Anda di halaman 1dari 27

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Dini

(Pandangan Para Ahli tentang Anak Usia Dini, Ciri-Ciri Fase Anak Usia Dini,
Karateristik dan Permasalahan Perkembangan Anak Usia Dini)

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Bimbingan Konseling Anak Usia Dini”

Dosen Pengampuh:
Nurhayati, S.Psi., M.Psi

Disusun Oleh:
Intan Wulandari Maeri

PIAUD
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
FAKULTAS AGAMA ISLAM
STAI IBNU SINA BATAM
Tahun Akademik 2021/2022
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Segala puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah “Bimbingan
Konseling Anak Usia Dini” ini yang berjudul “Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia
Dini”.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Nurhayati selaku guru Mata
kuliah yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga dengan pembahasan ini dapat menambah khazanah keilmuan kita yang
kemudian mampu kita pelajari dan terapkan sehingga kita dapat mengambil ibrah atas ilmu
yang kita dapat untuk pegangan kita dalam kehidupan sehari- hari. Kami mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Rektor STAI Ibnu Sina Batam, Bapak Dr. H. Muhammad Juni Bedu, LC. MA
2. Ketua prodi PIAUD, Ibu Qory Ismawaty, S.S., M.Pd.I
3. Nurhayati, S.Psi., M.Psi yang telah memberi dan membimbing kami meteri kuliah
mengenai bimbingan konseling anak usia dini.
4. Kepada suami dan kedua orang tua yang tidak jemu untuk mendo’akan dan terus
memberikan semangat.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, karena
keterbatasan ilmu pengetahuan dan kemampuan kami. Penulis berharapa atas kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan dalam menyusun makalah ini. Semoga dengan ilmu dari
makalah ini mampu membawa perubahan yang lebih baik dalam pendidikan.

Batam, 1 November 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ……………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
A. Pandangan Para Ahli tentang Anak Usia Dini ............................... 3
B. Teori Perkembangan Anak Usia Dini ............................................ 4
C. Ciri – Ciri Fase Perkembangan Anak Usia Dini ............................ 7
1. Fase Perkembangan Berdasarkan Biologis ................................ 7
2. Fase Perkembangan Berdasarkan Didaktis ................................ 8
3. Fase Perkembangan Berdasarkan Psikologis ........................... 10
4. Ciri-Ciri Perkembangan Anak Usia Dini .................................11
D. Karateristik dan Permasalahan Perkembangan Anak Usia Dini ..13
1. Jenis – Jenis Permasalahan Anak ............................................. 19
2. Faktor Penyebab Permasalahan Anak ......................................20
3. Cara Mengidentifikasi Permasalahan Anak ............................. 20
4. Langkah – Langkah dan Teknik Penanganan Masalah ............ 21
5. Syarat Menangani Permasalahan Anak....................................22
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 23
Kesimpulan............................................................................................ 23
Saran …………………………………………………………………..23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut. Jenjang pendidikan ini
diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.

Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan
yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi,
sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun.
Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa
negara, pendidikan anak usia dini dilaksanakan pada usia 0-8 tahun.

Dilihat dari usia (kronologis), pendapat tentang batasan usia cenderung berkisar antara 0
sampai 6 tahun, seperti yang dijadikan dasar oleh program PADU (PAUD). Pandangan ini
memberikan arah terhadap pentingnya program pendidikan anak usia dini yang harus menjadi
perhatian keluarga dan lembaga terkait lainnya. Dari sudut perkembangan, sejak anak
dilahirkan sampai tahun-tahun pertama anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat pesat. Para ahli berpendapat bahwa perkembangan pada tahun-tahun awal lebih kritis
dibandingkan dengan perkembangan selanjutnya, sehingga dikatakan bahwa “masa kanak-
kanak merupakan gambaran awal manusia sebagai seorang manusia”. Para ahli neuroscience
mengemukakan bahwa, anak sejak dilahirkan telah memiliki milayaran sel neuron yang siap
dikembnagkan. Pada saat ini pertumbuhan sel jaringan otak terjadi sangat pesat, dan sampai
pada usia 4 tahun (golden age) 80% jaringan otaknya telah tersusun. Jaringan tersebut akan
berkembang dengan optimal jika ada rangsangan dari luar berupa pengalaman-pengalaman
yang dipelajari oleh anak. Sebaliknya jaringan sel akan mati jika kurang menerima rangsangan
atau rangsangannya tidak tepat. Oleh karena itu, orang tua dan pendidik perlu memahami

1
tentang perkembangan anak, agar dapat memberikan pengalaman yang sesuai dan dibutuhkan
dalam perkembangan anak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan para ahli tentang anak usia dini ?
2. Bagaimana teori perkembangan anak usia dini ?
3. Bagaimana ciri-ciri fase perkembangan anak usia dini ?
4. Bagaimana karateristik dan permasalahan perkembangan anak usia dini ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pandangan Para Ahli tentang Anak Usia Dini


Anak merupakan individu yang sedang menjalani proses dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Proses ini yang kemudian menentukan bagaimana anak menjalani
kehidupan dewasa selanjutnya. Anak adalah keturunan yang kedua setelah ibu bapak atau
manusia yang masih kecil. Berkisar usia 3 sampai 6 tahun (Hadi Subrata, 1988: 69). Ki Hajar
Dewantara (1962: 20) menyatakan bahwa anak sebagai kodrat alam memiliki pembawaan
masing-masing dan sebagai individu yang memiliki potensi untuk menemukan pengetahuan,
secara tidak langsung akan memberikan peluang agar potensi yang dimiliki anak dapat
berkembang secara optimal.

Menurut Undang-undang tentang Perlindungan terhadap Anak (UU RI Nomor 32 Tahun 2002)
Bab I Pasal 1 dinyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun dan
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun
2003 Pasal 28 ayat 1, rentangan anak usia dini adalah 0-6 tahun yang tergambar dalam
pernyataan yang berbunyi: pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Sisdiknas,
2003). Sementara itu menurut direktorat pendidikan anak usia dini (PAUD), pengertian anak
usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0 – 6 tahun, baik yang terlayani maupun
yang tidak terlayani di lembaga pendidikan anak usia dini.

Yuliani Sujiono (2014) menyatakan bahwa anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan
hingga usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan bagi pembentukan
karakter dan kepribadian anak serta kemampuan intelektualnya. Sementara itu menurut The
National Association for The Education of Young Children (NAEYC), anak usia dini adalah
anak yang berada dalam rentang usia 0-8 tahun. Menurut definisi ini anak usia dini adalah
kelompok yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan.

3
Sepanjang sejarah pun para ahli mempunyai pandangan yang beragam tentang anak. Ada tiga
pandangan filosofis dari Eropa yang berpengaruh dalam istilah menggambarkan anak-anak :
1. Pada abad pertengahan, pandangan dosa asal (original sin view) yang secara khusus
muncul selama abad pertengahan. Anak-anak dipandang lahir ke dunia ini sebagai
makhluk jahat. Tujuan dari merawat anak adalah memberikan penyelamatan,
menghapus dosa dari kehidupan si anak.
2. Mendekati akhir abad ke-17, pandangan tabularasa dicetuskan oleh ahli filosofi
Inggris John Lock. Ia membantah bahwa anak-anak tidak buruk sejak lahir,
melainkan seperti “papan kosong”. Lock percaya bahwa pengalaman masa kanak-
kanak sangat menentukan karakteristik seseorang ketika dewasa. Ia menyarankan
para orang tua untuk menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka dan
membantu mereka menjadi anggota masyarakat yang berguna.
3. Pada abad ke-18, pandangan kebaikan alami (innate goodness view) ditawarkan
oleh ahli filosofi Prancis kelahiran Swiss Jean-Jacques Rousseau. Ia menekankan
bahwa anak-anak pada dasarnya baik. karena anak-anak pada dasarnya baik, maka
mereka seharusnya diizinkan tumbuh secara alami dengan seminimal mungkin
pengawasan atau batasan dari orang tua.

B. Teori Perkembangan Anak Usia Dini


Keragaman teori perkembangan dapat dilihat dari pemikiran berbagai sudut pandang para ahli.
Ada lima perspektif teoritis utama dalam perkembangan, yaitu psikoanalisis, kognitif, perilaku
dan sosio-kognitif, etologi, dan ekologis. Pendekatan teoritis tersebut sama-sama meneliti tiga
proses utama dalam perkembangan anak di tingkat yang berbeda-beda, yaitu biologis, didaktis
dan psikologis.
1. Teori Psikoanalisis
Teori psikoanalisis menggambarkan perkembangan sebagai sesuatu yang biasanya
tidak disadari (di luar kesadaran) dan diwarnai oleh emosi. Ahli teori psikoanalisis
percaya bahwa perilaku hanyalah sebuah karakteristik permukaan dan bahwa
pemahaman yang sebenarnya mengenai perkembangan hanya didapat dengan
menganalisis makna simbolis perilaku dan kerja pikiran yang dalam. Ahli psikoanalisis
juga menekankan bahwa pengalaman dini dengan orang tua secara signifikan
membentuk perkembangan. Karakteristik ini ditekankan dalam teori psikoanalisis dari
Sigmund Freud.

4
Sigmund Frued memandang manusia sebagai makhluk biologis yang kompleks, baik
dalam hal sosial, emosional dan juga sebagai suatu organisme yang dapat berpikir. Di
dalam terminologinya mengatakan bahwa anak-anak bergerak melalui langkah-langkah
yang berbeda dengan tujuan untuk mencari kepuasan yang berasal dari sumber berbeda,
di mana mereka juga harus berusaha menyeimbangkan keadaan tersebut dengan
harapan orang tua. Konflik yang timbul antara kebutuhan akan kepuasan dan
penindasan dapat berguna untuk memuaskan dan juga menciptakan ketertarikan.
Kebanyakan orang belajar untuk mengendalikan perasaan mereka dan juga berusaha
agar dapat diterima dalam lingkungan sosial serta untuk mengintegrasikan diri mereka.
2. Teori Kognitif
Teori kognitif meyakini bahwa pembelajaran terjadi saat anak berusaha memahami
dunia di sekeliling mereka, anak membangun pemahaman mereka sendiri terhadap
dunia sekitar dan pembelajaran menjadi proses interaktif yang melibatkan teman
sebaya, orang dewasa dan lingkungan. Setiap anak membangun pengetahuan mereka
sendiri berkat pengalaman-pengalaman dan interaksi aktif dengan lingkungan sekitar
dan budaya di mana mereka berada melalui bermain. Piaget sebagai tokoh aliran ini
menganggap bahwa perkembangan kognitif terjadi ketika anak sudah membangun
pengetahuan melalui eksplorasi aktif dan penyelidikan pada lingkungan fisik dan sosial
di lingkungan sekitar. Piaget percaya bahwa kita beradaptasi dalam dua cara, yaitu
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi saat anak menggabungkan informasi ke
dalam pengetahuan yang telah mereka miliki. Akomodasi terjadi bila anak
menyesuaikan pengetahuan mereka agar cocok dengan informasi dan pengalaman baru.
Sedangkan Lev Vygotsky berpendapat bahwa pengetahuan tidak diperoleh dengan cara
dialihkan dari orang lain, melainkan merupakan sesuatu yang dibangun dan diciptakan
oleh anak. Vygotsky yakin bahwa belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat
dipaksa dari luar karena anak adalah pembelajar aktif dan memiliki struktur psikologis
yang mengendalikan perilaku belajarnya.
3. Teori Perilaku dan Sosial-kognitif
Teori perilaku dan sosial-kognitif merupakan pandangan psikolog yang menekankan
bahwa perilaku, lingkungan dan kognisi faktor kunci dalam perkembangan. Teori ini
terkait dengan bagaimana anak-anak berkembang secara sosial, emosional, dan
intelektual, tetapi tidak menjelaskan tentang perkembangan fisik karena banyak orang
yang menyetujui bahwa perkembangan fisik berkaitan dengan genetika (keturunan)
yang ditentukan berdasarkan gen dari kedua orang tuanya, sehingga dengan demikian

5
tidak mempengaruhi perilaku anak. Tiga versi pendekatan perilaku dan sosial-kognotif
ini adalah classical conditioning dari Pavlov (sebuah stimulus netral memperoleh
kemampuan untuk menghasilkan sebuah respon yang tadinya dihasilkan oleh stimulus
lain), operant conditioning dari Skinner (konsekuensi dari suatu perilaku menghasilkan
perubahan dalam probabilitas kejadian perilaku tersebut), dan teori sosial-kognitif dari
Albert Bandura (menekankan interaksi timbal balik antara manusia (kognisi), perilaku
dan lingkungan).
4. Teori Etologi
Teori etologi memandang bahwa perilaku sangat dipengaruhi biologi dan evolusi. Teori
ini juga menekankan bahwa kepekaan kita terhadap jenis pengalaman yang beragam
berubah sepanjang rentang kehidupan. Ada periode kritis atau sensitif bagi beberapa
pengalaman, jika kita gagal mendapat pengalaman selama periode sensitif tersebut,
teori etologi menyatakan bahwa perkembangan kita tidak mungkin dapat optimal.
John Bowbly salah satu tokoh teori etologi menyatakan bahwa kelekatan pada pengasuh
selama satu tahun pertama kehidupan memiliki konsekuensi penting sepanjang hidup.
Jika kelekatan ini positif dan aman, seseorang mempunyai dasar untuk berkembang
menjadi individu yang kompeten yang memiliki hubungan sosial positif dan menjadi
matang secara emosional. Jika hubungan kelekatannya negatif dan tidak aman, maka
saat anak tumbuh ia akan menghadapi kesulitan dalam hubungan sosial serta dalam
menangani emosi.
5. Teori Ekologi
Teori ekologi merupakan pandangan Bronfenbrenner bahwa perkembangan
dipengaruhi oleh lima sistem lingkungan, berkisar dari lima konteks dasar mengenai
interaksi langsung dengan orang-orang hingga konteks budaya berdasar luas. Lima
sistem dalam teori ekologi Bronfenbrenner yaitu:
a. Mikrosistem adalah lingkungan di mana individu tinggal.
b. Mesosistem mencakup hubungan antar mikrosistem atau hubungan antar
konteks.
c. Eksosistem terlibat saat pengalaman dalam lingkungan sosial lain -di mana
individu tidak mempunyai peran aktif- mempengaruhi apa yang dialami
individu dalam konteks langsung.
d. Makrosistem mencakup budaya di mana seseorang tinggal.
e. Kronosistem mencakup pembuatan pola kejadian lingkungan dan transisi
sepanjang kehidupan.

6
C. Ciri – Ciri Fase Perkembangan Anak Usia Dini

1. Fase Perkembangan Berdasarkan Biologis


Para ahli kejiwaan mendasarkan pembahasannya pada kondisi atau proses pertumbuhan
biologis anak karena pertumbuhan biologis ikut berpengaruh terhadap perkembangan kejiwaan
anak.
a. Pendapat Kretschmer yang membagi perkembangan anak menjadi 4 fase:
 Fullungs periode 1 : umur anak 0;0 – 3;0, pada masa ini anak dalam keadaan
pendek, gemuk, bersikap terbuka, mudah bergaul dan mudah didekati.
 Strecungs periode 1 : umur 3;0 – 7;0, kondisi badan anak nampak langsing
(tidak begitu gemuk) biasanya sikap anak tertutup, susah bergaul juga susah
didekati.
 Fullungs periode II : umur 7;0 – 13;0, keadaan fisik anak kembali gemuk.
Srecungs periode II : umur 13;0 – 20, keadaan fisik anak kembali langsing.
b. Pendapat Aristoteles yang membagi perkembangan anak menjadi 3 fase:
 Fase I : umur 0;0 -7;0, disebut masa kecil, kegiatan anak pada waktu ini hanya
bermain.
 Fase II : umur 7;0 – 14;0, masa anak atau masa sekolah di mana kegiatan anak
mulai belajar di sekolah dasar.
 Fase III : umur 14;0 – 21;0, disebut masa remaja atau pubertas, masa ini adalah
masa peralihan (transisi) dari anak menjadi orang dewasa. Pendapat ini
dikategorikan pada periodesasi yang berdasarkan pada biologis karena
aristoteles menunjukkan bahwa antara fase I dan fase ke II ditandai dengan
adanya pergantian gigi, serta batas antara fase ke II dengan fase ke III ditandai
dengan mulai bekerjanya atau berfungsinya organ kelengkapan kelamin.
c. Pendapat Frued yang membagi perkembangan anak menjadi 5 fase:
 Fase oral : umur 0;0 – 1;0, fase masa ini, mulut merupakan sentral pokok
keaktifan dinamis.
 Fase anal : umur 1;0 – 3;0, dorongan dan tahanan berpusat pada alat pembungan
kotoran.
 Fase falis : umur 3;0 – 6;0, fase ini alat-alat kelamin perempuan merupakan
organ paling perasa.

7
 Fase laten : umur 6;0 – 11;0, impuls-impuls cenderung untuk berada pada
kondisi tertekan.
 Fase genital : umur 11 ke atas (adolescence), seseorang telah sampai pada awal
dewasa.
d. Pendapat Jesse Feiring Williams yang membagi perkembangan anak menjadi 4
fase:
 Masa nursery dan kindergarten : umur 0;0 – 6;0
 Masa cepat memperoleh kekuatan/tenaga : umur 6;0 -10;0
 Masa cepat berkembangnya tubuh : umur 10;0 – 14;0
 Masa adolescence : umur 14;0 – 19;0 masa perubahan pola dan kepentingan
kemampuan anak dengan cepat.
e. Pendapat Elizabeth Hurlock yang membagi perkembangan anak menjadi 5 fase:
 Fase prenatal (sebelum lahir), mulai masa konsepsi sampai proses kelahiran,
sekitar 9 bulan atau 280 hari.
 Fase infancy (orok), mulai lahir sampai usia 10 atau 14 hari.
 Fase babyhood (bayi), mulai 2 minggu sampai 2 tahun.
 Fase childhood (kanak-kanak), mulai 2 tahun sampai masa remaja.
 Fase adolescence/puberty, mulai usia 11 atau13 tahun sampai usia 21 tahun.
Tahap ini dibagi lagi menjadi:
a. pre-adolescence : umur 11 – 13 tahun pada wanita, sedangkan pada pria
lebih lambat dari itu.
b. early adolescence : umur 16 – 17 tahun.
c. late adolescence : masa perkembangan yang terakhir (sampai masa usia
kuliah).
2. Fase Perkembangan Berdasarkan Didaktis
Tinjauan fase perkembangan ini adalah dari segi keperluan/materi apa kiranya yang tepat
diberikan kepada anak didik pada masa-masa tertentu, serta memikirkan tentang kemungkinan
metode yang paling efektif untuk diterapkan di dalam mengajar atau mendidik anak pada masa
tertentu tersebut.
a. Pendapat Johan Amos Comenius (komensky) yang membagi perkembangan anak
menjadi 4 fase:
 Scola matema (sekolah ibu) : umur 0;0 – 6;0, masa anak mengambangkan organ
tubuh dan panca indera di bawah asuhan ibu (keluarga).

8
 Scole vermacula (sekolah bahasa ibu) : umur 6;0 – 12;0, mengembangkan
pikiran, ingatan dan perasaannya di sekolah dengan menggunakan bahasa
daerah (bahasa ibu).
 Scola latina (sekolah bahasa latin) : umur 12;0 – 18;0, masa anak
mengembangkan potensinya terutama daya intelektualnya dengan bahasa asing.
 Academia (akademi) : umur 18;0 – 24;0, media pendidikan yang tepat bagi
anak.
b. Pendapat Jean Jacques Rousseau yang membagi perkembangan anak menjadi5
fase:
 Masa asuhan (nursery) : umur 0;0 – 2;0.
 Masa pentingnya pendidikan jasmani dan alat-alat indera : umur 2;0 – 12;0.
 Masa perkembangan pikiran dan masa juga terbatas : umur 12;0 – 15;0.
 Masa pentingnya pendidikan serta pembentukan watak, kesusilaan juga
pembinaan mental agama : umur 15;0 – 20;0.
 Masa ini lebih membahas tentang pendidikan kaum wanita : umur 20 ke atas.
c. Pendapat Maria Montessori yang membagi perkembangan anak menjadi 4 fase:
 Masa penerimaan dan pengaturan rangsangan dari dunia luar melalui alat indera
: umur 1;0 – 7;0.
 Masa abstrak, di mana anak sudah mulai memperhatikan masalah kesusilaan,
mulai berfungsi perasaan ethnisnya yang bersumber dari kata hatinya dan mulai
tahu akan kebutuhan orang lain : umur 7;0 – 12;0.
 Masa penemuan diri serta kepuasan terhadap masalah-masalah sosial : 12;0 –
18;0.
 Masa pendidikan di perguruan tinggi, masa untuk melatih anak akan realitas
kepentingan dunia. Ia harus mampu berppikir jernih, jauh dari perbuatan tercela.
d. Pendapat Charles E Skinner yang membagi perkembangan anak menjadi 2 fase:
 Tahap pre-natal : – germinal: dua minggu setelah conception
 embrio: dari akhir minggu kedua sampai minggu keenam
 janin: akhir minggu keenam sampai kelahiran
 Tahap post-natal : – Parturate dari lahir sampai dengan pemutusan tali pusat
 Neonatus dua sampai empat minggu pertama kehidupan
 Bayi firtst dua tahun
 Prasekolah anak dari usia dua tahun sampai enam tahun

9
 Anak sekolah dasar 6-9 tahun
 Murid sekolah menengah 9-12 tahun
 Murid SMP SMA 12-15 tahun, suatu periode yang biasanya meliputi
masa pubertas dan tahap remaja

3. Fase Perkembangan Berdasarkan Psikologis


Fase pembagian ini mengembalikan permasalahan kejiwaan dalam kedudukannya yang murni.
a. Pendapat Kroh yang membagi perkembangan anak menjadi 3 fase:
 Sejak lahir hingga trotz periode I disebut masa anak-anak awal : umur 0;0 –
3;0/4;0.
 Dari trotz periode I hingga trozt periode II disebut masa keserasian bersekolah
: umur 3;0/4;0 – 12;0/13;0.
 Dari trotz periode II hingga akhir masa remaja disebut masa kematangan : umur
12;0/13;0 – 21;0.
Pada dasarnya perkembangan jiwa anak itu berjalan secara evolutif. Pada umumnya
proses tersebut pada waktu-waktu tertentu mengalami kegoncangan (aktivitas
revolusi). Masa kegoncangan ini oleh Kroh disebut Trotz periode, biasanaya tiap
anak akan mengalaminya sebanyak dua kali, yaitu trotz I sekitar usia 3-4 tahun dan
trotz II sekitar umur 12 tahun bagi putri dan umur 13 tahun bagi putra.
b. Pendapat Charlotte Buhler yang membagi perkembangan anak menjadi 5 fase:
 Fase I : perkembangan sikap subyektif menuju obyektif : umur 0;0 – 1;0.
 Fase II : makin meluasnya hubungan dengan benda-benda sekitarnya atau
mengenal dunia secara subyektif : umur 1;0 – 4;0.
 Fase III : masa memasukkan diri ke dalam masyarakat secara obyektif, adanya
hubungan diri dengan lingkungan sosial dan mulai menyadari akan kerja, tugas
serta prestasi : umur 4;0 – 8;0.
 Fase IV : munculnya minat ke dunia obyek sampai pada puncaknya, ia mulai
memisahkan diri dari orang lain dan sekitarnya secara sadar : umur 8;0 – 13;0.
 Fase V : masa penemuan diri dan kematangan yakni synthesa sikap subyektif
dan obyektif : umur 13;0 – 19;0.

10
4. Ciri-Ciri Perkembangan Anak Usia Dini
Selanjutnya agar pendidik dapat menanamkan dan mengajarkan disiplin pada anak maka
tentunya harus mengetahui dengan jelas taraf perkembangan menurut usia anak dan beberapa
prinsip dasar sehingga dapat menbimbing anak tersebut. Ciri-ciri perkembangan anak adalah
sebagai berikut :
1. Masa Bayi (0-2 tahun)
Masa bayi adalah fase pertumbuhan dan perkembangan yang penting dalam sejarah
kehidupan manusia. Periode ini juga dianggap periode vital karena masa ini merupakan
masa pembentukan awal anak baik jasmani maupun mentalnya. Pada saat bayi lahir,
kemampuan otak telah terbentuk selama dalam kandungan sekitar 50% dan
kemampuan itu terus bertambah sampai dengan umur lima tahun. Pertumbuhan jasmani
otak sangat bergantung kepada kodisi kesehatan.
Pada usia 1-3 bulan, aktivitas bayi dalam sehari semalam 75%, sedangkan 25% sisanya
terdiri atas gerak spontan, makan, minum,reaksi negatif seperti menangis, dan keadaan
samar-samar.
Pada usia 4-6 bulan 50% aktivitas bayi dalam sehari semalam adalah tidur, sedangkan
50% lainnya diisi dengan aktivitas gerak spontan, makan-minum, reaksi negatif,
bangun yang tenang, antara bangun dan tidur, dan bereksperimen.
Pada usia 7-10 bulan 50% aktivitas bayi dalam sehari semalam tidur, 50% lainnya
digunakan untuk aktivitas makan, minum, bangun yang tenang, reaksi negatif, antara
bangun dan tidur, gerakan impulsif dan reaksi-reaksi lainnya. Beberapa perubahan
aktivitas bayi pada bulan ke 10, anak sudah jarang menangis, menampilkan ekspresi
muka yang lucu, dari merangkak mencoba belajar berdiri, berupaya menjangkau dan
memegang benda sekitarnya dan memasukannya ke mulut, mulai belajar mengucapkan
kata-kata untuk menyatakan pikiran dan perasaannya.
2. Anak kecil (2-3 tahun)
Ciri perkembangan penting pada masa anak kecil, ialah anak oleh karena telah
mencapai kematangan dalam perkembangan motorik, seperti berjalan,
belari,menggulingkan badannya, menangkap, melempar, memukul, menendang; dan
juga mencapai kematangan dalam berbicara, maka anak mulai memasuki fase
“membebaskan diri” dari dekapan ibu dan lingkungan perlakuan sebagai bayi. Dengan
kematangan yang dicapai anak kecil mulai bereksplorasi dengan lingkungan fisik dan
sosial. Apa saja yang ada disekitarnya ingin di pegang, dicari tahu apa, mengapa,
bagaimana. Rasa ingin tahu (sense of curiosity) anak mulai tumbuh. Anak mulai

11
mengembangkan hubungan sosial. Ia mulai ingin terlibat dalam aktivitas bermain
dengan teman sebaya, walaupun belum intensif, cenderung bermain dengan aktivitas
sendiri. Ia hanya senang berada di antara teman-temannya sambil mengamat-amati
cara-cara dan aturan permainan. Dalam hal menggambar, tampak anak sekedar
mencoret-coret saja sebagai awal dari masa menggambar sebenarnya.
Masa anak kecil adalah momentum awal bagi upaya melakukan pembimbingan secara
intensif, sistematis, dan profesional bagi anak sebab pada masa inilah anak mulai
mengembangkan kemampuan dalam simbol-simbol mental, berimaginasi, berbicara
untuk berkomunikasi, menggambar, dan bermain.
3. Anak Pra Sekolah & Taman Kanak-kanak (4-5 tahun)
Ciri perkembangan penting pada usia 4-5 tahun dari segi kemampuan motorik ialah
anak telah mencapai kematangan dalam berbagai fungsi motorik: kaki, tangan, kepala,
dan badan. Perkembangan kemampuan motorik ini diikuti dengan perkembangan
intelektual dan sosio-emosional anak.
Kematangan dalam perkembangan berbagai aspek motorik, intelektual, emosional,
sosial dan moral rata-rata anak usia 4-5 tahun, maka dikembangkan satu sistem
pendidikan yang dikenal di TK. Prinsip pendidikan TK adalah mengembangkan
kemampuan-kemampuan intelektual, emosional, moral, spiritual,dan sosial, memalui
aktivitas bermain. Jadi aktivitas bermain merupakan kurikulum lokomotif bagi anak
dalm proses belajar mengembangkan berbagai aspek kemampuan diri yang dimilikinya.
Oleh karena itu pendidikan di TK sebenarnya berorientasi kepada pemantapan
kemampuan motorik, pengembangan kemampuan intelektual, emosional dan
kreativitas, serta peletakan dasar nilai-nilai moral dan disiplin pada anak melalui
aktivitas bermain, sebagai persiapan memasuki pendidikan formal di Sekolah Dasar.
Dengan demikian, bagi para guru dan pembimbing anak TK perlu memahami mengenai
orientasi dan strategi utama dalam pembelajaran. Imajinasi intelektual dan keinginan
anak untuk mencari tahu dan bereksplorasi terhadap lingkungan adalah ciri utama
aktivitas anak pada usia 4-5 tahun.
4. Anak usia awal sekolah (6-8 tahun)
Usia awal sekolah sekitar 6-8 tahun, dimana anak duduk di kelas 1,2 dan 3 SD
menunjukan beberapa ciri perkembangan penting. Pada kelas-kelas awal SD aspek
perkembangan yang menonjol berkenaan dengan harapan-harapan sosial anak
memasuki sekolah. Perkembangan intelektual anak pada usia ini beralih dari intelegensi
sensori motor ke intelegensi konseptual.

12
Perkembangan fisik dan kemampuan motorik pada anak di kelas-kelas awal
memerlukan perhatian khusus. Sebab pada usia prasekolah, hampir seluruh aktivitas
anak di dalam rumah, di lingkungan sekitar maupun di TK dihabiskan melalui aktivitas
bermain. Itu berarti hampir seluruh aktivitas dicurahkan untuk memberi kesempatan
kepada pengembangan kematangan fisik dan kemampuan motorik. Sementara
memasuki kelas-kelas awal SD, yaitu kelas 1,2 dan 3, sebagian aktivitas bermain anak
mulai diganti dengan aktivitas formal, yaitu aktivitas belajar yang ditunjukan untuk
pengembangan aspek intelektual, kesadaran moral dan sikap sosial.
Keseluruhan aktivitas pendidikan, bimbingan dan pengembangan disipiln di kelas-
kelas awal SD seyogyanya diarahkan kepada pengembangan moralitas konven-sional
pada anak. Upaya-upaya pengembangan disipin anak usia kelas awal, seperti disipilin
sekolah, disipilin belajar dalam kelas, disiplin di perpustakaan, disiplin bermain di
sekolah, disiplin belajar dan bermain di rumah, disiplin belajar dan bermain dengan
teman sebaya, merupakan bagian dari strategi pengembangan moralitas konven-sional
pada anak.
Tujuannya ialah agar anak dapat menunjukan perilaku yang sesuai dengan aturan-
aturan dan norma-norma sosial yang berlaku di lingkungannnya. Kepatuhan untuk
menjalankan aturan-aturan itu bukan karena hukuman fisik, tetapi agar terhindar dari
kecaman dan ketidaksetujuan sosial. Karena itu strategi pengembangan disiplin
diarahkan kepada proses belajar mengenal aturan-aturan dan kepatuhan untuk
menjalankan aturan itu secara konsisten. Konsistensi guru dan para pembimbing untuk
menjalankan aturan, serta pengawasan yang kontinyu terhadap perilaku disiplin anak
dalam pembentukan disiplin; pada gilirannya hal ini akan bermuara pada peningkatan
kesadaran dan perilaku moral anak.

D. Karateristik dan Permasalahan Perkembangan Anak Usia Dini


Karakteristik pada anak usia dini itu berbeda-beda setiap anak, maka sulit untuk memahami
karakter pada setiap anak. Karakteristik ini yakni pasti setiap anak memiliki rasa ingin tahu
yang besar. Anak usia dini sangat menyukai dunia bermain dan lingkungan sekitarnya. Anak
usia dini selalu menanyakan jika dia belum tau jelas, selalu membongkar tempat-tempat yang
dikira menyenangkan. Orangtua dan pendidik perlu memfasilitaskan anak dnegan permainan
seperti bongkar pasang, puzzle, logo. Anak usia dini juga memiliki kepribadian yang unik,
meskipun dalam perkembangannya sama tetapi kepribadiannya dapat membedakan. Anak usia

13
dini dalam perkembangan karakteristiknya bergantung pada lingkungan yang positif dan
didikan oleh orangtuanya, bagaimana telah mengembangkan minat seperti menyanyi,
menggambar, menari, gaya belajar, dan cara berteman yang baik dengan sesama. Anak usia
dini dalam karakternya yang suka berimajinasi dan berfantasi seperti halnya membayangkan
yang dia inginkan, dan dapat melampaui batas dengan kenyataan yang ada. Anak-anak sangat
leluasa dalam berimajinasi misal membaangkan ketika dia menjadikan kardus menjadi kapal
buatan lalu seperti orang yang sedang mendayung kapal. Imajinasi pada anak ini sangat penting
bagi pengembangan anak usia dini sebab kreatifitasnya sedang berjalan saat ini.

Anak usia dini dalam karakteristiknya merupakan masa yang sangat potensial untuk belajar,
anak usia dini juga disebut masa yang golden age dimana masa itu sangat mudah untuk
mengajarkan anak pengalaman-pengalaman yang positif terhadapnya. Perkembangan ini anak
masih juga rentan terhadap perkembangan dalam berbagai aspek karena usianya yang masih
terbilang anak-anak. Penelitian Gallahue (1993) menatakan bahwa usia prasekolah merupakan
waktu yang paling optimal untuk perkembangan motoric anak, orang tua sebagai penanggung
jawab terhadap anak-anaknya maka harus benar-benar teliti dan serius. Anak usia dini pada
karakteristiknya seperti menunjukan sikap egosentris yaitu dari kata ego dan sentris, ego yang
artinya aku dan sentris artinya pusat. Jadi egosentris ini adalah berpusat pada aku. Anak usia
dini sering sekali mengalami egosentris pada dirinya, selalu ingin menang sendiri dalam
apapun itu, meskipun dalam berteman, permainan tidak mau kalah dan selalu ingin menang
sendiri. Otangtua juga harus paham jika anak menginginkan apa yang dia mau juga harus
didapatkan.
Anak usia dini dalam karakteristiknya juga terdapat daya konsentrasi yang pendek. Dalam
pembelajaran anak hanya bisa focus beberapa menit saja atau mungkin 10 menit, dan itu juga
harus di selling oleh permainan. Orangtua bisa membuat focus anak dalam belajar jika dalam
media itu menarik dan ada permainannya. Karakteristik anak usia dini. Anak juga sebagai
makhluk sosial, maka anak juga butuh teman untuk bergaul dan membutuhkan orang lain
dalam kehidupannya. Seperti halnya pada orangdewasa anak juga membutuhkan rasa aman,
waktu istirahat, makanan yang baik, membutuhkan perlindungan, kasih sayang, fasilitas hidup
dari orang tua, memiliki kebutuhan untuk bertanya dan memperoleh jawaban, mendapatkan
Pendidikan yang tepat, bermain yang merupakan dunia pada anak-anak.

14
Perkembangan anak mencakup fisik, sosial emosional, kognitif, Bahasa, seni, fisikmotorik.
Perkembangan ini anak selalu mengalami perubahan di setiap perkembangannya, kemampuan,
ketrampilan dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman yang positif dan cara orangtua
mendidik anaknya. Pendidik juga dapat memfasilitaskan para murid-muridnya dengan sarana
Pendidikan yang menarik dan membuat anak menjadi paham. Perkembangan anak usia dini
merupakan pengalaman awal anak yang memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap
perkembangan anak. Artinya ketika pengalaman jarang terjadi maka hanya sedikit
pengaruhnya terhadap perkembangan anak, begitu juga sebaliknya jika pengalaman itu sering
terjadi maka akan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Prinsip ini bertujuan agar
pendidik dapat memberikan pengalaman yang baik atau positif dan seseringkali agar anak
dapat memahami dan mengalami perkembangannya yang baik.

Perkembangan anak juga terdapat kesadaran dalam diri anak, kestabilan emosi pada anak. Pada
kestabilan anak ini mampu menunjukan minat dan kesenangannya, mampu menggunakan
panca inderanya dengan cara memfokuskan panca indera tersebut. Kesadaran anak yaitu anak
sadar dalam melakukan kegiatan atau hal sekecil mungkin seperti menunjukan refleks pada
suara yang mengejutkan terjadi. Sosialisasi anak seperti merespon orang dengan tersenyum,
menyapa kembali, memperhatikan orang yang mengajak berbicara, dan merespon pembicaraan
orang lain jika ditanya. Hal tersebut merupakan aspek perkembangan pada anak usia dini.
secara umum anak usia dini memiliki karakteristik yang relatif serupa antara satu dengan
lainnya. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :
1. Anak Usia Dini Bersifat Unik
Setiap anak berbeda antara satu dengan lainnya dan tidak ada dua anak yang sama persis
meskipun mereka kembar identik. Mereka memiliki bawaan, ciri, minat, kesukaan dan
latar belakang yang berbeda. Menurut Bredekamp (1987) anak memiliki keunikan
tersendiri seperti dalam gaya belajar, minat, dan latar belakang keluarga. Keunikan
dimiliki oleh masing-masing anak sesuai dengan bawaan, minat, kemampuan dan latar
belakang budaya kehidupan yang berbeda satu sama lain. Meskipun terdapat pola
urutan umum dalam perkembangan anak yang dapat diprediksi, namun pola
perkembangan dan belajarnya tetap memiliki perbedaan satu sama lain.
2. Anak Usia Dini Berada Dalam Masa Potensial
Anak usia dini sering dikatakan berada dalam masa “golden age” atau masa yang paling
potensial atau paling baik untuk belajar dan berkembang. Jika masa ini terlewati dengan
tidak baik maka dapat berpengaruh pada perkembangan tahap selanjutnya.

15
3. Anak Usia Dini Bersifat Relatif Spontan
Pada masa ini anak akan bersikap apa adanya dan tidak pandai berpura-pura. Mereka
akan dengan leluasa menyatakan pikiran dan perasaannya tanpa memedulikan
tanggapan orang-orang di sekitarnya.
4. Anak Usia Dini Cenderung Ceroboh dan Kurang Perhitungan
Anak usia dini tidak mempertimbangkan bahaya atau tidaknya suatu tindakan. Jika
mereka ingin melakukan maka akan dilakukannya meskipun hal tersebut dapat
membuatnya cedera atau celaka.
5. Anak Usia Dini Bersifat Aktif dan Energik
Anak usia dini selalu bergerak dan tidak pernah bisa diam kecuali sedang tertidur. Maka
sering kali dikatakan bahwa anak usia dini “tidak ada matinya”.
6. Anak Usia Dini Bersifat Egosentris
Mereka cenderung memandang segala sesuatu dari sudut pandanganya sendiri dan
berdasar pada pamahamannya sendiri saja. Mereka juga menganggap semua benda
yang diinginkannya adalah miliknya. Pada umumnya anak masih bersifat egosentris, ia
melihat dunia dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Hal itu bisa diamati
ketika anak saling berebut main, atau menangis ketika menginginkan sesuatu namun
tidak dipenuhi oleh orang tuanya. karakteristik ini terkait dengan perkembangan
kognitif anak. Menurut Piaget, anak usia dini berada pada tahapan: 1) tahap sensori
motorik, 2) tahap praoperasional, 3) tahap operasional konkret.
7. Anak Usia Dini Memiliki Rasa Ingin Tahu yang Kuat
Rasa ingin tahu yang dimilikinya sangat tinggi sehingga mereka tak bosan bertanya
“apa ini dan apa itu” serta “mengapa begini dan mengapa begitu”. Anak berpandangan
bahwa dunia ini dipenuhi hal-hal yang menarik dan menakjubkan. Hal ini mendorong
rasa ingin tahu yang tinggi. Rasa ingin tahu anak bervariasi, tergantung apa yang
menarik perhatiannya. Rasa ingin tahu ini sangat baik dikembangkan untuk
memberikan pengetahuan yang baru bagi anak dalam rangka mengembangkan
kognitifnya. Semakin banyak pengetahuan yang didapat berdasar kepada rasa ingin
tahu anak yang tinggi, semakin kaya daya pikir anak.
8. Anak Usia Dini Berjiwa Petualang
Karena rasa ingin tahunya yang besar dan kuat membuat anak usia dini ingin menjelajah
berbagai tempat untuk memuaskan rasa ingin tahu tersebut dengan cara mengeksplor
benda dan lingkungan di sekitarnya.

16
9. Anak Usia Dini Memiliki Imajinasi dan Fantasi yang Tinggi
Daya imajinasi dan fantasi anak sangat tinggi hingga terkadang banyak orang dewasa
atau orang yang lebih tua menganggapnya sebagai pembohong dan suka membual.
Namun sesungguhnya hal ini karena mereka suka sekali membayangkan hal-hal di luar
logika. Anak memiliki dunianya sendiri, berbeda dengan orang dewasa. Mereka tertarik
dengan hal-hal yang bersifat imajinatif sehingga mereka kaya dengan fantasi.
10. Anak Usia Dini Cenderung Mudah Frustrasi
Anak usia dini cenderung mudah putus asa dan bosan dengan segala hal yang dirasa
sulit baginya. Mereka akan segera meninggalkan kegiatan atau permainan yang bahkan
belum diselesaikannya.
11. Anak Usia Dini Memiliki Rentang Perhatian yang Pendek
Rentang perhatian anak usia dini tidak terlalu panjang, itulah sebabnya mengapa
mereka tidak bisa diam dan sulit diajak fokus pada kegiatan yang membutuhkan
ketenangan. Pada umumnya anak sulit untuk berkonsentrasi. Ia selalu cepat
mengalihkan perhatian dari kegiatan yang satu kepada kegiatan lainnya, kecuali
kegiatan tersebut sangat menyenangkan dirinya. Rentang konsentrasi anak usia dini
umumnya adalah sepuluh menit untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara
nyaman. Pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang
bervariasi dan menyenangkan, sehingga tidak membuat anak terpaku di tempat dan
menyimak dalam jangka waktu tertentu.

Salah satu periode yang menjadi ciri masa usia dini adalah periode keemasan, banyak konsep
dan fakta yang ditemukan memberikan penjelasan periode keemasan pada masa usia dini, yaitu
masa semua potensi anak berkembang paling cepat. Beberapa konsep yang disandingkan untuk
masa usia dini adalah masa eksplorasi, masa identifikasi/imitasi, masa peka, masa bermain dan
masa membangkang tahap awal. Namun di sisi lain anak usia dini berada pada masa kritis,
yaitu masa keemasan anak yang tidak akan dapat terulang kembali pada masa berikutnya.

Setiap anak dilahirkan dengan potensi yang berbeda-beda dan terwujud karena adanya
hubungan yang dinamis antara keunikan individu anak dan pengaruh lingkungan. Jika potensi-
potensi anak usia dini tidak distimulasi secara optimal dan maksimal akan menghambat tahap
perkembangan anak berikutnya. Berbagai kemampuan yang berbeda-beda yang
teraktualisasikan beranjak dari berfungsinya otak kita. Berfungsinya otak adalah hasil interaksi
dari cetakan biru genetis dan pengaruh lingkungan

17
Anak usia dini memiliki karakteristik yang unik karena mereka berada pada proses tubuh
kembang yang sangat pesat dan fundamental bagi kehidupan berikutnya. Secara psikologis
anak usia dini memiliki karakteristik yang khas dan berbeda dengan anak yang usianya di atas
delapan tahun. Anak Usia Dini merupakan anak yang sedang berada dalam proses
perkembangan, baik perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan bahasa. Setiap
anak memiliki karakteristik tersendiri dan perkembangan anak bersifat progesif, sistematis dan
berkesinambungan. Setiap aspek saling berkaitan satu sama lain, terhambatnya satu aspek
perkembangan tertentu akan mempengaruhi aspek perkembangan yang lain.

Memperkenalkan sekolah pada anak sebaiknya dilakukan sedini mungkin, dengan tujuan agar
anak siap dalam menghadapi pendidikan formal selanjutnya. Namun, tetap harus
mempertimbangkan kesiapan (readiness) dan kematangan (maturation) anak dalam
menghadapi situasi yang berbeda dengan lingkungan keluarga. Taman kanak-kanak adalah
tempat yang tepat untuk menumbuhkembangkan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki tahap perkembangan selanjutnya.

Saat ini yang berlaku di Indonesia dalam memberikan pelayanan kepada anak usia dini melalui
sekolah formal terdiri dari dua tingkatan, yaitu kelompok A pada rentang usia 4 sampai 5 tahun,
dan kelompok B pada rentang usia 5 sampai 6 tahun.

Para ahli pendidikan dan psikologi berpendapat bahwa periode usia taman kanak-kanak
merupakan periode yang penting bagi anak untuk mendapat pelayanan yang optimal dan
maksimal. Rentangan usia anak Taman Kanak-kanak menurut para ahli berbeda-beda. Maria
Montessori berpendapat bahwa anak usia 3-6 tahun adalah usia anak taman kanak-kanak
(preschool) yang merupakan periode sensitif atau masa peka anak, yaitu periode di mana suatu
fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terlambat perkembangannya. Pada
usia taman kanak-kanak anak berada pada periode pembentukan diri, dengan dorongan ini anak
secara spontan berupaya mengembangkan dan membentuk dirinya melalui pemahaman
terhadap lingkungan. Selain itu, juga anak berada pada masa sensitif, yaitu suatu masa yang
ditandai dengan begitu tertariknya anak terhadap suatu objek atau karakteristik tertentu dan
cenderung mengabaikan objekobjek lain. Menurut Montessori dalam jiwa anak terdapat jiwa
menyerap, yaitu gejala psikis yang memungkinkan anak membangun pengetahuannya dengan

18
cara menyerap sesuatu dari lingkungannya dan menggabungkan pengetahuan yang
diperolehnya secara langsung ke dalam kehidupan psikisnya.

Setiap anak yang lahir ke dunia, sangat rentan dengan berbagai masalah. Masalah yang
dihadapi anak, terutama anak usia dini, biasanya berkaitan dengan gangguan pada proses
perkembangannya. Bila gangguan tersebut tidak segera diatasi maka akan berlanjut pada fase
perkembangan berikutnya yaitu fase perkembangan anak sekolah. Pada gilirannya, gangguan
tersebut dapat menghambat proses perkembangan anak yang optimal. Dengan demikian,
penting bagi para orang tua dan guru untuk memahami permasalahan-permasalahan anak agar
dapat meminimalkan kemunculan dan dampak permasalahan tersebut serta mampu
memberikan upaya bantuan yang tepat.

1. Jenis – Jenis Permasalahan Anak


1. Fisik
Perkembangan aspek fisik terkait dengan keutuhan dan kemampuan fungsi panca
indera anak, kemampuan melakukan gerakangerakan sesuai perkembangan usianya
serta kemampuan mengontrol pembuanga. Anak yang mengalami hambatan dalam
hal-hal tersebut dapat dikatakan mengalami masalah secara fisik. Lebih lanjut
permasalahan-permasalahan fisik tersebut adalah sebagai berikut, gangguan fungsi
pancaindera, cacat tubuh, kegemukan (obesitas), gangguan gerak peniruan
(stereotipik), kidal, gangguan kesehatan (penyakit), hiperaktif, neuropati, ngompol
(enuresis), buang air besar di sembarang tempat (encopresis), gagap, gangguan
perkembangan bahasa.
2. Psikis
Permasalahan psikis anak terkait dengan kemampuan psikologis yang dimilikinya atau
ketidakmampuan mengekspresikan dirinya dalam kondisi yang tidak normal.
Beberapa permasalahan psikis yang seringkali dialami anak adalah sebagai berikut,
gangguan konsentrasi, inteligensi (baik tinggi maupun rendah), berbohong,
emosi(perasaan takut, cemas, marah, sedih, dan lain-lain)
3. Sosial
Perkembangan sosial anak berhubungan dengan kemampuan anak dalam berinteraksi
dengan teman sebaya, orang dewasa, atau lingkungan pergaulan yang lebih luas.
Dengan demikian, permasalahan anak dalam bidang sosial juga berkaitan dengan
pergaulan atau hubungan sosial, yang meliputi perilaku-perilaku sebagai berikut,

19
tingkah laku agresif, daya suai kurang, pemalu, anak manja, negativisme, perilaku
berkuasa, perilaku merusak
4. Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar pada anak dapat dimaknai sebagai ketidakmampuan anak dalam
mencapai taraf hasil belajar yang sudah ditentukan dalam batas waktu yang telah
ditetapkan dalam program kegiatan belajar, sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Beberapa indicator dan jenis kesulitan belajar yang mungkin dialami anak adalah
sebagai berikut, lower level, underachiever, slow learner

2. Faktor Penyebab Permasalahan Anak


Terdapat beberapa faktor penyebab permasalahan pada anak, baik yang bersifat
intrinsik (berasal dari diri anak sendiri) maupun ekstrinsik (berasal dari luar diri anak).
Secara umum, faktor-faktor tersebut adalah pembawaan, yakni anak dengan semua
keadaan yang ada pada dirinya, lingkungan keluarga, mencakup pola asuh orang tua,
keadaan sosial ekonomi keluarga, dan lain-lain. lingkungan sekolah, meliputi cara
mengajar guru, proses belajar mengajar, alat bantu, kurikulum, dan lain-lain);
masyarakat, mencakup pergaulan, norma, adat istiadat, dan lain-lain.

3. Cara Mengidentifikasi Permasalahan Anak


Mengidentifikasi permasalahan anak diartikan sebagai upaya menemukan gejala-gejala
yang tampak pada penampilan dan perilaku anak dalam memperkirakan penyebab
masalah hingga bentuk bantuan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Berbagai cara
dapat dilakukan orang tua dan guru untuk mengetahui apakah anak mengalami
permasalahan atau tidak. Cara-cara tersebut secara umum dibagi dua, yakni melalui tes
dan non tes.
1. Tes
Tes merupakan salah satu alat bantu yang dapat dipergunakan untuk
mengidentifikasi permasalahan anak yang bersifat standar/baku. Bentuk tes ini
dapat berupa pertanyaan-pertanyaan atau tugas-tugas yang harus dijawab atau
dikerjakan anak serta dibatasi oleh waktu. Di antara beragam jenis tes yang banyak
dipergunakan, di antaranya adalah tes bakat, inteligensi, prestasi, diagnostik dan
lain-lain.

20
2. Non tes
Teknik non tes biasanya dipergunakan untuk mengidentifikasi permasalahan anak
dengan cara mengamati penampilan serta perilaku anak dalam aktivitas
kesehariannya sehingga cenderung lebih fleksibel bila dibandingkan dengan teknik
tes. Di samping itu, dipergunakan pula kumpulan hasil karya dan pekerjaan anak
selama periode waktu tertentu. Beberapa macam teknik non-tes yang populer, di
antaranya adalah observasi, wawancara, angket, portofolio, catatan anekdot, daftar
cek, skala penilaian, sosiometri, angket, tugas kelompok dan lain-lain.

4. Langkah – Langkah dan Teknik Penanganan Masalah


1. Langkah-langkah Penanganan masalah Penanganan masalah anak dapat dilakukan
dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut,
a. Identifikasi kasus, yakni upaya untuk menandai subjek (anak) yang diperkirakan
mengalami masalah.
b. Identifikasi masalah, yakni upaya mengetahui inti permasalahan yang dihadapi
anak.
c. Diagnosis, merupakan langkah untuk mengidentifikasi karakteristik serta faktor
penyebab masalah yang dialami anak.
d. Prognosis, merupakan langkah untuk merumuskan alternatif upaya bantuan sesuai
dengan karakteristik permasalahan yang dialami.
e. Treatment, merupakan upaya pemberian bantuan itu sendiri.
f. Tindak lanjut, dilakukan sebagai bentuk evaluasi terhadap upaya pemberian
bantuan yang telah dilakukan serta kemungkinan penggunaan langkah-langkah
berikutnya.
2. Teknik Penanganan Masalah
Pada hakikatnya, tidak ada satu pun teknik yang efektif untuk menangani
permasalahan anak yang berbeda-beda. Penggunaan suatu teknik akan bergantung
kepada karakteristik anak, jenis permasalahan, kemampuan serta keterampilan
pemberi bantuan, serta faktor feasibilitasnya. Di antara berbagai teknik yang dapat
dilakukan orang tua dan guru untuk membantu menangani permasalahan anak adalah
sebagai berikut,
a. Latihan
b. Permainan
c. Saran dan nasihat

21
d. Pengkondisian (conditioning)
e. Model dan peniruan (modeling and imitation)
f. Konseling

5. Syarat Menangani Permasalahan Anak


Orang tua dan guru merupakan model bagi anak. Untuk dapat membantu menangani
permasalahan anak dengan tepat, orang tua dan guru diharapkan memiliki beberapa
karakteristik sebagai persyaratannya. Beberapa karakteristik di bawah ini setidaknya dapat
membantu mempermudah orang tua dan guru dalam menangani permasalahan yang
dihadapi anak.
1. Kesabaran
2. Penuh kasih sayang
3. Penuh perhatian
4. Ramah
5. Toleransi terhadap anak
6. Empati
7. Penuh kehangatan
8. Menerima anak apa adanya
9. Adil
10. Dapat memahami perasaan anak
11. Pemaaf terhadap anak
12. Menghargai anak
13. Memberi kebebasan terhadap anak
14. Menciptakan hubungan yang akrab dengan anak

22
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Anak memiliki suatu ciri khas yang selalu tumbuh dan berkembang sejak saat konsepsi sampai
berakhirnya masa remaja. Pentingnya memahami karakteristik anak usia dini membuat kita
mengetahui bahwa usia dini merupakan usia yang paling penting dalam tahap perkembangan
manusia, pengalaman awal pun sangat penting bagi tumbuh kembang anak, dan perkembangan
fisik-psikis mengalami kecepatan yang luar biasa di usia dini. Mengetahui dan memahami
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kondisi proses pertumbuhan dan perkembangan
anak, dapat mendeteksi kelainan yang terjadi dan sesegera mungkin dapat mengatasi
permasalahannya.

Pertumbuhan sebagai proses perubahan dan pematangan fisik. Buktinya: bertambah


panjangnya badan anak; tubuh bertambah berat; tulang-tulang jadi lebih besar dan panjang,
berat dan kuat; perubahan dalam sistem persyarafan dan perubahan-perubahan pada struktur
jasmaniah lainnya. kemudian perkembangan ialah perubahan-perubahan psiko-fisik sebagai
hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh faktor
lingkungan dan proses belajar dalam passage waktu tertentu menuju kedewasaan.

Saran
Setiap permasalahan tentu memiliki solusi. Demikian pula permasalahan yang dihadapi anak,
merupakan suatu cara bagi orang tua dan guru untuk belajar memberikan solusi yang terbaik
bagi proses tumbuh kembang anak-anak mereka.

Sebagai seorang pendidik,selain memberikan rangsangan kepada peserta didik untuk


mengembangkan ketrampilan dan keilmuan anak didik,kita juga sebaiknya memperhatikan
tingkat atau tahapan perkembangan anak. Perlu adanya pengembangan yang lebih optimal
terhadap pendidikan anak usia dini,baik yang dilakukan oleh pemerintah,keluarga maupun
masyarakat. Masa prasekolah yang disebut dengan masa keemasan perkembangan intektual
seharusnya dijadikan dasar bagi upaya meningkatkan kemajuan pendidikan di indonesia.

23
DAFTAR PUSTAKA

Dwianisatul, Sheila. 2020. Karateristik Perkembangan dan Permasalahan Anak Usia Dini.
https://www.kompasiana.com/sheiladwi/5fcba07b8ede4843384c3cd2/karakteristik-
perkembangan-dan-permasalahan-anak-usia-dini. Dilihat pada 1 November 2021

Hafina, Anne. n.d. Karateristik Perkembangan Anak Usia Dini.


http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI_PEND_DAN_BIMBINGAN/19600
7041986012-ANNE_HAFINA/KARAKTERISTIK_ANAK_USIA_DINI.pdf. Dilihat
pada 1 November 2021

Malanuza. 2016. Makalah Perkembangan Anak Usia Dini. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan STKIP Citra Bakti Ngada. Dilihat pada 1 November 2021

Pebriana, Putri. 2017. Analisis Penggunaan Gadget terhadap Kemampuan Interaksi Sosial
pada Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Dilihat pada 1
November 2021

Saomah, Aas. 2004. Permasalahan Anak dan Upaya Penanganannya.


http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI_PEND_DAN_BIMBINGAN/19610
3171987032-
AAS_SAOMAH/PERMASALAHAN_ANAK_DAN_UPAYA_PENANGANANNYAx.
pdf. Dilihat pada 1 November 2021

Solehuddin. (2000). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung: Universitas Pendidikan


Indonesia.

Sujiono, Yuliani Nurani. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: P.T
Macanan Jaya Cemerlang.

Tatminingsih, Sri., Cintasih, Iin. Hakikat Anak Usia Dini. https://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-


content/uploads/pdfmk/CAUD010102-M1.pdf. Dilihat pada 1 November 2021

24

Anda mungkin juga menyukai