Anda di halaman 1dari 4

PAEDAGOGIK SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN

(Silahkan copas jika diperlukan dan tinggal komentar untuk perbaikan kami)

A. Pengertian Ilmu Pengetahuan


Pentingnya kejelasan tentang pedagogik sebagai ilmu atau bukan ada dua kepentingan. Sebagai
penegasan terhadap status (posisi) dan memperkuat keyakinan terhadap sifat kebenaran dan
kegunaan dari sistem teori dalam pedagogik tersebut. Untuk mengawali kajian pada subbab ini,
diuraikan terlebih dahulu tentang pengertian ilmu.
Secara etimologis ilmu berasal dari kata alama (bahasa Arab) yang berarti tahu. George Thomas
White Patrick dalam bukunya Introduction to Philosophy menyatakan bahwa dalam bahasa latin
dikenal pula kata scio, scire (sebagai asal kata science) yang juga berarti tahu. Berdasarkan asal usul
katanya itu, maka ilmu atau science berarti pengetahuan. Kneller (Syaripudin & Kurniasih, 2008)
mengklasifikasikan pengetahuan menjadi revealed knowledge, intuitive knowledge, rational
knowledge, empirical knowledge, dan authoritative knowledge; di samping ada juga yang
mengklasifikasikan menjadi commonsense knowledge, scientific knowledge, philosophical
knowledge, dan religious knowledge.
Secara etimologis dan secara umum istilah ilmu (sebagaimana dipahami masyarakat umum dalam
kehidupan sehari-hari), maka semua pengetahuan – sebagaimana telah dikemukakan di atas –
tergolong ilmu. Namun, dalam konteks studi akademik, sejak zaman modern sebagaimana dirintis
oleh Francis Bacon (1560-1662), Galileo Galilei (1564-1642), Newton (1642-1727) dan lain-lain,
istilah ilmu atau science telah mengalami perubahan arti. Ilmu mempunyai arti yang spesifik, yaitu
hanya berkenaan dengan pengetahuan ilmiah (scientific knowledge). Sebagaimana yang
dikemukakan Titus et. al. (Syaripudin & Kurniasih, 2008) terdapat tiga kemungkinan penggunaan
istilah ilmu (science). Pertama, istilah ilmu digunakan untuk menunjuk bodies of knowledge, misal:
fisika, kimia, psikologi dan lain-lain. Kedua, istilah ilmu untuk menunjuk a body of systematic
knowledge, yaitu konsep-konsep, hipotesis-hipotesi, hukum-hukum, teori-teori, dan sebagainya yang
tersusun secara sistematis dan dibangun melalui kerja para ilmuwan selama bertahun-tahun. Ketiga,
istilah ilmu digunakan untuk menunjuk cara kerja tertentu, yaitu scientific method atau metode
ilmiah. Dari pernyataan Titus et. al. tersebut, dapat dipahami bahwa pengertian istilah ilmu pada
dasarnya mempunyai dua dimensi, yaitu (1) sebagai hasil studi (sebagaimana terkandung dalam
penggunaan istilah ilmu yang pertama dan kedua seperti dikemukakan Titus et. al.), dan (2) sebagai
metode studi, yaitu metode ilmiah (sebagaimana yang diungkap dalam yang ketiga oleh Titus et. al.).
kedua dimensi pengertian yang terkandung dalam istilah ilmu tersebut sesungguhnya tidak dapat
dipisahkan, karena antara kedua-duanya berhubungan erat dalam membangun satu pengertian
ilmu. Sejalan dengan hal ini Lenzen (Syaripudin & Kurniasih, 2008) menyatakan bahwa batasan ilmu
menunjukkan suatu aktivitas kritis penemuan dan juga sebagai pengetahuan yang sistematis yang
didasarkan kepada aktivitas kritis penemuan tersebut. Akhirnya dapat disimpulkan, bahwa dewasa
ini secara operasional dan substansial istilah ilmu mengandung arti sebagai cara kerja ilmiah dan
hasil kerja ilmiah. Ilmu adalah pengetahuan ilmiah yang dihasilkan melalui metode ilmiah.
Terdapat tiga syarat pokok yang harus dipenuhi oleh suatu disiplin ilmu yang otonom. Ketiga syarat
yang dimaksud, yaitu;
1. Memiliki objek studi (objek formal) tersendiri yang membendakannya dari objek studi disiplin ilmu
yang lainnya.
2. Metodis, yaitu menggunakan metode (metode penelitian ilmiah) tertentu yang tepat dalam
rangka mempelajari objek studinya
3. Sistematis, artinya bahwa hasil studinya merupakan satu kesatuan pengetahuan mengenai objek
studinya yang tersusun saling berhubungan secara terpadu.
Ada yang berpendapat bahwa selain ketiga syarat atau kriteria di atas masih terdapat satu syarat lagi
yang harus dipenuhi oleh suatu disiplin ilmu yang otonom. Satu syarat yang dimaksud adalah
terjadinya progres, artinya bahwa sistem pengetahuan yang dimaksud mengalami kemajuan atau
terus berkembang. Namun demikian, ada pula yang menentang pendapat tersebut. Alasannya,
bahwa bertambah tidaknya pengetahuan sebagai isi suatu ilmu atau maju tidaknya suatu ilmu, akan
tergantung kepada ada atau tidaknya ilmuwan yang melibatkan diri untuk mengembangkan ilmu
yang bersangkutan adapun hal tersebut tidak akan turut menemukan status keilmuan, melaikan
hanya akan menemukan “hidup” tidaknya ilmu yang bersangkutan.
Diantara para ilmuwan telah banyak yang menyatakan bahwa pedagogik berstatus sebagai suatu
ilmu yang otonom. Menurut banyak ahli, pandangan ilmiah tentang gejalan pendidikan itu
(pedagogik) merupakan ilmu tersendiri, sejajar dengan ilmu-ilmu tentang humanisme (human
sciences) seperti ekonomoi, hukum, sosiologi, dan sebagainya (Drikarya dalam Syaripudin &
Kurniasih, 2008). Pendapat di atas dapat dikaji dengan mengacu pada tiga persyaratan (kriteria)
keilmuan sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, yaitu berkenaan dengan (1) objek studinya; (2)
metode studinya; dan (3) sifat sistematis dari hasil studinya.
B. Pengertian Pedagogik
Istilah pedagogik (bahasa Belanda: paedagogiek, bahasa Inggris: pedagogy) berasal dari dua kata
dalam bahasa Yunani kuno, yaitu paedos yang berarti anak dan agogos yang berarti mengantar,
membimbing atau memimpin. Dari dua kata tersebut terbentuk beberapa istilah yang masing-
masing memiliki arti tertentu. Istilah-istilah yang dimaksud yakni paedagogos, pedagogos
(paedagoog atau pedagogue), paedagogia, pedagogi (paedagogie), dan pedangogik (paedagogiek).
Dari kata paedos dan agogos terbentuk istilah paedagogos yang berarti seorang pelayan atau
pembentu pada zaman Yunani kuno yang tugasnya mengantar dan menjemput anak majikannya ke
sekolah, selain juga bertugas untuk selalu membimbing atau memimpin anak-anak majikannya.
Selanjutnya terjadi perubahan istilah, yang dulunya sebagai pelayanan atau pembantu menjadi
pedagog yang memiliki arti sebagai ahli didik atau pendidik. Namun secara prinsipil, bahwa dalam
pendidikan anak ada kewajiban untuk membimbing hingga mencapai kedewasaan (Syaripudin &
Kurniasih, 2008). Di sisi lain, ada juga paedagogia, yaitu pergaulan dengan anak-anak yang kemudian
berubah menjadi paedagogie atau pedagogi yang berarti praktik pendidikan anak atau praktik
mendidik anak; dan terbentuklah istilah paedagogiek atau pedagogik yang berarti ilmu pendidikan
anak atau ilmu mendidik anak.Dalam beberapa literatur, ditemukan di antara pendidik dan ahli ilmu
pendidikan menyatakan pedagogik sebagai ilmu pendidikan atau ilmu mendidik.
C. Pengertian Pedagogik Sebagai Ilmu Pengetahuan
Berdasarkan perspektif pengertian pendidikan secara “luas”, maka tujuan itu tidak terbatas, tujuan
pendidikan sama dengan tujuan hidup (Mudyaharjo dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008). Oleh
karena itu, pendidikan dapat berlangsung pada tahapan anak usia dini, anak, dewasa dan bahkan
tahapan usia lanjut. Mengacu pada asumsi ini, maka terdapat beberapa cabang ilmu pendidikan
yang dikembangkan oleh para ahli, yaitu pedagogik, andragogi, dan gerogogi (Sudjana dalam
Syaripudin & Kurniasih, 2008). Jadi, mengacu pada pengertian pendidikan dalam arti luas, yang
benar dalam konteks ini, bahwa Pedagogik adalah ilmu pendidikan anak. Akan tetapi, Langeveld
(Syaripudin & Kurniasih, 2008) dalam bukunya “Beknopte Theoritiche Paedagogiek” pendidikan
dalam arti yang hakiki ialah proses pemberian bimbingan dan bantuan rohani kepada orang yang
belum dewasa; dan mendidik adalah tindakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dengan demikian, pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan secara sengaja oleh orang dewasa
untuk membantu atau membimbing anak (orang yang belum dewasa) agar mencapai kedewasaan.
Lanjut Langeveld, pendidikan baru terjadi ketika anak mengenal kewibawaan. Syaratnya anak
mengenal kewibawaan adalah ketika anak memiliki kemampuan dalam memahami bahasa. Oleh
karena itu, batas bawah pendidikan atau pendidikan mulai berlangsung yakni ketika anak mengenal
kewibawaan. Sedangkan batas atas pendidikan atau saat akhir pendidikan adalah ketika tujuan
pendidikan telah tercapai, yaitu kedewasaan. Bila anak belum mengenal kewibawaan, pendidikan
belum dapat dilaksanakan, dan dalam kondisi ini yang dapat dilaksanakan adalah pra-pendidikan
atau pembiasaan. Dengan demikian, menurut tinjuaan pedagogik tidak ada pendidikan untuk orang
dewasa, apalagi untuk manusia lanjut. Pendidikan hanyalah bagi anak. Jadi, apabila mencau pada
pengertian pendidikan menurut tinjauan pedagogik, maka pernyataan “pedagogik adalah ilmu
pendidikan anak” sama maknanaya dengan “pedagogik adalah ilmu pendidikan. Tetapi ketika
mengacu pada pengertian pendidikan secara luas di awal, tidak benar apabila pedagogik dimaknai
sebagai ilmu pendidikan.
D. Status Keilmuan Pedagogik
Diantara para ilmuwan telah banyak yang menyatakan bahwa pedagogik berstatus sebagai suatu
ilmu yang otonom. Menurut banyak ahli, pandangan ilmiah tentang gejalan pendidikan itu
(pedagogik) merupakan ilmu tersendiri, sejajar dengan ilmu-ilmu tentang humanisme (human
sciences) seperti ekonomoi, hukum, sosiologi, dan sebagainya (Drikarya dalam Syaripudin &
Kurniasih, 2008). Pendapat di atas dapat dikaji dengan mengacu pada tiga persyaratan (kriteria)
keilmuan sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, yaitu berkenaan dengan (1) objek studinya; (2)
metode studinya; dan (3) sifat sistematis dari hasil studinya.
Dapat dirumuskan bahwa objek studi ilmu meliputi berbagai hal sebatas yang dapat dialami
manusia. Objek studi ilmu dibedakan menjadi: (1) objek material, dan (2) objek formal. Objek
material adalah seseuatu yang dipelajari oleh suatu ilmu dalam wujud materinya, sedangkan objek
formal adalah suatu bentuk yang khas atau spesifik dari objek material yang dipelajari oleh suatu
ilmu. Setiap disiplin ilmu memiliki objek material dan objek formal tertentu. Beberapa disiplin ilmu
mungkin memimiliki objek material yang berbeda, tetapi mungkin pula mempunyai objek material
yang sama. Namun demikian, sebagai ilmu yang ototnom setiap ilmu harus mempunyai objek formal
yang spesifik dan berbeda daripada objek formal ilmu yang lainnya. Objek meterial pedagogik adalah
manusia, objek material pedagogik ini adalah sama halnya dengan objek material psikologi, sosiologi,
ekonomi dan sebagainya. Namun demikian, pedagogik memiliki objke formal tersendiri, atau
mempunya objek formal yang spesifik dan berbeda daripada objek formal psikologi, ekonomi dan
sebagainya. Objek formal spikologi adalah proses mental dan tingkah laku manusia; objek formal
ekonomi adalah pemenuhan kebutuhan hidup manusia, melalui proses produksi, distribusi dan
pertukaran; sedangkan objek formal pedagogik adalah “fenomena pendidikan” atau “situasi
pendidikaní” (Drikarya, 1980 & Langeveld, 1980 dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008).
Semua disiplin ilmu dalam mempelajari objek studinya tentu menggunakan metode ilmiah, demikian
pula pedagogik. Dalam rangka operasinya, metode ilmiah dijabarkan ke dalam metode penelitian
ilmiah. Adapun metode penelitian ilmiah tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (1) metode
penelitian kualitatif dan (2) metode penelitian kuantitatif.
Yang tergolong metode penelitian kualitatif antara lain fenomenologi, hermeneutika, dan
etnometodologi, sedangkan yang tergolong metode penelitian kuantitatif antara lain metode
eksperimen, metode kuasi eksperimen, metode korelasional dan sebagainya. Kelompok filsuf dan
ilmuan tertentu berpendapat bahwa metode penelitian kualitatif merupakan metode penelitian
ilmu-ilmu kemanusiaan, sedangkan metode penelitian kuantitatif merupakan penelitian ilmu
kealaman. Sebaliknya, pada zaman keemasan sains modern (modern science), yaitu zamah keemasa
ilmu-ilmu yang dilandasi filsafat positivisme dan pradigman Newtodian, ada di antara para filsuf dan
ilmuan yang berpendapat bawa ilmu-ilmu kealaman maupun ilmu kemanusiaan adau ilmu sosial
termasuk di dalamnya pedagogik, dalam rangka studinya seharusnya menggunakan metode
kuantitatif atau metode penelitian kealaman. Menurut mereka, sesuatu “ilmu” (termasuk
pedagogik) apabila tidak menggunakan metode penelitian ilmu kealaman (metode kuantitatif) maka
diragukan status keilmuannya.
E. Karakteristik Keilmuan Pedagogik
Sebagaimana ilmu pada umumnya, pedagogik mempunyai fungsi tertentu. Pedagogik mempunyai
lima fungsi :
1. Fungsi deskriptif dan preskriptif. Maksudnya bahwa pedagogik, selain berfungsi untuk
menggambarkan atau menjelaskan mengenai apa, mengapa dan bagaimana sesunggunya
pendidikan anak (deskriptif), juga berfungsi untuk memberikan petunjuk tentang siapa seharunya
pendidik dan bagaimana seharusnya pendidik bertindak dalam rangka mendidik anak.
2. Fungsi memprediksi. Penggambaran atau penjelasan mengenai pendidikan anak sebagai suatu
hasil studi dalma pedagogik mengimplikasikan bahwa pedagogik akan dapat memberikan prediksi-
prediksi tertentu tentang apa yang mungkin terjadi dalam rangka pendidikan anak.
3. Fungsi mengontrol. Berdasarkan prediks-prediksi seperti dijelaskan di atas, maka dengan
pedagogik itu dapat dilakukan kontrol (pengendalian) agar sesuatu yang baik/yang diharapkan
berkenaan dengan pendidikan anak dapat terjadi, sedangkan sesuatu yang tidak baik/yang tidak
diharapkan yang berkenaan dengan pendidikan anak tidak terjadi.
4. Fungsi mengembangkan. Maksudnya bahwa pedagogik mempunyai fungsi untuk melanjutkan
hasil penemuan yang lalu dan berupaya untuk menghasilakan temuan-temuan yang baru.
DAFTAR PUSTAKA

Sagala, Syaiful. ( 2009) Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan


Bandung: Alfabetha. Sanjaya. 2006.
Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Pendidikan Jakarta: Kencana Penada Media. Mulyasa E.,
Dr., M.Pd. ( 2008 ). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Rosda Karya,.
Muslich, Masnur. 2007. KTSP:Dasar Pemahaman dan Pengembangan Jakarta: Bumi Aksara. Sabri,
Alisuf. 2007. Psikologi Pendidikan Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Anas Sudiyono,1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan Jakarta. Depdiknas. 2000.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Edisi Ketiga.
Yunus, abu bakar. 2009. Profesi Keguruan surabaya: IAIN Sunan Ampel.
Kementerian Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan. 2010.
Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (PK Guru). Jakarta. bermutuprofesi

Anda mungkin juga menyukai