Oleh:
Soni Sukendar, S.Pd., M.Si., M.T.
Belajar sains pada hakekatnya adalah belajar tentang fenomena alam. Beberapa
ilmuwan memberikan definisi sains sesuai dengan pengamatan dan pemahamannya. Carin
mendefinisikan science sebagai The activity of questioning and exploring the universe and
finding and expressing it’s hidden order, yaitu “ Suatu kegiatan berupa pertanyaan dan
penyelidikan alam semesta dan penemuan dan pengungkapan serangkaian rahasia alam.”
(Kholil, 2009) Sementara itu menurut Depdiknas (2002) Sains mengandung makna
pengajuan pertanyaan, pencarian jawaban, pemahaman jawaban, penyempurnaan jawaban
baik tentang gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis .
Berdasarkan definisi di atas, belajar sains tentunya memiliki karakteristik khusus
dibandingkan belajar ilmu-ilmu yang lain.Belajar sains tidak sekedar belajar informasi sains
tentang fakta, konsep, prinsip, hukum dalam wujud ‘pengetahuan deklaratif’, akan tetapi
belajar sains juga belajar tentang cara memperoleh informasi sains, cara sains dan teknologi
bekerja dalam bentuk pengetahuan prosedural, termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan
metode ilmiah
dan sikap ilmiah. Pada hakekatnya sains terdiri atas tiga komponen, yaitu produk, proses,
dan sikap ilmiah. Jadi tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau fakta yang
dihafal, namun juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dalam
mempelajari rahasia gejala alam.
Pendekatan dan metode pembelajaran sains yang sesuai dengan definisi sains di atas
antara lain dengan eksplorasi, inkuiri dan eksperimen. Dalam pencapaian Standar
kompetensi yaitu kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan
penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap
kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran dan kompetensi dasar yaitu sejumlah
kemampuan yang harus dikuasai peserta didik•dalam mata pelajaran tertentu sebagai
rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran, siswa SMP,
mensyaratkan antara lain kegiatan pembelajaran yang sifatnya mengeksplorasi,
membuktikan, mengkomunikasikan.
Untuk mendukung kegiatan tersebut fasilitas laboratorium adalah sarana penunjang
yang seharusnya ada di setiap satuan pendidikan yang menyelenggarakan pembelajaran
sains (Permendiknas no 24 tahun 2007). Untuk menyelenggarakan pembelajaran sains
dengan memanfaatkan fasilitas laboratorium maka sesuai dengan Standar dan kompetensi
guru mata pelajaran sains SMP/MTs berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No
16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru diperlukan guru
yang memiliki kompetensi antara lain
a) Memahami lingkup dan kedalaman sains sekolah.
b) Kreatif dan inovatif dalam penerapan dan pengembangan sains.
c) Menguasai prinsip-prinsip dan teori-teori pengelolaan dan keselamatan kerja/belajar
di laboratorium sains sekolah.
d) Menggunakan alat-alat ukur, alat peraga, alat hitung, dan piranti lunak komputer
untuk meningkatkan pembelajaran sains di kelas, laboratorium.
e) Merancang eksperimen sains untuk keperluan pembelajaran atau penelitian
Pada laboratorium sains yang terdapat di sekolah guru sebagai pengelola maupun
sebagai guru mata pelajaran sains bertanggung jawab atas keselamatan kerja siswa di
laboratorium. Tanggung jawab tersebut diwujudkan dalam bentuk upaya-upaya preventif
untuk mencegah terjadinya kecelakaan di laboratorium. Upaya-upaya preventif tersebut dapat
antara lain dengan menyediakan:
1. Alat pemadam api
2. alat untuk menghindarkan terjadinya kebocoran gas
3. kotak Pertolongan Pertama Pada Kecelakanan (P3K)
Gambar 1.
Peralatan Pemadam Api, Pengaman Tabung Gas dan Kotak P3K
Desain dan penataan ruang yang memenuhi persyaratan keamanan dapat dilihat pada
gambar berikut ini:
Gambar 2.
Desain Penataan Ruang Laboratorium
Ada beberapa simbol sebagai tanda peringatan dan label harus terpasang pada botol karena
sangat penting untuk untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Contoh simbol seperti ini :
4. Bila kulit terkena bahan Kimia, janganlah digaruk agar tidak tersebar.
5. Bawa ketempat yang cukup oksigen.
6. Hubungi paramedik secepatnya(dokter, rumah sakit).
PENGOLAHAN LIMBAH
A. Pendahuluan
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1
MENGIDENTIFIKASI JENIS LIMBAH
LEMBAR INFORMASI
A.Pengertian
Limbah adalah hasil samping dari proses produksi yang tidak dapat langsung dimanfaatkan,
bisa berbentuk padat, cair, gas, getaran suara, dan lain-lain, yang dapat menimbulkan
pencemaran apabila tidak dikelola dengan benar
Keterangan gambar:
TPS= tempat pembuangan sementara
TPA = tempat pembuangan akhir
B3 = Bahan Berbahaya dan Beracun
PPLI = Pusat Pengolahan Limbah Industri
Diperkirakan setiap harinya rata-rata setiap penduduk menghasilkan 2-3 liter sampah,
sehingga jumlah sampah yang dihasilkan oleh warga DKI mencapai 6000 ton. Percayakan
Anda bahwa jumlah ini setara dengan tumpukan sampah setinggi gedung-gedung
perkantoran di Jalan Sudirman Jakarta.
Tumpukan sampah bukan hanya mengganggu kesehatan, namun juga mengancam nyawa
manusia! Seperti yang terjadi di Bandung tahun 2005 lalu – TPA Leuwigajah – yang
menyebabkan meninggalnya lebih dari 140 nyawa tertimbun longsor sampah sejumlah
jutaan meter kubik dalam semalam. Tahun 2006 yang lalu kejadian serupa pun terjadi di TPA
Bantargebang, yang menewaskan sejumlah pemulung. Kejadian menyedihkan ini tentunya
dapat dicegah jika sampah dapat kita kurangi dan diolah semaksimal mungkin mulai dari
sumbernya, yang salah satunya adalah lingkungan rumah tangga kita sendiri.
Pengertian Sampah
“Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk digunakan
secara biasa atau khusus dalam produksi atau pemakaian; barang rusak atau cacat selama
manufaktur; atau materi berkelebihan atau buangan.“ (Kamus Istilah Lingkungan, 1994)
“Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas
manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.“ (Istilah Lingkungan
untuk Manajemen, Ecolink 1996)
“Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai
semula.“ (Tandjung, Dr. M. Sc., 1982)
“Sampah adalah sumber daya yang tidak siap pakai.“ (Radyastuti, W. Prof. Ir, 1996)
Jenis Sampah
Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan sebagai:
Sampah Organik
Sampah Anorganik
Sampah Khusus
Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari
alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan
mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan
bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung,
sayuran, kulit buah, dan daun.
Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak
bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti
plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan
oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah
jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol gelas, botol plastik, tas plastik,
kaleng.
Kertas, koran, dan karton merupakan perkecualian. Berdasarkan asalnya, kertas, koran, dan
karton termasuk sampah organik. Tetapi karena kertas, koran, dan karton dapat didaur
ulang seperti sampah anorganik lain (misalnya gelas, kaleng, dan plastik), maka di buku ini
dimasukkan ke dalam kelompok sampah anorganik
Gambar: Para ibu di Surabaya memilah sampah plastik agar dapat didaur ulang
3R adalah singkatan dari Reduce, Reuse dan Recycle. 3R adalah prinsip utama mengelola
sampah mulai dari sumbernya, melalui berbagai langkah yang mampu mengurangi jumlah
sampah yang dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Langkah utama adalah
pemilahan sejak dari sumber, seperti contoh gambar diatas.
Reduce artinya mengurangi. Kurangilah jumlah sampah dan hematlah pemakaian barang.
Misalnya dengan membawa tas belanja saat ke pasar sehingga dapat mengurangi sampah
plastik dan mencegah pemakaian styrofoam.
Reuse artinya pakai ulang. Barang yang masih dapat digunakan jangan langsung dibuang,
tetapi sebisa mungkin gunakanlah kembali berulang-ulang. Misalnya menulis pada kedua sisi
kertas dan menggunakan botol isi ulang.
Recycle artinya daur ulang. Sampah kertas dapat dibuat hasta karya, demikian pula dengan
sampah kemasan plastik mie instan, sabun, minyak, dll. Sampah organik dapat dibuat
kompos dan digunakan sebagai penyubur tanaman maupun penghijauan.
1. Pengertian B3
Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha
dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat
dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.
Intinya adalah setiap materi yang karena konsentrasi dan atau sifat dan atau jumlahnya
mengandung B3 dan membahayakan manusia, mahluk hidup dan lingkungan, apapun jenis
sisa bahannya.
Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah)
suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3)
karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau
jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan
lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
3. Identifikasi limbah B3
1. Berdasarkan sumber
2. Berdasarkan karakteristik
Golongan limbah B3 yang berdasarkan sumber dibagi menjadi:
1. Limbah B3 dari sumber spesifik;
2. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
3. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan
produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
mudah meledak;
pengoksidasi;
sangat mudah sekali menyala;
sangat mudah menyala;
mudah menyala;
amat sangat beracun;
sangat beracun;
beracun;
berbahaya;
korosif;
bersifat iritasi;
berbahayabagi lingkungan;
karsinogenik;
teratogenik;
mutagenik.
Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari PP No. 18 tahun 1999
yang hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:
mudah meledak;
mudah terbakar;
bersifat reaktif;
beracun;
menyebabkan infeksi;
bersifat korosif.
Peningkatan karakteristik materi yang disebut B3 ini menunjukan bahwa pemerintah
sebenarnya memberikan perhatian khusus untuk pengelolaan lingkungan Indonesia. Hanya
memang perlu menjadi perhatian bahwa implementasi dari Peraturan masih sangat kurang
di negara ini.
Fasilitas pengolahan
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:
1. sistem kemanan fasilitas;
2. sistem pencegahan terhadap kebakaran;
3. sistem pencegahan terhadap kebakaran;
4. sistem penanggulangan keadaan darurat;
5. sistem pengujian peralatan;
6. dan pelatihan karyawan.
Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tak terpisahkan
dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani adalah limbah yang
dalam volume kecil pun berdampak besar terhadap lingkungan.
Penanganan limbah B3 sebelum diolah
Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna
menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji
analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna
pengolahan limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah.
Pengolahan limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan
limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb:
1. proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan,
stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.
2. proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan
komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll.
insenerator. Peralatan tersebut secara otomatis dapat membakar pada suhu ± 1000°C
sehingga terjadi pembakaran sempurna dan dilengkapi dengan penyaring (filter) gas.
4) Penimbunan dan pengumpulan di tempat tertentu
Zat-zat buangan padat yang reaktif atau beracun dapat ditimbun di dalam tanah dengan
perlindungan tertentu. Perlindungan dimaksudkan agar zat-zat beracun tidak merembes ke
dalam sumur atau mata air, dan zat-zat eksplosif tidak menimbulkan bahaya ketika
dilakukan pengolahan tanah di masa datang. Tempat penimbunan harus jauh dari sumber
air (sumur, sungai, danau), terhindar dari sinar matahari, dan dibuat dari beton supaya tidak
terjadi perembesan serta diberi tanda bahaya yang jelas.
yang banyak. Tetapi bagaimana membuat penampilan yang bersih, baik, dan aman
untuk dimakan belum sepenuhnya menjadi perhatian.
b. Higiene
B. Ruang Lingkup
a. Ruang Lingkup Sanitasi
wujud substantifnya yang berupa fisik, kimia, atau biologis termasuk perubahan
perilaku.
Kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas dari
resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia, melalui
pemukiman antara lain rumah tinggal dan asrama atau yang sejenisnya, melalui
lingkungan kerja antra perkantoran dan kawasan industri atau sejenis.
Masalah hygiene tidak dapat dipisahkan dari masalah sanitasi, dan pada
kegiatan pengolahan makanan masalah sanitasi dan hygiene dilaksanakan bersama-
sama. Kebiasaan hidup bersih, bekerja bersih sangat membantu dalam mengolah
makanan yang bersih pula.
Ruang lingkup hygiene meliputi:
1. Hygiene perorangan
2. Hygiene makanan dan minuman
Bahan baku adalah segala macam bahan biasanya dari hasil pertanian
ataupun yang lainnya. Bahan baku menjadi komponen-komponen dasar dalam
pengolahan pangan dan produk pangan.
Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan
bertumbuh dan berkembangbiaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam
makanan, minuman, peralatan,dan bangunan yang dapat merusak pangan dan
membahayakan manusia. Diharapkan adanya penerapan sanitasi bahan baku
akan diperoleh bahan pangan yang sehat dan aman. Keamanan Pangan adalah
kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia dan fisik yang dapat mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan manusia.
Sanitasi yang higienis mulai dari pemilihan bahan baku sampai di outlet
tempat penjualan produk perlu diperhatikan. Sanitasi ini mulai di pekerja harus yang
bersih dan sehat, peralatan produksi dan penyajian, lingkungan produksi dan outlet
harus terang dan bersih, terhindar dari binatang peliharaan dan binatang kotor.
Saluran pembuangan limbah harus lancar dan terhindar dari kesan jorok dan terakhir
haruslah menggunakan air bersih sesuai persyaratan dan tersedia dalam jumlah yang
cukup.
2. Sanitasi Peralatan
Prinsip utama peralatan adalah harus mudah dibuka atau dipindahkan untuk
memudahkan pembersihan dengan bahan non corrosive Desain, tipe, ukuran dan
instalasi peralatan dibuat untuk menghindari dan mencegah kontaminasi selama
proses produksi.
Ketika memilih dan membeli mesin, higienitas produksi dan kemudahan
untuk pembersihan dan sanitasi harus dipertimbangkan. Kontaminasi adalah
penyebab utama kerusakan mesin. Perawatan dan penanganan yang baik di
butuhkan untuk memahami sifat merusak kontaminasi dan menyadari manfaat
untuk mencegah kontaminasi.
3. Sanitasi Pekerja
Celemek yang digunakan oleh para pekerja juga harus bersih dan tidak boleh
digunakan sebagai lap tangan. Penggunaan sarung tangan plastik pada waktu
pengemasan dapat mencegah kerusakan makanan akibat kontaminasi dari tangan
pekerja. Karyawan/pekerja yang menangani makanan dalam suatu industri
merupakan sumber kontaminasi yang penting karena kandungan mikroba patogen
pada manusia dapat menimbulkan penyakit yang nantinya dapat ditularkan melalui
makanan.
Beberapa hal yang harus selalu dijaga oleh para pekerja yaitu kebersihan dan
kesehatan pribadi. Jika ada salah seorang pekerja yang sakit , maka diharuskan untuk
cuti hingga sembuh dari sakitnya.
Beberapa peristiwa keracunan bahan pangan yang tercemar oleh
Staphylococcus aureus diakibatkan oleh higiene yang buruk dari pengelola bahan
makanan tersebut. Apabila memungkinkan pekerja harus memakai sarung tangan,
apabila tangan pekerja terluka harus ditutup dengan plaster kain tahan air agar
mikroorganisme pada luka tidak mengkontaminasi makanan. Pekerja tidak boleh
batuk, bersin, meludah, dan merokok dalam ruangan pengolahan.
Dibuat dari bahan yag keras/rapat air, mudah dibersihkan, tahan akan
kerusakan-kerusakan dan korosi (rapuh).
Luas lantai 35% - 40% dari luas ruangan dan tidak boleh kurangdari 15m2 –
23m2. Semua sudut antara lantai dengan dinding harus melengkung bulat
dengan tinggi (jari-jari) kurang dari 7,26 cm dari lantai.
Lantai dibangun dari kayu, mempunyai sambungan berbentuk tupai, lantai
yang dibangun dari papan bercelah harus diletakan rapat bersama-sama,
semua terapit lantai dan dinding melengkung bulat dengan tinggi jari-jari 7,62
cm dari lantai.
Lantai yang membutuhkan tutup/alas supaya dibuat dari linokum/bahan karat
semen yang tegang elastis, karpet/permadani.
Lantai harus selalu dalam keadaan bersih, terpelihara sebelum dan sesudah
melakukan kegiatan.
2. Dinding
Beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya:
Permukaan dalam dinding harus rata, halus, tidak menyerap air dan mudah
dibersihkan.
4. Penerangan/Pencahayaan
Intensitas minimum penerangan 20 foot candles (FC) pada titik setinggi 76,20
dari permukaan kerja.
Intensitas penerangan ruang makan dan minum pada tempat cuci antara 30-40
FC.
Semua penerangan harus bebas dari silau.
5. Ventilasi
Ventilasi harus cukup untuk mencegah udara melampaui panas, dan untuk
menghilangkan bau yang tidak enak, asap dan udara kotor.
Permukaan udara bersih dan segar untuk menjamin kenyamanan kerja di dapur,
menghilangkan asap dan bau yang tidak enak.
6. Pembuangan Asap
Dapur harus dilengkapi dengan pengumpul asap dan cerobongnya.
Pengeluaran asap melalui cerobong harus lancar dan tidak mengganggu
masyarakat di sekitar.
7. Harus ada penyediaan air yang cukup untuk memenuhi syarat-syarat kesehatan.
5. Sanitasi Lingkungan
Secara umum aplikasi pengelolaan lingkungan dewasa ini masih terfokus pada
pendekatan pengolahan limbah yang terlanjur dihasilkan, sehingga memerlukan biaya
investasi, operasi, serta pemeliharaan relatif tinggi. Hal itu menjadi salah satu alasan
mengapa kalangan industri tidak atau belum dapat melaksanakan pengelolaan lingkungan
secara optimal.
Berdasarkan hal tersebut perlu dikembangkan strategi pendekatan yang lebih dini
dalam menanggulangi limbah, lebih baik meminimasi jumlah dan toksisitas limbah yang
akan dihasilkan dari pada mengolah limbah. Untuk itu pada tahun 1993, BAPEDAL (Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan) memperkenalkan Produksi Bersih.
Produksi Bersih didefinisikan sebagai suatu strategi pengelolaan lingkungan yang
bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses
produksi dan daur hidup produk dengan tujuan untuk mengurangi risiko terhadap manusia
dan lingkungan.
ISO 14000
Keterkaitan antara aktivitas ekonomi (dunia usaha) dengan lingkungan telah semakin
disadari oleh masyarakat dunia. Di tingkat internasional, International Organization for
Standarization (ISO) telah didorong oleh kalangan dunia usaha untuk mengembangkan
suatu seri standar manajemen lingkungan yang berlaku secara internasional, dikenal sebagai
ISO seri 14000. Bagi organisasi yang dapat memenuhi sebagian besar komponen yang
diaudit akan memperoleh sertifikat.
Penghargaan ISO 14000 diberikan kepada industri/organisasi yang telah memenuhi
kriteria yang ditetapkan, antara lain: