Anda di halaman 1dari 14

AKTOR KEBIJAKAN

PENDIDIKAN DI INDONESIA

Makalah Disajikan dalam Forum Diskusi


pada Mata Kuliah

KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Oleh:
Kelompok 2
Rahimin : 180101050882
Miliani : 180101050147
Lusia Alvionita : 180101050910

Dosen Pengampu:
Drs. H. Hasbullah, M.Si

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
BANJARMASIN
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................ i


KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1


A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 2


A. Definisi Kebijakan ............................................................... 2
B. Aktor kebijakan pendidikan di Indonesia .............................. 5

BAB III PENUTUP .................................................................................


A. Kesimpulan ........................................................................... 9
B. Saran ..................................................................................... 10
Daftar Pustaka .............................................................................................. 11

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirabbil alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas nikmat


yang telah diberikan sehingga makalah ini berjudul “Aktor Kebijakan Pendidikan di
Indonesia” dapat diselesaikan. Meskipun masih jauh dari kata sempurna, tetapi tak
menghentikan semangat kami untuk belajar.
Makalah ini disusun berdasarkan buku-buku ini referensi yang tersedia di
Perpustakaan Universitas Islam Negeri. Karena itu, kami berharap makalah ini juga
dapat menjadi acuan untuk menambah ilmu khususnya pada mata kuliah Kebijakan
Pendidikan.
Dalam kesempatan ini, kami juga ingin menghanturkan terima kasih kepada
Bapak Drs. H. Hasbullah, M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Kebijakan
Pendidikan di Universitas Islam Negeri Antasari atas ilmu yang diberikan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah
ini

Banjarmasin, Februari 2020

Kelompok 2

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap kebijakan tidak lepas dari peran berbagai aktor, Aktor dalam kebijakan
dapat berarti individu-individu atau kelompok-kelompok, dimana para pelaku ini
terlibat dalam kondisi tertentu sebagai suatu subsistem kebijakan. Perumusan ini juga
melibatkan beberapa aktor yang berperan penting dalam suatu kebijakan khususnya
kebijakan yang ada di indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Kebijakan ?
2. Siapa saja Aktor kebijakan pendidikan di Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Definisi Kebijakan.
2. Untuk Mengetahui siapa saja Aktor kebijakan pendidikan di Indonesia.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kebijakan
Kata kebijakan adalah terjemahan dari kata “policy” dalam bahasa inggris
yang berarti mengurus masalah atau kepantingan umum, sehingga penekanannya
bertuju kepada tindakan (produk). Kata “kebijakan” jika disandingkan dengan
pendidikan maka merupakan hasil terjemahan dari kata “education policy” yang
bersal dari dua kata sehingga kebijakan pendidikan memiliki arti yang sama dengan
kebijakan pemerintahan dalam bidang pendidikan. Jika dilihat lagi maka kebijakan
pendidikan ini adalah hasil produk dari orang/satuan yang terpilih, produk dari
beberapa mesukan dari semua pihak demi perbaikan mutu pendidikan.
Budi Winarno dan Solichin Wahab, sebagaimana dikutip oleh Suharno
sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaannya sering dipertukarkan dengan
istilah-istilah lainseperti tujuan (goals), program, keputusan, undang-undang,
ketentuan-ketentuan, standar, proposal, dan grand desigh. Dalam penegertian
operatifnya, kebijakan dapat diartikan sebagai berikut:
1. Suatu penggarisan ketentuan-ketentuan.
2. Bersifat sebagai pedoman, pegangan, atau bimbingan untuk mencapai
kesepahaman dalam maksud, cara atau sarana.
3. Usaha dan kegiatan sekelompok manusia yang berorganisasi.
4. Dimensis gerak tindka terpadu, sehaluan, dan seirama mencapai tujuan
bersama tertantu.1

1
Abd. Madjid, Analisis Kebijakan Pendidikan, (Yogyakarta: Samudra biru, 2018), h. 8-9.

2
Kebijakan Pendidikan menurut Nugroho dilihat dari empat kuadran tersebut
termasuk dalam kuadran I sehingga diperlukan pertisipasi aktif sektor di luar
pemerintahan. Argumentasi ini bisa dibangun bahwa pendidikan sebenarnya bisa
dilaksanakan oleh masyarakat, tetapi pemerintahan menganggap bahwa pendidikan
merupakan kegiatan strategis bagi perkembangan sebuah negara karena penentu
kualitas sebuah bangsa terletak pada tingkat pendidikan yang dicapai penduduknya.
Hal ini mengakibatkan pemerintah tidak bisa lepas tangan. Keterlibatan masyarakat
dan pemerintahan meliputi perencanaan, pembuatan, implementasi, monitoring, dan
evaluasi kebijakan.
Berdasarkan uraian di atas, kebijakan publik bidang pendidikan dapat di
definisikam sebagai keputusan yang diambil bersama antara pemerintah dan aktor di
luar pemerintah dan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya untuk
dilaksanakan atau tidak dilaksanakan pada bidang pendidikan bagi seluruh warga
masyarakat. Kebijakan publik bidang pendidikan meliputi anggaran pendidikan,
kurikulum, rekrutmen tenaga kependidikan, penegmabangan profesiaonal staf, tanah
dna bangunan, pengelolaan sumber daya, dan kebijakan lain yang bersentuhan
langsung maupun tidak langsung atas pendidikan.
Kebijakan publik termasuk didalamnya kebijakan pendidikan dalam
pembuatannya melalui tahapan panjang. Winarto maupun Dunn membaginya menjadi
lima tahapan yaitu penyusnan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan,
implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Lima tahapan kalau menadasarkan
pada definisi di atas harus memperhatikan tiga hal pokok, yaitu pemerintahan, aktor-
aktor di luar pemerintahan (kelompok kepentingan dan kelompok penekan), serta
2
faktor-faktor selain manusia yang akan maupun telah memengaruhi kebijakan.

2
Muhammad Munadi dan Barnawi, Kebijakan Publik di Bidang Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2017), h. 18-19.

3
Secara konseptual, ada beragam pengertian yang diberikan para ahli tentang
kebijakn. Namun, secara umum ”kebijakan” dapat dikatakan suatu rumusan
keputusan pemerintah yang menjadi pedoman tingkah laku guna mengatasi masalah
atau persoalan yang didalamnya terdapat tujuan, rencana, dan program yang akan
dilaksanakan. Menurut Charles O. Jones kebijakan adalah sebuah ketetapan yang
berlakau yang dirincikan oleh perilaku yang konsisten yang berulang, baik oleh yang
membuatnya maupun oleh mereka yang mentaatinya.
Istilah “kebijakan Pendidikan” merupakan terjemahan dari “educational
policy” yang berasal dari kata education dan polici. Kebijakan adalah seperangkat
aturan, sedangkan pendidikan menunjukan bidangnya jadi kebijakan pendidikan
hampir sama artinya dengan kebijakan pemerintahan dalam bidang pendidikan.
Kebijaka pendidikan merupupakan kebijakan publik yang mengatur khusus berkaitan
dengan penyerapan sumber, alokasi, dan distribusi sumber sarta penagturan perilaku
dalam ranah pendidikan. Kebijakan yang di maksud disini adalah seperangkat atauran
sebagai bentuk keberpihakan dari pemerintah dalam upaya membangun suatu sistem
pendidikan, sesuai dengan tujuan dan cita-cita yang diinginkan bersama.
Menurut H.A.R. Tilaar dan Rian Nugoho kebijakan pendidikan merupakan
keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang
dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya
suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu.
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat dipahami bahwa kebijakan
Pendidikan merupakan bagian dari kebijakan publik (publik policy), atau dengan kata
lain kebijakan pemerintahan di bidang pendidikan yang memuat perencanaan umum,
jangka panjang, menengah, dan pendek, serta langkah-langkah strategis yang harus di
lakukan untuk mencapai tujuan pendidikan.

4
B. Aktor Kebijakan Pendidikan di Indonesia
Aktor adalah orang yang terlibat dalam proses merumuskan formulasi
kebijakan yang akan memberikan dukungan maupun tuntutan serta menjadi sasaran
dari kebijak an yang dihasilkan oleh sistem kebijakan. Aktor yang paling dominan
dalam tahap perumusan kebijakan dengan tuntutan yang bersifat intern, dalam artian
mempunyai kekuasaan dan kewenangan untuk menentukan isi dan memberikan
legitimasi terhadap rumusan kebijakan tersebut, disebut pembuat kebijakn (policy
maker). Suatu keputusan kebijakan merupakan hasil dari interaksi antar aktor
kebijakan yang masing-masing memiliki keterampilan untuk mempengaruhi,
kemampuan untuk menggunakan sumber daya, dan memiliki sumber-sumber
pengaruh. 3
Dalam perumusan sebuah kebijakan ada berbagai pihak terkait yang terlibat
dalam melakukan hal ini yaitu lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga non
pemerintah yang memberikan pengusulan isu dan agenda kebijakan lainnya.
Banyak komponen atau faktor yang berperan dan semua faktor tersebut harus
terlibat, seperti pejabat structural, non-struktural, resmi, tidak resmi, langsung atau
tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap kebijakan. Setiap kebijakan bersumber
pada landasan hukum, peraturan yang disetujui bersama, kebijakan yang muncul
merupakan respons terhadap kepentingan umum.
Menurut Charles O. Jones (Wahab, 2005: 29), sedikitnya ada empat golongan
atau tipe aktor (pelaku) yang terlibat dalam proses kebijakan, yaitu golongan
rasionalis, golongan teknisi, golongan inkrementalis, dan golongan reformis.
Adapun orang-orang yang terlibat dalam merumuskan kebijakan disebut
dengan aktor (Imron, 1996: 31). Aktor yang terlibat dalam merumuskan kebijakan
terdapat pada tingkat strategis, koordinatif, dan operatif. Aktor utama dalam
merumuskan kebijakan adalah pejabat yang berada di Legislatif seperti MPR, DPD,
DPR, DPRD I, dan DPRD II, sedangkan aktor yang berada pada Eksekutif seperti

3
Abd. Madjid, Analisis Kebijakan Pendidikan, (Yogyakarta: Samudra biru, 2018), h. 39.

5
Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota, Kepala Dinas, dan sebagainya.
Sedangkan dalam bidang pendidikan aktor dalam merumuskan kebijakan adalah
Mendiknas, Menteri Agama, Dirjen, Kepala Dinas, Rektor, dan sebagainya.
Ada beberapa aktor-aktor perumus kebijakan yang dapat dikelompokkan yaitu :
1. Legislatif
Dalam suatu sistem politik, legislatif sering dimaksudkan sebagai
pembentuk undang-undang dan perumus kebijakan. Legislative
sebagai perumus kebijakan mempunyai sebutan yang berbeda pada
kebanyakan Negara. Ada yang menyebut Parlemen, DPR, DPRP, MPR,
DPD. Lembaga-lembaga yang merupakan representasi dari wakil rakyat
inilah yang diharapkan mampu membuat berbagai kebijakan baik yang
dari inisatif sendiri maupun datang dari pemerintah atau eksekutif.
2. Eksekutif
Yang dimaksudkan dengan eksekutif disini adalah para pelaksana
undang-undang. Selain sebagai pelaksana undang-undang eksekutif juga
berperan dalam perumusan kebijakan. Dalam perumusan kebijakan ini
eksekutif biasanya merumuskan kembali kebijakan yang dibuat oleh
legislative dalam bentuk kebijakan jabaran. Eksekutif mempunyai
kekuasaan untuk melaksanakan atau tidaknya kebijakan yang dibuat leh
legislative. Dan juga mempunyai kekuasaan untuk merumuskan kembali
atau tidak terhadap kebijakan yang dibuat oelh legislative.
3. Administrator
Menteri yang biasanya sebagai administrator pada sebuah departemen
adalah pembantu eksekutif (di Indonesia Presiden) mempunyai
kewenangan untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan
departemennya.
Di tiap-tiap departemen, struktur mereka yang berada pada jajaran
administrator, secara lini membawahi administrator ditingkat provinsi,
sedangkan administrator yang berada di tingkat provinsi membawahi

6
administrator yang berada di tingkat kabupaten dan kota. Peran
administrator sebagai aktor dalam kebijakan publik sangat menentukan
akan terumusnya suatu kebijakan untuk tercapainya suatu tujuan dengan
berbagai keahlian yang dimiliki oleh administrator, peran para aktor
administrator dalam proses suatu kebijakan akan ditentukan oleh
kecarmatan dan kepiawaian dalam memehami dan melaksanakan
tahapan-tahapan proses kebijakan itu dirumuskan.
4. Partai Politik
Partai politik adalah sekelompok orang yang terorganisir serta berusaha
untuk mengendalikan pemerintahan agar dapat melaksanakan program-
programnya dan menempatkan anggota-anggotanya dalam jajaran
pemerintahan. Partai politik berperan besar dalam memengaruhi berbagai
kebijakan yang dilakukan oleh eksekutif, melalui wakil-wakilnya yang
duduk di lembaga legislatif.
5. Interest Group
Interest Group atau kelompok berkepentingan adalah suatu kelompok
yang beranggotakan orang-orang yang mempunyai kepentingan sama.
Kelompok ini berusaha agar kepentingan-kepentingan kelompoknya
dapat terakomodasi dalam kebijakan yang dirumuskan oleh para perumus
formal. Kelompok ini sering menggunakan berbagai macam cara agar
kebijakan-kebijakan yang dirumuskan tidak merugikan kelompoknya.
6. Organisasi Massa
Organisasi massa merupakan kumpulan orang-orang yang mempunyai
cita-cita dan keinginan sama. Organisasi ini dapat berdiri sendiri atau
independent dan dapat juga berafilisasi dengan organisasi politik tertentu.
Dalam perumusan kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan, organisasi
massan pasti mempunyai harapan-harapan, aspirasi-aspirasi, yang
kemudian disampaikan kepada para perumus kebijakan formal. Di
Indonesia organisasi massa seperti Muhammadiyah, NU, ICMI, HMI.

7
PMII dan lainnya. Organisasi ini cukup signifikan dalam memengaruhi
berbagai kebijakan pemerintah, termasuk ke dalam bidang pendidikan.
7. Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi sering dijadikan ujung tombak dalam rumusan
kebijakan. Dengan kebebasan kampus dan idealisme masyarakat
akademik, perguruan tinggi tidak dapat dilepaskan begitu saja dalam
proses pembuatan kebijakan. Peran perguruan tinggi menjadi sangat
penting karena disinilah nilai-nilai idealisme masih dipertahankan, dan
akan selalu mengupayakan berbagai kebijakan tidak akan lepas dari
muatan-muatan intelektual.
8. Tokoh Perorangan
Tokoh perorangan terkadang sangat diperlukan terutama menyangkut
pendapatnya untuk sebuah kebijakan. Akan lebih diperlukan lagi kalau
tokoh perorangan dari golongan professional yang akan bersentuhan
langsung dengan kebijakan yang akan dirumuskan. 4

4
Hasbullah, Kebijakan Pendidikan Dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan Kondisi Objektif
Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: RAJAGRAFINDO PERSADA, 2016), H. 73-80

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata kebijakan adalah terjemahan dari kata “policy” dalam bahasa inggris
yang berarti mengurus masalah atau kepantingan umum, sehingga penekanannya
bertuju kepada tindakan (produk). Kata “kebijakan” jika disandingkan dengan
pendidikan maka merupakan hasil terjemahan dari kata “education policy” yang
bersal dari dua kata sehingga kebijakan pendidikan memiliki arti yang sama dengan
kebijakan pemerintahan dalam bidang pendidikan. Jika dilihat lagi maka kebijakan
pendidikan ini adalah hasil produk dari orang/satuan yang terpilih, produk dari
beberapa mesukan dari semua pihak demi perbaikan mutu pendidikan. Istilah
“kebijakan Pendidikan” merupakan terjemahan dari “educational policy” yang
berasal dari kata education dan polici. Kebijakan adalah seperangkat aturan,
sedangkan pendidikan menunjukan bidangnya jadi kebijakan pendidikan hampir
sama artinya dengan kebijakan pemerintahan dalam bidang pendidikan. Kebijaka
pendidikan merupupakan kebijakan publik yang mengatur khusus berkaitan dengan
penyerapan sumber, alokasi, dan distribusi sumber sarta penagturan perilaku dalam
ranah pendidikan. Kebijakan yang di maksud disini adalah seperangkat atauran
sebagai bentuk keberpihakan dari pemerintah dalam upaya membangun suatu sistem
pendidikan, sesuai dengan tujuan dan cita-cita yang diinginkan bersama.

Aktor kebijakan Pendidikan di Indonesia:


1. Legislatif
2. Eksekutif
3. Administrator
4. Partai Politik
5. Interest Group

9
6. Organisasi Massa
7. Perguruan Tinggi
8. Tokoh Perorangan

B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah
ini tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan
kedepannya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Madjid, Abd. 2018 . Analisis Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Samudra biru,


Munadi, Muhammad dan Barnawi. 2017 Kebijakan Publik di Bidang Pendidikan.
.Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Hasbullah. 2016. Kebijakan Pendidikan Dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan
Kondisi Objektif Pendidikan di Indonesia. Jakarta: RAJAGRAFINDO PERSADA.

11

Anda mungkin juga menyukai