisasi
7. Balas jasa – kompensasi untuk pekerjaan yang dilaksanakan harus adil baik bagi
karyawan maupun pemilik
8. Sentralisasi – adanya keseimbangan yang tepat antara sentralisasi dan desentralisasi
9. Rantai saklar (garis wewenang) – garis wewenang dan perintah yang jelas
10. Order – bahan-bahan (material) dan orang-orang harus ada pada tempat dan waktu
yang tepat
11. Keadilan – harus ada kesamaan perlakuan dalam organisasi
12. Stabilitas staf organisasi – tingkat perputaran tenaga kerja yang tinggi tidak baik bagi
pelaksanaan fungsi-fungsi organisasi
13. Inisiatif – bawahan harus diberi kebebasan untuk menjalankan dan menyelesaikan
rencananya, walaupun beberapa kesalahan mungkin terjadi
14. Semangat korps – pelaksanaan operasi organisasi perlu memiliki kebanggaan,
kesetiaan, dan rasa memiliki dari para anggota yang tercermin pada semangat korps
Fayol percaya bahwa melalui penguasaan keterampilan dan prinsip dasar manajemen
orang yang mendalaminya dapat menjadi manajer yang baik.
2) James D. Mooney
Menurut Mooney untuk merancang organisasi perlu diperhatikan empat kaidah
dasar, yaitu (1) koordinasi – syarat-syarat adanya koordinasi meliputi wewenang, saling
melayani, perumusan tujuan dan disiplin, (2) prinsip scalar – proses scalar mempunyai
prinsip , prospek dan pengaruh sendiri yang tercermin dari kepemimpinan, delegasi dan
definisi fungsional, (3) prinsip fungsional – adanya fungsionalisme bermacam-macam
tugas, dan (4) prinsip staf – kejelasan perbedaan antara staf dan lini.
C. Teori Humanistik
Sebagai suatu gerakan formal, humanistik dimulai di Amerika Serikat dan Eropa
pada tahun 1950-an, dan terus menerus tumbuh, baik dalam jumlah pengikut maupun dalam
lingkup pengaruhnya. Psikologi humanistik lahir dari ketidak puasan terhadap jalan yang
ditempuh oleh psikologi pada awal abad ke-20. Ketidakpuasan itu terutama tertuju pada
gambaran manusia yang dibentuk oleh psikologi modern, suatu gambaran yang partial, tidak
lengkap, dan satu sisi.
Terdapat prinsip-prinsip penting dalam humanistik, yang diadaptasi dari Lundin
(1996) dan Merry (1998) yang dapat dijadikan landasan manusia untuk mengembangkan
potensi-potensinya dan tidak terkungkung oleh kekuasaan, adalah sebagai berikut:
1. Manusia dimotivasi oleh adanya keinginan untuk berkembang dan memenuhi potensinya.
2. Manusia bisa memilih ingin menjadi seperti apa, dan tahu apa yang terbaik bagi dirinya.
3. Manusia dipengaruhi oleh cara pandangnya terhadap dirinya sendiri, yang berasal dari
cara orang lain memperlakukannya.
4. Sedangkan tujuan psikologi humanistik adalah membantu manusia memutuskan apa yang
dikehendakinya dan membantu memenuhi potensinya.
dengan kehidupam mereka. Anak yang tidak bisa matematika atau sejarah bukan
bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa
sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk
itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
D. Teori Behavioristik
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan
oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah
stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang
diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau
tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan
semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka
respon juga semakin kuat. Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
1. Reinforcement and Punishment
2. Primary and Secondary Reinforcement
3. Schedules of Reinforcement
4. Contingency Management
5. Stimulus Control in Operant Learning
6. The Elimination of Responses
Tokoh-tokoh aliran behavioristik adalah:
1. Ivan Petrovich Pavlov
Mengemukakan bahwa dengan menerapkan strategi ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia
dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
3. Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau
hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi
yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar
dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak
dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi
tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat
diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike dimana Ketiga hukum ini
menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon, yakni ;
a. Hukum efek
b. Hukum latihan
c. Hukum kesiapan
3. Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat
diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri
seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang
tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris
murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika
atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh
mana dapat diamati dan diukur.
4. Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles
Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive
reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia,
sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan
kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud
macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan
dengan kondisi biologis.
5. Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-
stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti
oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel
hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar
terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan
tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil
belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan
belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan
respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan
pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
6. Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep
para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun
lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi
melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya.
Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-
stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan
mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-
konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya
perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara
benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta
memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin
timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan
menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi,
demikian seterusnya.
Prinsip Dasar Behavioristik
Ciri dari teori behavioristik adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil,
bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi
atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat
bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah
hasil belajar.
Dalam hal konsep pembelajaran, proses cenderung pasif berkenaan dengan teori
behavioris. Pelajar menggunakan tingkat keterampilan pengolahan rendah untuk
memahami materi dan material sering terisolasi dari konteks dunia nyata atau situasi.
Little tanggung jawab ditempatkan pada pembelajar mengenai pendidikannya sendiri.
Konsep dasar behaviorisme adalah sebagai berikut;
a. Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari
jiwa atau mental yang abstrak
b. Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem
untuk sciene, harus dihindari.
c. Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu-satunya
subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
d. Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi
oleh para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan
akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan
mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior
tetap terjadi.
e. Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat
positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.
f. Banyak ahli (a.l. Lundin, 1991 dan Leahey, 1991) membagi behaviorisme ke dalam
dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan.
E. Pendekatan Kontingensi
Aliran manajemen kontingensi merupakan salah satu aliran modern. Aliran
kontingensi ini muncul setelah konsep manajemen klasik dan neo klasik dipandang memiliki
kekurangan, oleh karena para ahli mengkombinasikan antara aliran klasik dan neo klasik
untuk membuat konsep manajemen berdasarkan kondisi atau berdasarkan situasi.
Asumsi dasar pada teori kontingensi adalah:
1 Organisasi bukan entitas tunggal tapi mempunyai varian yang luas,
2 Tidak ada ‘tool universal’ yang cocok untuk semua varian organisasi,
3 Tugas manajer adalah menyesuaikan gaya manajemennya sesuai dengan varian
organisasinya,
4 Konflik dalam organisasi muncul karena ketidaktepatan gaya manajemen yang
diterapkan dengan varian organisasi yang dipimpinnya.
Ada tiga bagian utama dalam kerangka konseptual menyeluruh untuk pendekatan kontingensi
yaitu:
1). Lingkungan
2). Konsep dan teknik manajemen
3). Hubungan kontingensi antara keduanya
Aliran kontigensi dikembangkan oleh para pakar manajer, konsultan dan peneliti yang
mencoba untuk menerapkan konsep-konsep dari berbagai aliran manajemen dalam situasi
kehidupan yang nyata.
F. Pendekatan Sistem
Sebagai suatu prinsip fundamental, pendekatan sistem adalah sangat mendasar. Ini
secara sederhana berarti bahwa segala sesuatu adalah saling berhubungan dan saling
tergantung. Suatu sistem tersendiri dari elemen-elemen yang berhubungan dan bergantung
satu dengan yang lain, tetapi bila berbagai elemen tersebut berinteraksi maka akan
membentuk suatu kesatuan yang menyeluruh. Jadi, menurut definisi, hampir setiap
phenomena dapat dianalisa dan disjikan dari sudut pandangan sistem. Sistem-sistem biologis,
phisik, ekonomi dan soaial-budaya adalah beberapa contoh.
Pendekatan ini memandang organisasi sebagai satu kesatuan yang saling berinteraksi
yang tak terpisahkan. Sebagai suatu pendekatan sistem manajemen meliputi sistem umum
dari sistem khusus serta analisis tertutup maupun terbuka. Pendekatan sistem umum meliputi
konsep-konsep organisasi formal dan teknis, filosofis, sosiopsikologis. Analis sistem
manajemen spesifik meliputi struktur organisasi, desain pekerjaan, akuntansi, sistem
informasi, dan mekanisme perencanaan dan pengawasan
DAFTAR PUSTAKA