Kecerdasan intelektual adalah analisa, logika, dan rasio. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan untuk
menerima, menyimpan, dan mengolah informasi menjadi fakta (Widodo, 2012). Kecerdasan
intelektual dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan, dan menunjukkan kompetensi
pengetahuan seseorang. Indikator kecerdasan Intelektual adalah
2. Baik ingatan
Kecerdasan emosional (EQ) adalah kecerdasan seseorang untuk menerima, menilai, mengelolah,
serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain disekitarnya, mengolah emosi berarti memahami
kondisi emosi dan harus dikaitkan dengan situasi yang dihadapi agar memberikan dampak positif.
Kita perlu menyadari bahwa emosi merupakan hasil dari interaksi antara pikiran, perubahan
fisikologi, dan peilaku
Kecerdasan emosional dapat diukur dari beberapa aspek-aspek yang ada. Goleman, mengemukakan
lima kecakapan dasar dalam kecerdasan emosi, yaitu:
a. Self awareness
b. Self management
c. Motivation
e. Relationship management.
IQ (Intelligence Quotient) adalah kemampuan nalar manusia, yaitu kemampuan untuk menganalisis,
menentukan, memahami, menentukan sebab-akibat, berfikir abstrak, berbahasa, memvisualisasikan sesuatu.
IQ ini pada mulanya dipandang sebagai penentu keberhasilan seorang. Namun pada perkembangan IQ tidak
lagi digunakan sebagai acuan paling dasar untuk menentukan keberhasilan manusia karena kecerdasan
seseorang tidak dapat dilihat hanya dari kecerdasan otaknya saja.
EQ (Emosional Quotient) adalah pengetahuan mengenai diri sendiri, kesadaran diri, kepekaan sosial, empati
dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Penggabungan pemikiran otak kiri (IQ) dan perasaan
otak kanan (EQ) akan membuat keseimbangan di dalam diri manusia dengan baik. Dalam jangka panjang,
kecerdasan emosional ini akan menjadi penentu keberhasilan individu, relasi dan dalam kepemimpinan
dibanding dengan kecerdasan intelektual (nalar IQ). Namun, akan lebih baik jika manusia seimbang IQ dan EQ
nya.
Kecerdasan emosional (EQ)
merupakan kemampuan individu untuk
mengenal emosi diri sendiri, emosi orang
lain, memotivasi diri sendiri, dan mengelola
dengan baik emosi pada diri sendiri dalam
berhubungan dengan orang lain (Goleman,
1999).
EQ adalah istilah ba
ru yang
dipopulerkan oleh
Daniel Golleman
.
Berdasarkan hasil penelitian para neurolog
dan psikolog, Goleman (1995)
berkesimpulan bahwa setiap manusia
memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran
rasional dan pikiran emosional. Pikiran
rasional digerakkan ol
eh kemampuan
intelektual atau “
Intel
ectual
Quotient
ngkan pikiran emosional digerakkan
oleh emosi.
SQ (Spiritual Quotient) adalah pusat dari kecerdasan IQ dan EQ, dimana SQ ini yang akan mengarahkan
kecerdasan yang lain. Jika SQ kita tinggi, tentu kecerdasan IQ dan EQ kita akan terarah kedalam kebaikan dan
membawa manfaat kepada orang lain. Dan jika sebaiknya SQ kita rendah pengetahuan kita akan membawa
dampak buruk pada orang lain. Sebagai contoh ada teman kita yang nilai rata-ratanya selalu bagus, tingat
emosionalnya selalu bisa diatur dengan baik tetapi SQ dia rendah, maka mungkin saja kecerdasan yang dia
miliki tidak akan membawa dampak baik pada orang lain. Bisa dikatakan akan merugikan, yang paling ekstrem
kecerdasannya digunakan untuk mencuri dan membobol bank, dll.
IQ, EQ, dan SQ adalah 3 buah gabungan yang tidak bisa dipisahkan. Dalam hidup manusia, kecerdasan
intelektual tidak akan sempurna tanpa kecerdasan emsional, dan tidak akan sempurna jika tidak dibarengi
dengan kecerdasan spiritual. Seimbangnya IQ, EQ, dan SQ akan membuat jiwa kita menjadi lebih seimbang
dalam menjalani hidup.
Essay bioetika
Lalu apasih hubungannya antara IQ, EQ, dan SQ dalam Pendidikan karakter di Indonesia.
Pertama-tama, kita harus mengetahui pengertian dari Pendidikan karakter sendiri. Menurut
Undang-Undang Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3, mengatakan
bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Jadi dapat dikatakan bahwa Indonesia memerlukan manusia yang
tidak hanya cerdas dalam bidangnya, tetapi juga berkarakter/berwatak agamis, mampu
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dalam kehidupan. Dan salah cara agar mampu
mewujudkan sumber daya yang manusia yang berkualitas, adalah melalui Pendidikan
karakter. Pendidikan karakter sendiri adalah Pendidikan yang ditujukan untuk membentuk
tabiat, perangai, watak dan kepribadian seseorang dengan cara menanamkan nilai-nilai
luhur, sehingga nilai-nilai tersebut menyatu suatu individu baik dalam hati, pikiran, ucapan
dan perbuatan, serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan mudah,
atas kemauan sendiri, dan ikhlas semata karena Allah Swt.
Pendidikan karakter tersebut dilakukan bukan hanya dengan memberikan pengertian dan
mengubah pola pikir dan pola pandang seseorang mengenai yang baik dan benar, melainkan
nilai-nilai kebaikan tersebut dibiasakan, dilatih, dilakukan terus- menerus dan diterapkan
didalam kehidupan sehari-hari. Adapun 18 nilai Pendidikan karakter yang diharapkan
mampu terpenuhi dan dimiliki oleh sumber daya manusia Indonesia yaitu : religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai,
gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab. Penanaman nilai-nilai
karakter diatas sejalan dengan konsep kecerdasan IQ, EQ, dan SQ. Seperti contohnya, nilai
karakter kreatif termasuk kedalam bagian dari kecerdasan intelektual atau IQ, nilai karakter
bersahabat, peduli lingkungan, peduli sosial juga termasuk ke dalam bagian dari kecerdasan
emosional atau EQ. Dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pendidikan karakter harus
bisa menyeimbangkan dan memadukan antara ketiga potensi kecerdasan ini. Kita tidak bisa
hidup hanya dengan mengandalkan satu atau dua kecerdasan. Berikut contoh untuk
penerapan IQ dan EQ tanpa SQ. Banyak koruptor-koruptor cerdas yang memiliki IQ yang
tinggi dan mampu mengatur siasat bagaimana cara agar mereka tidak ketahuan. Sementara
dalam pelaksanaannya, mereka juga mampu bernegosiasi, berkomunikasi dengan orang lain
supaya bisa diajak bernegosisasi yang mana hal tersebut membutuhkan kecerdasan emosi
(EQ). Namun, niat dan akhlak koruptor sangat buruk. Mereka tidak mempunyai kejujuran,
tidak bertanggung jawab, dan tidak amanah pada pekerjaannya, sehingga mereka dapat
dikatakan memiliki kecerdasan spiritual yang rendah.
Untuk menghasilkan pribadi yang utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual maka kita
harus mampu menggabungkan IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional Quotient), dan
SQ (Spiritual Quotient) secara maksimal