(Untuk Memenuhi Tugas Individu Ke-1 Mata Kuliah Filsafat Dan Teori Administrasi
Pendidikan Yang Dibimbing oleh Ibu Prof. Nurhizrah Gistituati, M.Ed, Ed.D
Dan Ibu Dr. Rifma, M.Pd)
OLEH:
H. HENDRI YAZID, S.Pd.I, MM
NIM. 20324014
A. Latar Belakang
Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah puas
dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran yang sesungguhnya
dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun setiap jawaban-jawaban tersebut
juga selalu memuaskan manusia. Ia harus mengujinya dengan metode tertentu untuk
mengukur apakah yang dimaksud disini bukanlah kebenaran yang bersifat semu, tetapi
kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang bisa diukur dengan cara-cara ilmiah.
Perkembangan pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan
manusia berhenti untuk mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin menggiatkan manusia
untuk terus mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada
sebelumnya untuk menguji sesuatu teori baru atau menggugurkan teori sebelumnya.
Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi melakukan penelitian-penelitian yang bersifat
ilmiah untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya.
Karena itu bersifat statis, tidak kaku, artinya ia tidak akan berhenti pada satu titik, tapi
akan terus berlangsung seiring dengan waktu manusia dalam memenuhi rasa
keingintahuannya terhadap dunia. Untuk itulah setiap manusia harus dapat berfikir filosofis
dalam menghadapi segala realitas kehidupan ini yang menjadkan filsafat harus dipelajari.
Filsafat merupakan sebuah disiplin ilmu yang terkait dengan perihal kebijaksanaan.
Kebijaksanaan merupakan titik ideal dalam kehidupan manusia, karena ia dapat menjadikan
manusia untuk bersikap dan bertindak atas dasar pertimbangan kemanusiaan yang tinggi
(actus humanus), bukan asal bertindak sabagaimana yang biasa dilakukan manusia (actus
homoni). Kebijaksanaan tidaklah dapat dicapai dengan jalan biasa, ia memerlukan langkah-
langkah tertenu, khusus, istimewa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Itu Filsafat ?
2. Apa Itu Filsafat Ilmu?
3. Bagaimana Aliran Filsafat ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Konsep Filsafat
2. Mengetahui Bentuk atau Macam-Macam Konflik
3. Mengetahui Sumber dari Konflik
BAB II
KONSEP FILSAFAT, FILSAFAT ILMU, DAN ALIRAN FILSAFAT
A. FILSAFAT
1. Pengertian Filsafat
Istilah filsafat bisa ditinjau dari dua segi, semantik dan praktis. Dari segi semantik
perkataan filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia yang berarti philos = cinta,
suka (loving) dan Sophia = pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosopia berarti cinta
kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang
berfilsafah akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut
philosopher dalam bahasa Arab disebut failasuf. Dari segi praktis filsafat berarti alam
pikiran atau alam berfikir. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir
berarti berfilsafat. Berfilsafat maknanya berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh.
Istilah filsafat merupakan serapan dari bahasa Yunani: “Philosophia (filosofia)”,
berasal dari kata kerja “filosofein” yang berarti “mencintai kebijaksanaan”, Philoshopia
berasal dari gabungan kata “Philein” yang berarti cinta dan “Shopia” yang berarti
kebijaksanaan. (Muhdi, Ali, dkk. 2012).
Filsafat memiliki banyak definisi – defini yang berbeda – beda dari tiap pakar,
diantara definisi yang ada, beberapa diantaranya memiliki pemahaman – pemahaman
yang sama maupun berbeda tentang filsafat. Definisi filsafat tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Aristoteles (382 – 322 S.M) murid Plato, mendefinisikan filsafat sebagai ilmu
pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Dia juga berpendapat
bahwa filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda.
2. Cicero (106 – 43 S.M), filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung
dan usaha-usaha mencapai hal tersebut.
3. Al Farabi (870 – 950 M), seorang Filsuf Muslim mendefinidikan Filsafat sebagai
ilmu pengetahuan tentang alam maujud, bagaimana hakikatnya yang sebenarnya.
4. Immanuel Kant (1724 – 1804), Mendefinisikan Filsafat sebagai ilmu pokok dan
pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan yaitu :
a. Metafisika (apa yang dapat kita ketahui).
b. Etika (apa yang boleh kita kerjakan).
c. Agama ( sampai dimanakah pengharapan kita)
d. Antropologi (apakah yang dinamakan manusia)
5. H.C Webb dalam bukunya History of Philosophy menyatakan bahwa filsafat
mengandung pengertian penyelidikan. Tidak hanya penyelidikan hal-hal yang khusus
dan tertentu saja, bahkan lebih-lebih mengenai sifat – hakekat baik dari dunia kita,
maupun dari cara hidup yang seharusnya kita selenggarakan di dunia ini.
6. Harold H. Titus dalam bukunya Living Issues in Philosophy mengemukakan beberapa
pengertian filsafat yaitu :
a. Philosophy is an attitude toward life and universe (Filsafat adalah sikap terhadap
kehidupan dan alam semesta).
b. Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry (Filsafat adalah
suatu metode berfikir reflektif dan pengkajian secara rasional)
c. Philosophy is a group of problems (Filsafat adalah sekelompok masalah)
d. Philosophy is a group of systems of thought (Filsafat adalah serangkaian sistem
berfikir)
7. Filsafat adalah sikap terhadap hidup dan alam semesta (Philoshophy is an attitude
toward life and universe). Filsafat merupakan sikap berfikir yang melibatkan usaha
dalam usaha memikirkan masalah hidup dan alam semesta dari semua sisi yang
meliputi kesiapan menerima hidup dan alam semesta sebagaimana adanya dan
mencoba untuk melihatnya secara keseluruhan hubungan. (Wasirto)
8. Filsafat adalah suatu pengetahuan metodis dan sistematis, yang melalui jalan refleksi
hendak menangkap dan mendapat makna yang hakiki dari hidup dan dari gejala-gejala
hidup sebagai bagian daripadanya. (Huijber, Teo)
9. Filsafat adalah ilmu yang berupaya untuk memahami hakikat alam dan realitas yang
ada dengan mengendalikan akal budi. (Rapar, Jan Hendrik)
10. Filsafat adalah memajukan pertanyaan tentang kenyataan seluruhnya atau tentang
hakikat, asas, prinsip dari kenyataan (Berling)
11. Nasr & Leaman (1996): Filsafat (teoritis) adalah tindakan pencarian kebenaran melalui
ilmu pengetahuan. (Sholikhin)
12. Filsafat adalah sikap mempertanyakan, sikap bertanya, yaitu bertanya dan menanyakan
sesuatu, mempertanyakan apa saja. Sesungguhnya filsafat adalah suatu metode sikap
bertanya untuk mendapatkan pengetahuan dari segala sesuatu yang ditanyakan.
( Keraf)
13. Filsafat adalah tempat dimana pertanyaan – pertanyaan dikumpulkan, diterangkan, dan
diteruskan sehingga filsafat disebut juga sebagai ilmu tanpa batas. Filsafat tidak
menyelidiki dari satu sisi saja namun filsafat juga menyelediki dari berbagai sisi yang
menarik perhatian manusia. (Hamersma)
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan suatu
bentuk tindakan, kegiatan, sikap yang berusaha ingin mengetahui suatu hakikat kebenaran
dengan bertanya – bertanya tanpa lelah agar dapat memperoleh kebenaran tersebut.
Pertanyaan tersebut akan dikumpulkan hingga dapat membuat pelakunya hanya akan
memperdalam ketidaktahuannya saja, namun semakin banyaknya ketidaktahuan yang
mereka produksi dan kumpulkan, maka hal tersebut akan membuatnya memperoleh
banyak materi untuk bertanya secara filsafat yang akan berusaha mencari tahu atas
pertanyaan yang dikumpulkannya hingga akhirnya para pelakunya memperoleh
pengetahuan juga kebenaran.
Filsafat bersifat sistematis artinya pernyataan-pernyataan atau kajian-kajiannya
menunjukkan adanya hubungan satu sama lain, saling berkait dan bersifat koheren
(runtut). Di dalam tradisi filsafat ada paham-paham atau aliran besar yang menjadi titik
tolak dan inti pandangan terhadap berbagai pertanyaan filsafat. Misal: aliran empirisme
berpandangan bahwa hakikat pengetahuan adalah pengalaman. Tanpa pengalaman, maka
tidak akan ada pengetahuan. Pengalaman diperoleh karena ada indera manusia yang
menangkap objek-objek di sekelilingnya (sensasi indera) yang kemudian menjadi persepsi
dan diolah oleh akal sehingga menjadi pengetahuan. Filsafat bersifat universal, artinya
pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban filsafat bersifat umum dan mengenai semua
orang. Misalnya: Keadilan adalah keadaan seimbang antara hak dan kewajiban. Setiap
orang selalu berusaha untuk mendapatkan keadilan. Walaupun ada perbedaan pandangan
sebagai jawaban dari pertanyaan filsafat, tetapi jawaban yang diberikan berlaku umum,
tidak terbatas ruang dan waktu. Dengan kata lain, filsafat mencoba mengajukan suatu
konsep tentang alam semesta (termasuk manusia di dalamnya) secara sistematis.
Seorang filsuf akan memperhatikan semua aspek pengalaman manusia.
Pandangannya yang luas memungkinkan ia melihat segala sesuatu secara menyeluruh,
memperhitungkan tujuan yang seharusnya. Ia akan melampaui batas-batas yang sempit
dari perhatian yang khusus dan kepentingan individual. Harold H. Titus (1959)
mengemukakan pengertian filsafat dalam arti sempit maupun dalam arti luas. Dalam arti
sempit filsafat diartikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan metodologi atau analisis
bahasa secara logis dan analisis makna-makna. Filsafat diartikan sebagai science of
science yang bertugas memberi analisis secara kritis terhadap asumsi-asumsi dan konsep-
konsep ilmu, mengadakan sistematisasi atau pengorganisasian pengetahuan. Dalam
pengertian yang lebih luas, filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia yang
berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta,
hidup dan makna hidup. Ada beberapa definisi filsafat yang dikemukakan Harold Titus,
yaitu:
1. Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta
2. Filsafat adalah suatu metode berpikir reflektif dan penelitian penalaran
3. Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah
4. Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berpikir.
Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan manusia yang memiliki peran penting
dalam menentukan dan menemukan eksistensinya. Dalam kegiatan ini manusia akan
berusaha untuk mencapai kearifn dan kebajikan. Kearifan merupakan hasil dari filsafat
dari usaha mencapai hubungan-hubungan antara berbagai pengetahuan dan menentukan
implikasinya, baik yang tersurat maupun yang tersurat dalam kehidupan.
Berdasarkan uraian-uraian semua diats dapat ditarik kesimpulan bahwa berfilsafat
merupakan kegiatan berpikir yang khas, yaitu radikal, sistematis dan universal untuk
mencari kearifan, kebenaran yang sesungguhnya dari segala sesuatu. Berfilsafat berarti
berpikir merangkum (sinopsis) tentang pokok-pokok atau dasar-dasar dari hal yang
ditelaahnya.
3. Objek Filsafat
Objek dibedakan menjadi dua macam, yaitu objek material dan objek formal.
Setiap ilmu mempunyai objek material dan objek formal masing-masing. Demikian pula
halnya dengan filsafat. Sering orang mengatakan bahwa salah satu perbedaan antara ilmu
empiris dan filsafat adalah karena objeknya ini. Objek material filsafat meliputi segala
sesuatu yang ada. Segala sesuatu itu adalah Tuhan, alam dan manusia. Sedangkan objek
ilmu empiris hanya manusia dan alam. Ilmu empiris tidak mempermasalahkan atau
mengkaji tentang Tuhan, tetapi ilmu-ilmu agama (teologi) sebagian besar berisi kajian
tentang ketuhanan ditinjau dari perspektif dan interpretasi manusia terhadap wahyu atau
ajaran para Nabi. Ilmu filsafat mengkaji tentang alam, manusia dan Tuhan. Sepanjang
sejarah filsafat, kajian tentang alam menempati urutan pertama, kemudian disusul kajian
tentang manusia dan Tuhan.
Pada abad pertengahan di Eropa ketika filsafat menjadi abdi teologi, banyak
kajian-kajian filsafat tentang Tuhan. Setelah masuk zaman modern, fokus kajian filsafat
adalah manusia. Objek formal (sudut pandang pendekatan) filsafat adalah dari sudut
pandang hakikatnya. Filsafat berusaha untuk membahas hakikat segala sesuatu. Hakikat
artinya kebenaran yang sesungguhnya atau yang sejati, yang esensial, bukan yang bersifat
kebetulan. Sebagai contoh dapat dikemukakan di sini. Manusia sebagai objek kajian ilmu
dan filsafat dapat dikaji dari berbagai sudut pandang. Manusia dapat dikaji dari sudut
interaksinya dalam hidup bermasyarakat. Inilah sudut pandang sosiologi. Manusia juga
dapat ditinjau dari sisi kejiwaannya. Inilah sudut pandang psikologi. Manusia dapat
ditinjau dari perilakunya dalam memenuhi kebutuhan hidup yang cenderung tidak
terbatas dihadapkan dengan benda-benda yang terbatas. Inilah sudut pandang ilmu
ekonomi. Tetapi, manusia dapat pula dibahas dari sudut pandang yang hakiki. Inilah
sudut pandang filsafat.
4. Cabang-Cabang Filsafat
Sidi Gazalba (1973) mengemukakan bidang permasalahan filsafat terdiri atas:
a. Metafisika, dengan pokok-pokok masalah: filsafat hakikat atau ontologi, filsafat alam
atau kosmologi, filsafat manusia, dan filsafat ketuhanan atau teodyce.
b. Teori pengetahuan atau epistemologi, yang mempersoalkan: hakikat pengetahuan,
dari mana asal atau sumber pengetahuan, bagaimana membentuk pengetahuan yang
tepat dan yang benar, apa yang dikatakan pengetahuan yang benar, mungkinkah
manusia mencapai pengetahuan yang benar dan apakah dapat diketahui manusia,
serta sampai di mana batas pengetahuan manusia.
c. Filsafat nilai atau aksiologi yang membicarakan: hakikat nilai, di mana letak nilai,
apakah pada bendanya atau pada perbuatannya atau pada manusia yang menilainya;
mengapa terjadi perbedaan nilai antara seseorang dengan orang lain, siapakah yang
menentukan nilai, mengapa perbedaan ruang dan waktu membawa perbedaan
penilaian
Louis O. Kattsoff (1987: 74-82) membagi cabang-cabang filsafat menjadi dua bagian
besar, yaitu cabang filsafat yang memuat materi ajar tentang alat dan cabang filsafat yang
memuat tentang isi atau bahan-bahan dan informasi. Cabang filsafat yang merupakan alat
adalah Logika,termasuk di dalamnya Metodologi. Sedangkan cabang filsafat yang
merupakan isi adalah:
Metafisika
Epistemologi
Biologi Kefilsafatan
Psikologi Kefilsafatan
Antropologi Kefilsafatan
Sosiologi Kefilsafatan
Etika
Estetika
Filsafat Agama
1. Logika
Logika membicarakan teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari suatu perangkat
bahan tertentu. Kadang-kadang Logika didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang
penarikan kesimpulan. Logika dibagi dalam dua cabang utama, yakni logika deduktif dan
logika induktif. Logika deduktif berusaha menemukan aturan-aturan yang dapat
dipergunakan untuk menarik kesimpulan-kesimpulan yang bersifat keharusan dari satu
premis tertentu atau lebih. Memperoleh kesimpulan yang bersifat keharusan itu yang
paling mudah ialah bila didasarkan atas susunan proposisi-proposisi dan akan lebih sulit
bila yang diperhatikan ialah isi proposisi-proposisi tersebut. Logika yang membicarakan
susunan-susunan proposisi dan penyimpulan yang sifat keharusannya berdasarkan atas
susunannya, dikenal sebagai logika deduktif atau logika formal.
Logika induktif mencoba untuk menarik kesimpulan tidak dari susunan proposisi-
proposisi, melainkan dari sifat-sifat seperangkat bahan yang diamati. Logika induktif
mencoba untuk bergerak dari suatu perangkat fakta yang diamati secara khusus menuju
ke pernyataan yang bersifat umum mengenai semua fakta yang bercorak demikian, atau
dari suatu perangkat akibat tertentu menuju kepada sebab atau sebab-sebab dari akibat-
akibat tersebut.
2. Metodologi
Metodologi ialah ilmu pengetahuan tentang metode dan khususnya metode ilmiah.
Tampaknya semua metode yang berharga dalam menemukan pengetahuan mempunyai
garis-garis besar umum yang sama. Metodologi membicarakan hal-hal seperti sifat
observasi, hipotesis, hukum, teori, susunan eksperimen dan sebagainya.
3. Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat mengenai yang ada. Aristoteles mendefinisikan
metafisika sebagai ilmu mengenai yang ada sebagai yang ada, yang dilawankan dengan
yang ada sebagai yang digerakkan dan yang ada sebagai yang dijumlahkan. Istilah
metafisika sejak lama digunakan di Yunani untuk menunjukkan karya-karya tertentu
Aristoteles.
Dewasa ini metafisikan dipergunakan baik untuk menunjukkan filsafat pada umumnya
maupun untuk menunjukkan cabang filsafat yang mempelajari pertanyaan-pertanyaan
terdalam. Metafisika juga sering disamakan artinya dengan ontologi. Sebenarnya,
ontologi adalah bagian dari metafisika. Secara sederhana metafisika dapat didefinisikan
sebagai cabang filsafat atau bagian pengetahuan manusia yang bersangkutan dengan
pertanyaan mengenai hakikat ada yang terdalam.
4. Epistemologi
Menurut Kattsoff, epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal mula,
susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan.
5. Biologi Kefilsafatan
Biologi kefilsafatan membicarakan persoalan-persoalan mengenai biologi, menganalisa
pengertian hakiki dalam biologi. Ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai
pengertian hidup, adaptasi, teleologi, evolusi dan penurunan sifat-sifat. Biologi
kefilsafatan juga membicarakan tentang tempat hidup dalam rangka segala sesuatu, dan
arti pentingnya hidup bagi penafsiran kita tentang alam semesta tempat kita hidup.
Seorang filsuf dapat menghubungkan bahan-bahan yang ditemukan oleh ilmuwan biologi
dengan teori-teori yang dikemukakan untuk menerangkan bahan-bahan tersebut. Ia dapat
menolong seorang ahli biologi untuk bersifat kritis, bukan hanya terhadap istilah-
istilahnya, melainkan juga terhadap metode-metode dan teori-teorinya.
6. Psikologi Kefilsafatan
Filsafat dibagi dalam dua lapangan psikologi, yaitu psikologi sebagai ilmu dan psikologi
kefilsafatan. Kedua hal ini tidak pernah terpisah, melainkan hanya segi-segi yang berbeda
dari masalah yang sama.
7. Antropologi Kefilsafatan
Antropologi kefilsafatan juga membicarakan tentang makna sejarah manusia dan arah
kecenderungan sejarah. Sejarah juga dikaji dalam hubungannya dengan ilmu-ilmu alam,
atau dengan nafsu-nafsu atau dogma keagamaan, atau perjuangan untuk kelangsungan
hidup. Telah banyak penjelasan yang diberikan mengenai hal ini.
8. Sosiologi Kefilsafatan
Sosiologi kefilsafatan merupakan istilah lain untuk filsafat sosial dan filsafat politik. Di
dalam filsafat sosial dan filsafat politik, biasanya dikemukakan pertanyaan-pertanyaan
mengenai hakikat masyarakat dan hakikat negara, lembaga-lembaga yang terdapat di
masyarakat dan hubungan manusia dengan negaranya. Jadi, kita mengadakan perenungan
masalah sosiologi dan ilmu politik.
9. Etika
Di dalam melakukan pilihan, manusia mengacu kepada istilah-istilah seperti baik, buruk,
kebajikan, kejahatan dan sebagainya. Istilah-istilah ini merupakan predikat-predikat
kesusilaan (etik). Cabang filsafat yang membahas masalah ini adalah etika. Dalam
kondisi yang bagaimanakah kita mengadakan tanggapan-tanggapan kesusilaan? Ukuran-
ukuran apakah yang dipakai untuk menguji tanggapan-tanggapan kesusilaan?
10. Estetika
Dua istilah pokok telah digunakan di dalam kajian filsafat, yakni kebenaran dan kebaikan.
Kebenaran merupakan tujuan yang hendak dicapai dalam pembicaraan kita tentang
epistemologi dan metodologi. Kebaikan merupakan masalah yang diselidiki dalam etika.
Pada hal-hal ini kita tambahkan unsur ketiga dari ketritunggalan besar yang mendasari
semua peradaban, yakni keindahan. Cabang filsafat yang membicarakan definisi, susunan
dan peranan keindahan, khususnya di dalam seni, dinamakan estetika.
B. FILSAFAT ILMU
Dalam Ensiklopedia Indonesia, Ilmu didefinisikan sebagai berikut : ilmu Pengetahuan
adalah suatu system dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu
lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu,
hingga menjadi kesatuan; suatu system dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing
didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan dan memberikan
pemjelasan yang sistematis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-
sebab hal/kejadian itu.
Harsojo, Guru Besar antropolog di Universitas Pajajaran mendefinikan ilmu adalah
akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan suatu pendekatan atau metode pendekatan
terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu yang
pada prinsipnya dapat diamati panca indera manusia.
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu
yang berarti tahu atau mengetahui, sementara itu secara istilah ilmu diartikan sebagai Idroku
syai bi haqiqotih (mengetahui sesuatu secara hakiki). Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya
dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa
Indonesia kata science(berasal dari bahasa lati dari kata Scio, Scire yang berarti tahu)
umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun
secara konseptual mengacu pada makna yang sama.
Sementara itu The Liang Gie menyatakan dilihat dari ruang lingkupnya pengertian ilmu
adalah sebagai berikut :
Ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebutkan segenap pengetahuan ilmiah
yang dipandang sebagai suatu kebulatan. Jadi ilmu mengacu pada ilmu seumumnya.
Ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari pokok
soal tertentu, ilmu berarti cabang ilmu khusus
Harsoyo mendefinisikan ilmu dengan melihat pada sudut proses historis dan pendekatannya
yaitu :
Ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematiskan atau kesatuan pengetahuan
yang terorganisasikan
Ilmu dapat pula dilihat sebagai suatu pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap
seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang
pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia.
Lebih jauh dengan memperhatikan pengertian-pengertian Ilmu sebagaimana diungkapkan di
atas, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan berkaitan dengan pengertian ilmu yaitu :
Ilmu adalah sejenis pengetahuan
Tersusun atau disusun secara sistematis
Sistimatisasi dilakukan dengan menggunakan metode tertentu
Pemerolehannya dilakukan dengan cara studi, observasi, eksperimen.
Dengan demikian sesuatu yang bersifat pengetahuan biasa dapat menjadi suatu pengetahuan
ilmiah bila telah disusun secara sistematis serta mempunyai metode berfikir yang jelas,
karena pada dasarnya ilmu yang berkembang dewasa ini merupakan akumulasi dari
pengalaman/pengetahuan manusia yang terus difikirkan, disistimatisasikan, serta diorganisir
sehingga terbentuk menjadi suatu disiplin yang mempunyai kekhasan dalam objeknya
1. Pengertian Filsafat Ilmu
Dari penjelasan tentang definisi dari filsafat dan definisi dari Ilmu maka para ahli
telah banyak mengemukakan definisi/pengertian filsafat ilmu dengan sudut pandangnya
masing-masing, dan setiap sudut pandang tersebut amat penting guna pemahaman yang
komprehensif tentang makna filsafat ilmu, berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi
filsafat ilmu.
Jujun S. Suriasumantri menyatakan bahwa filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistemology yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu. Dalam bentuk pertanyaan, pada
dasar filsafat ilmu merupakan telahaan berkaitan dengan objek apa yang ditelaah oleh ilmu
(ontologi), bagaimana proses pemerolehan ilmu (epistemologi), dan bagaimana manfaat ilmu
(axiologi), oleh karena itu lingkup induk telaahan filsafat ilmu adalah :
Ontologi berkaitan tentang apa obyek yang ditelaah ilmu, dalam kajian ini mencakup
masalah realitas dan penampakan (reality and appearance), serta bagaimana hubungan ke
dua hal tersebut dengan subjek/manusia.
Menurut The Liang Gie, filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-
persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu
dengan segala segi kehidupan manusia. Pengertian ini sangat umum dan cakupannya luas, hal
yang penting untuk difahami adalah bahwa filsafat ilmu itu merupakan telaah kefilsafatan
terhadap hal-hal yang berkaitan/menyangkut ilmu, dan bukan kajian di dalam struktur ilmu
itu sendiri.
Terdapat beberapa istilah dalam pustaka yang dipadankan dengan Filsafat ilmu seperti :
Theory of science, meta science, methodology, dan science of science, semua istilah tersebut
nampaknya menunjukan perbedaan dalam titik tekan pembahasan, namun semua itu pada
dasarnya tercakup dalam kajian filsafat ilmu.
Sementara itu Gahral Adian mendefinisikan filsafat ilmu sebagai cabang filsafat yang
mencoba mengkaji ilmu pengetahuan (ilmu) dari segi ciri-ciri dan cara pemerolehannya.
Filsafat ilmu selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar/radikal terhadap ilmu
seperti tentang apa ciri-ciri spesifik yang menyebabkan sesuatu disebut ilmu, serta apa
bedanya ilmu dengan pengetahuan biasa, dan bagaimana cara pemerolehan ilmu, pertanyaan
– pertanyaan tersebut dimaksudkan untuk membongkar serta mengkaji asumsi-asumsi ilmu
yang biasanya diterima begitu saja (taken for granted). Dengan demikian filsafat ilmu
merupakan jawaban filsafat atas pertanyaan ilmu atau filsafat ilmu merupakan upaya
penjelasan dan penelaahan secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan ilmu.
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan tentang apa itu filsafat ilmu. Filsafat
ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu, sehingga filsafat ilmu
perlu menjawab beberapa persoalan seperti landasan ontologis, epistimologis dan aksiologis.
Filsafat ilmu adalah proses berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh mengenai hal-
hal yang berkaitan dengan proses pendidikan dan bidang keilmuan tertentu. Filsafat ilmu
merupakan perenungan yang mempelajari ilmu secara lebih mendalam, mengenai sebab
akibat dan sebagainya.
2. Objek Kajian Filsafat Ilmu
Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki dua macam objek , yaitu objek material dan objek
formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh
manusia adalah objek material ilmu kedokteran. Filsafat sebagai proses berpikir yang
sistematis dan adil juga memiliki objek material dan objek formal. Objek material filsafat
adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak
tampak. Objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada
dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan adapun, objek formal, dan rasional adalah
sudut pandang yang menyeluruh, radikal dan rasional tentang segala yang ada. Setelah
berjalan beberapa lama kajian yang terkait dengan hal yang empiris semakain bercabang dan
berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang peraktis.
Dalam perspektif ini dapat diuraikan bahwa filsafat ilmu pada prinsipnya memiliki dua obyek
substantif dan obyek instrumentatif.
Rumusan substantif tentang kebenaran ada beberapa teori, menurut Michael Williams ada
lima teori yang relevan tentang kebenaran, yaitu:
Kebenaran Preposisi, yaitu teori kebenaran yang didasarkan pada kebenaran
proposisinya baik proposisi formal maupun proposisi materialnya.
Kebenaran Koherensi atau Konsistensi, yaitu teori kebenaran yang medasarkan suatu
kebenaran pada adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan
lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui kebenarannya.
Kebenaran Performatif, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu
dianggap benar apabila dapat diaktualisasikan dalam tindakan.
Kebenaran Pragmatik, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu benar
apabila mempunyai kegunaan praktis. Dengan kata lain sesuatu itu dianggap benar
apabila mendatangkan manfaat dan salah apabila tidak mendatangkan manfaat.
b. Obyek Instrumentatif, yang terdiri dari dua hal yaitu:
1. Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah untuk menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan
datang atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai
konfirmasi absolut dengan menggunakan landasan: asumsi, postulat atau axioma yang
sudah dipastikan benar. Pemaknaan juga dapat ditampilkan sebagai konfirmi
probabilistik dengan menggunakan metode induktif, deduktif, reflektif. Dalam
ontologi dikenal pembuktian a priori dan a posteriori.
2. Logika Inferensi
Studi logika adalah studi tentang tipe-tipe tata pikir. Pada mulanya logika dibangun
oleh Aristoteles (384-322 SM) dengan mengetengahkan tiga prinsip atau hukum
pemikiran, yaitu : Principium Identitatis (Qanun Dzatiyah), Principium
Countradictionis (Qanun Ghairiyah), dan Principium Exclutii Tertii (Qanun Imtina’).
Logika ini sering juga disebut dengan logika Inferensi karena kontribusi utama logika
Aristoteles tersebut adalah untuk membuat dan menguji inferensi. Dalam perkembangan
selanjutnya Logika Aristoteles juga sering disebut dengan logika tradisional. Dalam
hubungan ini Harold H. Titus menerapkan ilmu pengetahuan mengisi filsafat dengan
sejumlah besar materi aktual dan deskriptif yang sangat perlu dalam pembinaan suatu
filsafat. Banyak ilmuan yang juga filsuf. Para filosof terlatih dalam metode ilmiah dan
sering pula menuntut minat khusus dalam beberapa disiplin ilmu.
Beberapa pendapat ahli tentang objek kajian filsafat ilmu :
1. Edward Madden menyatakan bahwa lingkup atau bidang kajian filsafat ilmu adalah:
a. Probabilitas
1) Induksi
2) Hipotesis
3) Ernest Nagel menyatakan bahwa lingkup atau bidang kajian filsafat ilmu
adalah: (Logical pattern exhibited by explanation in the sciences),
( Construction of scientific concepts), (Validation of scientific conclusions)
4) Scheffer menyatakan bahwa lingkup atau bidang kajian filsafat ilmu
adalah: (The role of science in society), (The world pictured by science), (The
foundations of science).
Objek formal (sudut pandangan) filsafat itu bersifat non-fragmentaris, karena mencari
pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar.
Sedangkan ilmu bersifat fregmentaris, spesifik dan intensif. Disamping itu, objek
formal ilmu itu bersifat teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu
mengadakan penyatuan diri dengan realita.
Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada
pengalaman realitassehari-hari. Sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan
secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan mendalam sampai
mendasar (primary cause). Sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak
begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder (secondary cause).
Ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif dalam
pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data
pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala
tersebut. Sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh
sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang
pengalaman manusia
C. ALIRAN FILSAFAT
1. Idealisme
Idealisme atau Idealism, kadang juga disamakan dengan mentalisme atau
imaterialisme. Istilah ini pertama kali digunakan secara filosofis oleh Leibniz pada awal
abad ke- 18. Leibniz menggunakan dan menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato,
secara bertolak belakang dengan materialisme Epikuros. Idealisme ini merupakan kunci
masuk ke hakikat realitas.
Idealisme berpendirian bahwa pengetahuan itu adalah kejadian dalam jiwa
manusia itu sendiri, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu sekaliannya terletak
di luarnya. Idealisme berpandangan bahwa doktrin tentang realitas eksternal tidak dapat
dipahami secara terpisah dari kesadaran manusia.
Seiring perkembangan idealisme, idealisme dibagi menjadi dua bagian yaitu
idealisme empiris dan rasional. Idealisme empiris berpandangan bahwa pengetahuan
didapat melalui panca indra, tanpa memberikan gambaran yang sebenarnya tentang
hakikat sehingga menurutnya pengetahuan yang benar tidak mungkin didapatkan.
Sedangkan idealisme rasional adalah pengetahuan yang didapatkan melalui panca indra
dan akal tapi pengetahuan ini masih belum mampu memberikan gambaran yang
sebenarnya tentang hakekat. Apa yang dapat dicapai oleh aliran ini hanyalah sebatas
pengetahuan tentang wujud sesuatu dan bukan pengetahuan tentang hakekatnya.
2. Rasionalisme
Rasionalism atau gerakan yang rasional adalah salah satu doktrin dalam ilmu
filsafat yang menyebutkan bahwa suatu kebenaran haruslah dibuktikan dengan kebenaran
logika dan analisis berdasarkan fakta daripada menggunakan pembuktian melalui iman,
dogma maupun agama.
Oleh sebab itu dalam rasionalisme, intelektualitas manusialah yang menjadi basis
untuk mencari kebenaran dengan cara mengeksplorasi gagasan – gagasan yang
diproduksi oleh intelektual manusia.
3. Realisme
Realisme termasuk ke dalam aliran filsafat yang membahas tentang hakekat
pengetahuan, realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia merupakan gambaran
yang baik dan tepat dari kenyataan. Aliran realisme berpandangan bahwa kenyataan tidak
terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang terbangun dari dalam.
Realisme merupakan suatu bentuk penolakan terhadap aliran idealisme dan empirisme
yang memiliki gagasan – gagasan yang ekstrim di dalamnya.
Dalam perkembangannya, aliran ini dibagi menjadi 2, yaitu realisme empiris dan
rasional. Aliran realisme empiris merupakan aliran yang mendapatkan pengetahuan
melalui rekaman fakta dari panca indra sehingga menjadikan pengetahuan tersebut
menjadi kopi/penggandaan dari fakta-fakta yang terdapat diluar akal. Jadi, teori ini
berusaha menjadikan pengetahuan untuk menggambarkan kebenaran.
Sedangkan untuk realisme rasionalisme adalah aliran yang mendapatkan
pengetahuan melalui akal dan pancaindra, sehingga hasilnya merupakan gandaan/kopi
yang benar tentang hakekat. Namun kebenaran yang didapatkan ini belumlah mutlak, tapi
merupakan kebenaran yang lebih dekat dengan hakekat, yaitu kemampuan yang
maksimal dari akal untuk dapat memahami hakekat tersebut.
4. Kritisme (Transendentalisme)
Aliran ini dipelopori oleh Immanuel Kant berpendapat bahwa pengetahuan
manusia itu berawal dari luar maupun dari dalam jiwa manusia itu sendiri (rasio). Aliran
awalnya menjembatani antara aliran rasionalism dan empirism yang diketahui memiliki
perbedaan yang significant dan tajam.
5. Positivisme
Aliran ini mulanya pertama kali digunakan oleh Saint Simon (1825). Aliran ini
berakar dari empirisme. Prinsip filosofisnya dikembangkan pertama kali oleh Francis
Bscon (1600) seorang empirist dari Inggris. Aliran ini menyatakan bahwa ilmu adalah
satu – satunya pengetahuan yang memiliki validitas dan fakta yang menjadi objek
pengetahuannya. Sehingga positivisme menolak keberadaan segala kekuatan atau subjek
di belakang fakta, menolak penggunaan segala metode di luar yang digunakan untuk
menelaaah fakta. Positivisme berpendapat bahwa filsafat hendaknya semata – mata
berdasar pada peristiwa – peristiwa positif yang dialami oleh manusia. (Warsito)
6. Materialisme
Materialisme berasal dari kata “Materi” dan “Isme”. Materi dapat dipahami
sebagai bahan; benda; segala sesuatu yang tampak. Materialisme adalah pandangan hidup
yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di alam kebendaan
semata - mata, dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra.
Sementara itu, manusia yang hidupnya berorientasi kepada materi disebut sebagai
materialis/materialistis. Orang - orang ini adalah para pengusung paham (ajaran)
materialisme atau juga orang yang mementingkan kebendaan semata. Selain itu,
matrealisme juga disebut sebuah aliran filsafat yang memiliki pendirian bahwa hakikat
itu bersifat materi. (Warsito)
7. Pragmatisme
Berasal dari kata “pragma” yang berarti guna. Maka pragmatisme adalah suatu
aliran yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan
akibat-akibat yang bemanfaat secara praktis. Tokohnya Wiliam James (1842-1910) lahir
di New York, yang ahli dalam bidang seni, psikologi, anatomi fisiologi dan filsafat. Dia
juga memperkenalkan idenya tentang pragmatisme. (Hanif)
Aliran ini mulanya dipelopori oleh C.S.Peirce, William James, John Dewey,
George Hebert Mead, F.C.S Schiller dan Richard Rorty. Aliran ini muncul karena adanya
reaksi terhadap idealisme yang lebih dominan menganggap kebenaran sebagai entitas
yang abstrak, sistematis dan cerminan dari realitas.
Aliran pragmatisme berideologi bahwa benar atau tidaknya suatu ucapan, teori,
dalil, ataupun statment semata – mata bergantung pada berfaedah atau tidaknya ucapan,
teori dan dalil tersebut bagi manusia untuk bertindak di dalam kehidupan. Dan
beragumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah meninggalkan ilmu pengetahuan dan
menggantinya dengan aktifitas manusia sebagai sumber ilmu pengetahuan. (Warsito)
8. Eksistensialisme
Eksistensialisme berasal dari kata Eks yang berarti “keluar” dan sistensi atau sisto
yang berarti “berdiri, menempatkan”. Eksistensialisme mulanya dipelopori oleh Soren
Kierkegaard (1831-1855), Martin Heidegger, J.P.Sarte, Karl Jaspers dan Gabriel Marcel.
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan
berdasar eksistensinya. Artinya, bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia.
Aliran ini bertitik tolak pada manusia yang kongkrit, yaitu manusia sebagai eksistensi dan
dengan titik balik ini, maka bagi manusia eksistensi itu mendahului esensi. (Warsito)
Eksistensialisme, mengatakan bahwa yang menjadi tujuan utama pendidikan
bukan agar anak didik dibantu mempelajari bagaimana menanggulangi masalah-masalah
eksistensial mereka, melainkan agar dapat mengalami secara penuh eksistensi mereka.
Para pendidik eksistensialis akan mengukur hasil pendidikan bukan semata-mata pada
apa yang telah dipelajari dan di-ketahui oleh anak didik, tetapi yang lebih penting adalah
apa yang mampu mereka ketahui dan alami. Oleh karena itu mereka menolak pendidikan
dengan sistem indoktrinasi. (Hanif)
Filsafat Ilmu adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia
secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat sangat dibutuhkan dalam
membuktikan suatu aksiden atau fenomena dan Subtansi karena dengan filsafat lah bisa terbukti
sesuatu itu ada atau mungkin ada, karena dengan akal lah bisa membuktikan suatu substansi dan
substansi itu terbentuknya dari filsafat. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah,
sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Filsafat ilmu merupakan usaha
merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecenderungan kita
menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri.
Satu sikap yang diperlukan disini adalah menerapkan metode ilmiah yang sesuai dengan struktur
ilmu pengetahuan bukan sebaliknya.
Peranan filsafat dalam ilmu pengetahuan adalah filsafat memberi penilaian tentang
sumbangan ilmu-ilmu pada perkembangan pengetahuan manusia guna mencapai kebenaran tapi
filsafat tidak ikut campur dalam ilmu-ilmu tersebut dimana filsafat selalu mengarah pada
pencarian akan kebenaran. Pencarian itu dapat dilakukan dengan menilai ilmu-ilmu pengetahuan
yang ada secara kritis sambil berusaha menemukan jawaban yang benar. Tentu saja penilaian itu
harus dilakukan dengan langkah-langkah yang teliti dan dapat dipertanggungjawabkan secara
rasional. Penilaian dan jawaban yang diberikan filsafat sendiri, senantiasa harus terbuka terhadap
berbagai kritikan dan masukan sebagai bahan evaluasi demi mencapai kebenaran yang dicari.
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lain adalah bahwa filsafat mempunyai objek
yang lebih luas, sifatnya universal, sedangkan ilmu-ilmu pengetahuan objeknya terbatas, khusus
lapangannya saja. Selain itu Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight/pemahaman lebih
dalam dengan menunjukan sebab-sebab yang terakhir, sedangkan ilmu pengetahuan juga
menunjukkan sebab-sebab tetapi yang tak begitu mendalam.
Keberadaan manusia di dunia sesuunguhnya sebagai mahluk yang diciptakan yang diberi
kemampuan untuk berpikir (akal), sedangkan tujuan akhir hidup manusia menurut Islam adalah
mendapatkan kebahagiaan hakiki. Sebagai mahluk yang berpikir (memiliki akal) itulah yang
menyebabkan manusia berfilsafat.
Filsafat dapat dimaknai sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang
masalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala sesuatu, baik yang sifatnya materi
maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat sesuatu yang sebenarnya,
mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional-logis, mendalam dan bebas,
sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah dalam
kehidupan manusia. Sedangkan ilmu dapat dimaknai sebagai suatu metode berpikir secara
obyektif dalam menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia fuktual dan berprinsip
untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense.
Sedangkan Filsafat pendidikan dapat dimaknai sebagi upaya menerapkan kaidah-kaidah
berpikir filsafat dalam ragam pencarian solusi berbagai ragam problem kependidikan yang akan
melahirkan pemikiran utuh tentang pendidikan yang tentunya merupakan langkah penting dalam
menemukan teori-teori tentang pendidikan.
Antara filsafat ilmu, dengan pendidikan dan dengan filsafat pendidikan memiliki hubungan
yang saling melengkapi. Filsafat ilmu dapat membantu perkembangan pendidikan dan filsafat
pendidikan. Di lain pihak, perkembangan pendidikan dan filsafat pendidikan dan membantu
perkembangan Filsafat Ilmu.
DAFTAR PUSTAKA