Oleh : Nurohmat
Mahasiswa Program Studi Manajemen Pendidikan Islam
Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon
A. Pendahuluan
UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Pasal 3
menyebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Formulasi tujuan tersebut menunjukkan bahwa begitu besar harapan
masyarakat dan berbagai pihak terhadap pendidikan sebagai instrumen utama
untuk menumbuhkembangkan sumber daya manusia Indonesia. Rumusan
tujuan tersebut mengandung dimensi pesan tidak hanya ke samping atau
kuantitatif, melainkan juga ke dalam atau kualitatif. Pesan tersebut juga
mengisyaratkan bahwa sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan terdepan
semestinya serius memperhatikan kualitas proses belajar mengajar dan
produk (lulusan) yang dihasilkan.
Untuk jenjang pendidikan sekolah menengah atas, berdasarkan UU
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 15 menggariskan bahwa
tujuan sekolah menengah atas yaitu mengutamakan perluasan pengetahuan
yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
Dalam hal ini sekolah menengah atas bertanggung jawab menggali
potensi pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik sehingga peserta
didik memiliki kesiapan untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.
Semakin banyak produk lulusan suatu SMA yang melanjutkan ke perguruan
tinggi terlebih perguruan tinggi yang favorit baik di dalam negeri maupun
luar negeri menunjukkan semakin baik tingkat mutu suatu SMA tersebut.
1
Menurut Daniel O’Hare Penilaian mutu sekolah terlihat pada kualitas
pengajaran dan pembelajaran dalam mata pelajaran, penilaian kualitas
meliputi : desain kurikulum, belajar mengajar dan penilaian, kemajuan dan
prestasi siswa, dukungan dan bimbingan siswa, sumber belajar, manajemen
dan peningkatan mutu.1Pandangan ini memperkokoh bahwa mutu sekolah
sangat ditentukan oleh mutu dalam proses belajar dan pembelajaran dan hal-
hal lain yang mendukung peningkatan mutu proses belajar dan pembelajaran
di tersebut.
Sedangkan menurut Juran (dalam Sallis) menyatakan bahwa 85 persen
mutu lebih dipengaruhi oleh faktor tingkat efektivitas manajemennya. Banyak
sekolah dan perusahaan bangkrut bukan dikarenakan oleh kurangnya sumber
daya 7M + I ( man, money, material, machines, methods, marketing, minutes,
dan information) tetapi karena kesalahan manajemennya.2
Melihat kondisi obyektif sekolah di Indonesia, berdasarkan indeks
integritas ujian nasional dari tahun 2010-2015 hanya terdapat 503 sekolah
unggulan untuk level SMP, SMA, dan SMK dari sekitar 49 ribu jumlah
sekolah SMP, SMA, dan SMK yang ada di Indonesia baik negeri maupun
swasta.3 Itu artinya di Indonesia hanya terdapat 1, 02 persen sekolah
unggulan. Bila dikaitkan dengan apa yang diungkapkan oleh Juran (dalam
Sallis) di atas maka sebagian besar sekolah yang diselenggarakan di
Indonesia terdapat kekeliruan dalam tata kelolanya. Selain itu, kondisi
obyektif tersebut memberi pesan kepada kita bahwa negeri ini masih
mengalami masalah besar dalam pemerataan mutu pendidikan.
Ketika sebagian sekolah besar sekolah yang ada di Indonesia dikatakan
keliru dalam proses manajemennya maka kekeliruan itu bisa jadi bermula dari
konsep perencanaannya. Perencanaan pengembangan mutu sekolah yang
tidak diperhatikan secara serius akan berdampak terhadap lemahnya
1
Daniel O’Hare, Internasional Jurnal of Applied Manajemen Education and
Development, Volume 1 Issue 1, (Sheffield : Sheffield Hallam University,2010), hal.6.
2
Edward Salis, Manajemen Mutu Pendidikan, ( Yogyakarta: Diva Press, 2006), hal. 6
3
http://www.kemendikbud.go.id, diakses pada tanggal 10 juli 2017.
2
pelaksanaan proses pendidikan dan produk (lulusan) yang tidak sesuai
harapan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah karakteristik SMA unggulan ?
2. Bagaimanakah tata kelola menuju SMA unggulan ?
3. Bagaimanakah perencanaan pengembangan mutu sekolah menuju
SMA unggulan ?
4
Imran Arifin, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Memimpin Sekolah Berprestasi,
(Yogyakarta: Aditya Media, 2008), hal. 40.
3
unggul,sekolah mewah (exclussive schools), sekolah mahal dan atau elite
schools yang hanya terjangkau oleh elite ekonomi kelas atas.
Sungguhpun demikian, seyogyanya semua sekolah yang berlabel
sebagaimana di atas harus mempunyai indikator kapasitas dan kualitas
pendidikan yang dapat dilihat dari besarnya partisipasi sekolah, efisiensi
internal,prestasi belajar kognitif, kepekaan sosial (afektif-spiritual) dan prestasi
belajar efektif, bukan sekedar kemewahan fisik dan prestise masyarakat untuk
memasukkan putra-putrinya dengan pembiayaan yang mahal sebagaimana kita
temukan diberbagai daerah.
Pemahaman terhadap institusi sekolah secara menyeluruh sangat
penting. Pentingnya pemahaman terhadap keunggulan suatu sekolah tidak saja
dalam kaitan dengan meningkatkan mutu pendidikan tetapi juga sejalan dengan
kebijakan nasional yaitu desentralisasi pendidikan. Dengan konsep ini,
pemerintah tidak hanya berharap pada meningkatnya pemerataan mutu
pendidikan melainkan juga tercapainya relevansi dan efisiensi penyelenggaraan
pendidikan.
Secara umum Sekolah/Madrasah dapat dikatakan unggul bila telah
memenuhi kriteria standar yang telah dipersyaratkan oleh Badan Nasional
Penyelenggara Pendidikan (BNPP), yaitu: standar isi; standar proses; standar
kompetensi lulusan; standar pendidik dan tenaga kependidikan; standar sarana
dan prasarana; standar pengelolaan; standar pembiayaan; standar penilaian
pendidikan.
Karakteristik, standar pendidikan, ataupun perangkat-perangkat sekolah
unggulan bisa diklasifikasi kedalam dua hal, yaitu; sumber daya manusia
(SDM) dan perangkat pendidikan. Sumber daya manusia (SDM) terdiri atas
pimpinan madrasah, guru, siswa, dan tenaga kependidikan. Perangkat keras
(hardware) berupa bangunan madrasah, masjid, lapangan olahraga, dan fasilitas
pendidikan lainnya. Perangkat lunak (software) berupa visi, misi, tujuan,
kurikulum, metode pembelajaran sistem penilaian, dan lain-lain. Hal-hal
4
tersebut di atas, pembahasannya dapat di cluster kan ke dalam sistem
kelembagaan dan sistem pembelajaran.5
Menurut Arief Rahman, sedikitnya ada sepuluh ciri sekolah yang layak
disebut sebagai sekolah unggulan, diantaranya adalah:6
1. Kepemimpinan sekolah yang profesional. Pemimpin profesional adalah
pemimpin yang partisipatif, tegas, dan bertujuan, serta memiliki
keterampilan, kemampuan, dan kemauan untuk memajukan sekolah.
2. Semua warga sekolah memahami visi dan misi sekolah. Hal ini ditandai
dengan adanya kesatuan pandangan dan arah mengenai visi, adanya
konsistensi dan kebersamaan.
3. Suasana pembelajaran yang menyenangkan. Hal itu ditandai dengan
asmosfer suasana kelas yang mendukung serta lingkungan kerja yang
menyenangkan.
4. Kegiatan pembelajaran di sekolah sangat beragam, seperti intra, co, dan
ekstra kurikuler berjalan seimbang dan saling mendukung.Tanda-tandanya,
adanya optimalisasi waktu pembelajaran, penekanan pada kemampuan
akademik, dan fokus pada pencapaian prestasi.
5. Guru memiliki perencanaan pembelajaran, yang ditunjukkan dengan
adanya target yang jelas, terorganisir, dikomunikasikan pada siswa, dan
adanya fleksibilitas sesuai dengan kondisi siswa.
6. Semua program yang positif mendapat penguatan dari sekolah, orang tua,
dan siswa.
7. Sekolah melakukan monitoring dan evaluasi secara terprogram dan
berdampak terhadap perbaikan sekolah. Misalnya, dengan monitoring
kemajuan siswa yang dilakukan setiap saat, serta evaluasi kemajuan
sekolah.
8. Hak dan kewajiban siswa dipahami dan dilaksanakan dengan baik di
sekolah.
9. Kemitraan antara sekolah dengan rumah tangga atau orang tua.
5
Malik Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas, (Bandung:Mizan Press, 2001), hal
22.
6
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan diakses tanggal 11 Juni 2017.
5
10. Munculnya kretativitas dalam organisasi sekolah untuk pengembangan
pendidikan.
6
memperlihatkan bahwa sekolah contoh lebih baik daripada sekolah kebanyakan,
tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara sekolah contoh dan unggulan ,
tetapi perbedaan signifikan terlihat pada sekolah unggulan yang lebih baik
daripada sekolah kebanyakan dalam dimensi fokus dan adaptasi sekolah.7
Manajemen sekolah menuju SMA unggulan ialah perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan sekolah menuju apa yang
diharapkan oleh stakeholder sekolah. Stakeholder sekolah adalah orang yang
peduli dan berkepentingan terhadap sekolah, baik internal maupun eksternal
sekolah. Untuk menuju sekolah yang unggu, manajemen yang diterapkan adalah
manajemen mutu terpadu yang terus menerus memperbaiki peningkatan kualitas
sekolah sesuai ekspektasi stakeholder.
Strategi yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen mutu terpadu
dalam dunia pendidikan adalah institusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai
institusi jasa atau dengan kata lain menjadi industri jasa. Institusi yang
memberikan pelayanan (service) sesuai dengan keinginan para pelanggan
(customer). Oleh karenanya, dalam memposisikan institusi pendidikan sebagai
industri jasa harus memenuhi standar mutu. Pengertian ini tidak menekankan
suatu komponen dalam sistem pendidikan, tetapi menyangkut seluruh komponen
penyelenggaraan pendidikan yaitu input, proses, dan output.
Total quality management merupakan proses peningkatan mutu secara
utuh, dan bila prosesnya dilakukan secara mandiri maka manajemen mutu terpadu
terdiri dari tiga tahap peningkatan mutu secara kontinu (three steps to continuous
improvement), yaitu: 1) perhatian penuh kepada pelanggan, baik pelanggan
internal maupun eksternal; 2) pembinaan proses; dan 3) keterlibatan secara total. 8
Manajemen mutu terpadu merupakan salah satu ikhtiar agar dapat
meningkatkan mutu sekolah dengan melalui perbaikan terus-menerus
berkesinambungan atas kualitas produk, jasa manusia, proses dan lingkungan
organisasi. Dengan demikian, pengelolaan sekolah menuju unggulan harus
7
Sabar Budi Raharjo, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 2 Agustus
(Jakarta: Kemendikbud, 2016), hal.203.
8
Suryani, N. Jurnal Paramita, 23(2), (Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2013),
hal. 208-219.
7
melibatkan semua komponen di sekolah untuk bersama-sama mencapai visi
sekolah dalam menuju sekolah yang berprestasi dan dapat memberikan kepuasan
pelanggan.
9
Martin, Perencanaan Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2015), hal. 13.
8
9. Perincian rencana
10. Implementasi rencana
11. Evaluasi atas rencana.10
9
mengekstrapolasi untuk kebutuhan masa depan sehingga secara rasional segala
kemungkinan dapat diantisipasi atas dasar kecenderungan masa lampau.
Penetapan sasaran perlu dioptimalkan berdasarkan skala prioritas dalam
pengembangan sekolah menjadi sekolah unggulan yang kemudian dituangkan
dalam bentuk rancangan kegiatan yang lebih dirinci lagi dalam bentuk rincian
kegiatan. Setelah itu kemudian, tahapan implementasi rencana yang melibatkan
seluruh komponen sumber daya sekolah. Garis komunikasi dan konsultasi.
Pemberian tanggung jawab dan umpan balik secara mekanisme kontrol juga
dikembangkan.
Tahapan terakhir adalah evaluasi, tahapan ini diperlukan untuk menilai
tingkat kemajuan dan mendeteksi deviasi suatu pelaksanaan program dalam
berbagai tingkatan aktivitas. Bbila memungkinkan terjadi revisi yang kemudian
direkomendasikan dalam perencanaan yang baru.
Rangkaian aktivitas perencanaan yang sistematis dan mekanistis tersebut
dapat membantu pengembangan suatu sekolah menengah atas menjadi suatu
sekolah unggulan sehingga mampu memenuhi harapan semua stakeholder
sekolah.
F. Penutup
Dalam mewujudkan sekolah unggulan, khususnya jenjang SMA fungsi
manajemen yang bermutu sangat diperlukan sehingga setiap tahapan proses atau
fungsi manajemen dalam setiap tingkatannya di sekolah dapat mengarahkan
pencapaian tujuan menjadi sekolah unggulan sesuai harapan stakeholder.
Aktivitas perencanaan sebagai bagian dari fungsi manajemen, merupakan
langkah awal dalam mewujudkan suatu sekolah mengembangkan layanan mutu
pendidikan sehingga jurang ketimpangan mutu sekolah dapat semakin menipis.
Semakin tipis jurang ketimpangan mutu sekolah maka akan semakin banyak pula
kaum marginal yang akan menikmati layanan sekolah yang bermutu, bukankah
semua warga negara berhak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang
berkualitas.
10
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Arifin, Imran. 2008. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Memimpin Sekolah
Berprestasi. Yogyakarta: Aditya Media.
Sumber Jurnal:
Daniel O’Hare, Internasional Jurnal of Applied Manajemen Education and
Development, Volume 1 Issue 1 tahun 2010, Sheffield Hallam University.
Sumber Internet:
http://www.kemendikbud.go.id, diakses pada tanggal 10 juli 2017.
11