TENTANG
Oleh :
Kelompok 4
Felayati,S.Psi,M.Pd
BAB I
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
Pengembangan emosi anak usia dini berbasis neurosain, merupakan upaya-
upaya pendidikan yang didalamnya mencakup aktifitas mengasah, mengasih dan
mengasuh ( asah, asih asuh) anak yang berpijak dan menggunakan dasar-dasar ilmu
perilaku otak (Neuron). Sangat penting bagi setiap pendidik, baik itu guru, orang tua
dan pengasuh mengerti dan memahami bagaimana otak anak dan otak dirinya bekerja.
Juga bagaimana otak anak tumbuh dan berkembang secara dasar.
Secara umum, seperti otak manusia dewasa, anatomi otak anak terbagi
menjadi 3, yakni otak depan, otak tengah dan otak belakang. Otak depan adalah
wilayah otak yang terletak di bagian atas dan depan otak, ia terdiri atas kulit otak,
ganglia basalis, sistem limbik, talamus dan hipotalamus. Otak bekerja dengan
menggunakan prinsip sirkuit, bukan kerja sendiri. Sebuah fungsi dapat terjadi karena
semua bagian otak bekerja dalam sebuah sirkuit canggih. Setiap bagian menyumbang
kelebihan masing-masing dalam sirkuit itu. Otak yang berhubungan dengan proses
emosi disebut sebagai sistem limbik. Sistem limbik terdiri atas area-area, sirkui-sirkuit
dan syaraf-syaraf spesifik yang terlibat dalam segala aspek yang berfungsi memproses
pengalaman emosional seseorang.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
2
A. Keterkaitan emosi terhadap proses kerja otak
Emosi merupakan suatu keadaan atau perasaan yang begejolak dalam diri individu
yang sifatnya didasari. Oxford English Dictionary mengartikan emosi sebagai sesuatu kegiatan
atau pergolakan pikiran, prasaan, nafsu atau setiap keadaan mental yang hebat. Selain itu,
Daniel Goleman merumuskan emosi sebagai sesuatu yang merujuk pada suatu prasaan dan
pikiranpikiran khasnya, sesuatu keadaan biologis dan psikologis, serta serangkaian
kecendrungan untuk bertindak. Emosi dapat dikelompokkan sebagai suatu rasa marah,
kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel atau malu.
Bagian otak yang bertanggung jawab terhadap emosi adalah bagian yang disebut
sistem limbik. Adapunstruktur otak yang berperan adalah hippocampus, cingulate gyrus, rhinal
cortex, amygdala, dan orbitofrontalcortex. Disanalah emosi diatur. Mulai dari menerima
informasi tentang situasi, memunculkan adanya perasaantertentu, sampai membangkitkan
reaksi fisiologis.Jaak Pankseep, seorang peneliti emosi terkemuka, mengemukakan adanya
aliran perintah emosi di dalam otak.Aliran perintah emosi itu memiliki 2 macam cara yang
simultan., yakni komunikasi pada beberapa struktur otakdan melakukan fungsi merespon situasi
yang menimbulkan tantangan (terdiri dari 7 hal, yakni yang bisamembangkitkan harapan,
kemarahan, ketakutan, dorongan seksual, perlindungan, kepanikan atau keterpisahan,dan
permainan atau dominasi). Keduanya menyampaikan informasi dari organ pengindra (penglihat,
pendengar, pencium, perasa, peraba), association cortex, dan dari memori ke sistem limbik dan
bagian lain dari sistemsyaraf. Sebagai hasilnya, individu akan berperilaku secara integral dan
adaptif. Jika marah maka akanmenunjukkan ekspresi marah. Tidak akan terjadi saat marah
malah menunjukkan ekspresi bahagia.
B. Jenis - Jenis Emosi
Emosi terbagi menjadi dua yaitu emosi positf dan emosi negatif. Emosi positif
adalah :1) Emosi bahagiaSituasi-situasi yang bisa menimbulkan emosi bahagia di antaranya
adalah :Aktivitas yang tujuannya diinginkan atau tercapainya tujuan yang diinginkan, Mendapat
keuntungan secara umum, memperoleh hadiah, mempunyai banyak teman, mendapatkan juara
kelas, dan lainnya, Persetujuan sosial dari teman, rekan, orang tua, guru, dan orang yang dinilai
penting dan dihargai, Mengingat hal-hal yang familiar; seperti mengurangi aktivitas yang
menyenangkan, bertemu seseorang atausesuatu yang dikenal. Sukses bertemu teman baru atau
sahabat baru,Melihat atau mendengar sesuatu yang baru dan menyenangkanSedangkan contoh
dari Emosi negatif diantaranya adalah :2) Emosi mara hS ituasi-situasi yang bisa menimbulkan
emosi marah di antaranya: Ditekan untuk melakukan sesuatu, Terhina (baik secara psikologis
3
maupun secara verbal),Keterbatasan, terhambat dan frustrasi (secara fisik maupun psikologis,
terancam oleh seseorang, serangan berbahaya, dan batasan sosial),Mengalami atau mengamati
suatu perlakuan yang tidak biasa. Keterkungkungan yang terus terjadi dan tercegahnya
pemenuhan kebutuhan3) Emosi jijikSituasi-situasi yang bisa menimbulkan emosi jijik di
antaranya adalah :Adanya sensasi yang timbul karena rasa yang tidak enak, bau busuk, sesuatu
yang berminyak dan berlendir,melihat sesuatu atau seseorang yang kotor dan sangat buruk
Perilaku yang sangat bertentangan dengan standar norma, agama, moral dan kebiasaan4) Emosi
terkejutSituasi-situasi yang bisa menimbulkan emosi terkejut di antaranya adalah :Kejadian
yang tidak diharapkan,Sensasi yang luar biasa (dari sisi rasa maupun penglihatan) Emosi takut
Situasi-situasi yang bisa menimbulkan emosi takut di antaranya adalah :
Hidup dalam bahaya, baik bahaya karena kejadian, karena seseorang, atau karena
ide.Terancam secara verbal maupun fisik; dihukum, dihina dan dimarahi oleh lawan yang lebih
kuat,Kehilangan dukungan,Keterasingan.
C. Fungsi Emosi pada Anak Usia Dini
Pertama, perilaku emosi anak yang ditampilkan merupakan sumber penilaian lingkungan sosial
terhadap dirinya. Penilaian lingkungan sosial ini akan menjadi dasar individu dalam menilai
dirinya sendiri. Contoh: jika seorang anak sering mengekspresikan ketidaknyamannya dengan
menangis, lingkuangan sosialnya akan menilai ia sebagai anak yang “cengeng”. Kedua, emosi
yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dapat mempengaruhi interaksi sosial anak
melalui reaksi-reaksi yang ditampilkan lingkungannya. Melalui reaksi lingkungan sosial anak
dapat belajar untuk membentuk tingkah laku emosi yang dapat diterima lingkungannya. Jika
anak melemparkan mainannya saat marah, reaksi yang muncul dari lingkungannya adalah
kurang menyukai atau menolaknya. Ketiga, emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis
lingkungan, artinya jiks ada yang ditampilkan dapat menentukan iklim psikologis lingkungan.
Artinya jika ada seorang anak yang pemarah dalam suatu kelompok, maka dapat mempengaruhi
kondisi psikologis lingkungannya saat itu. Ketiga, tingkah laku yang sama dan ditampilkan
secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan. Artinya jika seorang anak yang ramah dan suka
menolong merasa senang dengan perilakunya tersebut dan lingkunganpun menyukainya maka
anak akan melakukan perbuatan tersebut berulang-ulang hingga akhirnya menjadi kebiasaan.
Keempat, ketegangan emosi yang dimiliki anak dapat mengahambat atau mengganggu aktivitas
motorik dan mental anak. Seorang anak yang mengalami stress atau ketakutan menghadapi
suatu situasi, dapat menghambat anak tersebut untuk melakukan aktivitas. Misalnya, seorang
anak akan menolak bermain kreasi dengan cat poster karena takut akan mengotori bajunya dan
dimarahi orang tua. Kegiatan kreasi dengan cat poster ini sangat baik untuk melatih motorik
4
halus dan indra perabaannya.
D. Karakteristik Perkembangan Emosi pada Anak Usia Dini
Masa anak usia dini disebut juga sebagai masa awal kanak-kanak yang memliki berbagai
karakter atau ciri-ciri. Ciri-ciri ini tercermin dalam sebutan- sebutan yang diberikan oleh
para orang tua, pendidik, dan ahli psikologi untuk anak usia dini (Masher Riana, 2011: 7).
Usia lima tahun pertama adalah masa emas untuk perkembangan anak. Karena pada usia
ini anak mengalami masa peka dan kritis (Masher Riana, 2011: 10). Emosi yang berasal
dari bahasa latin movere, berarti menggerakkan atau bergerak, dari asal kata tersebut
emosi dapat diartikan sebagai dorongan untuk bertindak. Emosi merujuk pada suatu
perasaan atau pikiran-pikiran khasnya, emosi dapat berupa perasaan amarah, ketakutan,
kebahagiaan, cinta, rasa terkejut, jijik, dan rasa sedih (Mashar, 2015).
Uraian mengenai karakteristik perkembangan emosi anak usia dini memberi gambaran lebih
utuh tentang karakter emosi anak, Hurlock (1993) menyatakan bahwa karakter emosi anak
usia dini sangat kuat pada usia 2,5-3,5 tahun dan 5,5- 6,5 tahun. Beberapa ciri utama
reaksi emosi pada anak usia dini antara lain:
a) Reaksi emosi anak sangat kuat, anak akan merespons suatu peristiwa dengan kadar
kondisi emosi yang sama. Semakin bertambah usia anak, anak akan semakin mampu
memilih kadar keterlibatan emosinya.
b) Reaksi emosi sering kali muncul pada setiap peristiwa dengan cara yang diinginkannya.
Anak dapat bereaksi emosi kapan saja mereka menginginkannya. Kadang tiba-tiba anak
menangis saat bosan atau karena suatu kondisi yang tidak jelas. Semakin bertambah usia
anak, kematangan emosi anak semakin bertambah sehingga mereka mampu mengontrol
dan memilih reaksi emosi yang dapat diterima lingkungan.
c) Reaksi emosi anak mudah berubah dari satu kondisi ke kondisi lain. Bagi seseorang anak
sangat mungkin sehabis menangis akan langsung tertawa keras melihat kejadian yang
menurutnya lucu. Reaksi ini menunjukkan spontanitas pada diri anak dan menunjukkan
kondisi asli (genuine) di mana anak sangat terbuka dengan pengalaman-pengalaman
hatinya.
d) Reaksi emosi bersifat individual, artinya meskipun peristiwa pencetus emosi sama namun
reaksi emosinya dapat berbeda-beda. Hal ini terkait dengan berbagai faktor yang
mempengaruhi perkembangan emosi terutama pengalaman-pengalamn dari lingkungan
yang dialami anak.
5
e) Keadaan emosi anak dapat dikenali melalui gejala tingkah laku yang ditampilkan. Anak-
anak sering kali mengalami kesulitan dalam mengungkapkan emosi secara verbal. Kondisi
emosi yang dialami anak lebih mudah dikenali dari tingkah laku yang ditunjukkan.
Optimalisasi otak pada dasarnya adalah menggunakan seluruh bagian otak secara
bersama-sama dengan melibatkan sebanyak mungkin indra secara serentak. Penggunaan
berbagai media pembelajaran merupakan salah satu usaha membelajarkan seluruh bagian
otak, baik kiri maupun kanan, rasional maupun emosional, atau bahkan spiritual. Permainan
warna, bentuk, tekstur, dan suara sangat dianjurkan. Ciptakan suasana gembira karena rasa
gembira akan merangsang keluarnya endorfin dari kelenjar di otak, dan selanjutnya
mengaktifkan asetilkoloin di sinaps. Seperti diketahui sinaps yang merupakan penghubung
antar sel saraf menggunakan zat kimia terutama asetilkolin sebagai neurotransmiternya.
Dengan aktifnya asetilkolin maka memori akan tersimpan dengan lebih baik. Lebih jauh
suasana gembira akan mempengaruhi cara otak dalam memproses, menyimpan, dan
mengambil kembali informasi.
Tiga hal penting dalam belajar menurut Susan (1997) adalah:
8
belum dikembangkan. Belajar melalui praktik akan melibatkan banyak indra sehingga memori
akan lebih mantap. Setiap orang memiliki dominasi indra secara individual. Apabila guru
dapat mengenali dominasi indra pada masing-masing peserta didiknya maka akan dapat
memberi layanan dengan tepat.
1. Otak Rasional dan Pembelajaran
Otak rasional berpusat di cortex cerebri atau bagian luar otak besar yang berwarna
abu-abu. Volumenya cukup besar sampai mencapai 80% dari volume seluruh otak. Besarnya
volume cortex cerebri memungkinkan manusia berpikir secara rasional dan menjadikan
manusia sungguh sebagai manusia. Semakin beradab dan berbudaya, manusia akan
menggeser perilakunya lebih ke pusat berpikir rasional. Cortex cerebri ini terbelah menjadi
otak kiri dan kanan. Otak kiri dengan cara berpikir yang linier dan sekuensial, dan otak
kanan dengan kreativitasnya akan bekerjasama untuk memahami dan memecahkan
permasalahan secara holistik. Sistem pendidikan yang baik harus dapat menyediakan model
pembelajaran untuk optimalisasi kedua belah otak. Quantum learning berpijak pada prosedur
kerja dua belahan otak ini (Agus, 2001).
Dalam cortex cerebri terdapat lobus frontal (di dahi), lobus occipital (di kepala
bagian belakang), lobus temporal (di seputaran telinga), dan lobus parietal (di puncak
kepala). Lobus frontal bertanggung jawab untuk kegiatan berpikir, perencanaan, dan
penyusunan konsep. Lobus temporal bertanggung jawab terhadap persepsi suara dan bunyi.
Memori dan kegiatan berbahasa (terutama pada otak kiri) juga menjadi tanggung jawab
lobus ini. Lobus parietal bertanggung jawab juga untuk kegiatan berpikir terutama
pengaturan memori. Bekerjasama dengan lobus occipital ia turut mengatur kerja penglihatan.
Lobus-lobus menjadi penting karena mereka menyokong cortex cerebri yang mengemban
fungsi vital terutama untuk berpikir rasional dan daya ingat. Lobus-lobus itu lebih terkuak
keberadaannya ketika Vilyamir Ramachandran, seorang dokter Amerika keturunan India
bersama timnya dari Universitas California menemukan bagian otak yang bertanggung
jawab terhadap respon spiritual dan mistis manusia (Taufiq, 2003). Mereka menyebutnya
“God Spot” atau noktah Tuhan yang berlokasi di lobus temporal. Di lobus temporal ini juga
terjadi pemaknaan dari apa yang didengar dan dicium.
Seperti telah disebut, bahwa pendidikan yang ada sekarang terlalu berfokus ke otak
kiri, padahal untuk menjadi pintar otak kanan harus diberi pekerjaan seperti otak kiri. Otak
kiri dengan kata-kata dan bahasa, sedangkan otak kanan dengan musik, gambar, dan warna.
Ruangan kelas harus disulap menjadi ruangan yang santai dengan nuansa musik lembut, bau
wangi, dan rasa humor tinggi. Pemanfaatan pendekatan otak secara keseluruhan (Whole
9
Brain Approach) dengan mengacu pada belahan otak kiri dan kanan akan secara jelas
memperlihatkan tidak dapatnya dipisahkan masalah kognisi dengan emosi sebagai satu
kesatuan. Memahami emosi dari peserta didik merupakan salah satu kunci untuk
membangun motivasi belajar mereka. Jika informasi hanya dikemas dalam bentuk kata, ia
hanya disimpan dalam otak kiri, sedangkan apabila dikemas juga dalam bentuk gambar yang
penuh warna, otak kanan juga akan ikut menyimpannya. Dengan demikian informasi yang
disajikan dalam paduan kata dan gambar akan lebih cepat terserap dan tersimpan (Dryden,
2001).
Kedua sisi otak dihubungkan melalui corpus callosum, saklar yang sangat rumit
dengan 300 juta sel saraf aktifnya. Ia secara konstan menyeimbangkan pesan-pesan otak kiri
dan kanan dengan jalan menggabungkan gambar yang abstrak dan dengan pesan yang
konkrit dan logis. Contoh : jika kita mendengarkan lagu, otak kiri akan memproses syairnya,
dan otak kanan akan memproses musiknya sehingga tidak heran kalau kita mampu
memahami kata-kata lagu dengan begitu mudah dan hafal dengan cepat, karena otak kiri dan
kanan keduanya terlibat.
Pengolahan dan penyimpanan informasi akan sangat efektif apabila tubuh dan otak
dalam keadaan waspada yang relaks. Meditasi dengan bantuan musik dan aroma yang
menenangkan akan mempercepat seseorang untuk masuk kedalam keadaan waspada yang
relaks. Pada keadaan tersebut gelombang di otak menjadi lambat (gelombang alfa) yang
membuka pintu ke bawah sadar. Aribowo (2002) mengatakan bahwa apa yang kita tanam ke
dalam pikiran bawah sadar memungkinkan diwujudkannya imajinasi menjadi kenyataan.
Pikiran bawah sadar dapat diibaratkan sebagai taman kehidupan, sedangkan pikiran sadar
sebagai tukang kebunnya. Apabila secara sadar kita menanam benih profesionalitas dan
perilaku beradab, maka tumbuhlah benih tersebut dan pada saatnya kita dapat memanennya.
Berbagai penyelesaian permasalahan kehidupan sehari-hari akan lebih efektif apabila lewat
alam bawah sadar.
2. Otak Emosional dan Pembelajaran
Otak emosional berpusat di sistem limbik. Sistem ini secara evolusi jauh lebih tua
daripada bagian cortex cerebri. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan otak manusia
dimulai dengan pikiran emosional sebelum pikiran rasional berfungsi untuk merespon
lingkungannya. Keputusan bijak dan cerdas merupakan hasil kerjasama antara otak
emosional dengan otak rasional. Kecerdasan emosional didefinisikan oleh Goleman (1997)
sebagai kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi,
mengendalikan dorongan hati, dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana
10
hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati,
dan berdoa.
Suasana hati positif seperti perasaan senang dan santai sebelum dan pada saat
belajar akan mempertinggi efektivitas belajar. Sebagai guru kita sering mengabaikan
penciptaan suasana belajar yang menyenangkan. Sehebat apa pun paparan yang disampaikan
guru, peserta didik baru menerima sebagai kebenaran apabila emosinya telah mengatakan
bahwa hal itu benar. Dengan demikian seseorang baru merasa bahwa sesuatu itu benar atau
penting kalau sistem limbik menerima hal itu sebagai sesuatu yang benar dan penting. Untuk
itulah pada saat meyakinkan peserta didik, guru harus menggunakan suara lantang dinamis
dan ekspresi kuat penuh perasaan. Kecerdasan emosional bertumpu pada hubungan antara
perasaan, watak, dan naluri moral. Banyak bukti menunjukkan bahwa sikap etik dasar dalam
kehidupan berasal dari kemampuan emosional yang melandasinya. Kemampuan
mengendalikan dorongan hati merupakan basis kemauan (will) dan watak (character),
sedangkan cinta sesama merupakan akar dari empati. Goleman (1997) mengatakan bahwa
apabila disuruh memilih dua sikap moral yang dibutuhkan untuk zaman sekarang, ia akan
memilih kendali diri dan kasih sayang.
Warisan genetik memberi kita serangkaian muatan emosi tertentu yang
menentukan temperamen kita, namun pelajaran emosi yang kita peroleh pada saat anak-anak
baik di rumah maupun di sekolah dapat membentuk sirkuit emosi dan meningkatkan
kecerdasan emosional kita. Sekolah unggulan berlomba untuk menawarkan pengajaran
keterampilan sosial dan emosional serta pembentukan watak yang sangat diperlukan untuk
menapaki masa depan. Memang kita tidak boleh menyerahkan pendidikan emosi pada nasib,
lembaga sekolah harus berusaha mengajarkan kepintaran dan sekaligus kepekaan rasa pada
peserta didiknya (Caine, 1991). Kurikulum berbasis kompetensi yang dikelola dengan benar
sangat memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan pengajaran tersebut.
Kecerdasan emosional pada dasarnya terdiri atas lima wilayah yaitu:
2) Mengelola emosi;
3) Memotivasi diri;
5) Membina hubungan.
2) Kecakapan emosi;
3) Ketenangan hidup.
Otak spiritual, tempat terjadinya kontak dengan Tuhan, hanya akan berperan jika
otak rasional dan pancaindra telah difungsikan secara optimal. Dengan demikian seorang
pencari ilmu tidak akan mendapatkan hidayah dari Tuhan jika ia tidak memaksimalkan
fungsi otak rasional dan pancaindranya. Kesadaran diri sesungguhnya merupakan fungsi
internal dari otak manusia. Tanpa rangsangan dari luar sekalipun kesadaran diri tetap ada.
Sistem pendidikan harus membuka kesempatan lebar bagi pemenuhan rasa rindu untuk
menemukan nilai dan makna dari apa yang diperbuat dan dialami, sehingga orang dapat
memandang kehidupan dalam konteks yang lebih bermakna. SQ pada dasarnya adalah
kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai. SQ yang kuat
akan menjadi landasan kokoh untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif (Zohar, 2000).
SQ digunakan untuk bergulat dengan ihwal jahat dan baik, serta untuk membayangkan
kemungkinan yang belum terwujud.
Salah satu cara mengoptimalkan otak spiritual adalah melihat permasalahan secara
utuh, mengkaji yang tersirat dari yang terlihat, dan merenungkannya. Berdoa dengan
berbagai cara pada berbagai agama merupakan sarana ampuh untuk mengoptimalkan otak
13
spiritual dan cara ampuh untuk berbicara maupun mendengar apa yang dikatakan Tuhan.
Cara ini akan mendukung pemecahan masalah dengan otak emosional-intuitifspiritual. Area
prefrontal otak (kira-kira di belakang pelipis) berperan penting sebagai alarm tanda bahaya.
Semua daerah di otak mempunyai hubungan dengan area prefrontal, baik melalui saraf
maupun neurotransmiter. Area prefrontal juga memiliki mekanisme unik untuk
mempertahankan kehidupan sadar manusia. Jalinan saraf dan kimiawi memungkinkan area
prefrontal berperan dalam dua keadaan baik sadar maupun tak sadar. Pada keadaan bawah
sadar, pengaturan firasat atau intuisi terjadi. Inilah sumber alarm dan sekaligus sumber
pemecahan bagi kasus-kasus yang tak dapat diselesaikan secara rasional.
Fakta anatomis lain menunjukkan adanya hubungan khusus antara lobus temporal
dan sistem limbik. Sistem ini memberi nuansa emosional pada setiap kejadian spiritual.
Amigdala yang terletak di ujung sistem limbik merupakan komponen yang sangat penting
dan ternyata berhubungan secara timbal balik dengan lobus temporal. Dalam sistem ini juga
ada komponen memori yang disebut hipokampus. Ketika amigdala dirangsang, ia memberi
pengaruh sampai ke lobus temporal. Demikian pula sebaliknya.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan otak anak terus akan tumbuh seiring dengan bertambahnya usia anak.
Otak akan berkembang dengan baik jika mendapatkan stimulasi yang tepat, namun
sebaliknya otak anak tidak akan berkembang secara maksimal jika tidak mendapatkan
stimulasi yang baik. Perkembangan otak yang baik secara anatomis dapat dilihat dari
banyaknya rambatan konektivitas antara satu sel dengan sel lainnnya, semakin banyak
koneksi yang dibuat oleh sel maka akan semakin baik.
Oleh karena itu untuk mencapai pendidikan yang berkualitas sangat tergantung dari
stimulasi dan motivasi pelajar juga kreatifitas pengajar. Anak yang memiliki motivasi tinggi
ditunjang dengan pengajar yang mampu mengelolah kecerdasan emosi anak akan membawa
pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan
sikap dan kemampuan anak melalui proses belajar.
Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memadai, ditambah dengan
kreatifitas pengajar, membangun komunikasi yang baik antar pengajar dengan anak juga
akan membuat anak menjadi lebih mudah mencapai target belajar. Mengembangkan
kecerdasan emosional dalam pembelajaran sungguh sangat diperlukan agar pembelajaran
berlangsung optimal dan dapat menghasilkan hasil belajar yang maksimal. Dengan
demikian keutamaan mengenali emosi anak yaitu melalui cara-cara dan keunggulan
motivasi berbasis otak yang akan menjadikan anak menjadi senang belajar.
B. Saran
Dalam mendidik anak hendaknya ditanamkan kecerdasan emosional sejak usia dini
yaitu mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk
memotivasi diri sendiri,kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi,
mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan
berpikir.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Mashar, Riana. 2011. Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya. Jakarta:
Kharisma Putra Utama.
Rini, Yuli S. 2013. Pendidikan: Hakekat, Tujuan, Dan Proses. Yogyakarta: Pendidikan Dan
Seni Universitas Negeri Yogyakarta
Sukatin, & dkk. (2020). Analisis Perkembangan Emosi Anak Usia Dini. Jurnal Ilmiah
Tumbuh Kembang Anak Usia Dini. Vol. 5, No. 2. 77-90.
Suryana, Dadan. 2021. Pendidikan Anak Usia Dini Teori dan Praktik Pembelajaran. Jakarta:
Kencana.