Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semua manusia memiliki kemampuan berpikir, akan tetapi saat ini
kemampuan yang di miliki berbeda. banyak orang menganggap bahwa
kemampuan berpikir seseorang hanya dapat dilihat melalui hasil IQ. Hal itu
tidaklah sepenuhnya benar, karena kemampuan seeeorang juga dapat
dipengaruhi oleh EQ dan SQ. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahi
apa yang di maksud IQ, EQ, dan SQ dan bagaimana hubungan juga cara
mengaplikasikanya dalam kehiduan shari-hari.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian IQ, EQ, Dan SQ Serta Perbedaannya?
2. Bagaimana eksistensi IQ, EQ, dan SQ ada setiap individu?
3. Bagaimana Aplikasi Konsep IQ, EQ, Dan SQ Dalam Proses Pembelajaran?
4. Bagaimana Hubungan antara aspek – aspek kognisi, emosi dan konasi dengan
IQ, EQ, dan SQ?

C. Tujuan
1. Agar dapat mengtahui apa yang dimaksud dengan IQ, EQ, dan SQ Serta
Perbedaannya
2. Agar dapat mengetahui eksistensi IQ, EQ, dan SQ pada setiap individu
3. Agar Dapat Mengetahui Tentang Aplikasi Konsep IQ, EQ, Dan SQ Dalam
Proses Pembelajaran
4. Agar dapat mengetahui Hubungan antara aspek – aspek kognisi, emosi dan
konasi dengan IQ, EQ, dan SQ

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian IQ, EQ, Dan SQ Serta Perbedaannya


1. Pengertian IQ, EQ, dan SQ.
IQ (Intelligence Quotient) adalah suatu adalah suatu indeks tingkat relatif
intelegensi seseorang, setelah dibandingkan dengan orang lain yang sesuai
dengannya. Dengan dmikian, IQ pada dasarnya adalah sebuah ukuran tingkat
kecerdasan. Semntara itu, intelegensi menurut W.stern adalah suatu daya jiwa
untuk data menysuaikan diri dengan cepat dan tepat dalam suatu yang baru
dengan mempergunakan alat - alat berpikir sesuai tujuannya. Secara global IQ
berisi pertanyaan - pertanyaan dan dibuat mengnai segala sesuatu yang tidak
berhubungan dengan pelajaran sekolah. dengan kata lain Kecerdasan intelektual
adalah kemampuan intelektual, analisa, logika dan rasio. Pada masanya
kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu
yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-
masing individu tersebut. Kecerdasan intelektual (IQ) diyakini menjadi sebuah
ukuran standar kecerdasan selama bertahun-tahun. Bahkan hingga hari ini pun
masih banyak orangtua yang mengharapkan anak-anaknya pintar, terlahir dengan
IQ (intelligence quotient) di atas level normal (lebih dari 100).
EQ (Emotional Qoutient), menurut Ge Muzaik kecerdasan emosional (EQ) adalah
kemampuan untuk mengenali, mengekspresikan, dan mengelola emosi, baik
emosi dirinya sendiri maupun emosi orang lain, dengan tindakan konstruktif, yang
berupaya bekerjasama dengan tim yang mengacu pada produktivitas dan bukan
pada konflik. Johanes Pap menyatakan kecerdasan emosional mencakup
pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi
dirinya sendiri. oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John
Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas
emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Substansi dari kecerdasan
emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian
disikapi secara manusiawi. Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan

2
orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap
bahasa verbal dan non verbal. Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya
agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat
dimengerti kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga
baik.
Istilah spiritual bersal dari kata “spirit”. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata “spirit” diartikan “semangat, jiwa, sukma, roh”. Kecerdasan
spiritual lebih merupakan sebuah konsep yang berhubungan dengan bagaimana
seseorang “cerdas” dalam mengelola dan mempergunakan makna-makna, nilai-
nilai, dan kualitas-kualitas kehidupan spiritualnya. Kehidupan spiritual di sini
meliputi hasrat untuk hidup bermakna (the will to meaning) yang memotivasi
kehidupan manusia untuk senantiasa mencari makna hidup (the meaning of life)
dan mendambakan hidup bermakna (the meaningful life). Spiritual Quotient (SQ)
adalah suatu kecerdasan dimana kita berusaha menyelesaikan masalah dalam
hidup berdasarkan nilai-nilai agama yang diyakini. Kecerdasan ini digunakan
untuk menyelesaikan masalah makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk
menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya,
kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
bermakna dibanding dengan orang lain. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama
dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah
menjadi terkapling-kapling sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan
dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai
penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah,
bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia
mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang
positif. Kecerdasan Spritual bukanlah sebuah agama (religi) semata. Terlepas dari
agama, manusia dapat memberi makna melalui berbagai macam keyakinan.
menggambarkan, SQ sebagai kemampuan untuk membingkai ulang atau
mengontekstualisasi ulang pengalaman kita. Dan dengan demikian, SQ
merupakan kemampuan untuk mentransformasi pemahaman kita tentangnya.
Pengalaman dari kecerdasan spiritual kita bukan sekedar keadaan pikiran,tetapi

3
merupakan sebuah jalan untuk mengetahui, sebuah jalan wujud, yang pada
akhirnya akan mentransformasikan pemahaman dalam kehidupan kita.

2. Perbedaan IQ, EQ, dan SQ.


Kecerdasan intelegensi adalah suatu indeks tingkat relatif intelegnsi /
kemampuan seseorang untuk mengolah dan berfikir kognitif. Kecerdasan yang
terukur dengan angka-angka sejak kita di bangku sekolah hingga kuliah.
Seseorang dapat dikatakan pintar karena orang tersebut cepat dalam menangkap
informasi yang diberikan. IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah
sampai seseorang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti
penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan
memahami berbagai ilmu. Kecerdasan intelektual dapat diartikan sebagai
kecerdasan yang berhubungan dengan proses kognitif seperti berpikir, daya
menghubungkan, dan menilai atau memperhitungkan sesuatu atau kecerdasan
yang berhubungan dengan strategi pemecahan masalah dengan menggunakan
logika.
Ada beberapa indikator yang menunjukkan hadirnya kecerdasan
intelektual dalam diri seseorang, diantaranya:
a. Kerja akal/pikir senantiasa dalam koordinasi nurani
b. Buah pemikiran mudah dipahami dan diamalkan.
c. Buah pikiran bersifat kausalitatif, artinya memiliki kemampuan
mengetahui, memahami, dan menganalisis hakikat dari suatu masalah,
kejadian atau peristiwa.
d. Buah pikiran bersifat solutif, artinya memiliki kemampuan menggunakan
akal pikiran dalam memecahkan masalah yang dihadapi, baik untuk diri
sendiri maupun orang lain.
Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan,
serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi
frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak
melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban
stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan

4
terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan
sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin
diri dan lingkungan sekitarnya. Kecerdasan emosional merupakan hasil kerja dari
otak kanan, sedang kecerdasan intelektual merupakan hasil kerja otak kiri.
Menurut DePorter dan Hernacki, otak kanan manusia memiliki cara kerja yang
acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik, sedangkan otak kiri memiliki cara kerja
yang logis, sekuensial, rasional, dan linier. Kedua belahan otak ini harus
diperankan sesuai dengan fungsinya, sebab jika tidak maka masing-masing
belahan akan menganggu pada belahan lain.
EQ memiliki empat pilar utama yang bisa kita jadikan pedoman. Keempat
pilar itu oleh Steve Hein disingkat dengan sebutan B.A.R.E yang isinya adalah:
B=balance (keseimbangan diri)
A=awareness (kesadaran diri)
R=responsibility (tanggung jawab)
E=emphaty (empati)
Dari keempat hal di atas yang perlu kita lakukan untuk meningkatkan EQ, yaitu:
a. Belajar menjaga keseimbangan
b. Belajar mempertebal kesadaran diri
c. Belajar meningfkatkan rasa tanggung jawab
d. Belajar berempati
Kecerdasan spiritual bukanlah doktrin agama yang mengajak umat manusia
untuk ‘cerdas’ dalam memilih atau memeluk salah satu agama yang dianggap
benar. Kecerdasan spiritual lebih merupakan sebuah konsep yang berhubungan
dengan bagaimana seseorang ‘cerdas’ dalam mengelola dan mendayagunakan
makna-makna, nilai-nilai, dan kualitas-kualitas kehidupan spiritualnya.
Kecerdasan spiritual sebagai bagian dari psikologi memandang bahwa seseorang
yang taat beragama belum tentu memiliki kecerdasan spiritual. Melalui
penggunaan kecerdasan spiritual kita secara lebih terlatih dan melalui kejujuran
serta keberanian diri yang dibutuhkan bagi pelatihan semacam itu, kita dapat
berhubungan kembali dengan sumber dan makna terdalam di dalam diri kita.

5
Menurut saran Ian Marshall dan Danah Zohar, ada beberapa hal yang bisa kita
lakukan untuk meningkatkan SQ, antara lain:
1. Selalu menyadari di mana saat ini saya berada (menyadari keadaan diri).
Ketahuilah diri anda di mana saat ini berada dan kemana arah yang anda
tujuh
2. Punya kemauan keras untuk berubah kearah yang lebih bagus. Munculkan
berbagai ide untuk memperbaiki diri anda
3. Selalu menggali sumber motivasi ke dalam diri. Misalnya memperjelas
visi hidup, menghayati misi hidup, memperjelas tujuan hidup
4. Selalu mengusahakan solusi atas setiap masalah yang muncul
5. Selalu mengeksplorasi kemungkinan dan peluang untuk meraih kemajuan
6. Milikilah komitmen untuk berjalan di atas jalan yang sudah kita pilih
(jalan yang tidak melanggar kebenaran atau jalan yang lurus)
7. Selalu sadar bahwa di dunia tidak hanya ada satu jalan untuk meraih
keinginan
Selain ketujuh hal di atas, ada juga yang perlu kita lakukan untuk
mengembangkan SQ ini, yaitu memunculkan motivasi positif dan melawan
motivasi negatif.

B. Eksistensi IQ, EQ, dan SQ Pada Setiap Individu.


IQ atau daya tangkap seseorang mulai dapat ditentukan saat seseorang
mulai sekitar umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan
(genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi
makanan yang cukup. Perkembangan taraf intelegensi sangat pesat pada masa
umur balita dan mulai menetap pada akhir masa remaja. Taraf intelegensi tidak
mengalami penurunan,yang menurun hanya penerapannya saja terutama setelah
berumur 65 tahun keatas bagi mereka yang alat inderanya mengalami kerusakan.
Awal untuk melihat IQ pada setiap individu adalah pada saat ia mulai berkata-
kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan seseorang tersebut dengan IQ-
nya. Apabila seseorang dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan bahasanya
akan cepat dan banyak. IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai

6
seseorang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan
dan kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan
memahami berbagai ilmu. Dengan seperti itu kemunculan IQ akan dapat diketahui
tingkat keberadaan dan tinggi IQ seorang anak tersebut.
Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan
ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan
menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan
emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga
agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca
perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan
dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk
memimpin diri dan lingkungan sekitarnya.Kecerdasan spiritual ini adalah
kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang
memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik
kenyataan apa adanya ini.
Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang
ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna
positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya.
Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan
melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.

C. Aplikasi konsep IQ, EQ, dan SQ secara proporsional dalam proses


pembelajaran.
Saat ini seringkali banyak dijumpai orang yang sebenarnya memiliki
kemampuan intelektual luar biasa namun gagal karena rendahnya kecerdasan
emosi yang dimiliki. Akan tetapi sering juga dijumpai orang yang memiliki
kemampuan intelektual biasa saja namun ternyata sukses dalam pekerjaan ataupun
dalam hubungan masyarakat. Dua keadaan tersebut tampaknya perlu dijadikan
bahan renungan tentang cara kita “membaca” kecerdasan. Hal ini menjadi penting
karena selama ini sistem pendidikan yang ada terlalu menekankan pentingnya
nilai akademik, kecerdasan otak (IQ) saja. Indikatornya adalah dalam mekanisme

7
pelaksanaan ujian, baik nasional maupun institusional, tolok ukurnya adalah
penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang bersifat remembering
dan recalling.
Jelas ini sangat ironis karena pada dasarnya salah satu kelemahan
pendidikan terletak pada aspek afektif. Banyaknya kasus negatif dalam bidang
afektif yang mewarnai dunia pendidikan seperti pelecehan seksual yang dilakukan
oknum guru terhadap murid, murid laki-laki terhadap murid perempuan, tawuran
pelajar, penyontekan, menurunnya rasa hormat murid terhadap guru, narkoba, dan
lain sebagainya merupakan deretan panjang pelanggaran dalam bidang afekif.
Kondisi yang demikian ini mengindikasikan bahwa pendidikan telah
terjangkit penyakit klinis yang kronis. Oleh karena itu perlu ada upaya praktis dari
seluruh stakeholders dengan merubah paradigma pendidikan yang intelektual
sentris (kognitif) menuju paradigma pendidikan yang mampu menyeimbangkan
dan menyelaraskan dimensi intelektual (kognitif), dimensi emosional (afektif) dan
juga dimensi spiritual. Keseimbangan ketiga dimensi tersebut diperlukan
mengingat dalam mengarungi kehidupan, seseorang tidak hanya cukup dengan
bekal cerdas secara intelektual, namun lemah dalam pengendalian emosi serta
hampa dalam urusan spiritual. Hal ini dikarenakan dalam berhubungan dengan
manusia, tidak hanya dibutuhkan orang yang cerdas secara IQ, tetapi juga
dibutuhkan orang yang cerdas secara emosi. Selain itu, kesuksesan seseorang
dalam kehidupan juga tidak hanya ditentukan oleh seberapa tinggi IQ yang
dimiliki, tetapi EQ juga sangat berperan dalam segala sendi kehidupan. IQ hanya
menyumbang kira-kira 20% bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam
hidup, sedangkan 80% sisanya diisi oleh kekuatan-kekuatan lain, termasuk
kecerdasan emosi.
Contoh sederhana tentang IQ, EQ, dan SQ adalah sebagai berikut: seorang
siswa yang belajar dengan niat supaya menjadi pintar, adalah motifasi intelektual
yang bersumber dari IQ. Namun jika siswa itu kemudian melanjutkan: setelah
menjadi pintar, ia akan menggunakan kepintarannya untuk menolong sesama
manusia, ini adalah motifasi emosional yang bersumber dari EQ. Sedangkan jika
masih melanjutkan: karena belajar dan bermanfaat bagi manusia adalah wujud

8
pengabdiannya kepada Allah, maka inilah motifasi spiritual yang bersumber dari
SQ. Inilah esensi tertinggi dalam hidup. Bahwa semua kebaikan yang kita lakukan
harus di niatkan hanya untuk mencari ridha Allah, supaya amalan-amalan itu tidak
hanya bermanfaat di dunia kita namun juga di akhirat kita.
D.Hubungan antara aspek – aspek kognisi, emosi, dan konasi dengan IQ, EQ, dan
SQ.
IQ menjadi standarisasi terhadap kecerdasan dan ukuran keberhasilan
seseorang dalam keilmuan dan kehidupan. Namun seiring dengan perkembangan
zaman Daniel Goleman yang bergelut dalam bidang neurosains dan psikologi
dengan kegigihannya akhirnya ia menemukan sebuah teori yang sangat
menggegerkan dunia, yakni bahwa ukuran keberhasilan seseorang ternyata bukan
ditentukan oleh tingkat rasionalitas atau IQ namun ditentukan oleh kecerdasan
emosi (EQ). Dalam penelitian Daniel Goleman bahwa kesuksesan manusia lebih
banyak ditentukan oleh kecerdasan emosional dan lainya ditentukan oleh IQ-nya.
Menurut Stephen R. Covey, IQ adalah kecerdasan manusia yang
berhubungan dengan mentalitas, yaitu kecerdasan untuk menganalisis, berfikir,
menentukan kausalitas, berfikir abstak, bahasa, visualisasi, dan memahami
sesuatu. IQ adalah alat kita untuk melakukan sesuatu letaknya di otak bagian
korteks manusia. Kemampuan ini pada awalnya dipandang sebagai penentu
keberhasilan sesorang. Namun pada perkembangan terakhir IQ tidak lagi
digunakan sebagai acuan paling mendasar dalam menentukan keberhasilan
manusia. Karena membuat sempit paradigma tentang keberhasilan, dan juga
pemusatan pada konsep ini sebagai satu satunya penentu keberhasilan individu
dirasa kurang memuaskan karena banyak kegagalan yang dialami oleh individu
yang ber IQ tinggi.
Ketidak puasan terhadap konsepsi IQ sebagai konsep pusat dari
kecerdasan seseorang telah melahirkan konsepsi yang memerlukan riset yang
panjang serta mendalam. Daniel Goleman mengeluarkan konsepsi EQ sebagai
jawaban atas ketidak puasan manusia jika dirinya hanya dipandang dalam struktur
mentalitas saja. Konsep EQ memberikan ruang terhadap dimensi lain dalam diri
manusia yang unik yaitu emosional. Disamping itu Goleman mempopulerkan

9
pendapat para pakar teori kecerdasan bahwa ada aspek lain dalam diri manusia
yang berinteraksi secara aktif dengan aspek kecerdasan IQ

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
IQ (Intelligence Quotient) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap
individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap
masing-masing individu tersebut. EQ (Emotional Qoutient), menurut Ge Muzaik
kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan untuk mengenali,
mengekspresikan, dan mengelola emosi, baik emosi dirinya sendiri maupun emosi
orang lain, dengan tindakan konstruktif, yang berupaya bekerjasama dengan tim
yang mengacu pada produktivitas dan bukan pada konflik. Spiritual Quotient
(SQ) adalah suatu kecerdasan dimana kita berusaha menyelesaikan masalah dalam
hidup berdasarkan nilai-nilai agama yang diyakini.
Kemunculan IQ akan dapat diketahui tingkat keberadaan dan tinggi IQ
seorang anak tersebut. Berkembang bersamaan dengan sejarah manusia itu
sendiri, kebutuhan untuk mengatasi,beradaptasi,dan bergaul dengan manusia lain.
Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber-SQ
tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada
setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya.
Ukuran keberhasilan seseorang ternyata bukan ditentukan oleh tingkat
rasionalitas atau IQ namun ditentukan oleh kecerdasan emosi (EQ). Kecerdasan
spiritual mampu mengoptimalkan kerja kecerdasan yang lain. Individu yang
mempunyai kebermaknaan (SQ) yang tinggi, mampu menyandarkan jiwa
sepenuhnya berdasarkan makna yang ia peroleh, dari sana ketenangan hati akan
muncul.

10

Anda mungkin juga menyukai