Anda di halaman 1dari 38

BAHAN AJAR

KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM Dan


LINGKUNGAN LABORATORIUM

Belajar sains pada hakekatnya adalah belajar


tentang fenomena alam. Beberapa ilmuwan
memberikan definisi sains sesuai dengan pengamatan
dan pemahamannya. Carin mendefinisikan science
sebagai The activity of questioning and exploring the
universe and finding and expressing it’s hidden order,
yaitu “ Suatu kegiatan berupa pertanyaan dan
penyelidikan alam semesta dan penemuan dan
pengungkapan serangkaian rahasia alam.” (Kholil,
2009) Sementara itu menurut Depdiknas (2002) Sains
mengandung makna pengajuan pertanyaan, pencarian
jawaban, pemahaman jawaban, penyempurnaan
jawaban baik tentang gejala maupun karakteristik alam
sekitar melalui cara-cara sistematis .
Berdasarkan definisi di atas, belajar sains
tentunya memiliki karakteristik khusus dibandingkan
belajar ilmu-ilmu yang lain.Belajar sains tidak sekedar
belajar informasi sains tentang fakta, konsep, prinsip,
hukum dalam wujud ‘pengetahuan deklaratif’, akan
tetapi belajar sains juga belajar tentang cara
memperoleh informasi sains, cara sains dan teknologi
bekerja dalam bentuk pengetahuan prosedural,
termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan metode
ilmiah
dan sikap ilmiah. Pada hakekatnya sains terdiri atas tiga
komponen, yaitu produk, proses, dan sikap ilmiah. Jadi
tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau
fakta yang dihafal, namun juga merupakan kegiatan
atau proses aktif menggunakan pikiran dalam
mempelajari rahasia gejala alam.
Pendekatan dan metode pembelajaran sains
1
yang sesuai dengan definisi sains di atas antara lain
dengan eksplorasi, inkuiri dan eksperimen. Dalam
pencapaian Standar kompetensi yaitu kualifikasi
kemampuan minimal peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap
kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran
dan kompetensi dasar yaitu sejumlah kemampuan
yang harus dikuasai peserta didik•dalam mata
pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan
indikator kompetensi dalam suatu pelajaran, siswa
SMP, mensyaratkan antara lain kegiatan pembelajaran
yang sifatnya mengeksplorasi, membuktikan,
mengkomunikasikan.
Untuk mendukung kegiatan tersebut fasilitas
laboratorium adalah sarana penunjang yang seharusnya
ada di setiap satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pembelajaran sains (Permendiknas
no 24 tahun 2007). Untuk menyelenggarakan
pembelajaran sains dengan memanfaatkan fasilitas
laboratorium maka sesuai dengan Standar dan
kompetensi guru mata pelajaran sains SMP/MTs
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No
16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru diperlukan guru yang memiliki
kompetensi antara lain
a) Memahami lingkup dan kedalaman sains
sekolah.
b) Kreatif dan inovatif dalam penerapan dan
pengembangan sains.
c) Menguasai prinsip-prinsip dan teori-teori
pengelolaan dan keselamatan kerja/belajar di
laboratorium sains sekolah.
d) Menggunakan alat-alat ukur, alat peraga, alat
hitung, dan piranti lunak komputer untuk
meningkatkan pembelajaran sains di kelas,
laboratorium.
2
e) Merancang eksperimen sains untuk keperluan
pembelajaran atau penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka seorang guru yang


menyelenggarakan pembelajaran di laboratorium dan
apalagi yang sekaligus ditugasi menjadi pengelola
laboratorium wajib menguasai prinsip-prinsip dan teori-
teori pengelolaan dan keselamatan kerja/belajar di
laboratorium sains sekolah. Oleh karena itu pada
makalah ini akan dibahas bagaimana menyelenggarakan
keselamatan bekerja di laboratorium sains

A. Laboratorium dan Keselamatan Kerja di


Laboratorium
Laboratorium adalah tempat untuk
mengaplikasikan teori keilmuan, pengujian teoritis,
pembuktian uji coba, penelitian, dan sebagainya
dengan menggunakan alat bantu yang menjadi
kelengkapan dari fasilitas dengan kuantitas dan kualitas
yang memadai (Depdiknas, 2002).
Laboratorium adalah suatu tempat dimana
terjadi berbagai aktivitas yang melibatkan bahan,
peralatan gelas dan instrumentasi khusus yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan bila dilakukan
dengan cara yang tidak tepat. Kecelakaan itu dapat
juga terjadi karena kelalaian atau kecerobohan kerja,
ini dapat membuat orang tersebut cedera, dan bahkan
bagi orang disekitarnya. Keselamatan kerja di
laboratorium merupakan kewajiban bagi setiap individu
yang sadar akan kepentingan kesehatan, keamanan dan
kenyamanan kerja.
Beraktivitas dengan selamat dan aman berarti
menurunkan resiko kecelakaan. Alat dan bahan yang
digunakan dalam kegiatan di laboratorium sains
memerlukan perlakuan khusus sesuai sifat dan
karakteristik masing-masing. Perlakuan yang salah
dalam membawa, menggunakan dan menyimpan alat
3
dan bahan di laboratorium sains dapat menyebabkan
kerusakan alat dan bahan, terjadinya kecelakaan kerja
serta dapat menimbulkan penyakit. Cara
memperlakukan alat dan bahan di laboratorium sains
secara tepat dapat menentukan keberhasilan dan
kelancaran kegiatan.
Kecelakaan menurut WHO merupakan suatu
kejadian di luar kemampuan manusia, disebabkan oleh
kekuatan dari luar, terjadi dalam sekejap menimbulkan
kerusakan terhadap jasmani maupun rohani. Setiap
laboratorium dengan segala desain dan aktifitasnya
memiliki potensi untuk terjadinya kecelakaan. Untuk itulah
perlu diupayakan untuk menghindarkaan atau paling tidak
meminimalkan kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Kecelakaan di laboratorium dapat terjadi karena
kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai
bahan kimia, proses-proses dan perlengkapan atau
peralatan yang tidak jelas serta kurangnya bimbingan
terhadap siswa yang sedang bekerja di laboratorium.
Selain itu tidak tersedianya perlengkapan keamanan dan
pelindung untuk kegiatan, tidak mengikuti petunjuk atau
aturan yang seharusnya ditaati, tidak menggunakan
perlengkapan pelindung atau menggunakan peralatan/
bahan tidak sesuai dan tidak berhati-hati dalam kegiatan
dapat pula menjadi sumber kecelakaan.
Pada laboratorium sains yang terdapat di sekolah
guru sebagai pengelola maupun sebagai guru mata
pelajaran sains bertanggung jawab atas keselamatan
kerja siswa di laboratorium. Tanggung jawab tersebut
diwujudkan dalam bentuk upaya-upaya preventif untuk
mencegah terjadinya kecelakaan di laboratorium. Upaya-
upaya preventif tersebut dapat antara lain dengan
menyediakan:
1. Alat pemadam api
2. alat untuk menghindarkan terjadinya kebocoran gas
3. kotak Pertolongan Pertama Pada Kecelakanan (P3K)

4
Gambar 1.
Peralatan Pemadam Api, Pengaman Tabung Gas dan
Kotak P3K

Selain peralatan tersebut pengelola laboratorium


wajib melakukan tindakan preventif yaitu dengan :
1. Membuat desain dan penataan ruangan yang
memenuhi persyaratan keamananan
2. Mengetahui lokasi dan perlengkapan darurat
3. Menggunakan perlengkapan
keselamatan pada saat bekerja
4. Memahami sifat bahan dan memahami kemungkinan
bahaya yang terjadi
5. Memberikan tanda peringatan pada bahan atau alat
yang berbahaya
6. Membuat aturan agar setiap pengguna bekerja
dengan prosedur yang benar
7. Membuang sisa kegiatan/praktikum di tempat yang
telaah disediakan dan dengan prosedur yang benar.
8. Menjaga kebersihan dan kerapihan laboratorium

Desain dan penataan ruang yang memenuhi


persyaratan keamanan dapat dilihat pada gambar berikut
ini :

5
Gambar 2.
Desain Penataan Ruang Laboratorium

Ada beberapa simbol sebagai tanda peringatan dan


label harus terpasang pada botol karena sangat penting
untuk untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Contoh
6ymbol seperti ini :

6
Pelaksanaan praktikum di tingkat SMP tidak
terlepas dari tuntutan Kurikulum. Kurikulum
mensyaratkan beberapa kompetensi dasar dapat
dicapai dengan melaksnakan praktikum misalnya pada
materi kemagnetan, kelistrikan, gelombang dan optic,
gaya dan energy, perubahan sifat kimia, pemuaian,
sistem respirasi, sistem pencernaan, sistem peredaran
darah. Semua kegiatan tersebut mengandung resiko
kecelakan apabila tidak dilaksanakan dengan hati-hati.
Pada percobaan untuk menguji perubahan sifat kimia,
praktikum pengujian bahan makanan dan praktikum
untuk menguji fotosintesis misalnya, pada praktikum ini
menggunakan api sebagai salah satu bahan yang harus
digunakan siswa, apabila tidak hati-hati potensi
terjadinya kebakaran cukup besar. Demikian pula
praktikum yang menggunakan alat-alat gelas yang
rentan pecah, maka pecahan gelas tersebut dapat
melukai siswa yang tidak hati-hati.
Penggunaan bahan-bahan kimia misalnya alcohol
yang digunakan untuk melarutkan klorofil pada daun
pada praktikum fotosintesis dan penggunaan chloroform
dalam praktikum pembedahan juga harus hati-hati.
7
Misalnya alcohol tidak boleh dipanaskan langsung di api
karena dapat meledak sehingga dalam pelaksanaannya
alkohol direbus dengan cara direbus dengan penangas
air. Untuk chloroform karena sifatnya dapat membius
dan mudah menguap, maka perlu hati-hati dalam
menggunaknnya.

B. Tugas Guru untuk Menjaga Keselamatan Siswa di


Laboratorium
Guru wajib selalu mengingatkan siswa untuk
selalu berhati-hati dalam bekerja. Siswa diberi
pengetahuan tentang symbol=symbol tanda bahaya
berikut artinya, sisw juga diberi pengetahuan akan
bahan-bahan kimia berbahaya. Siswa setingkat SMP
sebaiknya tidak dibiarkan melakukan praktikum tanpa
pengawasan. Guru juga harus menerapkan tata tertib
yang ketat ketika mengajak siswa bekerja di
laboratorium. Siswa yang cenderung tidak focus
sebaiknya segera diperingatkan ketika bekerja di
laboratorium, Siswa sudah seharusnya dilatih untuk
bertanggung jawab atas semua alat dan bahan yang
digunakan dan dibiasakan untuk selalu menjaga
kebersihan laboratorium. Sisa-sisa bahan praktikum
yang dapat membusuk dan menimbulkan bau tidak
sedap harus dibuang diluar laboratorium. Siswa juga
dibiasakan untuk menjaga kebersihan bak pencucian
dan tidak menjadikannya sebagai tempat sampah.
Selain itu siswa sebaiknya juga dibiasakan untuk
mematikan kran air dan seluruh sumber listrik yang tidak
terpakai ketika meninggalkan laboratorium.
Bila terjadi keadaan darurat maka tindakan yang
harus segera dilakukan adalah sebagai berikut :
Bila terkena bahan kimia maka yang harus dilakukan
adalah :
1. Jangan panik.
2. Mintalah bantuan rekan anda yang berada didekat
anda.
8
3. Bersihkan bagian yang mengalami kontak langsung
tersebut (cuci bagian yang
mengalami kontak langsung tersebut dengan air
apabila memungkinkan).
4. Bila kulit terkena bahan Kimia, janganlah digaruk agar
tidak tersebar.
5. Bawa ketempat yang cukup oksigen.
6. Hubungi paramedik secepatnya(dokter, rumah sakit).

Jika terjadi kebakaran maka yang harus dilakukan adalah


1. Jangan panik.
2. semprotkan gas pemadam api apabila api masih
mungkin dipadamkan.
3. Beritahu teman anda.
5. Hindari mengirup asap secara langsung.
6. Tutup pintu untuk menghambat api membesar dengan
cepat (jangan dikunci).
7. Pada gedung tinggi gunakan tangga darurat.
8. Hubungi pemadam kebakaran.

Kebiasaan-kebiasaan positif tersebut sebaiknya


dengan disiplin diterapkan guru sebagai salah satu
standar untuk menjaga keselamatan bekerja di
laboratorium
Penutup
Laboratorium adalah sumber pembelajaran yang
penting bagi siswa. Di dalam laboratorium tersimpan
bahan-bahan dan peralatan yang berpotensi menjadi
penyebab kecelakaan apabila digunakan dengan tidak
benar oleh karena itu guru sebagai pengelola dan guru
mata pelajaran IPA wajib melakukan upaya-upaya
preventif baik berupa sosialisasi terhadap perlunya
berhati-hati dan menerapkan standar operasional yang
baku untuk beraktivitas di dalam laboratorium. Serta
juga menerapkan disiplin dan menerapkan atjuran yang
ketat bagi siap saja yang akan melaksanakan praktikum
di laboratorium.
9
BAHAN AJAR

Pengolahan Limbah

A. Pendahuluan

Seiring dengan meningkatnya aktivitas di laboratorium,


maka laboratorium harus memberikan kontribusi dalam
menjaga kualitas lingkungannya sedemikian rupa
sehingga tercipta lingkungan yang bersih, sehat, aman
dan nyaman. Di dalam laboratorium banyak kegiatan
yang secara rutin dilakukan sehingga menghasilkan
limbah sisa pakai secara langsung maupun tidak
langsung perlu dibuang. Selain itu laboratorium juga
menghasilkan limbah organik dan anorganik kadang
kala juga limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Dalam pembuangan bahan-bahan kimia tersebut harus
dipikirkan dan dipahami tentang masalah kepentingan
masyarakat sekolah dan lingkungannya, terlebih apabila
sekolah atau laboratorium berada ditengah-tengah
kehidupan masyarakat yang mempunyai kepadatan
penduduk yang tinggi.

Secara langsung maupun tidak langsung banyak kasus


pencemaran merugikan masyarakat dan generasi akan
datang. Mendaur ulang limbah dan membuang limbah
secara aman adalah cara yang cukup baik dan efektif
dilakukan, hal ini bukan berarti dibuang tanpa
memperhitungkan akibat yang ditimbulkan pada saat ini
maupun pada masa akan datang yang dampaknya
dirasakan oleh generasi anak cucu kita nantinya.

Laboratorium selalu membuang bahan-bahan kimia


beracun. Maka didalam proses pembuangannya, perlu
diperhatikan dampak yang akan ditimbulkan misalnya
kerusakan pada sarana pembuangan, dan keselamatan
10
dan kesehatan kerja bagi yang melaksanakannya dan
kelestarian lingkungan. Pembuangan limbah dapat
menyebabkan turunnya efisiensi, karena di dalam
limbah biasanya terdapat bahan-bahan yang masih
dapat digunakan atau dapat dimanfaatkan kembali
untuk proses produksi. Sebagai contoh adalah
pembuangan sebagian sisa analisis kimia atau bahan
kimia kedaluarsa atau bahan kimia yang tak terpakai
karena salah spesifikasi.

Jumlah buangan limbah yang dihasilkan laboratorium


kimia analisa sampai saat ini belum pernah dihitung
secara riil, begitu pula potensia ancaman dampak
pencemaran, gangguan bagi keselamatan dan
kesehatan kerja serta lingkungannya.

B. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah menyelesaikan materi pembelajaran ini
diharapkan para peserta Bimbingan Teknis Pengelolaan
Laboratorium dapat memahami konsep-konsep yang
mendasari kegiatan pengelolaan limbah laboratorium
Ilmu Pengetahuan Alam.

C. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti kegiatan Bimbingan Teknis
Pengelolaan Laboratorium peserta diharapkan
mendapatkan kompetensi sebagai berikut.

1. Menjelaskan arti limbah


2. Mengidentifikasi jenis limbah
3. Mengidentifikasi akibat dan Teknik Pengolahan Limbah
4. Menjelaskan Limbah B3
5. Menjelaskan Penanganan sisa bahan kimia

11
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1
MENGIDENTIFIKASI JENIS LIMBAH

LEMBAR INFORMASI
A.Pengertian
Limbah adalah hasil samping dari proses produksi yang
tidak dapat langsung dimanfaatkan, bisa berbentuk
padat, cair, gas, getaran suara, dan lain-lain, yang dapat
menimbulkan pencemaran apabila tidak dikelola dengan
benar

B.Identifikasi Jenis Limbah


Pernahkah kita memikirkan bagaimana perjalanan
sampah yang kita buang, mulai dari rumah hingga lokasi
pembuangan akhir (TPA)? Gambar berikut ini adalah
perjalanan setumpuk sampah dari berbagai sumber
sampah di sebuah kota menuju

Keterangan gambar:
TPS= tempat pembuangan sementara
TPA = tempat pembuangan akhir
B3 = Bahan Berbahaya dan Beracun

12
PPLI = Pusat Pengolahan Limbah Industri

Diperkirakan setiap harinya rata-rata setiap penduduk


menghasilkan 2-3 liter sampah, sehingga jumlah
sampah yang dihasilkan oleh warga DKI mencapai 6000
ton. Percayakan Anda bahwa jumlah ini setara dengan
tumpukan sampah setinggi gedung-gedung perkantoran
di Jalan Sudirman Jakarta.

Tumpukan sampah bukan hanya mengganggu


kesehatan, namun juga mengancam nyawa manusia!
Seperti yang terjadi di Bandung tahun 2005 lalu – TPA
Leuwigajah – yang menyebabkan meninggalnya lebih
dari 140 nyawa tertimbun longsor sampah sejumlah
jutaan meter kubik dalam semalam. Tahun 2006 yang
lalu kejadian serupa pun terjadi di TPA Bantargebang,
yang menewaskan sejumlah pemulung. Kejadian
menyedihkan ini tentunya dapat dicegah jika sampah
dapat kita kurangi dan diolah semaksimal mungkin
mulai dari sumbernya, yang salah satunya adalah
lingkungan rumah tangga kita sendiri.

Jenis-jenis Limbah yang sering kita temukan sebagai


berikut;
1. Limbah Padat : Plastik, logam, potongan kayu,
botol bekas, sisa buangan
2. Limbah Cair : Berasal dari industri maupun
rumah tangga
3. Limbah Gas : dari cerobong asap industri,
kendaraan, pembakaran sampah, pembakaran
hutan

Pengertian Sampah
“Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau
tidak berharga untuk digunakan secara biasa atau
khusus dalam produksi atau pemakaian; barang rusak

13
atau cacat selama manufaktur; atau materi berkelebihan
atau buangan.“ (Kamus Istilah Lingkungan, 1994)
“Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau
dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun
proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.“
(Istilah Lingkungan untuk Manajemen, Ecolink 1996)
“Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi,
dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula.“
(Tandjung, Dr. M. Sc., 1982)
“Sampah adalah sumber daya yang tidak siap pakai.“
(Radyastuti, W. Prof. Ir, 1996)

Jenis Sampah
Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan
sebagai:
 Sampah Organik
 Sampah Anorganik
 Sampah Khusus

Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun


tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau
dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang
lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses
alami. Sampah rumah tangga sebagian besar
merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik,
misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit
buah, dan daun.
Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak
terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari
proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat
di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat
anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan
oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat
diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini
pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol
gelas, botol plastik, tas plastik, kaleng.

14
Kertas, koran, dan karton merupakan perkecualian.
Berdasarkan asalnya, kertas, koran, dan karton
termasuk sampah organik. Tetapi karena kertas, koran,
dan karton dapat didaur ulang seperti sampah
anorganik lain (misalnya gelas, kaleng, dan plastik),
maka di buku ini dimasukkan ke dalam kelompok
sampah anorganik

C. Reduce, Reuse, Recycle (3R)

Gambar: Para ibu di Surabaya memilah sampah plastik


agar dapat didaur ulang

3R adalah singkatan dari Reduce, Reuse dan Recycle.


3R adalah prinsip utama mengelola sampah mulai dari
sumbernya, melalui berbagai langkah yang mampu
mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA
(Tempat Pembuangan Akhir). Langkah utama adalah
pemilahan sejak dari sumber, seperti contoh gambar
diatas.

Reduce artinya mengurangi. Kurangilah jumlah sampah


dan hematlah pemakaian barang. Misalnya dengan
membawa tas belanja saat ke pasar sehingga dapat

15
mengurangi sampah plastik dan mencegah pemakaian
styrofoam.

Reuse artinya pakai ulang. Barang yang masih dapat


digunakan jangan langsung dibuang, tetapi sebisa
mungkin gunakanlah kembali berulang-ulang. Misalnya
menulis pada kedua sisi kertas dan menggunakan botol
isi ulang.

Recycle artinya daur ulang. Sampah kertas dapat


dibuat hasta karya, demikian pula dengan sampah
kemasan plastik mie instan, sabun, minyak, dll. Sampah
organik dapat dibuat kompos dan digunakan sebagai
penyubur tanaman maupun penghijauan.

D. Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)

1. Pengertian B3
Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan
limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan
yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun
yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan
lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
mahluk hidup lain.
Intinya adalah setiap materi yang karena konsentrasi
dan atau sifat dan atau jumlahnya mengandung B3 dan
membahayakan manusia, mahluk hidup dan lingkungan,
apapun jenis sisa bahannya.
Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL
(1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan
proses produksi yang mengandung bahan berbahaya
dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability,
reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau
16
jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan,
atau membahayakan kesehatan manusia.
2. Tujuan pengelolaan limbah B3
Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan
hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan
pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar
sehingga sesuai dengan fungsinya kembali.
Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha yang
berhubungan dengan B3, baik penghasil, pengumpul,
pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun B3,
harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga
kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula. Dan
apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah, tercecer
dan rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya
optimal agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi
semula.

3. Identifikasi limbah B3

Pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2


(dua) kategori, yaitu:
1. Berdasarkan sumber
2. Berdasarkan karakteristik
17
Golongan limbah B3 yang berdasarkan sumber dibagi
menjadi:
1. Limbah B3 dari sumber spesifik;
2. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
3. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa,
tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk
yang tidak memenuhi spesifikasi.

Sedangkan golongan limbah B3 yang berdasarkan


karakteristik ditentukan dengan:
 mudah meledak;
 pengoksidasi;
 sangat mudah sekali menyala;
 sangat mudah menyala;
 mudah menyala;
 amat sangat beracun;
 sangat beracun;
 beracun;
 berbahaya;
 korosif;
 bersifat iritasi;
 berbahayabagi lingkungan;
 karsinogenik;
 teratogenik;
 mutagenik.

Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan


lebih banyak dari PP No. 18 tahun 1999 yang hanya
mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:
 mudah meledak;
 mudah terbakar;
 bersifat reaktif;
 beracun;
 menyebabkan infeksi;
 bersifat korosif.
Peningkatan karakteristik materi yang disebut B3 ini
menunjukan bahwa pemerintah sebenarnya
18
memberikan perhatian khusus untuk pengelolaan
lingkungan Indonesia. Hanya memang perlu menjadi
perhatian bahwa implementasi dari Peraturan masih
sangat kurang di negara ini.

Pengelolaan dan pengolahan limbah B3


Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan,
pengangkutan, pemanfatan, pengolahan dan
penimbunan.
Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus
mendapatkan perizinan dari Kementerian Lingkungan
Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan
limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Untuk aktivitas
pengelolaan limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan
pengelolaan selain dilaporkan ke KLH juga ditembuskan
ke Bapedalda setempat.
Pengolahan limbah B3 mengacu kepada Keputusan
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(Bapedal) Nomor Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal
5 September 1995 tentang Persyaratan Teknis
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(www.menlh.go.id)

Pengolahan limbah B3 harus memenuhi


persyaratan:
 Lokasi pengolahan
Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi
penghasil limbah atau di luar lokasi penghasil limbah.
Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil
harus:
1. daerah bebas banjir;
2. jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter;
Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil
harus:
1. daerah bebas banjir;
2. jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m
atau 50 m untuk jalan lainnya;
19
3. jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan
aktivitas umum minimum 300 m;
4. jarak dengan wilayah perairan dan sumur
penduduk minimum 300 m;
5. dan jarak dengan wilayah terlindungi (spt: cagar
alam,hutan lindung) minimum 300 m.

 Fasilitas pengolahan
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi,
meliputi:
1. sistem kemanan fasilitas;
2. sistem pencegahan terhadap kebakaran;
3. sistem pencegahan terhadap kebakaran;
4. sistem penanggulangan keadaan darurat;
5. sistem pengujian peralatan;
6. dan pelatihan karyawan.
Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan
menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengolahan
limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani adalah
limbah yang dalam volume kecil pun berdampak besar
terhadap lingkungan.
 Penanganan limbah B3 sebelum diolah
Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan
uji analisis kandungan guna menetapkan prosedur
yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut.
Setelah uji analisis kandungan dilaksanakan,
barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna
pengolahan limbah tersebut sesuai dengan
karakteristik dan kandungan limbah.
 Pengolahan limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari
karakteristik dan kandungan limbah. Perlakuan
limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan
dengan proses sbb:
1. proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa,
netralisasi, pengendapan, stabilisasi, adsorpsi,
penukaran ion dan pirolisa.
20
2. proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas,
pemisahan cairan dan penyisihan komponen-
komponen spesifik dengan metode kristalisasi,
dialisa, osmosis balik, dll.
3. proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan
untuk mengurangi potensi racun dan kandungan
limbah B3 dengan cara membatasi daya larut,
penyebaran, dan daya racun sebelum limbah
dibuang ke tempat penimbunan akhir
4. proses insinerasi, dengan cara melakukan
pembakaran materi limbah menggunakan alat
khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran
harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika
suatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi)
dengan berat 100 kg, maka abu sisa
pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau
10 gr

E. Penanganan sisa bahan kimia


Laboratorium yang baik adalah laboratorium
yang tidak hanya memperhatikan masalah ketelitian
analisa saja. Akan tetapi laboratorium yang baik juga
harus memperhatikan masalah pembuangan limbah.
Limbah yang dibuang sembarangan, jika masuk ke
badan air tanah dan mengalir ke pemukiman penduduk
akan menimbulkan bahaya. Terutama logam-logam
berat jika tidak ditangani dengan baik dapat
membahayakan makhluk hidup dan merusak
lingkungan.
Pekerjaan dan percobaan laboratoium kimia
seperti titrasi, sintesis, distilasi, dan ekstraksi selalu
menghasilkan bahan kimia sisa pakai yang perlu
dibuang. Kadang-kadang terdapat pula bahan kimia
yang telah rusak atau bahan kimia yang tertumpah yang
harus dibuang.
Mengingat bahwa bahan kimia dari laboratoium
kebanyakan beracun, maka pembuangan bahan kimia
21
tersebut harus memikirkan pula kepentingan
masyarakat dan lingkungan. Lebih-lebih jika laboratoium
terletak di tengah-tengah masyarakat berpenduduk
padat. Air buangan dari laboratoium sangat mungkin
masuk ke kali atau parit dimana air tersebut dipakai
penduduk untuk, mandi, mencuci, memelihara ikan, dan
sebagainya.

1) Penetralan dan pengendapan


Bahan kimia yang bersifat asam atau basa, sebelum
dibuang sebaiknya dinetralkan terlebih dahulu. Sisa-sisa
asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCI), dan asam
nitrat (HNO3) dapat dinetralkan dengan air kapur dan
dilakukan pengecekan pH-nya dengan menggunakan
kertas pH. Sisa bahan kimia yang bersifat basa seperti
NaOH dan amonia dinetralkan dengan asam asetat atau
asam karbonat. Setelah netral, bahan kimia dapat
dibuang dalam bak pembuangan yang dihubungkan
dengan septik tank. Bahan kimia sisa yang
mengandung zat-zat logam berat yang beracun seperti
Pb, Hg, As dan Cd dilakukan pengendapan terlebih
dahulu sebelum dibuang.
Endapan yang terkumpul kemudian dibakar di dalam
insenerator atau dibawa ke tempat pengolahan limbah
berbahaya dan beracun (B3). Sedangkan cairan bagian
atas dinetralkan terlebih dulu sebelum dibuang ke bak
pembuangan atau wastafel yang dihubungkan dengan
septik tank.
2) Pembakaran terbuka
Metoda pembakaran terbuka dapat diterapkan untuk
bahan-bahan organik yang kadar racunnya rendah dan
tidak terlalu berbahaya. Bahan-bahan organik tersebut
dibakar ditempat yang aman dan jauh dari pemukiman
penduduk.
3) Pembakaran dalam insenerator
Untuk zat-zat yang toksik atau zat-zat yang apabila
dibakar di tempat terbuka dapat menghasilkan zat-zat
22
toksik, maka pembakaran akan lebih aman apabila
dilakukan di dalam insenerator. Peralatan tersebut
secara otomatis dapat membakar pada suhu ± 1000°C
sehingga terjadi pembakaran sempurna dan dilengkapi
dengan penyaring (filter) gas.
4) Penimbunan dan pengumpulan di tempat tertentu
Zat-zat buangan padat yang reaktif atau beracun dapat
ditimbun di dalam tanah dengan perlindungan tertentu.
Perlindungan dimaksudkan agar zat-zat beracun tidak
merembes ke dalam sumur atau mata air, dan zat-zat
eksplosif tidak menimbulkan bahaya ketika dilakukan
pengolahan tanah di masa datang. Tempat penimbunan
harus jauh dari sumber air (sumur, sungai, danau),
terhindar dari sinar matahari, dan dibuat dari beton
supaya tidak terjadi perembesan serta diberi tanda
bahaya yang jelas.

23
BAHAN AJAR

SANITASI DAN HYGIENE

A. Konsep Sanitasi dan Hygiene


1. Pengertian
a. Sanitasi
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang
menintik beratkan pada pengawasan terhadap
berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi
derajat kesehatan manusia. Upaya kesehatan
dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan lingkungan dari subjeknya (Depkes RI,
2004).
Pengertian Sanitasi dari beberapa sumber antara
lain :
1. Menurut Hopkins adalah cara pengawasan
terhadap faktor-faktor lingkungan yang
mempunyai pengaruh terhadap kesehatan.
2. Bagian dari Kesehatan Lingkungan yang
meliputi cara dan usaha individu atau
masyarakat untuk mengontrol dan
mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang
berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat
mengancam kelangsungan hidup manusia
(Chandra, 2006)

Terkait dengan makanan, sanitasi didefinisikan


sebagai penerapan atau pemeliharaan kondisi yang
mampu mencegah terjadinya pencemaran
(kontaminasi) makanan atau terjadinya penyakit
yang disebabkan oleh makanan (foodborne illness
atau foodborne disease).

Contoh salah satu kegiatan dari sanitasi makanan


adalah penyehatan makanan dan minuman.
24
Kegiatan ini merupakan upaya untuk
mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan kuman pada makanan dan minuman.
Faktor-faktor tersebut berasal dari proses
penanganan makanan, minuman, lingkungan dan
orangnya, sehingga makanan dan minuman yang
disajikan rumah sakit tidak menjadi mata rantai
penularan penyakit (Ditjen PPM & PLP dan ditjen
Yanmedik,Depkes RI.Jakarta 1988).

Menghadapi kompetisi usaha dalam bidang


makanan yang terjadi saat ini, maka pengetahuan
tentang sanitasi dan higiene menjadi sangat penting
dan merupakan suatu sistem yang harus dilakukan
oleh semua usaha yang tergabung dalam suatu
usaha pelayanan makanan.

Sanitasi dan higiene diperlukan mulai dari


perencanaan menu, pembelian bahan, penerimaan
barang, penyimpanan, pengeluaran barang,
persiapan pengolahan, pengolahan, kegiatan
menjaga makanan sebelum disajikan, kegiatan
penyajian, sampai pada kegiatan pencucian dan
perawatan.

Masalah sanitasi dalam bidang makanan


nampaknya masih dianggap sebagai suatu usaha
yang sia-sia sehingga banyak orang yang
mengabaikannya. Banyak orang yang menganggap
dalam usaha makanan yang terpenting adalah laku,
enak, dan laba yang banyak. Tetapi bagaimana
membuat penampilan yang bersih, baik, dan aman
untuk dimakan belum sepenuhnya menjadi
perhatian.

b. Higiene

25
Menurut UU No. 2 Tahun 1996 yaitu hygiene
dinyatakan sebagai kesehatan masyarakat yang
meliputi semua usaha untuk merawat, melindungi
dan mempertinggi derajat kesehatan badan, jiwa,
baik untuk umum maupun perorangan yang
bertujuan memberikan dasar-dasar kelanjutan
hidup yang sehat serta meningkatkan kesehatan
dalam masyarakat.

Ada beberapa pengertian higiene :


1. Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat
yang mempelajarai pengaruh kondisi lingkungan
terhadap : kesehatan manusia, upaya
mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh
lingkungan kesehatan serta membuat kondisi
lingkungan terjamin pemeliharaan kesehatannya,
termasuk upaya melindungi, memelihara dan
mempertinggi derajat kesehatan manusia,
sehingga berbagai faktor lingkungan yang tidak
menguntungkan tidak sampai menimbulkan
gangguan terhadap kesehatan.

2. Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara


memeriksa dan melindungi kebersihan
subjeknya (Depkes RI, 2004).

3. Hygiene adalah seluruh kondisi atau tindakan


untuk meningkatkan kesehatan.

4. Hygiene adalah ilmu yang berkaitan dengan


pencegahan penyakit dan pemeliharaan
kesehatan. Pengertian hygiene juga mencakup
usaha perawatan diri (personal hygiene),
termasuk juga perlindungan kesehatan akibat
pekerjaan (Merriam W, 2009).

26
5. Menurut Brownell adalah bagaimana caranya
orang memelihara dan melindungi kesehatan.

6. Menurut Gosh adalah suatu ilmu kesehatan yang


mencakup seluruh faktor yang mendorong
adanya kehidupan yang sehat baik perorangan
maupun melalui masyarakat.

7. Menurut Prescott hygiene terdiri dari dua aspek


yaitu menyangkut individu (Personal Hygiene)
dan yang menyangkut lingkungan (Environment)
.
. Ruang Lingkup
a. Ruang Lingkup Sanitasi
Berdasarkan pengertiannya sanitasi adalah
suatu upaya pencegahan penyakit yang
menitikberatkan kegiatannya kepada usaha-
usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.
sehingga di dalam Undang-Undang Kesehatan
No.23 tahun 1992 pasal 22 disebutkan bahwa
kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat,
yang dapat dilakukan dengan melalui
peningkatan sanitasi lingkungan, baik yang
menyangkut tempat maupun terhadap bentuk
atau wujud substantifnya yang berupa fisik,
kimia, atau biologis termasuk perubahan
perilaku.

Kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan


lingkungan yang bebas dari resiko yang
membahayakan kesehatan dan keselamatan
hidup manusia, melalui pemukiman antara lain
rumah tinggal dan asrama atau yang sejenisnya,
melalui lingkungan kerja antra perkantoran dan
kawasan industri atau sejenis.

27
b. Ruang Lingkup Hygiene
Masalah hygiene tidak dapat dipisahkan dari
masalah sanitasi, dan pada kegiatan pengolahan
makanan masalah sanitasi dan hygiene
dilaksanakan bersama-sama. Kebiasaan hidup
bersih, bekerja bersih sangat membantu dalam
mengolah makanan yang bersih pula.
Ruang lingkup hygiene meliputi:
1. Hygiene perorangan
2. Hygiene makanan dan minuman

2. Tujuan Sanitasi dan Higiene


Sanitasi dan Higiene mempunyai tujuan yaitu
mengusahakan cara hidup sehat, sehinggat
terhindar dari penyakit tetapi dalam
penerapannya memiliki arti yang berbeda
dimana usaha sanitasi lebh menitik beratkan
pada faktor-faktor lingkungan hidup manusia
sedangkan hygiene lebih menitikberatkan usaha-
usahanya kepada kebersihan individu. Beberapa
manfaat dapat kita rasakan apabila kita menjaga
sanitasi di lingkungan kita, misalnya: mencegah
penyakit menular, mencegah kecelakaan,
mencegah timbulnya bau tidak sedap,
menghindari pencemaran, mengurangi jumlah
(presentase sakit), lingkungan menjadi bersih,
sehat, dan nyaman.

3. Obyek Sanitasi dan higiene


Perbedaan antara hygiene dan sanitasi adalah
bahwa hygiene lebih mengarah kepada manusia
atau individu (marsyarakat) sedangkan sanitasi
lebih menitik beratkan pada faktor-faktor
lingkungan hidup.

Kegiatan-Kegiatan yang dilakukan dalam Usaha


Sanitasi tersebut meliputi:
28
a. Keamanan makanan dan minuman yang
disajikan.
b. Hygiene perorangan dan pengamanan
makanan oleh keryawan yang bersangkutan.
c. keamanan terhadap penyediaan air
d. pengolahan pembuangan air limbah dan
kotoran.
e. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi
selama dalam proses pengolahan,penyajian
dan penyinpanan.
f. Pencucian,kebersihan dan penyimpanan alat-
alat perlengkapan pengolahan makanan.

Upaya yang harus dilakukan dalam menjaga dan


memelihara kesehatan lingkungan adalah obyek
sanitasi yang meliputi seluruh tempat
tinggal/bekerja seperti: dapur, restoran, taman,
public area, ruang kantor, rumah dan
sebagainya.
Obyek dari sanitasi dan higiene merupakan
sumber kontaminan atau cemaran yaitu semua
benda asing yang tidak dikehendaki baik berupa
debu, kotoran, tanah, pasir, potongan tangkai,
daun, jasad renik, serangga, kutu dan lain-lain
yang mencemari bahan, alat maupun ruangan
pengolahan.

Kontaminan ada yang mudah dilihat wujudnya,


ada pula yang tidak terlihat (kasat mata) seperti
bakteri, kapang, khamir maupun virus.
Kontaminan juga belum tentu merupakan bahan
yang kotor tetapi bahan yang bersihpun dapat
merupakan cemaran apabila salah tempat.
Misalnya gula yang berserakan di Meja.
Begitupun sebaliknya, bahan yang kotor tetapi
masih berada dalam tempat yang tepat maka
bahan tersebut bukan suatu kontaminan.
29
Sumber kontaminan bisa juga berasal dari
lingkungan ( udara, tanah , air ) peralatan
pengolahan, pekerja pengolahan, sampah
produksi, serangga, tikus dan lain-lain. Udara
sekitar terkontaminasi mikroba yang berasal dari
debu, udara yang dikeluarkan oleh penderita
penyakit saluran napas dan lain-lain.

Obyek sanitasi diantaranya :


1. Sanitasi Bahan Baku

Bahan baku adalah segala macam bahan


biasanya dari hasil pertanian ataupun yang
lainnya. Bahan baku menjadi komponen-
komponen dasar dalam pengolahan pangan dan
produk pangan.

Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan


terhadap kemungkinan bertumbuh dan
berkembangbiaknya jasad renik pembusuk dan
patogen dalam makanan, minuman,
peralatan,dan bangunan yang dapat merusak
pangan dan membahayakan manusia.
Diharapkan adanya penerapan sanitasi bahan
baku akan diperoleh bahan pangan yang sehat
dan aman. Keamanan Pangan adalah kondisi
dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia dan fisik yang dapat mengganggu,
merugikan dan membahayakan kesehatan
manusia.

Sanitasi yang higienis mulai dari pemilihan


bahan baku sampai di outlet tempat penjualan
produk perlu diperhatikan. Sanitasi ini mulai di
pekerja harus yang bersih dan sehat, peralatan
produksi dan penyajian, lingkungan produksi dan
30
outlet harus terang dan bersih, terhindar dari
binatang peliharaan dan binatang kotor. Saluran
pembuangan limbah harus lancar dan terhindar
dari kesan jorok dan terakhir haruslah
menggunakan air bersih sesuai persyaratan dan
tersedia dalam jumlah yang cukup.

2. Sanitasi Peralatan
Prinsip utama peralatan adalah harus mudah
dibuka atau dipindahkan untuk memudahkan
pembersihan dengan bahan non corrosive
Desain, tipe, ukuran dan instalasi peralatan
dibuat untuk menghindari dan mencegah
kontaminasi selama proses produksi

Ketika memilih dan membeli mesin, higienitas


produksi dan kemudahan untuk pembersihan
dan sanitasi harus dipertimbangkan.
Kontaminasi adalah penyebab utama kerusakan
mesin. Perawatan dan penanganan yang baik di
butuhkan untuk memahami sifat merusak
kontaminasi dan menyadari manfaat untuk
mencegah kontaminasi.

3. Sanitasi Pekerja
Sanitasi pekerja sangat diperlukan dalam suatu
industri. Pekerja atau karyawan yang mengolah
bahan pangan harus sehat jasmani dan rohani
serta mengerti tentang kesehatan. Pekerja harus
mengikuti prosedur sanitasi yang memadai untuk
mencegah kontaminasi pada makanan yang
ditanganinya. Prosedur yang penting bagi
pekerja pengolah makanan adalah pencucian
tangan, kebersihan dan kesehatan diri.

Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat


memindahkan bakteri dan virus patogen dari
31
tubuh, fases, atau sumber lain ke makanan. Oleh
karena itu, pencucian tangan merupakan hal
pokok yang harus dilakukan pekerja yang terlibat
dalam penanganan makanan. Pekerja sebaiknya
mencuci tangan sebelum memulai pekerjaan dan
setelah melakukan kegiatan pribadi (misalnya
merokok , makan, minum, bersin, batuk , dan
setelah menggunakan toilet). Pencucian tangan
dilakukan dengan mengunakan sabun dan diikuti
dengan pembilasan menggunakan tissue
(Hiasinta, 2001).

Rambut pekerja harus selalu dicuci secara


periodik. Pekerja yang berambut panjang harus
mengikat rambutnya dan disarankan
menggunakan topi atau jala rambut (hairnet).
Walaupun tidak menggunakan seragam khusus ,
hendaknya pekerja memakai pakaian yang
bersih, tidak bermotif, dan berwarna terang. Hal
ini dilakukan agar kotoran pada pakaian mudah
terlihat (Hiasinta, 2001).

Celemek yang digunakan oleh para pekerja juga


harus bersih dan tidak boleh digunakan sebagai
lap tangan. Penggunaan sarung tangan plastik
pada waktu pengemasan dapat mencegah
kerusakan makanan akibat kontaminasi dari
tangan pekerja. Karyawan/pekerja yang
menangani makanan dalam suatu industri
merupakan sumber kontaminasi yang penting
karena kandungan mikroba patogen pada
manusia dapat menimbulkan penyakit yang
nantinya dapat ditularkan melalui makanan.

Beberapa hal yang harus selalu dijaga oleh para


pekerja yaitu kebersihan dan kesehatan pribadi.
Jika ada salah seorang pekerja yang sakit ,
32
maka diharuskan untuk cuti hingga sembuh dari
sakitnya
.
Beberapa peristiwa keracunan bahan pangan
yang tercemar oleh Staphylococcus aureus
diakibatkan oleh higiene yang buruk dari
pengelola bahan makanan tersebut. Apabila
memungkinkan pekerja harus memakai sarung
tangan, apabila tangan pekerja terluka harus
ditutup dengan plaster kain tahan air agar
mikroorganisme pada luka tidak
mengkontaminasi makanan. Pekerja tidak boleh
batuk, bersin, meludah, dan merokok dalam
ruangan pengolahan.

4. Sanitasi Tempat Pengolahan.


Syarat sanitasi tempat pengolahan baik dari
kontruksinya, perlengkapan yang ada maupun
tata letak perlengkapan yang lazim ada di setiap
pengolahan,adalah :

1. Lantai
Lantai sebaiknya harus :
 Dibuat dari bahan yag keras/rapat air,
mudah dibersihkan, tahan akan kerusakan-
kerusakan dan korosi (rapuh).
 Luas lantai 35% - 40% dari luas ruangan
dan tidak boleh kurangdari 15m2 – 23m2.
Semua sudut antara lantai dengan dinding
harus melengkung bulat dengan tinggi (jari-
jari) kurang dari 7,26 cm dari lantai.
 Lantai dibangun dari kayu, mempunyai
sambungan berbentuk tupai, lantai yang
dibangun dari papan bercelah harus
diletakan rapat bersama-sama, semua
terapit lantai dan dinding melengkung bulat
dengan tinggi jari-jari 7,62 cm dari lantai.
33
 Lantai yang membutuhkan tutup/alas
supaya dibuat dari linokum/bahan karat
semen yang tegang elastis,
karpet/permadani.
 Lantai harus selalu dalam keadaan bersih,
terpelihara sebelum dan sesudah
melakukan kegiatan.

2. Dinding
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
diantaranya:
 Permukaan dalam dinding harus rata,
halus, tidak menyerap air dan mudah
dibersihkan.

3. Atap dan langit-langit


Beberapa hal yang perlu diperhatikan
diantaranya :
 Atap dibuat dari bahan yang rapat air dan
tidak bocor.
 Lambat laun harus menutupi permukaan
bawah bagian dalam atap, anti debu dan
mudah dibersihkan.
 Permukaan bawah langit-langit untuk
ruangan/ kamar tempat persiapan/
pewadahan makanan dan minuman.
 Peralatan/perabotan dicuci/dibersihkan dan
tempat cuci tangan harus rata tidak
menyerap dan berwarna terang.

4. Penerangan/Pencahayaan
 Intensitas minimum penerangan 20 foot
candles (FC) pada titik setinggi 76,20 dari
permukaan kerja.
 Intensitas penerangan ruang makan dan
minum pada tempat cuci antara 30-40 FC.
34
 Semua penerangan harus bebas dari silau.

5. Ventilasi
 Ventilasi harus cukup untuk mencegah
udara melampaui panas, dan untuk
menghilangkan bau yang tidak enak, asap
dan udara kotor.
 Permukaan udara bersih dan segar untuk
menjamin kenyamanan kerja di dapur,
menghilangkan asap dan bau yang tidak
enak.

6. Pembuangan Asap
 Dapur harus dilengkapi dengan pengumpul
asap dan cerobongnya.
 Pengeluaran asap melalui cerobong harus
lancar dan tidak mengganggu masyarakat di
sekitar.

7. Harus ada penyediaan air yang cukup untuk


memenuhi syarat-syarat kesehatan.

8. Harus ada tempat sampah yang memenuhi


syarat- syarat kesehatan.

9. Harus ada saluran pembuangan air limbah


yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.

10. Tersedia bak/tempat pencuci tangan dan alat-


alat dapur.

11. Perlindungan dari serangga atau tikus.


 Barang-barang yang menimbulkan bahaya
tidak diperbolehkan disimpan didapur
seperti racun hama, bahan peledak.
 Tersedianya alat pemadam kebakaran

35
5. Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan berkaitan erat pada perilaku
menjaga kebersihan dan kesehatan pada
lingkungan tempat berada. Sanitasi lingkungan
bertujuan untuk mencegah diri sendiri maupun
lingkungan untuk bersentuhan langsung dengan
kotoran atau bahan buangan/limbah lainnya.

Sanitasi lingkungan adalah segala sesuatu yang


merupakan upaya untuk menjaga kebersihan
lingkungan. Misalnya membuang sampah pada
tempatnya dan melakukan pengolahan sampah
dengan baik. Sehingg sampah tidak menumpuk
di sekitar tempat tinggal dan menjadi masalah
baru yang berdampak negatif terhadap
kesehatan orang-orang di lingkungan.

3. Standar Kebersihan Lingkungan

Secara umum aplikasi pengelolaan lingkungan dewasa


ini masih terfokus pada pendekatan pengolahan limbah
yang terlanjur dihasilkan, sehingga memerlukan biaya
investasi, operasi, serta pemeliharaan relatif tinggi. Hal
itu menjadi salah satu alasan mengapa kalangan
industri tidak atau belum dapat melaksanakan
pengelolaan lingkungan secara optimal.
Berdasarkan hal tersebut perlu dikembangkan strategi
pendekatan yang lebih dini dalam menanggulangi
limbah, lebih baik meminimasi jumlah dan toksisitas
limbah yang akan dihasilkan dari pada mengolah
limbah. Untuk itu pada tahun 1993, BAPEDAL (Badan

36
Pengendalian Dampak Lingkungan) memperkenalkan
Produksi Bersih.
Produksi Bersih didefinisikan sebagai suatu strategi
pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan
terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus
pada proses produksi dan daur hidup produk dengan
tujuan untuk mengurangi risiko terhadap manusia dan
lingkungan.

ISO 14000
Keterkaitan antara aktivitas ekonomi (dunia usaha)
dengan lingkungan telah semakin disadari oleh
masyarakat dunia. Di tingkat internasional, International
Organization for Standarization (ISO) telah didorong
oleh kalangan dunia usaha untuk mengembangkan
suatu seri standar manajemen lingkungan yang berlaku
secara internasional, dikenal sebagai ISO seri 14000.
Bagi organisasi yang dapat memenuhi sebagian besar
komponen yang diaudit akan memperoleh sertifikat.
Penghargaan ISO 14000 diberikan kepada
industri/organisasi yang telah memenuhi kriteria yang
ditetapkan, antara lain:
 Perlindungan terhadap lingkungan
 Dasar persamaan kompetitif
 Menunjukkan kesesuaian dengan peraturan
 Pembentukan sistem pengelolaan yang efektif
 Penurunan biaya pemeliharaan lingkungan
 Peningkatan terhadap upaya pencegahan
pencemaran dan upaya perbaikan yang
berkelanjutan
 Peningkatan hubungan masyarakat
 Peningkatan kepercayaan dan kepuasan konsumen
 Peningkatan perhatian manajemen puncak

37
38

Anda mungkin juga menyukai