Anda di halaman 1dari 7

KONSEP DASAR ANAK AUTIS

A. PENGERTIAN ANAK AUTIS


1. Istilah
Istilah “autisme” pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo Kanner,
seorang psikiater dari John Hopkins University yang menangani sekelompok anak-
anak yang mengalami kelainan sosial yang berat, hambatan komunikasi dan masalah
perilaku. Anak-anak ini menunjukkan sifat menarik diri (withdrawal), membisu,
dengan aktivitas repetitif (berulang-ulang) dan stereotipik (klise) serta senantiasa
memalingkan pandangannya dari orang lain.
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos = diri dan
isme = paham/aliran. Autisme berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti
”sendiri” anak autisme seolah-olah hidup didunianya sendiri, mereka
menghindari/tidak merespon terhadap kontak sosial dan lebih senang menyendiri.
Secara etimologi (ilmu asal kata), anak autis adalah anak yang memiliki gangguan
perkembangan dalam dunianya sendiri. Seperti kita ketahui banyak istilah yang
muncul mengenai gangguan perkembangan. Autism = autisme yaitu nama gangguan
perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak (Leo Kanner & Asperger,
1943).
Autist = autisme: Anak yang mengalami ganguan
autisme.
Autistic child = anak autistik : Keadaan anak yang mengalami
gangguan autisme.
Autistic disorder = gangguan autistic : anak-anak yang mengalami
Gangguan perkembangan.
2. Pengertian Autisme
World Health Organization’s International Classification of Diseases (ICD-10)
mendefinisikan autisme khususnya childhood autism sebagai adanya keabnormalan
dan atau gangguan perkembangan yang muncul sebelum usia tiga tahun dengan tipe
karakteristik tidak normalnya tiga bidang yaitu interaksi sosial, komunikasi, dan
perilaku yang diulang-ulang (World Health Organozation, h. 253, 1992).
Anak autis termasuk salah satu jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang
mengalami gangguan neurobiologis dengan adanya hambatan fungsi syaraf otak yang
berhubungan dengan fungsi komunikasi, motorik sosial dan perhatian. Hambatan
yang dialami anak autis merupakan kombinasi dari beberapa gangguan perkembangan
syaraf otak dan perilaku siswa yang muncul pada tiga tahun pertama usia anak. Sutadi
(2002) menjelaskan bahwa yang dimaksud autistik adalah gangguan perkembangan
neurobiologis berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan
berelasi (berhubungan dengan orang lain). Penyandang autisme tidak dapat
berhubungan dengan orang lain secara berarti, serta kemampuannya untuk
membangun hubungan dengan orang lain terganggu karena ketidak mampuannya
untuk berkomunikasi dan mengerti perasaan orang lain penyandang autis memiliki
gangguan pada interaksi sosial, komunikasi (baik verbal maupun non-verbal),
imajinasi, pola perilaku repetitive dan resistensi terhadap perubahan pada rutinitas.
Ika Widyawati (2001) menjelaskan bahwa autism merupakan gangguan
perkembangan pervasive atau Pervasive Developmental Disorder (PDD) atau disebut
Autism Specrtum Disorder (ASD) yang ditandai dengan adanya abnormalitas dan /
atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan mempunyai
fungsi yang abnormal dalam 3 bidang, yaitu interaksi : sosial, komunikasi, dan
perilaku yang terbatas (restriktif) dan berulang (repetitif).

B. KOMUNIKASI DAN INTERAKSI ANAK AUTIS


1. Perkembangan Komunikasi
Perkembangan komunikasi pada anak dapat dilihat dari pemerolehan bahasa.
Perkembangan komunikasi/bahasa menurut komponen komponennya yaitu:
a. Perkembangan Pragmatik
Perkembangan komunikasi anak sesungguhnya sudah dimulai sejak dini, pertama-
tama dari tangisannya bila bayi merasa tidak nyaman, misalnya karena lapar,
popok basah. Dari sini bayi akan belajar bahwa ia akan mendapat perhatian
ibunya atau orang lain saat ia menangis sehingga kemudian bayi akan menangis
bila meminta orang dewasa melakukan sesuatu buatnya
1. Pada usia 3 minggu, bayi tersenyum saat ada rangsangan dari luar, misalnya
wajah seseorang, tatapan mata, suara, dan gelitikan. Ini disebut senyum sosial
2. Pada usia 12 minggu, mulai dengan pola dialog sederhana berupa suara balasan
bila ibunya memberi tanggapan
3. Pada usia 2 bulan, bayi mulai menanggapi ajakan komunikasi ibunya
4. Pada usia 5 bulan, bayi mulai meniru gerak gerik orang, mempelajari bentuk
ekspresi wajah. -Pada usia 6 bulan, bayi mulai tertarik dengan benda-benda
sehinga komunikasi menjadi komunikasi ibu, bayi, dan benda-benda.
5. Pada usia 7-12 bulan, anak menunjuk sesuatu untuk menyatakan keinginannya.
Gerak-gerik ini akan berkembang disertai dengan bunyi-bunyi tertentu yang
mulai konsisten. Pada masa ini sampai sekitar 18 bulan, peran gerak-gerik lebih
menonjol dengan penggunaan satu suku kata. -Pada usia 2 tahun, anak
kemudian memasuki tahap sintaksis dengan mampu merangkai kalimat dua
kata, bereaksi terhadap pasangan bicaranya dan masuk dalam dialog singkat.
Anak mulai memperkenalkan atau merubah topik dan mulai belajar memelihara
alur percakapan dan menangkap persepsi pendengar
6. Lewat umur 3 tahun, anak mulai berdialog lebih lama sampai beberapa kali
giliran. Lewat umur ini, anak mulai mampu mempertahankan topik yang
selanjutnya mulai membuat topik baru. Hampir 50 persen anak 5 tahun dapat
mempertahankan topik melalui 12 kali giliran. Sekitar 36 bulan, terjadi
peningkatan dalam keaktifan berbicara dan anak memperoleh kesadaran sosial
dalam percakapan.
b. Perkembangan Semantik
Karena faktor lingkungan sangat berperan dalam perkembangan semantik,
maka pada umur 6-9 bulan anak telah mengenal orang atau benda yang berada di
sekitarnya. Leksikal dan pemerolehan konsep berkembang pesat pada masa
prasekolah. Terdapat indikasi bahwa anak dengan kosa kata lebih banyak akan
lebih popular di kalangan teman-temannya. Diperkirakan terjadi penambahan lima
kata perhari di usia 1,5 sampai 6 tahun. Pemahaman kata bertambah tanpa
pengajaran langsung orang dewasa. Terjadi strategi pemetaan yang cepat diusia
ini sehingga anak dapat menghubungkan suatu kata dengan rujukannya. Pemetaan
yang cepat adalah langkah awal dalam proses pemerolehan leksikal. Selanjutnya
secara bertahap anak akan mengartikan lagi informasi-informasi baru yang
diterima. Definisi kata benda anak usia pra sekolah meliputi properti fisik seperti
bentuk, ukuran dan warna, properti fungsi, properti pemakaian, dan lokasi.
Definisi kata kerja anak prasekolah juga berbeda dari kata kerja orang dewasa atau
anak yang lebih besar.

c. Perkembangan Sintaksis
Susunan sintaksis paling awal terlihat pada usia kira-kira 18 bulan walaupun
pada beberapa anak terlihat pada usia 1 tahun bahkan lebih dari 2 tahun. Awalnya
berupa kalimat dua kata. Rangkaian dua kata, berbeda dengan masa sebelumnya
yang disebut masa holofrastis. Kalimat satu kata bisa ditafsirkn dengan
mempertimbangkan konteks penggunaannya. Hanya mempertimbangkan arti kata
semata-mata tidaklah mungkin kita menangkap makna dari kalimat satu kata
tersebut. Peralihan dari kalimat satu kata menjadi kalimat yang merupakan
rangkaian kata terjadi secara bertahap. Pada waktu kalimat pertama terbentuk
yaitu penggabugan dua kata menjadi kalimat, rangkaian kata tersebut berada pada
jalinan intonasi. Jika kalimat dua kata memberi makna lebih dari satu maka anak
membedakannya dengan menggunakan pola intonasi yang berbeda.
Perkembangan pemerolehan sintaksis meningkat pesat pada waktu anak menjalani
usia 2 tahun dan mencapai puncaknya pada akhir usia 2 tahun.

d. Perkembangan Morfologi
Periode perkembangan ditandai dengan peningkatan panjang ucapan rata-rata
yang diukur dalam morfem. Panjang rata-rata ucapan, mean length of utterance
(MLU) adalah alat prediksi kompleksitas bahasa pada anak yang berbahasa
Inggris. MLU sangat erat berhubungan dengan usia dan merupakan prediktor yang
baik untuk perkembangan bahasa. Dari usia 18 bulan sampai 5 tahun MLU
meningkat kira-kira 1,2 morfem per tahun. Penguasaan morfem mulai terjadi saat
anak mulai merangkai kata sekitar usia 2 tahun.
e. Perkembangan FonologiPerkembangan fonologi melalui proses yang panjang dari
dekode bahasa. Sebagian besar konstruksi morfologi anak akan tergantung pada
kemampuannya menerima dan memproduksi unit fonologi. Selama usia
prasekolah, anak tidak hanya menerima inventaris fonetik dan sistem fonologi tapi
juga mengembangkan kemampuan menentukan bunyi mana yang dipakai untuk
membedakan makna. Pemerolehan fonologi berkaitan dengan proses konstruksi
suku kata yang terdiri dari gabungan vokal dan konsonan. Bahkan dalam
babbling, anak menggunakan konsonan-vokal (KV) atau konsonan-vokal-
konsonan (KVK). Proses lainnya berkaitan dengan asimilasi dan substitusi sampai
pada persepsi dan produksi suara

2. Komunikasi Anak Autis


Karakteristik dalam komunikasi anak autis biasanya antara lain:
a. Bergumam
b. Sering mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata dan kesukaran dalam
mengggunakan bahasa dalam konteks yang sesuai dan benar
c. Sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar atau yang pernah
mereka dengar sebelumnya tanpa bermaksud untuk berkomunikas
d. Bila bertanya sering menggunakan kata ganti orang dengan terbalik, seperti "saya"
menjadi "kamu" dan menyebut diri sendiri sebagai "kamu"
e. Sering berbicara pada diri sendiri dan mengulang potongan kata atau lagu dari
iklan tv dan mengucapkannya di muka orang lain dalam suasana yang tidak sesuai.
f. Penggunaan kata-kata yang aneh atau dalam arti kiasan, seperti seorang anak
berkata "sembilan" setiap kali ia melihat kereta api.
g. Mengalami kesukaran dalam berkomunikasi walaupun mereka dapat berbicara
dengan baik, karena tidak tahu kapan giliran mereka berbicara, memilih topik
pembicaraan, atau melihat kepada lawan bicaranya.
h. Bicaranya monoton, kaku, dan menjemukan.
i. Kesukaran dalam mengekspresikan perasaan atau emosinya melalui nada suara
j. Tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuh untuk menyampaikan
keinginannya, tetapi dengan mengambil tangan orangtuanya untuk mengambil
obyek yang dimaksud
k. Mengalami gangguan dalam komunikasi nonverbal; mereka sering tidak
menggunakan gerakan tubuh dalam berkomunikasi untuk mengekspresikan
perasaannya atau untuk merabarasakan perasaan orang lain, misalnya
menggelengkan kepala, melambaikan tangan, mengangkat alis, dan sebagainya

3. Perkembangan Interaksi
Proses perkembangan interaksi sosial berlangsung dari tahap yang sangat
sederhana antara anak dan ibu. Hal ini terlihat sejak anak masih bayi hingga anak
memasuki dunia sekolah dimana anak mulai berinteraksi dengan lingkungan
sebayanya. Bentuk interaksi yang tampak seperti menaati peraturan yang berlakuagar
individu tetap diterima oleh lingkungannya. Hal ini dilakukan karena setiap individu
memiliki kebutuhan akan pentingnya pergaulan.
Individu sebagai makhluk sosial, secara kodrati telah memiliki kemampuan
untuk berinteraksi sosial.Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berinteraksi
sosial yang efektif, bimbingan dan konseling mengambil peran yang sangat besar
dalam membantu siswa mengembangkan kemampuan berinteraksisosial. Dalam
lingkup pendidikan, kemampuan interaksisosial siswa lebih diarahkan kepada
interaksi teman sebaya, kemampuan berinteraksi dengan warga sekolah, adaptasi
terhadap norma dan nilai yang berlaku di sekolah, kemampuan bekerja sama dalam
kelompok.
Interaksi sosial yang terjadi dalam diri remaja lebih banyak menekankan pada
interaksi terhadap kelompok sebaya. Karena remaja lebih banyak berada diluar rumah
bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompoknya. Sebagaimana dijelaskan
oleh Horrocks dan Benimoff (dalam Hurlock 2000) menjelaskan pengaruh teman
sebaya sebagai berikut:
“Kelompok sebaya merupakan dunia nyata kawula muda, yang menyiapkan
panggung dimana ia dapat menguji diri sendiri dan orang lain. Di dalam
kelompok sebaya ia merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya, di sinilah ia
dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak dapat
memaksakan sanksi-sanksi dunia dewasa yang justru ingin dihindari. Kelompok
sebaya memberikan sebuah dunia tempat kawula muda dapat melakukan
sosialisasi dalam suasana di mana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai
yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman-teman seusianya”

4. Interaksi Anak Autis


Gangguan autisme mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bidang
komunikasi, perilaku minat dan aktivitas, dan salah satunya adalah interaksi
sosial.Gangguan interaksi yang sering dijumpai pada seseorang yang menderita
gangguan autisme biasanya adalah menghindari kontak mata. Anak tidak merespon
saat dipanggil, karena tidak merespon anak sering dikira tuli.
Anak autis selalu terlihat menolak untuk berinteraksi dengan orang lain dan
cenderung menghindar karena lebih tertarik berinteraksi dengan obyek. Anak
penderita autisme terbiasa sibuk dengan dirinya sendiri ketimbang bersosialisasi
dengan lingkungan
Karakteristik dalam interaksi sosial anak autis
a. Menyendiri (aloof): terlihat pada anak yang menarik diri, acuh tak acuh, dan kesal
bila diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan perilaku dan perhatian yang
terbatas (tidak hangat).
b. Pasif : dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika pola
permaiannya disesuaikan dengan dirinya.
c. Aktif tapi aneh: secara spontan akan mendekati
anak lain, namun interaksi ini seringkali tidak
sesuai dan sering hanya sepihak.

Anda mungkin juga menyukai