PENDAHULUAN
Tingginya komplikasi obstetri seperti perdarahan pasca persalinan, eklampsia, sepsis dan
komplikasi keguguran menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di negara
berkembang. Persalinan yang terjadi di Indonesia masih di tingkat pelayanan primer dimana
tingkat keterampilan dan pengetahuan petugas kesehatan di fasilitas pelayanan tersebut masih
belum memadai. Deteksi dini dan pencegahan komplikasi dapat menurunkan angka kematian
dan kesakitan ibu serta bayi baru lahir. Jika semua tenaga penolong persalinan dilatih agar
mampu mencegah atau deteksi dini komplikasi yang mungkin terjadi; menerapkan asuhan
persalinan secara tepat guna dan waktu, baik sebelum atau saat masalah terjadi; dan segera
melakukan rujukan; maka para ibu dan bayi baru lahir akan terhindar dari ancaman kesakitan dan
kematian.
Salah satu upaya untuk mengurangi angka mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi baru
lahir adalah dengan memastikan kelahiran bayi dibantu oleh tenaga kesehatan terlatih,
terakreditasi seperti bidan, dokter atau perawat, yang telah dididik dan dilatih untuk menguasai
keterampilan yang dibutuhkan untuk mengelola kehamilan normal (tanpa komplikasi), dan masa
nifas, serta mampu melakukan identifikasi, manajemen dan rujukan komplikasi pada Ibu dan
bayi baru lahir.Upaya ini diinisiasi World Health Organization (WHO) sejak 1987 di Nairobi
Kenya melalui Safe Motherhood Initiative untuk meningkatkan upaya bagi kesehatan ibu (safe
motherhood). Pada tahun 2000, Deklarasi Milenium Development Goals (MDGs), diadopsi oleh
189 negara serta ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan (termasuk Indonesia) dan kepala
negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York, menyepakati bahwa
persalinan yang ditolong oleh tenaga tenaga kesehatan terlatih menjadi salah satu indikator
keberhasilan peningkatan derajat kesehatan ibu.
Upaya pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui program desa siaga, tabungan ibu
bersalin (tabulin) dan dana sosial ibu bersalin (dasolin). Program ini dilakukan untuk
meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam mendukung ibu hamil seperti mengatur
transportasi ibu hamil ke fasilitas kesehatan (faskes), membantu program pendanaan (tabulin dan
dasolin) saat melahirkan dan kemudahan dalam mencari donor darah jika dibutuhkan. Secara
finansial, komitmen pemerintah Indonesia diwujudkan dengan pemberian jaminan kesehatan
1
masyarakat (Jamkesmas) yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis termasuk
pelayanan antenatal care, persalinan, dan postnatal care bagi ibu dan bayi. Pada tahun 2008,
dikembangkan program kemitraan bidan dan dukun untuk meningkatkan akses ibu dan bayi
terhadap pelayanan kebidanan berkualitas. Suatu program bentuk kerjasama bidan dengan dukun
yang saling menguntungkan dengan prinsip keterbukaaan, kesetaraan, dan kepercayaan dalam
upaya untuk menyelamatkan ibu dan bayi, dengan menempatkan bidan sebagai penolong
persalinan dan mengalih-fungsikan dukun dari penolong persalinan menjadi mitra dalam
merawat ibu dan bayipada masa nifas, dengan berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat antara
bidan dengan dukun, serta melibatkan seluruh unsur/elemen masyarakat yang ada.
Keberhasilan upaya pemerintah dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak dapat dilihat
dari peningkatan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (linakes) di Indonesia.
Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dianggap memenuhi persyaratan steril dan aman,
karena apabila ibu mengalami komplikasi persalinan maka penanganan atau pertolongan pertama
pada rujukan dapat segera dilakukan. Menurut Suparlan seperti dikutip Anggorodi, dukun bayi
adalah mereka yang memberi pertolongan pada waktu kelahiran atau dalam hal-hal yang
berhubungan dengan pertolongan persalinan. Handayani menjelaskan bahwa dukun tidak hanya
berperan pada saat pertolongan persalinan, namun juga perawatan pasca persalinan dan
pelaksanaan budaya/kepercayaan. Perawatan pasca bersalin oleh dukun dilakukan sampai dengan
puput pusar setiap hari dengan kunjungan pagi dan sore. Dukun juga merawat bayi memandikan
dan merawat tali pusat juga merawat ibu. Selain itu, dukun bayi umumnya dipercaya dapat
memberikan kekuatan spiritual melalui doa-doa, mantra, dan ritual-ritual adat yang
dilakukannya, sehingga memberikan rasa nyaman dan aman pada ibu yang akan melahirkan.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
2. MACAM-MACAM PERSALINAN
a) Persalinan Spontan Yaitu persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri,
melalui jalan lahir ibu tersebut.
b) Persalinan Buatan Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi
forceps, atau dilakukan operasi Sectio Caesaria.
c) Persalinan Anjuran Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru
berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin.
3
b) Partus immaturus
a. Pengeluaran buah kehamilan antara 22 minggu dan 28 minggu atau bayi dengan
berat badan antara 500 gram dan 999 gram.
c) Partus prematurus Pengeluaran buah kehamilan antara 28 minggu dan 37 minggu atau
bayi dengan berat badan antara 1000 gram dan 2499 gram.
d) Partus maturus atau a’terme Pengeluaran buah kehamilan antara 37 minggu dan 42
minggu atau bayi dengan berat badan 2500 gram atau lebih.
e) Partus postmaturus atau serotinus Pengeluaran buah kehamilan setelah kehamilan 42
minggu.
Sebab mulainya persalinan belum diketahui dengan jelas. Agaknya banyak faktor yang
memegang peranan dan bekerjasama sehingga terjadi persalinan. Beberapa teori yang
dikemukakan adalah: penurunan kadar progesteron, teori oxitosin, keregangan otot-otot,
pengaruh janin, dan teori prostaglandin. Beberapa teori yang menyebabkan mulainya
persalinan adalah sebagai berikut :
4
Bladder dan Lambung, bila dindingnya teregang oleh isi yang bertambah maka timbul
kontraksi untuk mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan rahim, maka dengan
majunya kehamilan makin teregang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan. Contoh,
pada kehamilan ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu sehingga
menimbulkan proses persalinan.
d) Pengaruh Janin Hipofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang
peranan karena pada anencephalus kehamilan sering lebih lama dari biasa, karena tidak
terbentuk hipotalamus. Pemberian kortikosteroid dapat menyebabkan maturasi janin, dan
induksi (mulainya ) persalinan.
e) Teori Prostaglandin Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15
minggu yang dikeluarkan oleh desidua. Prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua
diduga menjadi salah satu sebab permulaan persalinan. Hasil dari percobaan
menunjukkan bahwa prostaglandin F2 atau E2 yang diberikan secara intravena, intra dan
extra amnial menimbulkan kontraksi miometrium pada setiap umur kehamilan.
Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga
hasil konsepsi dapat keluar. Prostaglandin dapat dianggap sebagai pemicu terjadinya
persalinan. Hal ini juga didukung dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi baik
dalam air ketuban maupun daerah perifer pada ibu hamil, sebelum melahirkan atau
selama persalinan.
5
merasa bahwa berjalan sedikit lebih sukar, dan sering diganggu oleh perasaan
nyeri pada anggota bawah.
b. Pollikasuria Pada akhir bulan ke-IX hasil pemeriksaan didapatkan epigastrium
kendor, fundus uteri lebih rendah dari pada kedudukannya dan kepala janin sudah
mulai masuk ke dalam pintu atas panggul. Keadaan ini menyebabkan kandung
kencing tertekan sehingga merangsang ibu untuk sering kencing yang disebut
Pollakisuria.
c. False labor Tiga (3) atau empat (4) minggu sebelum persalinan, calon ibu
diganggu oleh his pendahuluan yang sebetulnya hanya merupakan peningkatan
dari kontraksi Braxton Hicks. His pendahuluan ini bersifat: 1) Nyeri yang hanya
terasa di perut bagian bawah 2) Tidak teratur 3) Lamanya his pendek, tidak
bertambah kuat dengan majunya waktu dan bila dibawa jalan malah sering
berkurang 4) Tidak ada pengaruh pada pendataran atau pembukaan cervix
d. Perubahan cervix Pada akhir bulan ke-IX hasil pemeriksaan cervix menunjukkan
bahwa cervix yang tadinya tertutup, panjang dan kurang lunak, kemudian menjadi
lebih lembut, dan beberapa menunjukkan telah terjadi pembukaan dan penipisan.
Perubahan ini berbeda untuk masingmasing ibu, misalnya pada multipara sudah
terjadi pembukaan 2 cm namun pada primipara sebagian besar masih dalam
keadaan tertutup.
e. Energy Sport
Beberapa ibu akan mengalami peningkatan energi kira-kira 24-28 jam sebelum
persalinan mulai. Setelah beberapa hari sebelumnya merasa kelelahan fisik karena
tuanya kehamilan maka ibu mendapati satu hari sebelum persalinan dengan energi
yang penuh. Peningkatan energi ibu ini tampak dari aktifitas yang dilakukannya
seperti membersihkan rumah, mengepel, mencuci perabot rumah, dan pekerjaan
rumah lainnya sehingga ibu akan kehabisan tenaga menjelang kelahiran bayi,
sehingga persalinan menjadi panjang dan sulit.
f. Gastrointestinal Upsets Beberapa ibu mungkin akan mengalami tanda-tanda
seperti diare, obstipasi, mual dan muntah karena efek penurunan hormon terhadap
sistem pencernaan.
2. Tanda-tanda persalinan
Yang merupakan tanda pasti dari persalinan adalah :
a. Timbulnya kontraksi uterus Biasa juga disebut dengan his persalinan yaitu his
pembukaan yang mempunyai sifat sebagai berikut :
1. Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut bagian depan.
2. Pinggang terasa sakit dan menjalar kedepan
3. Sifatnya teratur, inerval makin lama makin pendek dan kekuatannya makin
besar
4. Mempunyai pengaruh pada pendataran dan atau pembukaan cervix.
6
5. Makin beraktifitas ibu akan menambah kekuatan kontraksi. Kontraksi uterus
yang mengakibatkan perubahan pada servix (frekuensi minimal 2 kali dalam
10 menit). Kontraksi yang terjadi dapat menyebabkan pendataran, penipisan
dan pembukaan serviks.
b. Penipisan dan pembukaan servix penipisan dan pembukaan servix ditandai
dengan adanya pengeluaran lendir dan darah sebagai tanda pemula.
c. Bloody Show (lendir disertai darah dari jalan lahir) dengan pendataran dan
pembukaan, lendir dari canalis cervicalis keluar disertai dengan sedikit darah.
Perdarahan yang sedikit ini disebabkan karena lepasnya selaput janin pada bagian
bawah segmen bawah rahim hingga beberapa capillair darah terputus.
d. Premature Rupture of Membrane adalah keluarnya cairan banyak dengan
sekonyong-konyong dari jalan lahir. Hal ini terjadi akibat ketuban pecah atau
selaput janin robek. Ketuban biasanya pecah kalau pembukaan lengkap atau
hampir lengkap dan dalam hal ini keluarnya cairan merupakan tanda yang lambat
sekali. Tetapi kadang-kadang ketuban pecah pada pembukaan kecil, malahan
kadang-kadang selaput janin robek sebelum persalinan. Walaupun demikian
persalinan diharapkan akan mulai dalam 24 jam setelah air ketuban keluar.
Salah satu faktor yang paling mempengaruhi apa yang akan terjadi selama proses
melahirkan adalah memilih penolong dalam membantu proses melahirkan (Gaskin, 2003).
1. Definisi
Menurut Syafrudin (2009) dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, dikenal beberapa
jenis tenaga yang memberi pertolongan kepada masyarakat. Jenis tenaga tersebut adalah
sebagai berikut :
7
3. Penolong Persalinan
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang
cukup bulan atau hampir cukup bulan disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin
dari ibu (JNPK-KR, 2007). Penolong pesalinan merupakan salah satu bagian dari pelayanan
antenatal care. Manuaba (2001) peningkatan pelayanan antenatal, penerimaan gerakan
keluarga berenana, melaksanakan persalinan bersih dan aman dan meningkatan pelayanan
obstetric esensial dan darurat yang merupakan pelayanan kesehatan primer. Persalinan yang
aman memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai ketrampilan dan alat untuk
memberikan pertolongan yang aman dan bersih (Syafrudin, 2009). Pelayanan pertolongan
persalinan adalah suatu bentuk pelayanan terhadap persalinan ibu melahirkan yang dilakukan
oleh penolong persalinan baik oleh tenakes seperti dokter dan bidan atau non tenakes seperti
dukun.
1) Dukun
a. Dukun terlatih : Dukun yang telah mendapatkan pelatihan oleh tenaga kesehatan dan
telah dinyatakan lulus.
b. Dukun tidak terlatih : Dukun yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun
yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
Penolong persalinan oleh dukun mengenai pengetahuan tentang fisiologis dan patologis
dalam kehamilan, persalinan, serta nifas sangat terbatas oleh karena atau apabila timbul
komplikasi ia tidak mampu untuk mengatasinya, bahkan tidak menyadari akibatnya, dukun
tersebut menolong hanya berdasarkan pengalaman dan kurang profesional. Berbagai kasus sering
menimpa seorang ibu atau bayi sampai pada kematian ibu dan anak (Wiknjosastro, 2005).
Seperti diketahui, dukun bayi adalah merupakan sosok yang sangat dipercayai di
kalangan masyarakat. Mereka memberikan pelayanan khususnya bagi ibu hamil sampai dengan
nifas secara sabar. Apabila pelayanan selesai mereka lakukan, sangat diakui oleh masyarakat
bahwa mereka memiliki tarif pelayanan yang jauh lebih murah dibandingkan dengan bidan.
Umumnya masyarakat merasa nyaman dan tenang bila persalinannya ditolong oleh dukun atau
lebih dikenal dengan bidan kampung, akan tetapi ilmu kebidanan yang dimiliki dukun tersebut
sangat terbatas karena didapatkan secara turun temurun (tidak berkembang) (Meilani dkk, 2009).
8
Dalam usaha meningkatkan pelayanan kebidanan dan kesehatan anak maka tenaga
kesehatan seperti bidan mengajak dukun untuk melakukan pelatihan dengan harapan dapat
meningkatkan kemampuan dalam menolong persalinan, selain itu dapat juga mengenal tanda-
tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan, selain itu dapat juga mengenal tanda-tanda
bahaya dalam kehamilan dan persalinan dan segera minta pertolongan pada bidan. Dukun yang
ada harus ditingkatkan kemampuannya, tetapi kita tidak dapat bekerjasama dengan dukun dalam
mengurangi angka kematian dan angka kesakitan (Wiknjosastro, 2005).
2) Bidan
Definisi bidan menurut Keputusan Menteri Kesehatan 2007 adalah seseorang yang telah
mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan
tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah
(lisensi) untuk melakukan praktik bidan. Bidan adalah seorang tenaga kesehatan yang
mempunyai tugas penting dalam bimbingan dan penyuluhan kepada ibu hamil, persalinan nifas
dan menolong persalinan dengan tanggung jawabnya sendiri, serta memberikan asuhan kepada
bayi baru lahir (prenatal care) (Wiknjosastro, 2005). Asuhan ini termasuk tindakan pencegahan
deteksi kondisi abnormal ibu dan anak, usaha mendapatkan bantuan medic dan melaksanakan
tindakan kedaruratan dimana tidak ada tenaga bantuan medic. Dia mempunyai tugas penting
dalam pendidikan dan konseling, tidak hanya untuk klien tetapi juga untuk keluarga dan
masyarakat (Notoatmodjo, 2003).
Pada saat ini, ada dua jenis bidan, yaitu mereka yang mendapat pendidikan khusus
selama tiga tahun dan perawat yang kemudian dididik selama satu tahun mengenai kebidanan
dan disebut sebagai perawat bidan (Syafrudin, 2009). Salah satu tempat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah BPS (Bidan Praktek Swasta). Menurut Meilani dkk
(2009) BPS adalah satu wahana pelaksanaan praktik seorang bidan di masyarakat. Praktik
pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyediaan pelayanan kesehatan, yang
memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak. Setelah bidan melaksanakan pelayanan di lapangan, untuk menjaga
kualitas dan keamanan dari layanan bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan
kewenangannya.
Penyebaran dan pendistribusian badan yang melaksanakan praktik perlu pengaturan agar
dapat pemerataan akses pelayanan yang sedekat mungkin dengan masyarakat yang
membutuhkannya. Tarif dari pelayanan bidan praktik akan lebih baik apabila ada pengaturan
yang jelas dan transparans, sehingga masyarakat tidak ragu untuk datang ke pelayanan Bidan
Praktik Perorangan (swasta). Layanan kebidanan dimaksudkan untuk sebisa mungkin
mengurangi intervensi medis. Bidan memberikan pelayanan yang dibutuhkan wanita hamil yang
sehat sebelum melahirkan. Cara kerja mereka yang ideal adalah bekerjasama dengan setiap
wanita dan keluarganya untuk mengidentifikasi kebutuhan fisik, social dan emosional yang unik
9
dari wanita yang melahirkan. Layanan kebidanan terkait dengan usaha untuk meminimalisir
episiotomy, penggunaan forcep, epidural dan operasi sesar (Gaskin, 2003)
Baik dokter spesialis kandungan maupun bidan bekerja lebih higienis dengan ruang
lingkup hampir mencakup seluruh golongan masyarakat. Umumnya, mereka hanya dapat
mengulangi kasus-kasus fisiologis saja, walaupun dokter spesialis secara teoritis telah
dipersiapkan untuk menghadapi kasus patologis. Jika mereka sanggup, harus segera merujuk
selama pasien masih dalam keadaan cukup baik (Syafrudin, 2009). Walaupun mereka dapat
menanggulangi semua kasus, tetapi hanya sebagian kecil saja masyarakat yang dapat
menikmatinya. Hal ini disebabkan karena biaya yang terlalu mahal, jumlah yang terlalu sedikit
dan penyebaran yang tidak merata. Dilihat dari segi pelayanan, tenaga ahli ini sangat terbatas
kegunaannya. Namun, sebetulnya mereka dapat memperluas fungsinya dengan bertindak sebagai
konseptor program obstetri yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh dokter spesialis atau
bidan (Syafrudin, 2009).
Persalinan Pemilihan penolong selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas bukanlah
suatu proses yang sederhana. Ada banyak faktor yang berkontribusi dalam proses pengambilan
keputusan tersebut, hal ini terjadi pada perempuan yang baru pertama kali hamil ataupun ibu
primipara yang baru saja melahirkan. Faktor - faktor tersebut adalah sebagai berikut :
Keyakinan dan kepatuhan mengikuti adat istiadat selama masa kehamilan, persalinan,
dan nifas mempengaruhi perempuan dalam memilih penolong. Dimasyarakat, selain dipercaya
memiliki kemampuan untuk memeriksa dipercaya memiliki pengetahuan sering diminta untuk
10
memimpin upacara-upacara selamatan seperti empat bulanan dan tujuh bulanan. Hal ini berbeda
dengan bidan. Asumsi di masyarakat, bidan adalah hanya memiliki keahlian dalam
memeriksakan kehamilan, persalinan dan nifas, tetapi mereka tidak memiliki pengetahuan
tentang keharudan dan larangan atau adat istiadat selama kehamilan, persalinan dan nifas. Oleh
karena itu perempuan yang masih taat dan patuh mengikuti adat istiadat akan lebih memilih
dukun dari pada bidan atau kalau pun mereka memilih memeriksakan kehamilannya ke bidan
mereka juga akan meminta dukun untuk memimpin upacara tujuh bulanan dan sebagainya atau
meminta saran dan dukun berkaitan dengan keharusan dan pantangan selama masa kehamilan,
persalinan, dan nifas (Juariah, 2009).
Informasi tentang kehamilan, persalinan, dan nifas memiliki pengaruh penting terhadap
perempuan dalam memilih penolong. Dari informasi yang diterima, mereka dapat memahami
komplikasi yang dapat muncul selama periode tersebut. Sehingga mereka akan lebih berhati-hati
untuk memilih penolong. Perempuan yang tidak memiliki informasi kesehatan lebih cenderung
untuk memilih dukun dibandingkan dengan perempuan yang memiliki akses terhadap informasi
kesehatan. Akses tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan, buku buku atau majalah kesehatan, dan lain-lain (Juariah, 2009).
Jarak (fisik dan sosial) dapat menjadi faktor yang mempengaruhi seorang perempuan
dalam memilih penolong selama masa kehamilan, persalinan dan nifas. Perempuan yang
memilih dukun beralasan pertama karena dukun tinggal dekat dengan rumah mereka. Jadi
walaupun di kampung yang sama ada bidan, mereka tetap memilih dukun sebagai penolong.
Sebaliknya, perempuan yang memilih bidan juga beralasan karena mereka sudah familiar dengan
bidan tersebut karena sejak hamil mereka sudah memeriksakan kehamilannya ke bidan (Juariah,
2009).
Suami dam keluarga memiliki peranan penting dalam memilih penolong selama
kehamilan, persalinan dan nifas. Hal ini terutama terjadi pada perempuan yang relatife muda
usianya sehingga kemampuan mengambil keputusan secara mandiri masih rendah. Mereka
berpendapat bahwa pilihan orang yang lebih tua adalah yang terbaik karena orang tua lebih
berpengalaman daripada mereka. Selain itu, kalau mereka mengikuti saran orang tua, jika terjadi
sesuatu yang buruk, maka seluruh keluarga dan terutama orang tua akan ikut bertanggung jawab.
Oleh karena itu ketika orang tua menyarankan memilih dukun, mereka akan memilih dukun
ataupun sebaliknya. Hal ini agak berbeda dengan perempuan yang lebih dewasa usianya. Mereka
lebih mampu mengambil keputusan sendiri dalam memilih penolong. Sebagai contoh, dalam
penelitian yang penulis laakukan, ada perempuan yang meskipun mendapat saran dari ibunya
11
untuk memilih dukun tetapi memutuskan untuk memilih bidan karena dia fikir jika terjadi satu
masalah muncul, dia dan bayinya yang akan menjadi “korban” (Juariah, 2009).
Adapun dari segi karakteristik ibu dalam pemilihan penolong persalinan antara lain :
1. Pendidikan
Mereka berpendapat bahwa pendidikan kesehatan dan bidan lebih bermanfaat untuk
kesehatan mereka dan bayinya dan mereka meyakini kalau memeriksakan kehamilan kepada
tenaga kesehaan, pertolongan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, tanpa memperdulikan
adat istiadatpun bayinya akan selamat. Oleh karena itu mereka berpendapat tidak ada gunanya
mengikuti pantangan kalau tidak rasional alasanya. Perempuan dan kalangan ini biasanya hanya
akan memilih tenaga kesehatan sebagai penolong selama kehamilan, persalinan maupun nifasnya
(Juariah, 2009).
2. Pekerjaan
Pekerjaan ibu adalah kegiatan rutin sehari-hari yang dilakukan oleh seorang ibu dengan
maksud untuk memperoleh penghasilan. Setiap pekerjaan apapun jenisnya, apakah pekerjaan
tersebut memerlukan kekutan otot atau pemikiran, adalah beban bagi yang melakukan. Beban ini
dapat berupa beban fisik, beban mental, ataupun beban social sesuai dengan jenis pekerjaan si
pelaku. Kemampuan kerja pada umumnya diukur dari ketrampilan dalam melaksanakan
pekerjaan. Semakin tinngi ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja, semakin efisien badan
(anggota badan), tenaga dan pemikiran (mentahnya) dalam melaksanakan pekerjaan.
Penggunaan tenaga dan mental atau jiwa yang efisien, berarti beban kerjanya relative mudah
(Notoatmodjo, 2007).
Suatu pekerjaan merupakan hal yang kuat dalam pemanfaatan fasilitas kesehatan modern.
Perempuan yang menjadi ibu rumah tangga tanpa bekerja di luar rumah, secara finansial mereka
tergantung pada suaminya. Sehingga, ketika suaminya berpenghasilan sedikit, juga akan
berdampak terhadap tabungan mereka untuk melahirkan. Selain itu, ketidaksiapan secara
finansial, selain berkaitan dengan jumlah penghasilan,juga dengan kemauan untuk menabung
untuk persiapan persalinan. Hal ini menjadi alasan perempuan untuk lebih memilih dukunsebagai
penolong. Sebaliknya, perempuan yang secara finansial lebih baik, apakah karenan penghasilan
suaminya lebih memadai, atau karena mereka juga berpenghasilan, lebih memiliki kesiapan
12
secara finansial. Selain itu, perempuan yang sudah mempersiapkan biaya persalianannya, dengan
cara menabung sebagian penghasilannya atau penghasilan suaminya, akan memilih untuk
melahirkan di bidan (Juariah, 2009).
Sebaliknya, perempuan yang menganggap bahwa biaya ke dukun sama dengan ke bidan,
hanya cara pembayarannya yang berbeda cenderung akan memilih bidan. Mereka berpendapat
bahwa, jika memilih bidan mereka harus membayar dengan uang yang relatif banyak dalam
sekali waktu, tetapi jika mereka memilih dukun, mereka harus membayar secara
berkesinambungan sampai periode nifas (Juariah, 2009).
13
C. CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN
Cakupan persalinan 2018 pkm ujung gading tidak mencapai target. Puskesmas
ujung gading memiliki target sasaran yakni 848. Sedangkan jumlah yang tercapai hanya
607 dengan persentase 71.6% dan mitra nakes 3 org dg persen 4.%. Target awal tidak
dapat tercapai karena terlalu tinggi target dari dinas kesehatan sehingga sasaran tidak
tercapai.
Pencapaian persalinan air bangis pada tahun 2018 tidak mencapai sasaran dari
pusat dinas kesehatan, tetapi ini merupakan data real dan tidak ada satupun ibu hamil
yang bersalin ke dukun. Semua ibu hamil bersalin ke petugas kesehatan. Hal ini terjadi
disebabkan karena jumlah ibu hamil K1 di wilayah kerja puskesmas air bangis 2018 tidak
mencapai sasaran pus dikti, tetapi data jumlah ibu hamil K1 tidak ada yang hilang dan
semua ibu hamil K1 dapat terlaksana dengan baik atau dapat ditangani dengan baik.
Dari penjabaran tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah ibu hamil yang di data
pada tahun 2018 memang sedikit, hal ini disebabkan oleh salah satu factor penggalakkan
program KB, bahwa pada daerah ini angka pencapaian program keluarga berencana (KB)
Air Bangis meningkat.
Adapun ibu hamil bersalin ke bidan desa, bidan BPS, Puskesmas dan rujukan
rumah sakit jika ada penyulit.
14
BAB III
A. Perencaan
B. Pemecahan Masalah
Pencapaian persalinan air bangis pada tahun 2018 tidak mencapai sasaran dari pusat
dinas kesehatan, tetapi ini merupakan data real dan tidak ada satupun ibu hamil yang bersalin
ke dukun. Semua ibu hamil bersalin ke petugas kesehatan. Hal ini terjadi disebabkan karena
jumlah ibu hamil K1 di wilayah kerja puskesmas air bangis 2018 tidak mencapai sasaran pus
dikti, tetapi data jumlah ibu hamil K1 tidak ada yang hilang dan semua ibu hamil K1 dapat
terlaksana dengan baik atau dapat ditangani dengan baik.
Dari penjabaran tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah ibu hamil yang di data
pada tahun 2018 memang sedikit, hal ini disebabkan oleh salah satu factor penggalakkan
program KB, bahwa pada daerah ini angka pencapaian program keluarga berencana (KB) Air
Bangis meningkat.
15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari grafik tersebut terlihat bahwa selama tahun 2018 cakupan pertolongan oleh tenaga
kesehatan di Air Bangis cenderung meningkat. Kondisi tersebut dimungkinkanbtidak lepas dari
keberhasilan pengembangan berbagai program kemitraan bidan dan dukun dalam perencanaan
persalinan dan pencegahan komplikasi.
B. Saran
Perlu penyesuaian pencapaian target dinas kesehatan dan target sasaran yang ada
dilapangan. Serta distribusi bidan dan perbaikan strategi kemitraan bidan desa-dukun
berkontribusi terhadap penurunan pilihan persalinan oleh tenaga non kesehatan maupun
persalinan tanpa pertolongan, sehingga upaya ini perlu ditingkatkan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Pusdiknas, WHO, JHIPEGO. 2001. Buku III asuhan kebidanan pada ibu infartum. Jakarta
Saifuddin, dkk. (2001). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal.
Jakarta: JNPKKR.
World Health Organization. Making pregnancy safer: the critical role of the skilled attendant:
a joint statement by WHO, ICM and FIGO. Geneva: World Health Organization; 2004.
17