Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PSIKOLOGI KOGNITIF

“Long Term Memory (LTM)”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Psikologi Kognitif yang
diampu oleh :

Husna Nur Fajria, S.Psi., M.si

Kelas : 3PA13

Disusun oleh :

Kelompok 6

Azaria Bianda 11517093

Febrianti 12517288

Jovana Fika Dewi 13517094

Satria Yudha Bimantara 15517546

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS GUNADARMA

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya sehingga
penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah
Psikologi Kognitif dengan judul “Long Term Memory (LTM)”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi.

Akhir kata, penulis berharap semoga ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
bagi pembaca.

Depok, 01 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii

A. Lokalisasi dan Distribusi LTM.................................................................................... 1

B. Kapasitas Long Tem Memory (LTM).......................................................................... 1

1. Analisis Teoritik tentang Kepakaran...................................................................... 1

C. Durasi Long Term Memory (LTM).............................................................................. 2

1. VLTM dan Psikologi Kognitif................................................................................. 2

2. Memori Otobiografis................................................................................................ 2

D. Penyimpanan Long Term Memory (LTM).................................................................. 3

1. Sandi (Codes)............................................................................................................. 3

2. Level Pemrosesan...................................................................................................... 3

3. Efek Referensi-Diri................................................................................................... 5

4. Model Koneksionis tentang Memori....................................................................... 6

5. Skema dan Intisari (Gist).......................................................................................... 7

E. Jenis-jenis Memori.......................................................................................................... 8

1. Memori Otobiografis................................................................................................ 10

2. Mengetahui Apa (What) dan Bahwa (That) ........................................................... 10

3. Memori Episodik dan Memori Semantik............................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 12

iii
A. Lokalisasi dan Distribusi LTM

Studi-studi masa kini yang mempelajari memori dalam kaitannya dengan neurosains
kognitif cenderung terus-terang. Studi-studi tersebut melibatkan penentuan letak (plott-ing)
fungsi-fungsi kognitif dalam topografi otak, melibatkan pelacakan jejak-jejak memori
(memory trachess), dan pengindentifikasian perubahan-perubahan neural di otak yang
terasosiasi dengan pembentukan dan perubahan memori. Sebagian besar teknik yang
digunakan dalam studi-studi tersebut telah didiskusikan sebelumnya, dan secara umum,
meliputi penggunaan teknik pencitraan otak ( seperti pemindaian, PET, MRI, dan perekaman
EEG), probbing elektrik kedalam otak (menggunakan stimulasi elektrik untuk memindai
letak memori), penggunaan senyawa-senyawa kimiawi atau obat-obatan yang mempengaruhi
neurotransmisi di sinapsis (seperti penggunaan senyawa-senyawa farmaseutika dalam
pengobatan atau studi perbaikan dan pengurangan memori), dan studi simtom-simtom
patologis yang melibatkan defisit memori yang di luar kelaziman. Lokasi tempat memori
disimpan adalah diseluruh bagian otak, meskipun juga terpusat di bagian-bagian terntu.
Sebagai contoh, studi-studi PET menunjukkan bahwa area frontal di otak terlibat dalam
pemrosesan mendalam terhadap informasi, seperti menentukan apakah suatu kata
mendeskripsikan benda hidup atau benda mati (bacalah kapur, craik, dkk., 1994; kapur,
scholcy, dkk., 1994; tulving, kapur, craik, Moscovitch & Houle, 1994). Sebagai kesimpulan,
sekalipun model-model memori menampilkan memori sebagai suatu kotak, pada kenyataanya,
memori tidaklah seperti itu. Memori tersebar diseluruh otak; memori adalah suatu proses
aktif yang melibatkan sejumlah besar area di otak, dan sejumlah area memiliki fungsi lebih
dominan dibandingkan area yang lain.

B. Kapasitas Long Tem Memory (LTM)

1. Analisis Teoritik Tentang Kepakaran

Chase dan Ericcson (1982) telah mendemonstrasikan kinerja memori yang istimewa
menggunakan tiga prinsip yang menjelaskan kinerja memori yang telah terlatih sekaligus
menjelaskan bagaimana para pakar menggunakan LTM mereka untuk mengerjakan
tugas-tugas yang tidak lazim.

1
 Prinsip penyandian mnemonic atau mnemonic encoding principle (terkait
dengan pengorganisasian) menyatakan bahwa para pakar menyandikan
informasi berdasarkan basis pengetahuan yang luas, yang dimiliki pakar tersebut.

 Prinsip struktur pengambilan informasi atau retrieval structure principle


(terkait dengan akses) menyatakan bahwa para pakar menggunakan pengetahuan
tentang suatu subjek ( seperti mengetik, bermain catur, bermain baseball,
memilih barang) untuk mengembangkan mekanisme yang sangat terspesiaisasi
dan abstrak, yang secara sistematik menyandikan dan mengambil pola-pola
yang bermakna dari LTM.

 Prinsip percepatan atau speed-up principle (terkait dengan kecepatan)


menyatakan bahwa latihan akan meningkatkan kecpatan para pakar dalam
mengenali dan menyandikan pola-pola.

C. Durasi Long Term Memory (LTM)

1. VLTM dan Psikologi Kognitif

Permastore-very long term memory sejumlah data oenelitian mendukung adanya


memori jangka sangat panjang atau very long term memory (VLTM). Sebuah studi
penting yang menyelidiki durasi LTM dilakukan oleh Bahrick dan Witlinger (1975).
didapat hasil bahwa tingkat rekognisi terhadap wajah rekan sekelas didapati tinggi,
sedangkan rekonigsi nama dan pencocokan nama berkurang 15 tahun. Kemampuan
mencocokan nama dengan wajah dan rekognisi foto stabil untuk jangka waktu yang
sangat lama. Data yang dihimpun oleh Bahrick dan rekan-rekannya mendukung gagasan
bahwa LTM memang ada dan bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama.

2. Memori Otobiografis

Memori otobiografis (autobiographical memories) adalah memori yang dimiliki


seseorang mengenai masa lalunya. Fokus memori otobiografis adalah seseorang- Anda,
rekan anda, atau siapa saja. Memori otobiografis pada umumnya sangat akurat. Memori
sehari-hari (terkait peristiwa-peristiwa episodik) menjadi memudar seiring dengan
berlalunya waktu, dan kemampuan mengambil ‘item memori’ tersebut memudar dalam
kecepatan yang stabil. Terdapat dua kelupaan, yang pertama terkait denga peristiwa-
2
peristiwa yang terjadi berulag-ulang, seperti menghadiri rapat komite. Jenis kelupaan
kedua terkait dengan kejadian-kejadian yang memang dilupakan secara ilmiah.

D. Penyimpanan Long Term Memory (LTM)

Sebuah penjelasan bagaimana memori jangka panjang dibentuk dan disimpan,


ditemukan dalam karya Donald Hebb yang menjadi klasik. Versi sederhana dari gagasan
Hebb tentang LTM menyatakan bahwa infromasi dari short term memory (STM) akan
dikirm ke LTM apabila diulang-ulang (rehearsed) di STM dalam jangka waktu yang
cukup lama. Transformasi informasi dari STM ke LTM tersebut terjadi karena struktur
STM di otak yang memiliki sirkuit yang berisikan aktivitas-aktivitas neural yang
bergema (reverberating), yang memiliki neuron-neoron yang mampu bergerak dalam
putaran (loop) secara mandiri. Manakala sirkuit tersebut tetap aktif dalam suatu periode
tertentu, terjadilah perubahan kimiawi dan/atau perubahan struktural, dan memori akan
disimpan secara permanen dalam LTM. Jika informasi tersebut dikombinasikan dengan
memori-memori lain yang bermakna, terjadilah peningkatan memorabilitas (kemudahan
memori untuk mengingat).

1. Sandi (codes)

Dalam LTM, informasi disandikan secara akustik, secara visual, dan secara
semantik. Hakikat ketiga jenis sandi dalam LTM dapat diilustrasikan dengan mudah.
Sebagai contoh yaitu, kondisi tipof the tongue (TOT: di ujung lidah) (Brown, 1991,
Schwartz, 1991), yakni kondisi saat seseorang dapat mengingat sejumlah aspek dari
item tertentu, namun melupakan identitas utama item yang bersangkutan. Dalam
kondisi TOT, seseorang mampu mengingat atribut item yang bersangkutan, namun
nama item itu sendiri seolah berada di luar jangkauan orang tersebut.

2. Level Pemrosesan

Hal-hal bermakna akan disimpan dalam memori, namun hal tersebut menimbulkan
pertanyaan : bagaimana otak mengenali bahwa suatu informasi adalah informasi yang
sarat makna. Otak dapat menggunakan metode heuristik (metode yang menuntun
kepada penemuan sesuatu, atau penyelidikan terhadap sesuatu, sehingga
menyebabkan perumusan-perumusan pikiran-pikiran atau kesimpulan baru).

3
Diasumsikan bahwa otak menggunakan heuristik terhadap jumlah upaya dan waktu
yang dicurahkan untuk pemenuhan sarana. Sebagai contoh, semakin besar energi yang
kita curahkan dalam proses pengolahan informasi, semakin besar pula kemungkinan
otak menginterpretasikan proses tersebut sebagai isyarat pentingnya atau sarat makna
informasi yang diproses. Kemungkinan lain, otak menggunakan isyarat-isyarat (cues)
dari bagian-bagian lain di sistem kognitif. Penelitian terhadap level pemrosesan
menyertakan gagasan bahwa otak menggunakan isyarat-isyarat untuk menentukan
kebermaknaan informasi, sebelum akhirnya memutuskan bagaimana informasi
tersebut akan diproses.

Penelitian Craik dan Lockhart (1972) terhadap level pemrosesan (level of


processing) menyertakan gagasan umum bahwa informasi yang diterima indera harus
menjalani serangkaian analisis yang diawali dengan analisis sonsorik dangkal dan
dilanjutkan dengan analisis-analisis yang semakin dalam, semakin rumit, dan semakin
abstrak, dan semakin bersifat semantik. Pilihan terkait suatu stimulus diproses secara
dangkal atau secara mendalam bergantung pada hakikat stimulus tersebut dan pada
waktu yang tersedia untuk pemrosesan. Sebuah item yang diproses secara mendalam
cenderung lebih resisten terhadap proses kelupaan dibandingkan item yang diproses
pada level yang dangkal. Pada level yang paling dini, stimuli yang datang harus
menjalani analisis sensorik dan analisis fitur terlebih dahulu; pada level yang lebih
dalam, item tersebut dapat dikenali melalui pengenalan pola dan pemaknaan; pada
level yang semakin dalam, informasi yang diperoleh dari stimulus dapat mengaktifkan
asosiasi-asosiasi jangka panjang seseorang. Pemrosesan yang semakin dalam diikuti
oleh analisis semantik dan kongnitif yang semakin kompleks.

Dalam pandangan Craik dan Lockhart, isu yang signifikan adalah bahwa kita
mampu menganalisis atau mempersepsi informasi pada level yang rumit, yang penuh
makna (meaningful) sebelum kita menganalisis informasi tersebut pada level yang
lebih primitif. Dengan demikian, level pemrosesan lebih menyerupai pemrosesan
yang mendalam dibandingkan stimuli yang bermakna.

Sebagai hasil dari sejumlah studi, gagasan bahwa stimuli selalu diproses melalui
tahapan yang tidak berubah telah ditinggalkan, sedangkan prinsip umum yang

4
menyatakan bahwa sejumlah pemrosesan sensorik harus mendahului analisis semantik
tetap dipertahankan.

a) Level Pemrosesan versus Pemrosesan Informasi

Craik dan Tulving menguji gagasan bahwa kata-kata yang diproses secara
mendalam seharusnya diingat lebih baik dibandingkan kata-kata yang diproses
secara lebih dangkal. Kedua peneliti tersebut menguji gagasan tersebut dengan
meminta partisipan menilai kata-kata berdasarkan aspek struktural, fonemik, dan
semantik. Studi tersebut mendukung gagasan bahwa memori adalah suatu fungsi
mengenai cara informasi disandikan pertama kali; informasi yang disandikan
semantik akan lebih baik dibandingkan informasi yang disandikan secara
perseptual.

3. Efek Referensi-Diri

Konsep level pemrosesan mengalami kemajuan pesat ketika Rogers, Kuiper, dan
Kirker (1977) menemukan bahwa referensi-diri (self-reference) merupakan sebuah
faktor yang kuat. Dengan menggunakan suatu metode yang menyerupai metode Craik
dan Tulving (1975), para peneliti meminta partisipan untuk mengevaluasi sebuah
daftar yang berisi 40 kata sifat (adjective) setelah para partisipan tersebut sebelumnya
dibagi ke dalam empat kelompok tugas (empat kondisi perlakuan): tugas struktural,
fonemik, semantik, dan referensi diri. Tugas struktural merepresentasikan penyandian
yang paling dangkal sedangkan tugas referensi-diri merepresentasikan penyandian
yang paling dalam. Dalam keempat tugas tersebut, para partisipan melihat satu dari
keempat tugas dan kemudian kata sifat dimunculkan, dan selanjutnya para partisipan
diminta menjawab “ya” atau “tidak” terhadap tiap-tiap pertanyaan. Dalam tugas
struktural, para partisipan ditanyai apakah kata sifat yang ditampilkan memiliki
ukuran yang sama dengan pertanyaan isyarat (“Huruf besar?”). Dalam tugas fonemik,
para partisipan melihat sebuah kata dan ditanyai apakah kata tersebut berima dengan
kata sifat yang disajikan (“Berima dengan?”). Dalam tugas semantik, para partisipan
melihat sebuah kata dan ditanyai apakah kata tersebut merupakan sinonim dari kata
sifat yang disajikan (“Memiliki arti sama dengan?”). Dalam tugas referensi-diri, para

5
partisipan ditanyai apakah kata sifat yang disajikan menggambarkan diri mereka
(“Apakah kata ini mendeskripsikan diri Anda?”).

Setelah para partisipan menilai seluruh kata, mereka diminta mengingat secara
bebas (free-recall) sebanyak mungkin kata yang telah mereka nilai. Kemampuan
mengingat didapati paling rendah pada kata-kata yang dinilai secara struktural, dan
semakin meningkat pada kata-kata yang dinilai secara fonemik dan semantik. Kata-
kata yang berkaitan dengan referensi-diri diingat paling baik, yang mengindikasikan
bahwa fungsi-fungsi penilaian diri (self-rating function) adalah suatu strategi
penyandian yang kuat.

Modifikasi eksperimen tersebut telah dilakukan di sejumlah laboratorium dengan


hasil serupa. Sejumlah orang berpendapat bahwa tugas-tugas referensi diri disimpan
dalam suatu memori khusus. Skema diri (self-schema) digunakan seseorang untuk
mengevaluasi suatu trait kepribadian diri sendiri. Skema diri adalah suatu sistem
terorginasasi yang terdiri dari atribut-atribut internal yang terpusat pada topik “Aku,
diriku, milkku” (I, me, mine). Kita mengetahui banyak hal mengenai diri kita sendiri
(dan kita memiliki minat emosional dan intelektual yang mendalam mengenai diri kita
sendiri) sehingga kita memiliki jaringan internal yang besar dan rumit, untuk
menyimpan informasi mengenai diri kita sendiri. Karena adanya jaringan struktur-diri
internal yang kompleks tersebut, kita dapat dengan lebih mudah mengorganisasikan
informasi-informasi baru yang mengacu pada diri sendiri, dibandingkan saat
mengorganisasikan informasi lain yang lebih bersifat “biasa saja”.

4. Model Koneksionis tentang Memori

Pendekatan terhadap memori sebagaimana yang diajukan Tuvling menemukan


adanya korelasi langsung antara aktivitas-aktivitas neural dan jenis-jenis memori.
Model koneksionis, yang dikembangkan oleh Rumelhart, McClelland dan sejumlah
peniliti lain (1986), juga diinspirasikan oleh adanya aktivitas-aktivitas neural, namun
berusaha mendeskripsikan memori berdasarkan anlisis unit pemrosesan yang lebih
halus, menyerupai neuron. Model Tuvling dihasilkan dari observasiterhadap aktivitas-
aktivitas otak sehingga model koneksiosis dibuat berdasarkan hukum-hukum

6
perkembangan yang mengatur representasi pengetahuan dalam memori. Sebuah fitur
tambahan dari model PDP (parallel distributed processing).

Jets dan Sharks. Sistem-sistem sebagaimana disebutkan di atas, telah dipelajari


oleh McCelland (1981) dan McCelland da Rumelhart (1985) yang mengilustrasikan
bagaimana sistem memori yang isinya dapat suatu model PDP. Model koneksiosis
tentang memori telah mmenangkan sejumlah pengikut dalam beberapa tahun
belakangan. Popularitasnya sebagian disebabkan karena model matematisnya yang
elegan, hubungannya dengan jaringan-jaringan neural, dan fleksibilitasnya dalam
menjelaskan bentuk-bentuk memori yang beragam.

5. Skema dan Intisari (Gist)

Sejumlah besar peneliti memusatkan upayanya untuk mengungkap proses-proses


psikologis yang melibatkan memori dan bagaimana memori dipengaruhi oleh proses
pengambilan memori (retrieval) itu sendiri. Penelitian rekronstruksi memori yang
paling termahsyur dilakukan oleh Sir.Fredic, Bartlett dari Universitas Cambridge dan
hasilnya di laporkan dalam buku Sir Bartlett yang menakjubkan, Remebring A Study
in Experimental and Social Psychology (1932). Dalam buku tersebut, menjabarlan
sejumlah eksperimen yang menggunakan cerita-cerita singkat, prosa, gambar dan
sketsa-sketsa yang dibuat kaum Indian untuk menguji proses mengingat materi-materi
yang bermakna. Prosedurnya sederhana, para partisipan mendapatkan sebuah cerita
singkat. Mereka membacanya dan kemudian menuturkan ulang apa yang mereka
ingat setelah jeda waktu tertentu. Dalam kasus lain, sebuah cerita akan dibacakan
kepada seseorang, yang kemudian menuturkan cerita tersebut ke orang lain, yang
selanjutnya menuturkan cerita ke orang lain (jadi tiap orang menceritakan reproduksi
cerita dari orang sebelumnya) dengan menguji isi versi-versi cerita yang direproduksi
oleh berbagai orang tersebut para peneliti dapat menganalisis hakikat materi yang
disandikan sekaligus hakikat materi yang dilupakan.

7
Asumsi Bartlett (1932) tentang menganalisis bagaimana memori direkronstruksi :

 Penghilangan (omission) informasi. Sejumlah informasi yang spesifik akan lenyap.


Selain itu, informasi yang tidak logis atau tidak sesuai dengan ekspetasi partisipan
cenderung sulit diingat oleh partisipan yang bersangkutan.
 Rasionalisasi. Sejumlah informasi ditambahkan sedemikian rupa oleh partisipan
dalam upaya memperjelas bagian-bagian memori yang tidak kongruen atau tidak
logis.
 Tema yang dominan. Sejumlah tema tampakya diingat dengan kuat dan detail-
detail disesuaikan dengan tema yang dominan.
 Transfomasi informasi. Kata-kata yang tidak familiar diubah ke kata-kata yang
lebih familiar.
 Transformasi urutan cerita. Sejumlah peristiwa diputarbalikan terjadi lebih awal
dari yang seharusnya, atau lebih lambat.
 Sikat (attitude) partisipan. Sikap partisipan terhadap materi itu sendiri akan
menentukan tingkat rekoleksi memori.
Dalam tindakan menyusun analisis berdasarkan gagasan-gagasan diatas menggunakan
konsep skema untuk mempertanggungjawabkab hasil penelitiannya. Dalam
pandangan Bartlett, skema mengacu pada pengorganisasian secara aktif terhadap
raeksi lampau atau pengalaman-pengalaman lampau. Stimuli yang diindera
seluruhnya memberikan kontribusi terhadap pembentukan suatu skema yang
terorganisasikan dengan baik.

E. Jenis-jenis Memori

Secara umum, kita dapat menganalogikan LTM sebagai suatu tempat penyimpanan
segala hal memori yang saat itu sedang tidak digunakan namun memiliki makna penting
dan dapat diambil kembali. Bower (1975) menyusun kategori umum dari jenis informasi
yang disimpan LTM berdasarkan kemungkinan fungsi adaptifnya:

 Kemampuan spasial .
Yang mencakup informasi mengenai diri kita sendiri dan objek-objek penting.

8
 Karakteristik-karakteristik fisik dunia sekeliling kita.
Informasi ini memungkinkan kita untuk berinteraksi secara aman dengan
objek-objek yang kita jumpai.
 Hubungan sosial.
Pengetahuan tentang kawan kita, kerabat kita, atau siapa orang kita percayai,
bahkan musuh kita.
 Nilai-nilai sosial.
Pengetahuan mengenai apa yang dianggap penting oleh kelompok kita.
 Keterampilan-keterampilan motorik (penggunaan alat dan pemanipulasian
objek).
 Keterampilan-keterampilan perseptual (memahami stimuli dalam lingkungan
kita, mulai dari bahasa hingga musik).

Jenis-jenis memori jangka panjang :

Memori Jangka

Eksplisit Implisit
(Deklaratif)

Semantik Episodik Prosedu Priming Kondisioning Pembelajara


(Fakta) (Peristiwa r klasikal dan Operan n

a) Memori eksplisit mengandalkan pengambilan pengalaman-pengalaman sadar


dan menggunakan isyarat berupa rekognisi dan recall.
b) Memori implisit, sebaliknya, diekspresikan dalam bentuk mempermudah
kinerja dan tidak memerlukan rekoleksi yang sadar.

9
1. Memori Otobiografis

Memori yang dimiliki seseorang mengenai masa lalunya. Memori ini untuk kejadian
dan topik yang berkaitan dengan diri sendiri (Conway & Rubin, 1993). Memori
Otobiografis merupakan bagian vital dari identitas, membentuk sejarah pribadi dan
rasa tentang siapa diri sendiri (Robinson, 1992). Pada umumnya memori ini
mempunyai keakuratan yang tinggi (bahkan sempurna), memori ini berisi informasi
terkait emosi, deskripsi diri, peristiwa-peristiwa khusus, sejarah kehidupan seseorang
yang bersangkutan.

2. Mengetahui Apa (What) dan Bahwa (That)

Pencarian kita terhadap dasar neurokognitif bagi pengetahuan berlanjut pada studi-
studi terhadap pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Seperti
sebelumnya, pengetahuan deklaratif bersifat eksplisit dan melibatkan fakta-fakta dan
peristiwa, sementara prosedural bersifat implisit dan diakses melalui performance.
Kita mengetahui bahwa sebuah sepeda memiliki dua roda, sebuah stang, dan rangka
(pengetahuan deklaratif), namun kita mampu mengendarai sepeda dengan sungguh-
sungguh (pengetahuan prosedural). Sebuah cara untuk menguji pengetahuan deklaratif
dan prosedural adalah melalui eksperimen priming dan rekognisi.

Seperti di BAB 1, priming adalah sebuah tes yang di dalamnya partisipan


mendapatkan sebuah isyarat (kata yang umum) yang berhubungan dengan sasaran
(sebuah kata yang berhubungan). Misal, kita diberi kata MEJA (prime), otomatis
memudahkan kita untuk menjawab KURSI (rekognisi). Priming diasumsikan
melibatkan pengetahuan prosedural karena responsnya bersifat implisit dan lebih
banyak melibatkan aktivitas otomatis pada jalur-jalur neuron.

3. Memori Episodik dan Memori Semantik

a) Memori Episodik
Sistem memori neurokognitif yang memungkinkan seseorang mengingat
peristiwa-peristiwa pada masa lalunya (Tuvling, 1993, hal 67). Memori episodic
sangat rentang terhadap perubahan dan kelupaan, namun memegang peranan

10
penting sebagai dasar pengenalan terhadap peristiwa-peristiwa (seperti orang dan
tempat) yang telah kita jumpai pada masa lalu.
Memori episodic meliputi:
a. Memori mengenai kejadian-kejadian masa-masa sekolah
b. Memori mengenai percakapan yang anda lakukan tafi pagi
c. Memori mengenaimateri perkuliahan yang baru saja anda ikuti

b) Memori Semantik
Memori yang tersusun berdasar fakta, konsep, menggambarkan pengetahuan
terorganisir tentang dunia, informasi non personal, memori ini penting bagi
penggunaan bahasa, pengetahuan mengenai kata-kata dan keterampilan informasi
semantik terbentuk dari episodik.
Contoh memori semantik:
a. Mengetahui bahwa kata semantic berkaitan dengan kata makna
b. Mengetahui seperti apa ikan lou han
c. Mengetahui bahwa Pulau Nias terletak di Provinsi Sumatera Utara

11
DAFTAR PUSTAKA

Solso, Robert L., Maclin, Otto H., Maclin, M. Kimberly. (2008). Psikologi Kognitif : Edisi
ke-8. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Sternberg, Robert J. (2008). Psikologi Kognitif: Edisi ke-4. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

12

Anda mungkin juga menyukai