Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MANAJEMEN PEMBELAJARAN EFEKTIF

“Seni Membelajarkan”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Manajemen Pembelajaran Efektif

OLEH : KELOMPOK 3
Asnawi Alpis (17004048)
Mutia Safira (17004093)
M. Yakub Iskandar (17004131)
Saifullah M. Ali (16004065)
Sisi Oktavalen (17004150)
Yani Marahaini (17004161)

DOSEN PENGAMPU :
Dra. Fetri Yeni J, M.Pd
Fitri Maiziani, S.Pd, M.Pd

KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat,karunia,serta taufik dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan maateri
tentang seni membelajarkan ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya.Dan juga kami berterimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah ini
yaitu Ibu Dra. Fetri Yeni J, M.Pd dan Ibu Fitri Maiziani, S.Pd, M.Pd yang telah
memberi tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita tentang Seni Membelajarkan. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya.Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini diwaktu yang akan
datang.

Padang, Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 3
A. Dasar Ilmiah Seni Membelajarkan............................................................ 3
B. Perspektif Historis Mengajar.....................................................................3
C. Perspektif Tentang Pembelajaran Efektif Abad Ke 21.............................. 4
D. Belajar dan Membelajarkan.......................................................................9

BAB III PENUTUP.............................................................................................13


A. Kesimpulan................................................................................................13
B. Saran..........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................14


BAB I

a. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dan peserta
didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan
tertentu. Interaksi ini disebut interaksi pendidikan, yaitu saling pengaruh antara
pendidik dan peserta didik. Dalam saling mempengaruhi ini peranan pendidik
besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih
berpengalaman, lebih banyak menguasai nilai-nilai, pengetahuan dan
keterampilan. Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan mengajar dan
belajar, di mana pihak yang mengajar adalah guru dan yang belajar adalah siswa
yang berorientasi pada kegiatan mengajarkan materi yang berorientasi pada
pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa sebagai sasaran
pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran akan mencakup berbagai komponen lainnya,
seperti media, kurikulum, dan fasilitas pembelajaran. Agar proses belajar ini dapat
berjalan dengan baik, maka seorang guru memerlukan seni dalam menyampaikan
kegiatan mengajarnya, sehingga pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat tercapai
dengan baik. Dengan demikian, menurut pandangan penulis, mengajar itu
merupakan sebuah seni (teaching is an art). Agar proses belajar ini dapat berjalan
dengan baik, maka seorang guru memerlukan seni dalam menyampaikan kegiatan
mengajarnya, sehingga pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan
baik. Dengan demikian, menurut pandangan penulis, mengajar itu merupakan
sebuah seni (teaching is an art).Maka Pada kesempatan ini kelompok akan
menjelaskan lebih jelas mengenai seni membelajarkan yg akan dilanjutkan dalam
makalah ini.

b. Rumusan Masalah
1. Apakah dasar ilmiah dari seni membelajarkan?
2. Bagaimana perspektif Historis dalam mengajar ?
3. Bagaimana perspektif tentang pembelajaran abad ke-21?
4. Apakah maksud dari belajar dan membelajarkan ?

c. Tujuan Penulisan
1.Untuk mengetahui dasar ilmiah dari seni membelajarkan
2.Untuk mengetahui perspektif Historis dalam mengajar
3.Untuk mengetahui perspektif tentang pembelajaran abad ke-21
4.Untuk mengetahui maksud dari belajar dan membelajarkan
BAB II

PEMBAHASAN

1. Dasar Ilmiah Seni Membelajarkan

Mengajar memiliki unsur seni yang harus dipahami agar penyampaian materi ajar
dapat dipahami dengan jelas pembelajaran. Tanpa unsur seni maka mengajar oleh
seorang pengajar tidak dibutuhkan, karena akan lebih efektif apabila orang tersebut
belajar sendiri dari belajar dengan ‘ media ‘ guru tersebut. Tanpa seni mengajar, guru
tidak lebih berguna dari buku

Seni pertama yang harus dimiliki seorang guru adalah :

1. Seni mengelola kata (art of speaking/coomunication). Melalui kata-kata yang baik,


seorang guru harus dapat memotivasi, mangapersepsi (menyampaikan tujuan
pembelajaran), menyampaikan materi pelajaran, menjalankan proses pembelajaran,
dan merefleksi proses pembelajaran dengan baik.

2. Seni mengelola lingkungan kelas(classroom management). Kondisi fisik atau


lingkungan kelas merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan
proses pembelajaran. Oleh karenanya, guru harus mampu menata ruang kelasnya
dengan baik. Tempat duduk peserta didik -misalnya- harus ditata sedemikian rupa
sehingga mereka tidak merasa bosan

3. seni mengelola perbedaan(diversity management). Kebanyakan kelas di Indonesia


berisi peserta didik yang memiliki beberapa perbedaan, baik perbedaan gaya belajar,
kecerdasan, karakter, latar belakang (keluarga, ekonomi, sosial, budaya), dan lain
sebagainya. Dalam hal ini guru harus mampu menempatkan dirinya berada di tengah-
tengah perbedaan tersebut.

4. seni mengelola konflik (conflict management).  Dalam menjalankan perannya,


terkadang guru menghadapi berbagai macam konflik atau masalah di dalam kelas.
Beberapa masalah yang sering dihadapai di dalam kelas adalah masalah perhatian
atau fokus peserta didik dalam mengikuti pembelajaran, peserta didik yang senang
bercanda ketika belajar, peserta didik yang bertengkar (terutama di kelas rendah), dan
sebagainya.

2. Perspektif Historis Mengajar

1. Ekspektasi Peran di Masa Silam


Konsepsi tentang mengajar selalu berubah sesuai pandangan dan nilai
dalam masyarakat. Seperti apa ‘sosok yang disebut guru’ juga selalu berubah.
Untuk memahaminya, akan lebih baik kalau lebih dahulu kita lihat peran guru
di masa silam.
Pada awalnya orang yang diberi tanggung jawab untuk mengajar adalah
orang yang bisa baca tulis, dan tidak ada standar tertentu.Kemunculan sekolah
pada abad sembilan belas belum memberikan syarat tertentu bagi seseorang
untuk menjadi guru, kecuali syarat kepribadiannya saja.Materi yang diajarkan
disekolah juga hanya membaca, menulis dan aritmatika.
2. Ekspektasi Peran di Abad Kedua Puluh
Dengan adanya revolusi industry, banyak orang tua yang semula bekerja
dirumah kemudian harus bekerja di dunia industry.Bekerja diluar rumah
membuat orang orang menyerahkan pengasuhan anak anak mereka ke sekolah.
Karena itu peran sekolah menjadi lebih dari sekedar mengajari baca, tulis dan
berhitung. Di banyak negara, sekolah menyediakan banyak layanan seperti
perawatan kesehatan, transportasi, penitipan anak saat jam kerja, dan
penyediaan sarapan dan makan siang. Sekolah juga memberikan layanan
konseling dan kesehatan mental untuk memastikan kesejahteraan psikologik
maupun emosional anak anak.
Maksud penyekolahan yang semakin luas memberi dampak pada
ekspektasi masyarakat pada peran guru.Kemudian muncullah standar standar
bagi guru. Sekolah sekolah khusus didirikan untuk melatih guru dibidang
pengetahuan yang akan diajarkan dan untuk memastikan bahwa guru memiliki
pengetahuan pedagogi.
3. Tantangan mengajar untuk Abad Kedua Puluh Satu
Lalu, seperti apakah harapan masyarakat pada guru saat ini? Saat
perubahan cara mengakses dan menyimpan informasi dengan computer dan
teknologi digital akan mengubah banyak aspek pendidikan.
Tantangan untuk guru sekarang dan masa yang akan datang:
a) Mengajar dalam Masyarakat Multikultural : Semakin luas kesempatan
pendidikan semakin banyak siswa dan semakin beragam siswa. Kalau
dahulu pendidikan hanya diperuntukkan bagi kalangan tertentu, sekarang
pendidikan adalah hak setiap anak. Penguasaan guru terhadap factor factor
sosiologi dan psikologi yang dimiliki setiap anak menjadi sangat penting.
b) Mengajar untuk Konstruksi Makna : Guru dalam perspektif objektivis
adalah individu yang telah memperoleh segumpal pengetahuan penting
dalam disiplin tertentu. Peran guru adalah menularkan pengetahuan itu.
Dalam dua decade ini berkembang persepktif konstruktivisme yang
menganggap belajar adalah kegiatan social dan cultural tempat pelajar
mengkonstruksikan makna yang dipengaruhi oleh interaksi antara
pengetahuan sebelumnya dan peristiwa belajar baru. Jadi guru harus
mendorong anak untuk mengeksplorasi dunia mereka, menemukan
pengetahuan, merenung dan berpikir secara kritis. Guru harus mengikuti
perubahan peran dari seorang sumber ilmu menjadi fasilitator
pembelajaran.
c) Mengajar untuk Pembelajaran Aktif : Dahulu pembelajaran dianggap
sebagai kegiatan pasif , dalam perspektif konstruktivis siswa terlibat aktif
didalam pengalaman yang relevan dan memiliki kesempatan untuk
berdialog sehingga makna dapat berkembang dan dikonstruksikan. Jadi
guru menekankan kolaborasi (anak anak saling bekerjasama untuk
mengetahui dan memahami pelajaran. Metode pembelajaran yang berfokus
pada guru harus dikurangi.
d) Mengajar dengan Pandangan Baru tentang Kemampuan : Teori dan
praktek tradisional mengatakan bahwa setiap individu memiliki
kemampuan mental yang spesifik. Para ahli menciptakan berbagai tes
untuk mengukur intelegensia dan kemampuan manusia. Tes IQ dan tes
bakat skolastik untuk mengukur kemampuan manusia. Tetapi para psikolog
kontemporer menentang ide yang mengatakan bahwa intelegensia bersifat
umum. Guru seharusnya tidak mendasarkan harapan terhadap siswa
berdasarkan pada nilai ujian IQ. Setiap siswa berbeda dalam kemampuan
mereka menghadapi abstaksi, memecahkan masalah dan belajar.
e) Mengajar dan Pilihan : Karena makin banyak yang berpendapat bahwa
kurikulum tidak harus sama untuk semua siswa, saat ini ada berbagai
alternative sekolah. Tidak terbatas pada sekolah negeri saja, tetapi juga
sekolah yang mengejar profit. Bahkan juga home schooling sudah menjadi
pilihan banyak orang tua.
f) Mengajar dan Akuntabilitas : Guru semakin dituntut untuk
mendemonstrasikan pengetahuan tentang pedagogi dan mata pelajaran
yang akan diajarkannya. Dan ini menentukan untuk ‘dianggap pantas atau
tidak mendapat sertifikat’.
g) Mengajar dan Teknologi : Perkembangan teknologi informasi mungkin
akan berdampak pada kelas kelas masa depan jadi guru dituntut untuk
mengikuti perkembangan teknologi itu dan menyadari efek samping
negative setiap inovasi.

3. Perspektif Tentang Pembelajaran Efektif Abad Ke 21

Keterampilan abad ke-21 merupakan keterampilan penting yang harus dikuasai


oleh setiap orang agar berhasil dalam menghadapi tantangan, permasalahan,
kehidupan, dan karir di abad ke-21. Beberapa organisasi telahmengorganisasikan
keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan etik abad ke-21 ke dalam empat kategori
(Saavedra danOpfer, 2012). Pertama, cara berpikir (waysof thinking) meliputi
kreativitas dan inovasi, berpikir kritis, pemecahan masalah,pembuatan
keputusan, dan belajar tentangbelajar (metakognisi). Kedua, cara bekerja(ways of
working) meliputi keterampilan berkomunikasi, berkolaborasi, dan kerja tim.
Ketiga, alat-alat untuk bekerja (tools of working) meliputi pengetahuan umum dan
literasi teknologi komunikasi dan informasi.Keempat, hidup di dunia (living in the
world) meliputi kewarganegaraan, hidup dan karir, tanggung jawab personal dan
sosial, serta kompetensi dan kesadaran budaya. Keterampilan abad ke-21 yang
sangat diperlukan oleh lulusan untuk berprestasi dan berkompetisi di abad ke-21
telah diidentifikasi oleh The Partnership for 21st Century Skills (2008).
Keterampilan ini dapat meningkatkan kemampuan daya jual (marketability),
kemampuan (employability), dan kesiapan menjadi warga negara (readiness for
citizenship) yang baik.

“ Pembelajaran yang efektif pada abad- 21 “

Efektivitas pembelajaran merupakan permasalahan yang kompleks dan


multidimensional. Penyelenggaraan program produktif sebagai bagian dari proses
pendidikan dan latihan harus dipandang sebagai suatu kekuatan yang
komprehensif dan utuh. Oleh karena itu, selain melakukan evaluasi intensif
terhadap pelaksanaan pembelajaran produktif, perlu diterapkan konsep Total
Quality Control (TQC) dalam pelaksanaan pembelajaran.

Total Quality Control atau Pengendalian Mutu Terpadu merupakan suatu


sitem yang efektif untuk mengintegrasikan usaha-usaha pengembangan kualitas,
pemeliharaan kuantitas, dan perbaikan kualitas atau mutu dari berbagai kelompok
dalam organisasi, sehingga meningkatkan produktivitas dan pelayanan ke tingkat
yang paling ekonomis yang menimbulkan kepuasan semua pelanggan (Hasibuan,
2000:219). Pengembangan kualitas merupakan tujuan yang ingin dicapai dari
program produktif. Pemeliharaan kuantitas menyangkut jumlah input, output, dan
pemberdayaannya secara seimbang.

Dasar dari konsep TQC adalah mentalitas, kecakapan, manajemen partisipatif


dengan sikap mental yang mengutamakan kualitas dan totalitas kerja. Mentalitas
adalah kesediaan bekerja sungguh-sungguh, jujur, dan bertanggung jawab dalam
mengerjakannya.

Selanjutnya, Hasibuan (2000:218) menyebutkan beberapa mentalitas dasar


TQC yang harus dijadikan parameter dalam mengukur tingkat efektivitas
pelatihan, antara lain sebagai berikut.

1. Adanya kerja sama dan partisipasi total. Tujuannya adalah berorientasi pada
tanggung jawab kelompok, bersedia membuat lebih/berpartisipasi dalam bidang
yang berhubungan, menciptakan kesadaran kelompok, dan saling menghargai
satu sama lain.
2. Berorientasi pada mutu. Maksudnya adalah disesuaikan dengan permintaan dan
standarnya adalah tidak ada cacat/kesalahan (zero mistakes) serta ukurannya
adalah biaya yang tidak terlalu banyak dikeluarkan.
3. Hubungan atasan dan bawahan secara harmonis. Maksudnya adalah terjalinnya
hubungan yang baik antara pihak manajemen (pimpinan sekolah dan pimpinan
program keahlian) dengan para guru, saling memotivasi dan memberikan
dukungan dalam setiap penyelenggaraan kegiatan pembelajaran.

Kesiapan guru dalam penguasaan bidang keilmuan yang menjadi


kewenangannya, merupakan modal dasar bagi terlaksananya pembelajaran yang
efektif. Guru yang profesional dituntut untuk memiliki persiapan dan penguasaan
yang cukup memadai, baik dalam bidang keilmuan maupun dalam merancang
program pembelajaran yang disajikan. Selain itu, pelaksanaan pembelajaran
menggambarkan dinamika kegiatan belajar siswa yang dipandu dan dibuat dinamis
oleh guru. Untuk itu, guru semestinya memiliki pengetahuan, kemampuan, dan
keterampilan dalam mengaplikasikan metodologi dan pendekatan pembelajaran
secara tepat. Kompetensi profesional dari guru perlu dikombinasikan dengan
kemampuan dalam memahami dinamika perilaku dan perkembangan yang dijalani
oleh para siswa.
Beberapa aspek yang menjadi orientasi ke arah pencapaian efektivitas
pembelajaran dalam perspektif guru dipaparkan oleh Djam’an Satori, et al.
(2003:44-52) sebagai berikut:

1. Apresiasi Guru Terhadap Pengembangan Kurikulum dan Implikasinya. Guru


dituntut mempunyai kemampuan dalam pengembangan kurikulum secara
dinamik sesuai dengan potensi sekolah dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip
di bawah ini. (a) Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika. (b)
Kesamaan memperoleh kesempatan bagi semua siswa.(c) Kesiapan menghadapi
abad pengetahuan dan tantangan teknologi informasi. (d) Pengembangan
keterampilan hidup. (e) Berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan.
(f) Penilaian berkelanjutan dan komprehensif.
2. Kreativitas Guru dalam Aplikasi Teknologi Pembelajaran. Guru dituntut
mempunyai pemahaman konsep teoretis dan praktis berkenaan dengan desain,
pengembangan, pemakaian, manajemen, dan evaluasi pembelajaran serta
pengelolaan sumber belajar. Pembelajaran yang memiliki efektivitas tinggi
ditunjukkan oleh sifatnya yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik.
Pembelajaran bukan sekadar transformasi dan mengingat, juga bukan sekadar
penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan, akan
tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga
tertanam dalam jiwa anak dan berfungsi sebagai muatan nurani dan hayati serta
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik. Bahkan
pembelajaran lebih menekankan pada peserta didik agar mau belajar bagaimana
cara belajar yang produktif.
Selain faktor guru, keberhasilan proses pembelajaran banyak bertumpu pada
sikap dan cara belajar siswa, baik perorangan maupun kelompok. Selain itu,
tersedianya sumber belajar dengan memanfaatkan media pembelajaran secara
tepat merupakan faktor pendorong dan pemelihara kegiatan belajar siswa yang
produktif, efektif, dan efisien.
Memelihara suasana pembelajaran yang dinamis dan menyenangkan
merupakan kondisi esensial dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, perlu
ditanamkan persepsi positif pada setiap diri siswa, bahwa kegiatan
pembelajaran merupakan peluang bagi mereka untuk menggali potensi diri
sehingga mampu menguasai kompetensi yang diperlukan untuk kehidupannya
kelak.
Dilihat dari perspektif perkembangan kebutuhan pembelajaran dan
aksesbilitas dunia usaha/industri, sekurang-kurangnya ada tiga dimensi pokok
yang menjadi tantangan bagi SMK dalam penyelenggaraan pembelajaran
yang efektif.

Demensi-dimensi tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Implementasi program pendidikan dan pelatihan harus


berfokus pada pendayagunaan potensi sumber daya di
sekolah, sambil mengoptimalkan kerjasama secara intensif
dengan institusi pasangan (misalnya: dunia usaha, industri,
asosiasi profesi, balai pelatihan industri, balai pelatihan
tenaga kerja dan lain sebagainya).
2. Pelaksanaan kurikulum harus berdasarkan pendekatan yang
lebih fleksibel sesuai dengan tren perkembangan dan
kemajuan teknologi agar kompetensi yang diperoleh peserta
didik selama dan sesudah mengikuti program pendidikan
dan pelatihan, memiliki daya adaptasi yang tinggi.
3. Program pendidikan dan pelatihan sepenuhnya harus
berorientasi mastery learning (belajar tuntas) dengan
melibatkan peran aktif-partisipatif para stakeholders
pendidikan.

Efektivitas pada lembaga pendidikan, dalam hal ini SMK, dapat dinilai
dengan melihat ketepatan kebijakan yang ditetapkan sekolah dan kesesuaiannya
dengan standar yang ditetapkan departemen/dinas terkait serta kesesuaiannya
dengan kondisi dan kebutuhan riil di lapangan. Kebijakan tersebut menyangkut
penetapan visi, misi, tujuan, dan strategi yang dikembangkan. Selain itu, faktor
sosialisasi kebijakan, pemahaman seluruh anggota organisasi, serta penciptaan
iklim kerja yang kondusif juga perlu diperhatikan. Faktor-faktor tersebut
merupakan elemen konteks dalam penilaian efektivitas. Dalam konteks
pembelajaran, tujuan merupakan patokan dan arah yang harus dijadikan pedoman
dalam mengendalikan proses pembelajaran.

Selain konteks, efektivitas juga dinilai dengan melihat input pembelajaran


pada lembaga pendidikan yang mencakup siswa, guru, kurikulum, metode, dan
fasilitas. Selanjutnya, input tersebut dilihat daya fungsinya dalam proses
pembelajaran. Proses pembelajaran harus berlangsung dengan baik, sesuai
pendekatan, pola, dan prosedur yang relevan. Selain itu, kepuasan dari subjek yang
terlibat merupakan hal penting dalam menilai efektivitas, sebab subjek inilah
(siswa dan guru) yang merupakan pelaku utama dari proses pembelajaran.

Daya fungsi dari input dalam proses pembelajaran akan sangat menentukan
hasil dari pembelajaran. Hasil yang diharapkan dalam hal ini adalah meningkatnya
kompetensi siswa. Keberhasilan pembelajaran dalam meningkatkan kompetensi
siswa merupakan dimensi utama dalam menilai efektivitas pembelajaran. Tingkat
keberhasilan pembelajaran ini dilihat dari berbagai sudut pandang baik dari sisi
siswa sebagai subjek, persepsi guru, dan kepuasan dunia usaha/industri sebagai
pengguna hasil/lulusan.

4. Belajar dan Membelajarkan

1. BELAJAR ADALAH aktifitas mental atau ( psikhis ) yang terjadi


karena adanya interaksi aktif antara ndividu dengan lingkungannya yang
menghasilkan perubahan-perubahan yang bersifat relativ tetap dalam aspek-
aspek : kognitif, psikomotor dan afektif.
2. MEMBELAJARKAN ADALAH Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), arti kata membelajarkan adalah menjadikan bahan atau
kegiatan belajar. Membelajarkan berasal dari kata dasar ajar. Membelajarkan
berasal dari kata dasar ajar. Membelajarkan memiliki arti dalam kelas verba
atau kata kerja sehingga membelajarkan dapat menyatakan suatu tindakan,
keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya.

Dibutuhkan waktu lama untuk menjadi piawai di hampir semua


pekerjaan manusia.Menjadi guru yang benar benar piawai tidak ada bedanya. 
Dibutuhkan berbagai tindakan dengan keinginan yang kuat untuk mencapai
kesempurnaan, dibutuhkan sikap bahwa belajar mengajar adalah proses
seumur hidup. Menjadi guru professional adalah menjadi pebelajar sepanjang
hayat terutama tentang proses belajar mengajar dan tentang materi yang
diajarkan.  Guru professional menjadikan dirinya guru sekaligus pebelajar,
tidak akan berhenti belajar meskipun sudah mendapatkan gelar sarjana dan
sertifikat mengajar (Parkay dan Stanford, 1992)
1. Model Model Perkembangan Guru
Individu berkembang secara kognitif dan afektif melalui berbagai tahapan. 
Ketika belajar mengajar, mahasiswa memperoleh pengalaman melalui struktur
kognitif yang sudah ada pada dirinya. Jelas, individu yang memasuki dunia
mengajar memiliki struktur kognitif yang kompleks tentang mengajar karena
mereka telah menghabiskan waktu ber jam jam untuk mengobservasi guru
guru yang mengajar mereka selama bertahun tahun disekolah dahulu. Ketika
memperoleh pengalaman baru, pertumbuhan terjadi, dan dn mahasiswa maju
ke tahapan yang lebih kompleks.  Akan tetapi pertumbuhan tidak otomatis dan
hanya terjadi bila pengalaman yang tepat memberikan stimulus kepada
pertumbuhan kognitif dan emosional seseorang.  Bila kondisi lingkungan tidak
optimal maka maka belajar terhambat.
Menjadi guru adalah sebuah proses yang perkembangannya berlangsung
secara agak sistematis, melalui tahapan tahapan yang peluang tumbuhnya
akan tetap statis bila tidak ada pengalaman yang tepat dijalani.  Tahapan itu
menurut Fuller adalah sebagai berikut:
a. Survival stage
Terjadi ketika orang pertama kali mengajar dimana dia belum yakin akan
kemampuannya.
b. Teaching situation stage
Guru mulai merasa mampu dan melewati tahap bertahan. Berbagai aspek
pengontrolan dan interaksi dengan siswa menjadi rutinitas.  Guru mulai
mengalihkan perhatiannya kepada situasi mengajar itu sendiri.

c. Student research and mastery stage


Individu matang sebagai guru dan menemukan cara untuk mengatasi segala
kekhawatiran survival maupun situasionalnya.  Guru bisa menjangkau isu
isu tingkat tinggi dan mulai berpikir tentang kebutuhan social dan
emosional siswa, bersikap adil dan mampu memilih strategi dan materi
yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

2. Hal hal yang mempengaruhi awal mengajar


Beberapa aspek belajar mengajar dipengaruhi oleh pengalaman yang
dimiliki guru dengan figure figure orang dewasa yang penting
baginya.Khususnya guru guru selama mereka tumbuh dan menjalani masa
sekolahnya. Orang tua dan guru sering mempengaruhi keputusan seseorang
untuk memasuki dunia mengajar.  Akan tetapi, ingatan tentang guru favorit
tidak boleh menjadi model terbaik untuk mengembangkan gaya mengajar
seseorang, karena guru guru tersebut barangkali tidak seefektif kelihatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Djohar, As’ari. (2002). Pengembangan Model Kurikulum Berbasis


Kompetensi Sekolah Menengah Kejuruan (Studi pada SMK Program
Keahlian Teknik Mesin Perkakas). Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung:
tidak diterbitkan.

Ekasari. (2005). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata


Pendidikan dan Pelatihan Produktif Bidang Keahlian Seni Tari SMK Negeri
10 Bandung. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Gie, The Liang. (1989). Ensiklopedi Administrasi. Jakarta: PT. Air Agung
Putra.

Handoko, T. Hani. (2001). Manajemen, Edisi 2. Yogyakarta : BPFE UGM.

Iman, Muis Saad. (2004). Pendidikan Partisipatif. Yogyakarta: Safira Insania


Press.

Isjoni. (2003, 4 November). SMK dan Permasalahanya. Artikel Pendidikan


Network [online], halaman 1. Tersedia: http://re-
searchengines.com/isjoni3.html. [8 Desember 2007]

Sunaryo. (2007). Tingkatkan Kualitas SDM melalui Pendidikan Kejuruan.


Pikiran Rakyat (24 Oktober 2007)

Anda mungkin juga menyukai