Anda di halaman 1dari 89

LAPORAN KEGIATAN

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK PADA KLIEN


DI BALAI PELAYANAN DAN REHABILITASI PMKS SIDOARJO

Disusun Oleh:
Ajeng Natasha V, S. Kep Karmilah, S. Kep Sekar Sari Arum D, S. Kep
Anis Sa’adah A, S. Kep Kholisatun Nisa’, S. Kep Sintya Indriyani, S. Kep
Annastasya Pratiwi, S. Kep Lutfi Dwi R, S. Kep Siti Nur Istiqomah, S. Kep
Ayu Fita Wulansari, S Kep Mohammad Febri R, S. Kep Sri Sumiarti, S. Kep
Alfiana Riska Amelia, S. Kep Nino Yusuf Laksa P, S. Kep Susi Karlina, S. Kep
Diah Karunia R.Z, S. Kep Nisa’atin Aisyiyah, S. Kep Susi Rosita Amalia, S. Kep
Dinda Dwi Mega S, S. Kep Nisa Ayu Amalia, S. Kep Tanzella Oktavia P, S. Kep
Eva Wati, S. Kep Nur Indah Selviana, S. Kep Tri Ratna Ningtyas, S. Kep
Fadzillah Ikhsan, S. Kep Putri Rachmania, S. Kep Wira Adjie Pangestu, S. Kep
Hanafis Ade S, S. Kep Santi Dwi Cahyani, S. Kep William Tri Bagus P, S. Kep
Intan Yuniar, S Kep

Keperawatan Jiwa Gelombang 2

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kegiatan Praktik Departemen Keperawatan Jiwa Profesi Ners


Universitas Muhammadiyah Lamongan 2021 di Balai Pelayanan dan Rehabilitasi
PMKS Sidoarjo, telah diperiksa dan disahkan pada 9 Juli 2021 oleh:

Mengetahui,
An. Balai Pelayanan dan Rehabilitasi
Sosial PMKS Sidoarjo
Sub Bagian Tata Usaha
Pembimbing

Budikari Arief Satpramana, SH


NIP. 19650519 198803 1 011

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas keperawatan jiwa “Laporan Kegiatan
Praktik Keperawatan Jiwa di Balai PMKS Sidoarjo”
Dalam penyusunannya kami mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan
dari berbagai pihak, untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat Bapak/Ibu:

1. Drs. Budi Utomo, Amd. Kep. M.Kes, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Lamongan.
2. Sukardi, SH., M. Si. selaku Kepala Balai PMKS Sidoarjo yang telah memberikan
izin untuk melakukan praktik profesi keperawatan jiwa
3. Ns. Arifal Aris, S.Kep.,M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Lamongan sekaligus Pembimbing Akademik Keperawatan Jiwa
4. Ns. Virgianti Nur Faridah, M.Kep, selaku Kaprodi Ners Universitas
Muhammadiyah Lamongan.
5. Hj. Siti Sholikhah, S. Kep., Ns., M.Kes. selaku Penangggung Jawab
Keperawatan Jiwa
6. Budikari Arief Satpramana, SH, selaku Pembimbing Lahan Praktik Keperawatan
Jiwa di Balai PMKS Sidoarjo yang telah memberikan bimbingan moril dan
semangat dalam memberikan praktik keperawatan jiwa.
7. Dra. Sri Swadarwasi, selaku Kepala Pelayanan di Balai PMKS Sidoarjo yang
telah memberikan bimbingan moril dan semangat dalam memberikan praktik
keperawatan jiwa.
8. Ir. Senthit Hadiati, MM, selaku kepala Rehabilitasi di Balai PMKS Sidoarjo yang
telah memberikan bimbingan moril dan semangat dalam memberikan praktik
keperawatan jiwa.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas semua amal kebaikan
yang diberikan. Kami menyadari laporan ini masih banyak kekurangan, untuk itu
segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan, akhirnya
kami berharap agar laporan ini bermafaat bagi kami pada khususnya dan bagi semua
pembaca pada umumnya.

Lamongan, 9 Juli 2021

iii
Kelompok Gelombang 2
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Gambaran Umum Bal 3
2.1.1 Latar Belakang Berdirinya Balai Pelayanan PMKS Sidoarjo 3
2.1.2 Dasar Hukum
2.1.3 Visi dan Misi.
2.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi
2.1.5 Maksud dan Tujuan
2.1.6 Keadaan dan Masalah
2.1.7 Alur Proses Pelayanan
2.1.8 Fasilitas Pelayanan
2.1.9 Kedudukan dan Struktur Organisasi
2.1.10 Bagan Struktur Organisasi
2.1.11 Sumber Daya Manusia
2.1.12 Denah PMKS
2.2 Konsep Halusinasi
2.2.1 Definisi
2.2.2 Rentang Respon Halusinasi
2.2.3 Fase Halusinasi
2.2.4 Etiologi
2.2.5 Tanda dan Gejala
2.2.6 Jenis - jenis Halusinasi

iv
2.2.7 Pathway
2.2.8 Penatalaksanaan
2.3 Konsep Harga Diri Rendah
2.3.1 Definisi
2.3.2 Etiologi
2.3.3 Jenis HDR
2.3.4 Rentang Respon
2.3.5 Patofisislogi
2.3.6 Tanda dan Gejala
2.3.7 Penatalaksanaan
2.3.8 Pathwayt
2.4 Konsep Defisit Perawatan Diri
2.4.1 Definisi
2.4.2 Rentang Respon
2.4.3 Pohon Masalah
2.4.4 Jenis – Jenis DPD
2.4.5 Tanda dan Gejala
2.4.6 Dampak
2.4.7 Mekanisme Koping
2.4.8 Terapi Aktivitas Kelompok DPD
2.5 Konsep Isolasi Sosial
2.5.1 Definisi
2.5.2 Etiologi
2.5.3 Manifestasi Klinis
2.5.4 Mekanisme Koping
2.5.5 Komplikasi
2.5.6 Penatalaksanaan
2.5.7 Pathway

BAB 3 PERENCANAAN KEGIATAN


3.1 Rencana Kegiatan Harga Diri Rendah
3.2 Rencana Kegiatan Defisit Perawatan Diri
3.3 Rencana Kegiatan Halusinasi
3.4 Rencana Kegiatan Isolasi Sosial

v
BAB 4 LAPORAN HASIL KEGIATAN
4.1 Laporan Hasil Kegiatan HDR
4.2 Laporan Hasil Kegiatan DPD
4.3 Laporan Hasil Kegiatan ISOS
4.4 Laporan Hasil Kegiatan Halusinasi

BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

DOKUMENTASI

vi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Balai pelayanan dan rehabilitasi sosial PMKS Sidoarjo merupakan salah satu
badan yang dibentuk oleh Pemerintahan Jawa Timur dengan tujuan menampung dan
membina serta membimbing seseorang yang dalam hidupnya merasa kurang sejahtera.
Di Balai ini ada jenis 5 penyandang masalah kesejahteraan sosial yang meliputi
diantaranya WTS, Pengemis, Psikotik, Gelandangan, dan Anak jalanan, hal ini sudah
menjadi tugas dari Pihak Balai untuk menampung orang-orang yang mengalami masalah
kesejahteraan sosial. Maraknya gelandangan dan pengemis saat ini sulit untuk diatur,
biasanya mereka juga banyak meresahkan orang-orang disekitar seperti dijalanan,
dipersimpangan jalan, serta di daerah pemukiman warga. Sebagian besar dari mereka,
mengemis itu dijadikan sebagai profesi bahkan tak jarang gelandangan dan pengemis
ini mendapati praktek diskriminasi serta pemberian stigma negatif di perkotaan.
Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial merupakan tempat penampungan untuk
para psikotik, pengemis, gelandangan dan jenis PMKS lainnya yang terkena razia dari
Satpol PP di sudut-sudut kota dan sekitarnya. Semua yang terjaring oleh razia Satpol PP
tidak langsung ditampung di Balai akan tetapi harus menerima pemeriksaan kriteria-
kriteria yang sudah ditetapkan oleh pihak Balai. Salah satunya yakni apabila para
penyandang masalah kesejahteraan sosial ada yang memiliki penyakit menular pihak
balai tidak akan menampungnya. Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial PMKS juga
mempunyai staf-staf, antara lain yaitu Tata Usaha (TU), Pelayanan, Rehabilitasi Sosial
(RESOS), Pekerja Sosial (PEKSOS), serta bagian memasak buat makanan klien dan
juga memandikan klien termasuk merawat orang yang jiwa dan mentalnya terganggu
atau dikategorikan sebagai gelandangan psikotik. Klien ini sebutan dari gelandangan,
pengemis, dan psikotik yang menjadi penerima manfaat di Balai pelayanan dan
rehabilitasi sosial PMKS Sidoarjo.
Peran Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial PMKS Sidoarjo sangat dibutuhkan
dalam mengefektifkan gelandangan, pengemis, dan psikotik. Sehingga dengan adanya
peran Balai dapat mengurangi masalah- masalah kesejahteraan sosial. Oleh karena itu
Balai selaku bidang kesejahteraan sosial memberikan motivasi atau pelayanan serta
pembinaan terhadap seseorang yang mempunyai masalah kesejahteraan sosial. Hal ini di
wujudkan melalui program-program sosial Balai salah satunya program pembinaan

1
penyandang masalah kesejahteraan sosial. Hakikatnya PMKS adalah seseorang yang
masih membutuhkan perhatian dari orang lain terutama dari pemerintah. Contohnya
seperti memberikan pendidikan atau pelatihan terhadap mereka.
Klien atau penerima manfaat di Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial (PMKS)
Sidoarjo ini bukan dikarangtina, akan tetapi disana mereka diberi pelatihan-pelatihan
keterampilan serta pembinaan untuk kehidupan kedepannya. Ada banyak program
pelatihan yang ada di Balai pelayanan dan rehabilitasi sosial PMKS Sidoarjo salah
satunya yakni kegiatan pelatihan pertanian. Program pertanian adalah kegiatan yang
mengajarkan para klien untuk terampil agar bisa dibuat bekal untuk kedepannya. Dari
sini klien diajarkan mulai dari menanam sayur-sayuran dan tanaman- tanaman lainnya.
Ini adalah salah satu program di Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial (PMKS)
Sidoarjo.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana gambaran umum dari Balai PMKS Sidoarjo ?
2. Bagaimana tinjauan kasus dari keperawatan jiwa ?
3. Bagaimana terapi aktivitas kelompok dari kasus keperawatan jiwa ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui gambaran umum dari Balai PMKS Sidoarjo
2. Untuk mengetahui tinjauan kasus dari keperawatan jiwa
3. Untuk mengetahui terapi aktivitas kelompok dari kasus keperawatan jiwa

1.4 Manfaat
1. Bagi Lahan Praktik
Diharapkan laporan ini dapat memberikan saran atau masukan guna
mengambil langkah yang tepat dalam pembinaan atau pengefektifan klien
2. Bagi Institusi
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan keperawatan
jiwa tentang Terapi Aktivitas Kelompok
3. Bagi Mahasiswa
Memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai terapi aktivitas kelompok
dalam kasus keperawatan jiwa pada klien dengan gangguan jiwa

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Balai PMKS


2.1.1 Latar Belakang Berdirinya PMKS
Pada Tanggal 27 Pebruari tahun 1975/1976 Pemerintah Provinsi Jawa Timur
melalui Departemen Sosial Republik Indonesia membangun sebuah panti dengan
nama Panti Rehabilitasi Sosial (PRS) dengan obyek penanganan Gelandangan,
Pengemis dan Orang Terlantar. Kemudian berubah nama Sasana Rehabilitasi Sosial
Gelandangan dan Orang Terlantar (SRPGOT). Pada tanggal 23 April 1994 namanya
berubah menjadi Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Mardi Mulyo” Sidoarjo
berdasarkan PERDA No. 12 Tahun 2000 dan PERDA No. 14 Tahun 2002.
Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 119 Tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur, PRSBK “Mardi
Mulyo” Sidoarjo berubah nama Menjadi Unit Pelaksana Teknis Gelandangan dan
Pengemis Sidoarjo dengan obyek penanganan gelandangan dan pengemis. Kemudian
pada tanggal 12 November 2012 berdasarkan Peraturan Gubernur No. 73 Tahun 2012
tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Provinsi
Jawa Timur, UPT Rehsos Gepeng Sidoarjo berubah nama menjadi Balai Pelayanan
Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Jalanan Sidoarjo. Dan pada tanggal
9 November 2016 Peraturan Gubernur Nomer 118 tahun 2016 tentang Nomen klatur
Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur, Balai Pelayanan Sosial
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Jalanan Sidoarjo berubah menjadi Balai
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
Sidoarjo dengan obyek penanganan 5 PMKS yaitu : Gelandangan, Pengemis,
Gelandangan Psikotik, Wanita Tuna Susila dan Anak Jalanan.
2.1.2 Dasar Hukum
Peraturan Gubernur Nomor 118 tanggal 9 November 2016 tentang
perubahan atas Peraturan Gubernur No. 73 Tahun 2012 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.

3
2.1.3 Visi dan Misi
a. Visi
Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dari sudut-sudut
jalanan di perkotaan pada tahun 2018.
b. Misi
1. Meningkatkan Kualitas SDM pelayan
2. Meningkatkan profesionalitas pelayanan terhadap PMKS
3. Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi mekanisme kerja
penanganan PMKS dengan pemerintah Kabupaten/Kota
4. Mengembangkan jaringan kerjasama dengan kelompok professional
dan perguruan tinggi untuk pengembangan metode dan teknik
pelayanan.
2.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi
a. Tugas pokok
Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) Sidoarjo mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas dinas dalam pelayanan sosial, yang dalam hal ini
menangani 5 (Lima) jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial.
b. Fungsi
1. Pelaksanaan program kerja Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
PMKS
2. Pembinaan dan pengendalian pengelolaan ketatausahaan,
penyelenggaraan kegiatan pelayanan sosial, bimbingan sosial dan
pembinaan lanjut
3. Penyelenggaraan praktek pekerjaan sosial dalam pelayanan sosial
4. Pemberian bimbingan sosial kepada klien di lingkungan Balai
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial PMKS
5. Penyelenggaraan kerjasama dengan instansi/ lembaga lain/ perorangan
dalam rangka pengembangan program Balai Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial PMKS
6. Pengembangan metodologi pelayanan kesejahteraan sosial dalam
pengembangan kapabilitas penyandang masalah kesejahteraan sosial

4
7. Penyelenggaraan penyebarluasan informasi tentang pelayanan
kesejahteraan sosial
8. Penyelenggaraan konsultasi bagi keluarga atau masyarakat yang
menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial
9. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas
2.1.5 Maksud dan Tujuan
a. Maksud
Memberikan Motivasi, Pelayanan Awal, dan Penguatan Kepercayaan diri
klien PMKS untuk menerima pelayanan sosial lebih lanjut pada panti –
panti rujukan dan atau kembali kepada keluarga/ masyarakat.
b. Tujuan
1. Mempersiapkan kondisi sikap, mental dan perilaku, serta keterampilan
dasar PMKS sebelum mendapatkan pelayanan lanjutan di UPT rujukan
2. Meningkatkan mekanisme kerja yang efektif dan efisien dalam
penanganan PMKS
3. Meningkatkan kualitas pelayanan pada PMKS
2.1.6 Keadaan dan Masalah
a. Sasaran
PMKS hasil razia simpatik yang dilakukan oleh Kabupaten/Kota
b. Kriteria Klien
1. Sehat jasmani, tidak berpenyakit menular, tidak sedang dalam
keadaan sakit yang memerlukan perawatan medis (rawat inap) atau
cacat berat
2. Tidak sedang berurusan dengan aparat penegak hukum
3. Mampu beraktivitas untuk diri sendiri
4. Bersedia diasramakan
5. Bersedia mentaati tata tertib dan peraturan-peraturan balai
6. Membawa surat pengantar/rujukan dari Instansi Pengirim atau
Kepolisian
c. Karakteristik PMKS
1. Berpenampilan kotor, sebagai penderita penyakit
2. Tidak mempunyai penghasilan tetap dan terlantar
3. Ditolak oleh keluarga/tulang punggung keluarga

5
4. Tak teratur/liar
5. Serba terbatas (kecerdasan, kebersihan, pendidikan, sopan santun
dan lain-lain)
6. Memiliki cara pandang yang berbeda
7. Berperilaku tidak sesuai dengan norma kehidupan bermasyarakat
8. Tidak sadar dengan masalah

2.1.7 Alur Proses Pelayanan

Hasil Penertiban Sosial

PMKS
Hasil Razia Pemkab/ Gelandangan
PemKot se JATIM Balai Pelayanan dan Identifikasi Pengemis
Rehabilitasi Sosial PMKS Seleksi Gelandangan
Masyarakat Psikotis
Sidoarjo (Perhub no. 106 Assesment
WTS (Wanita Tuna
tahun 2016) Susila)
Lembaga/ instansi Anak jalanan
terkait

Penempatan dalam
program pelayanan
(Pemenuhan
Kebutuhan Dasar)

UPT RS Bina Karya


UPT RS Karya Wanita
Penempatan dalam
UPT RS Bina Laras program bimbingan
Pembinaan UPT PS Tresna Werdha Rujukan Fisik
lanjut UPT PS Asuhan Anak Mental/spiritual
UPT rujukan Sosial
UPT PS Asuhan Balita
Keluarga Keterampilan
UPT PS Bina Remaja
Kembali ke keluarga
Lembaga sosial lainnya

6
2.1.8 Fasilitas Pelayanan
No Jenis Sarana Volume Peruntukan
1 Ruang kantor 2 Unit Tempat Pegawai Bekerja
2 Rumah Dinas Jabatan 1 Unit Tempat tinggal dinas Kepala balai
3 Ruang assesment 1 unit Untuk menilai dan mengevaluasi klien
dalam keseharian
4 Asrama Pembimbing/ 11 unit Tempat tinggal untuk meningkatkan
Pengasuh pelayanan klien
5 Ruang serba guna 2 unit Untuk pertemuan
6 Ruang ketrampilan kerja 2 unit Untuk menumbuh kembangkan
potensi klien sesuai dengan bakat dan
minat
7 Masjid 1 unit Untuk Ibadah
8 Ruang dapur umum 1 unit Untuk kegiatan memasak
9 Ruang Isolasi 1 unit Untuk pengamanan sementara
10 Ruang Rapat 1 unit Untuk rapat kantor
11 Pos Jaga 1 unit Untuk Penjagaan
12 Ruang Koperasi 1 unit Untuk Pelayanan Simpan Pinjam
13 Ruang gudang 1 unit Penyimpanan barang
14 Lapangan upacara 2 unit Untuk upacara kantor
15 Ruang Bimbingan 1 unit Untuk bimbingan klien
16 Poliklinik 1 unit Pemeriksaan kesehatan klien
17 Kendaraan roda empat 3 unit Mobil kepala balai, mobil
Operasional dan ambulance
18 Kendaraan roda dua 3 unit Operasional kantor

SDM Berdasarkan profesi dan fungsional

No. Profesi Jumlah Ket.


1. Pekerja sosial pertama 2 ASN
2. Pekerja sosial penyelia 1 ASN
3. Pekerja sosial pelaksana pemula 1 ASN
4. Perawat 1 PTT
5. Dokter umum 1 Puskesmas Sidoarjo
6. Psikiater 10 RSJ Lawang

2.1.9 Kedudukan dan Susunan Organisasi


a. Kedudukan
Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial Sidoarjo merupakan unsur pelaksana teknis Dinas
yang melaksanakan kegiatan teknis penunjang tertentu. Balai Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

7
Sidoarjo dipimpin oleh Kepala UPT yang berkedudukan dibawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.
b. Struktur organisasi
Susunan organisasi Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Sidoarjo terdiri atas :
1) Sub Bagian Tata Usaha
2) Kepala Seksi Pelayanan Sosial
3) Seksi Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial
Sub Bagian dan Seksi dipimpin oleh Kepala Sub Bagian dan
Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala UPT. Dalam hal UPT memiliki jangkauan pelayanan yang cukup
luas, untuk memudahkan pelaksanaan tugas dapat dibentuk wilayah
kerja/unit kerja non struktural dipimpin oleh koordinator yang
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas.

8
2.1.10 Bagan Struktur Organisasi Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial PMKS
Sidoarjo
Pit. Balai Pelayanan dan Rehabilitasi
Sosial (PMKS) Sidoarjo

Sukardi, SH. M.Si


Nip. 196805410 198803

KA. SUB BAGIAN TATA


USAHA

Budikari Arief Satpramana, SH


Nip. 19650519 198803 1 011

SEKSI PERLINDUNGAN DAN


SEKSI PELAYANAN SOSIAL
REHABILITASI SOSIAL
Dra. Sri Swadarwati, M. Si
Ir. Senthit Hadiati, MM
Nip. 19680523 199202 2 002
Nip. 19660629 199302 2 001

9
2.1.11 Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial PMKS
Sidoarjo terdiri dari :
1. Jumlah Pegawai Berdasarkan Status

No. STATUS JUMLAH


1. ASN 21
2. PTT-PK 13
3. Relawan 11
4 PLT 1
JUMLAH 46
2. Jumlah ASN Berdasarkan Jabatan

No. JABATAN L P JUMLAH


1. Kepala Balai - 1 1
2. Kepala Sub Bag Tata Usaha 1 - 1
3. Kepala Seksi Pelayanan - 1 1
Sosial
4. Kepala Seksi Perlindungan - 1 1
dan Rehabilitasi Sosial
5. Pekerja Sosial Muda 1 1 2
6. Pekerja Sosail Tk. Mahir - 1 1
7. Pelaksana Fungsional 5 9 14
Umum
JUMLAH 7 16 23
3. Jumlah ASN Berdasarkan Pangkat

No. PANGKAT L P JUMLAH


1. Pembina Utama (IV/c) - 1 1
2. Pembina (IV/a) - 2 2
3. Penata Tk. I (III/d) 3 3 6
4. Penata (III/c) - 2 2
5. Penata Muda Tk. I (III/b) - 2 2
6. Penata Muda (III/a) 1 3 4
7. Pengatur Tk. I (II/d) - 2 1
8. Pengatur (II/c) 2 1 4
9. Pengatur Muda Tk. I (II/b) 1 - 1
JUMLAH 7 16 23
4. Jumlah ASN Berdasarkan Pendidikan

No. PENDIDIKAN L P JUMLAH


1. Pasca sarjana 1 3 4
2. Sarjana 3 5 8
3. Diploma III - 1 1

10
4. Diploma II - 1 1
5. SLTA/SMK 3 6 9
JUMLAH 7 16 23

2.1.12 Denah

11
2.2 KONSEP HALUSINASI
2.2.1 Definisi
Halusinasi dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai
adanya rangsangan dari luar (Yosep, 2011). Menurut Direja, (2011) halusinasi merupakan
hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Sedangkan halusinasi menurut Keliat dan Akemat, (2010)
adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori
persepsi; merasakan sensasi palsu berupa penglihatan, pengecapan, perabaan penghiduan,
atau pendengaran.
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara
sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap
suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007). Halusinasi pendengaran meliputi mendengar suara-
suara, paling sering adalah suara orang, berbicara kepada klien atau membicarakan klien.
Mungkin ada satu atau banyak suara, dapat berupa suara orang yang dikenal atau tidak
dikenal. Berbentuk halusinasi perintah yaitu suara yang menyuruh klien untuk mengambil
tindakan, sering kali membahayakan diri sendiri atau orang lain dan di anggap berbahaya
(Videbeck, 2008).
Berdasarkan beberapa pengertian dari halusinasi di atas, dapat menyimpulkan bahwa
halusinasi adalah suatu persepsi klien terhadap stimulus dari luar tanpa adanya obyek yang
nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah dimana klien mendengarkan suara,
terutama suara-suara orang yang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu hal yang kemudian direalisasikan oleh klien
dengan tindakan.
2.2.2 Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiology.Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien
sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan,
penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu
stimulus panca indra ibualaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon
tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu
salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien
mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak
akurat sesuai stimulus yang diterima

13
Rentang respon  :

Respon  Adaptif                                                                    Respon  Maladptif


 Pikiran logis                            Distorsi pikiran                        Gangguan
pikir/delusi
 Persepsi akurat                        Ilusi                                          Halusinasi
 Emosi konsisten dengan         Reaksi emosi berlebihan          Sulit berespon emosi
pengalaman                             atau kurang                            
 Perilaku sesuai             Perilaku aneh/tidak biasa     Perilaku disorganisasi
 Berhubungan sosial                Menarik diri Isolasi sosial
2.2.3 Fase-Fase Halusinasi
Terjadinya halusinasi dimulai dari beberapa fase, hal ini dipengaruhi oleh intensitas
keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya rangsangan dari luar. Menurut
Direja, (2011) Halusinasi berkembang melalui empat fase yaitu fase comforting, fase
condemming, fase controlling, dan fase conquering. Adapun penjelasan yang lebih detail dari
keempat fase tersebut adalah sebagai berikut :
1. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk
dalam golongan nonpsikotik.
2. Karakteristik atau Sifat :
Klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang
memuncak dan tidak dapat diselesaikan. klien mulai melamun dan memikirkan hal-
hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
3. Perilaku Klien :
Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, mengerakkan bibir tanpa suara,
pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.
4. Fase Kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan.
5. Karakterisktik atau Sifat :
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun,
dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien
tidak ingin orang lain tahu dan dia tetap dapat mengontrolnya.

14
6. Perilaku Klien :
Meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung
dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan
realitas.
7. Fase Ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
8. Karakterisktik atau Sifat :
Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien.
Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
9. Perilaku Klien :
Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik,
Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi
perintah.
10. Fase Keempat
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.Termasuk
dalam psikotik berat.
11. Karakterisktik atau Sifat :
Halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien
menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara
nyata dengan orang lain di lingkungan.
12. Perilaku Klien :
Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik
diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak
mampu berespon lebih dari satu orang.
2.2.4 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep, (2011) ada beberapa faktor penyebab terjadinya gangguan
halusinasi, yaitu faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, genetic dan
poala asuh. Adapun penjelasan yang lebih detail dari masing-masing faktor adalah
sebagai berikut :

15
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosikultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkuanganya sejak bayi (Unwanted child)
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkunagannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan
dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Akibat
stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya
terjadi ketidakseimbangan Acetylcholin dan Dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua Skizofrenia
cenderung mengalami Skizofrenia. Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga
menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart, (2007) ada beberapa faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi,
yaitu faktor biologis, faktor stress lingkungan, dan faktor sumber koping. Adapun
penjelasan yang lebih detail dari masing-masing faktor tersebut adalah sebagai berikut
ini:
a. Faktor Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.

16
b. Faktor Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Faktor Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
2.2.5 Tanda dan gejala
Menurut Videbeck, (2008) ada beberapa tanda dan gejala pada klien dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran dilihat dari data subyektif dan data obyektif
klien, yaitu :
1. Data Subyektif :
a. Mendengar suara atau bunyi.
b. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
c. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
d. Mendengar seseorang yang sudah meninggal.
e. Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain bahkan suara lain
yang membahayakan.
2. Data Obyektif.
a. Mengarahkan telinga pada sumber suara.
b. Bicara sendiri.
c. Tertawa sendiri.
d. Marah-marah tanpa sebab.
e. Menutup telinga.
f. Mulut komat-kamit.
g. Ada gerakan tangan.
2.2.6 Jenis-jenis halusinasi
Menurut Stuart, (2007) jenis-jenis halusinasi dibedakan menjadi 7 yaitu Halusinasi
pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, perabaan, senestetik, dan
kinestetik. Adapun penjelasan yang lebih detail adalah sebagai berikut :
JENIS HALUSINASI KARAKTERISTIK
Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling
70 % sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-
kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap

17
antara dua orang yang mengalami halusinasi.
Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa klien disuruh
untuk melakukan sesuatu kadang dapat
membahayakan.
Penglihatan 20% Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya,
gambar geometris,gambar kartun,bayangan
yang rumit atau kompleks. Bayangan bias
menyenangkan atau menakutkan seperti
melihat monster.
Pembau Membaui bau-bauan tertentu seperti bau
darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan
yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang,
atau dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah,
urin atau feses.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan
tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah
di vena atau arteri, pencernaan makan atau
pembentukan urine
Kinisthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri
tanpa bergerak.

2.2.7 Pathway

18
2.2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan halusinasi menurut Eko Prabowo (2014 hal 134) adalah sebagai
berikut:

1. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia yang
menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.
Neuroleptika dengan dosis tinggi bermanfaat pada penderita dengan psikomotorik
yang meningkat.

2. Terapi kejang listrik


Terapi kejang listrik adalah pengobatan yang menimbulkan kejang secara sepontan
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang pada satu atau
dua temple, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak
mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi. Dosis terapi kejang listrik 4-
5 joule/detik.

19
3. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individu atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan mempersiapkan pasien kembali ke masyarakat. Selain itu
terapi kerja sangat baik untuk mendorong pasien bergaul dengan orang lain, pasien
lain, perawat, maupun dokter. Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri
karena dapat membentuk kebiasaan yang tidak baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama seperti therapy modalitas yang terdiri
dari :

 Terapi music yaitu menikmati dengan relaksasi music yang disukai pasien.
Focus : mendengar, memainkan alat music, bernyanyi.
 Terapi seni
Focus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni.
 Terapi menari
Focus pada ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh.
 Terapi relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok.
Rasional : untuk koping atau perilaku mal adaptif/destruktif meningkatkan
partisipasi dan kesenangan pasien dalam kehidupan.
 Terapi social
Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain.
 Terapi kelompok
 Terapi group (kelompok terapeutik)
 Terapi aktivitas kelompok (TAK)
 TAK stimulasi persepsi halusinasi
Sesi 1 : mengenal halusinasi
Sesi 2 : mengontrol halusinasi dengan menghardik.
Sesi 3 : mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.
Sesi 4 : mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap.
Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan minum obat.
 Terapi lingkungan
Suasana di rumah sakit dibuat seperti suasana rumah keluarga.

20
2.3 KONSEP HARGA DIRI RENDAH
2.3.1 Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri.
Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai ideal diri. Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang
diri sendiri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak
langsung diekspresikan. Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Yosep, 2010).
2.3.2 Penyebab
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang.
Dalam tinjuan life span history klien. Penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada
masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu
mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak
diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan atau pergaulan.
Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih
dari kemampuannya (Yosep, 2010).
Faktor-faktor yang mengakibatkan harga diri rendah kronik meliputi faktor
predisposisi dan faktor presipitasi sebagai berikut :
a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang
tidak realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe peran gender,
tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orangtua,
tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial. (Stuart & Sundeen,
2016)
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian
tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,kegagalan atau produktivitas yang
menurun. Secara umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi
secara emosional atau kronik. Secara situasional karena trauma yang muncul secara

21
tiba-tiba, misalnya harus dioperasi,kecelakaan,perkosaan atau dipenjara, termasuk
dirawat dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena
penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien sebelum sakit atau
sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat dirawat.
(Yosep, 2010)
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang tidak
efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung
kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, disfungsi
system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal.
2.3.3 Jenis Hdr
Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri
yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat,
walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetapi merasa sebagai seseorang
yang penting dan berharga. Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak
orang dan diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya
disertai oleh evaluasi diri yang negatif membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri.
Gangguan diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
1. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan,dicerai suami,
putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri
rendah karena prifasi yang kurang diperhatikan. Pemeriksaan fisik yang sembarangan,
pemasangan alat yang tidak sopan, harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang
tidak tercapai karena dirawat/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
(Makhripah D & Iskandar, 2012)
2. Kronik
Yaitu perasaan negativ terhadap diri telah berlangsung lama,yaitu sebelum sakit/dirawat.
Pasien mempunyai cara berfikir yang negativ. Kejadian sakit dan dirawat akan
menambah persepsi negativ terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang
maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan pada pasien gangguan fisik yang kronis atau
pada pasien gangguan jiwa. (Makhripah D & Iskandar, 2012).

22
2.3.4 Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi
a. Adaptif Konsep Harga Diri Keracunan Depersonalisasi
Diri Diri Rendah Identitas

Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah yang


dihadapinya.
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari
dirinya (Eko P, 2014).
b. Respon Maladaptif
1) Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak mampu
lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
2) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang negatif
dan merasa lebih rendah dari orang lain.
3) Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak
memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
4) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu mempunyai
kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara
intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan
orang lain (Eko P,2014)
2.3.5 Etiologi
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut Herman (2011) adalah
penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
Faktor predisposisi citra tubuh adalah :

23
1) Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh
2) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh akibat penyakit
3) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian anggota
tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta
menurunnya produktivitas. Harga diri kronis ini dapat terjadi secara situasional maupun
kronik.
i. Trauma adalah masalah spesifik dengan konsep diri dimana situasi yang membuat
individu sulit menyesuaikan diri, khususnya trauma emosi seperti penganiayaan
seksual dan phisikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam atau
menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.
ii. Ketegangan peran adalah rasa frustasi saat individu merasa tidak mampu melakukan
peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak merasa sesuai dalam melakukan
perannya. Ketegangan peran ini sering dijumpai saat terjadi konflik peran, keraguan
peran dan terlalu banyak peran. Konflik peran terjadi saat individu menghadapi dua
harapan peran yang bertentangan dan tidak dapat dipenuhi. Keraguan peran terjadi
bila individu tidak mengetahui harapan peran yang spesifik atau bingung tentang
peran yang sesui
a) Trauma peran perkembangan
b) Perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan
c) Transisi peran situasi
d) Perubahan jumlah anggota keluarga baik bertambah atau berkurang
e) Transisi peran sehat-sakit
f) Pergeseran konsidi pasien yang menyebabkan kehilangan bagian tubuh,
perubahan bentuk, penampilana dan fungsi tubuh, prosedur medis dan
keperawatan. (Herman,2011)
2) Perilaku
a) Citra tubuh
Yaitu menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu, menolak bercermin,
tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh, menolak usaha
rehabilitasi, usaha pengobatan, mandiri yang tidak tepat dan menyangkal cacat
tubuh.

24
b) Harga diri rendah diantaranya mengkritrik diri atau orang lain, produkstivitas
menurun, gangguan berhubungan ketengangan peran, pesimis menghadapi hidup,
keluhan fisik, penolakan kemampuan diri, pandangan hidup bertentangan,
distruktif kepada diri, menarik diri secara sosial, khawatir, merasa diri paling
penting, distruksi pada orang lain, merasa tidak mampu, merasa bersalah, mudah
tersinggung/marah, perasaan negatif terhadap tubuh.
c) Keracunan identitasdiantaranya tidak ada kode moral, kepribadian yang
bertentangan, hubungan interpersonal yang ekploitatif, perasaan hampa, perasaan
mengambang tentang diri, kehancuran gender, tingkat ansietas tinggi, tidak
mampu empati pada orang lain, masalah estimasi.
d) Depersonalisasi meliputi afektif, kehidupan identitas, perasaan terpisah dari diri,
perasaan tidak realistis, rasa terisolasi yang kuat, kurang rasa berkesinambungan,
tidak mampu mencari kesenangan. Perseptual halusinasi dengar dan lihat, bingung
tentang seksualitas diri,sulit membedakan diri dari orang lain, gangguan citra
tubuh, dunia seperti dalam mimpi, kognitif bingung, disorientasi waktu, gangguan
berfikir, gangguan daya ingat, gangguan penilaian, kepribadian ganda
(Herman,2011).
2.3.6 Tanda Dan Gejala
Menurut Carpenito dalam keliat (2011) perilaku yang berhubungan dengan harga diri
rendah antara lain :
1) Mengkritik diri sendiri
2) Menarik diri dari hubungan sosial
3) Pandangan hidup yang pesimis
4) Perasaan lemah dan takut
5) Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
6) Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
7) Hidup yang berpolarisasi
8) Ketidakmampuan menentukan tujuan
9) Merasionalisasi penolakan
10) Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan) Sedangkan menurut Stuart
(2016) tanda- tanda klien dengan harga diri rendah yaitu:
1) Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit

25
2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3) Merendahkan martabat
4) Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
5) Percaya diri kurang
6) Menciderai diri
2.3.7 Penatalaksanaan
Terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembnagkan sehingga
penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi dari pada
masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya diperoleh
dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan generasi pertama
(typical) dan golongan kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan generasi
pertama misalnya chlorpromazine HCL (psikotropik untuk menstabilkan senyawa
otak), dan Haloperidol (mengobati kondisi gugup). Obat yang termasuk generasi
kedua misalnya, Risperidone (untuk ansietas), Aripiprazole (untuk antipsikotik).
b. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain,
penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri
lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
c. Terapi Modalitas
Terapi modalitas/ perilaku merupakan rencana pengobatan untuk skizofrenia yang
ditunjukan pada kemampuan dan kekurangan pasien. Teknik perilaku menggunakan
latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan
memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi
kelompok bagi skizofrenia biasnya memusatkan pada rencana dan masalah dalam
hubungan kehidupan yang nyata (Eko, 2014).
d. Terapi Kejang Listrik (Electro Confulsive Terapi)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmal secara artifisial dengan
melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples.
Terapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4 – 5 joule/detik.

26
2.3.8 Pathway

ISOLASI SOSIAL

EFFECT

HARGA DIRI RENDAH

CORE PROBLEM

KOPING INDIVIDU TIDAK EFEKTIF

CAUSA

Gambar : Mukhripah D& Iskandar (2012)

2.4 KONSEP DEFISIT PERAWATAN DIRI


2.4.1 Pengertian Defisit Perawatan Diri
Pewatan diri adalah salah satu kemampuan manusia dalam memenuhi
kebutuhannya sehari-hari guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien bisa dinyatakan terganggu keperawatan
dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri sendiri (Depkes, 2000 dalam Direja,
2011). Pewatan diri adalah salah satu kemampuan manusia dalam memenuhi
kebutuhannya sehari-hari guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien bisa dinyatakan terganggu keperawatan
dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri sendiri (Depkes, 2000 dalam Direja,
2011).
Menurut Nurjannah (2004, dalam Dermawan, 2013) Defisit perawatan diri adalah
gangguan kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas perawatan diri seperti mandi,
berhias/berdandan, makan dan toileting. Defisit perwatan diri adalah suatu keadaan
seseorang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara

27
teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas dan penampilan tidak
rapi. Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul pada pasien
gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat
diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan
baik dalam keluarga maupun masyarakat (Yusuf, 2015).
2.4.2 Rentang Respon Defisit Perawatan Diri
Menurut Dermawan (2013), adapun rentang respon defisit perawatan diri sebagai
berikut:
Adaptif Maladaptif

Pola Kadang Tidak melakukan


perawatan diri perawatan diri perawatan diri pada
seimbang kadang tidak saat stress

Keterangan:
a. Pola perawatan diri seimbang: saat klien mendapatkan stresor dan mampu untuk
berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih
melakukan perawatan diri.
b. Kadang perawatan diri kadang tidak: saat klien mendapatkan stresor kadang –
kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya,
c. Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa
melakukan perawatan saat stresor.
2.4.3 Etiologi
Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013), penyebab defisit perawatan diri
adalah:
a. Faktor predisposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif
terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan
ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.

28
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013), faktor-faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah:
1) Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya
dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan
dirinya.
2) Praktik sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien menderita diabetes melitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.

29
2.4.4 Pohon Masalah

Penurunan kemampuan dan motivasi


merawat diri

Isolasi Sosial

Harga diri rendah

2.4.5 Jenis-Jenis
Menurut Nurjannah (2004, dalam Dermawan (2013) Jenis-jenis defisit perawatan
diri terdiri dari:
a. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
mandi / kebersihan diri.
b. Kurang perawatan diri : mengenakan pakaian / berhias
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai
pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
c. Kurang perawatan diri : makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan
aktivitas makan.
d. Kurang perawatan diri : toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan.

30
2.4.6 Tanda Dan Gejala
Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013) tanda dan gejala klien dengan
defisit perawatan diri adalah :
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) Penampilan tidak rapi
a. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Menarik diri, isolasi diri
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
b. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiataan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma
4) Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembaraang tempat, gosok gigi dan
mandi tidak mampu mandiri.

Data yang biasa ditemukan dalam defisit perawatan diri adalah:


a. Data subyektif
1) Pasien merasa lemah
2) Malas untuk beraktivitas
3) Merasa tidak berdaya.
b. Data obyektif
1) Rambut kotor, acak-acakan
2) Bdan dan pakaian kotor dan bau
3) Mulut dan gigi bau
4) Kulit kusam dan kotor
5) Kuku panjang dan tidak terawat.

31
2.4.7 Dampak
Menurut Dermawan (2013) dampak yang sering timbul pada masalah personal
hygiene ialah :
a. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya
kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan
integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan
gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak Psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan
rasa nyaman , kebutuhan dicintai dan mencinti, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan
gangguan interaksi sosial.
2.4.8 Mekanisme Koping
Mekanisme koping pada pasien dengan defisit perawatan diri adalah sebagai berikut:
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali, seperti pada
perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi dan
upaya untuk mengulangi ansietas (Dermawan, 2013).
b. Penyangkalan ( Denial ), melindungi diri terhadap kenyataan yang tak menyenangkan
dengan menolak menghadapi hal itu, yang sering dilakukan dengan cara melarikan diri
seperti menjadi “sakit” atau kesibukan lain serta tidak berani melihat dan mengakui
kenyataan yang menakutkan (Yusuf dkk, 2015).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis, reaksi
fisk yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stresor, misalnya: menjauhi,
sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Reaksi psikologis individu menunjukkan
perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan
bermusuhan (Dermawan, 2013).
d. Intelektualisasi, suatu bentuk penyekatan emosional karena beban emosi dalam suatu
keadaan yang menyakitkan, diputuskan, atau diubah (distorsi) misalnya rasa sedih karena
kematian orang dekat, maka mengatakan “sudah nasibnya” atau “sekarang ia sudah tidak
menderita lagi” (Yusuf dkk, 2015)
2.4.9 Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) Defisit Perawatan Diri
a. Pengertian
Terapi aktifitas kelompok stimulus persepsi: Defisit Perawatan Diri adalah terapi
aktivitas kelompok yang dilaksanakan untuk meningkatkan kamampuan klien merawat

32
diri. Kemampuan merawat diri yang dilatih terdiri dari kemampuan dalam kebersihan
diri, kemampuan dalam berdandan, kemampuan dalam berdandan, kemampuan makan-
minum, dan toileting (Rusdi, 2013).
b. Jenis-jenis terapi aktivitas kelompok
1) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Persepsi: Kebersihan diri
2) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Persepsi: Berdandan
3) Terapi Aktivitas Kelompok Stimtulus Persepsi: Tata cara makan minum
4) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Persepsi: Tata cara BAB/BAK
c. Tujuan
1) Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan: nama lengkap, nama
panggilan, asal dan hobi
2) Klien mampu menyebutkan manfaat pentingnya perawatan diri
3) Klien mampu menyebutkan cara menjaga kebersihan diri
4) Klien mampu menyebutkan akibat apabila tidak melakukan perawatan diri
d. Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Memilih klien gangguan jiwa terkhususnya dengan indikasi, yaitu Defisit
perawatan diri.
b. Membuat kontrak dengan klien.
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
Pada tahap ini terapis melakukan :
a. Memberi salam terapeutik : salam dari terapis.
b. Evaluasi/validasi: Menanyakan perasaan klien saat ini.
3. Kontrak :
a. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu memperkenalkan diri.
b. Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu dengan latihan menyebutkan manfaat
perawatan diri dan cara menjaga kebersihan diri serta akibat apabila tidak
melakukan perawatan diri.
c. Menjelaskan aturan main berikut.
d. Menjelaskan tujuan kegiatan, yang akan meninggalkan kelompok harus meminta
izin kepada terapis.
e. Lama kegiatan 20 menit.
f. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

33
4. Tahap Kerja
Tahap kerja 1
a. Jelaskan kegiatan, yaitu music akan diplay serta bola/Topi diedarkan berlawanan
dengan arah jarum jam (yaitu ke arah kiri) dan pada saat musik dimatikan maka
anggota kelompok yang memegang bola/topi akan mendapat giliran untuk
menyebutkan : Salam, nama lengkap, nama panggilan, asal dan hoby, serta
menyebutkan kelebihan merawat diri dan akibat tidak merawat diri, dimulai oleh
terapis sebagai contoh.
b. Tulis nama panggilan pada kertas/papan nama dan temple/pakai.
c. Ulangi point a sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.
d. Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan member pandu
positif.
Tahap Kerja 2
a. Terapis meminta klien menyebutkan alat-alat yang digunakan untuk berhias,
manfaat dan tata cara berhias dan bercukur untuk pria. Ulangi sampai semua
mendapat giliran
b. Berikan pujian pada klien setiap selesai bercerita
c. Terapis menjelaskan alat-alat yang digunakan untuk berhias, manfaat dan
mendemostrasikan tata cara berhias dan cara bercukur untuk pria
d. Meminta klien untuk mendemonstrasikan Kembali tata cara berhias (menyisir
rambut)
e. Menanyakan perasaan klien setelah mempraktikkan tata cara berhias
f. Memberikan pujian kepada klien
g. Upayakan semua klien mampu berhias dan semua mencoba
Tahap Kerja 3
a. Terapis meminta klien menyebutkan alat-alat makan dan minum, cara
mempersiapkan makan dan minum, cara makan dan minum yang tertib, cara
merapikan peralatan makan setelah makan
b. Ulangi sampai semua klien mendapat giliran
c. Berikan pujian setiap kali klien bercerita
d. Terapis menjelaskan alat-alat makan dan minum lalu mendemonstrasikan cara
mempersiapkan makan dan minum, cara makan dan minum yang tertib, cara
merapikan peralatan makan dan minum
e. Meminta klien secara bergilir untuk mendemonstrasikan ulang kegiatan pada poin

34
f. Berikan pujian setiap kali klien bercerita
g. Memberikan kesimpulan pada setiap kegiatan yang telah dipratekkan
Tahap Kerja 4
a. Terapis meminta klien menyebutkan alat-alat yang digunakan untuk BAK/BAB.
Tata cara BAK/BAB yang baik
b. Ulangi sampai semua klien mendapat giliran
c. Berikan pujian setiap kali klien bercerita
d. Terapis menjelaskan alat-alat yang digunakan untuk BAK/BAB
e. Menanyakan perasaan klien setelah mengenal tata cara BAK/BAB
f. Berikan pujian setiap kali klien bercerita
g. Uapayakan semua klien mampu mengenal tata cara BAK/BAB
5. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b. Rencana Tindak Lanjut
1) Menganjurkan tiap anggota kelompok melatih memperkenalkan diri kepada
orang lain di kehidupan sehari-hari.
2) Menganjurkan tiap anggota kelompok untuk menerapkan cara yang telah
dipelajari dalam perawatan diri.
3) Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri dan manfaat perawatan diri pada
jadwal kegiatan harian klien.

c. Kontrak yang akan datang


a. Menyepakati kegiatan berikut, yaitu melakukan cara mandi dan berkeramas
dengan baik.
b. Menyepakati waktu dan tempat.

35
2.5 KONSEP ISOLASI SOSIAL
2.5.1 Pengertian Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteaksi dengan orang lain disekitarnya (Damaiyanti, 2012). Klien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain (Keliat, 2011). Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami
individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain sebagai pernyataan negatif atau
mengancam (NANDA-I dalam Damaiyanti, 2012).
Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian
yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Isolasi sosial merupakan upaya Klien
untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
maupun komunikasi dengan orang lain (Trimelia, 2011).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial merupakan keaadaan seseorang yang mengalami
penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain karena mungkin
merasa ditolak, kesepian dan tidak mampu menjalin hubungan yang baik antar sesama.
2.5.2 Etiologi
Terjadinya Gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di antaranya perkembangan
dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya pada diri, tidak
percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Kedaan ini menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, lebih suka berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan
kegiatan sehari-hari (Direja, 2011).
A. Faktor Predisposisi
Menurut Direja (2011) faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah isolasi social yaitu:
1. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus
dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Apabila tugas-tugas dalam
setiap perkembangan tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan social
selanjutnya.
Menurut Yosep (2009), hidup manusia dibagi menjadi 7 masa dan pada keadaan
tertentu dapat mendukung terjadinya gangguan jiwa.

36
a) Masa Bayi
Masa bayi adalah menjelang usia 2-3 tahun, dasar perkembangan yang dibentuk
pada masa tersebut adalah sosialisasi dan pada masa ini timbul dua masalah yang
penting yaitu :
1) Cara mengasuh bayi
Cinta dan kasih sayang ibu akan memberikan rasa hangat/aman bagi bayi dan di
kemudian hari menyebabkan kepribadian yang hangat, terbuka dan bersahabat.
Sebaliknya, sikap ibu yang dingin acuh tak acuh bahkan menolak di kemudian hari
akan berkembang kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap
lingkungan.
2) Cara memberi makan
Sebaiknya dilakukan dengan tenang, hangat yang akan memberikan rasa aman
dan dilindungi, sebaliknya,pemberian yang kaku, keras, dan tergesa -gesa akan
menimbulkan rasa cemas dan tekanan.
b) Masa Anak Prasekolah
Pada usia ini sosialisasi mulai dijalankan dan tumbuh disiplin dan otoritas. Hal-hal
yang penting pada fase ini adalah :
1) Hubungan orangtua-anak
2) Perlindungan yang berlebihan
3) Otoritas dan disiplin
4) Perkembangan seksual
5) Agresi dan cara permusuhan
6) Hubungan kakak-adik
7) Kekecewaan dan pengalaman yang menyakitkan
c) Masa Anak Sekolah
Masa ini ditandai oleh pertumbuhan jasmani dan intelektual yang pesat. Pada
masa ini anak akan mulai memperluas pergaulan, keluar dari batas-batas keluarga.
Masalahmasalah penting yang timbul adalah :
1) Perkembangan jasmani
2) Penyesuaian diri di sekolah dan sosialisasi
d) Masa Remaja
Secara jasmaniah, pada masa ini terjadi perubahn-perubahan yang penting yaitu
timbulnya tanda-tanda sekunder (ciri-ciri kewanitaan atau kelaki-lakian). Secara
kejiwaan, pada masa ini terjadi pergolakan yang hebat. Pada masa ini, seorang remaja

37
mulai dewasa mencoba kemampuannya, di satu pihak ia merasa sudah dewasa,
sedangkan di pihak lain belum sanggup dan belum ingin menerima tanggung jawab
atas semua perbuatannya.
e) Masa Dewasa Muda
Seseorang yang melalui masa-masa sebelumnya dengan aman dan bahagia akan
cukup memiliki kesanggupan dan kepercayaan diri dan umumnya ia akan berhasil
mengatasi kesulitan-kesulitan pada masa ini. Bila mengalami masalah pada masa ini
mungkin akan mengalami gangguan-gangguan jiwa.
f) Masa Dewasa Tua
Sebagai patokan, pada masa ini dicapai apabila status pekerjaan dan sosial
seseorang sudah mantap. Masalah-masalah yang mungkin timbul adalah :
1) Menurunnya keadaan jasmani
2) Perubahan susunan keluarga
3) Terbatasnya kemungkinan perubahan-perubahan yang baru dalam bidang pekerjaan
atau perbaiki kesalahan yang lalu.
g) Masa Tua
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan pada masa ini yaitu berkurangnya
daya tangkap, daya ingat, berkurangnya daya belajar, kemampuan jasmani dan
kemampuan sosial ekonomi menimbulkan rasa cemas dan rasa tidak aman serta sering
mengakibatkan kesalah pahaman orangtua terhadap orang sekitarnya. Perasaan
terasingkan karena kehilangan teman sebaya, keterbatasan gerak, dapat menimbulkan
kesulitan emosional yang cukup berat.
2. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung untuk terjadinya
gangguan hubungan sosial, seperti adanya komunikasi yang tidak jelas (double bind) yaitu
suatu keadaan dimana individu menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu
bersamaan, dan ekspresi emosi yang tinggi di setiap berkomunikasi.
3. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh
normanorma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak
produktif seperti lanjut usia, berpenyakitan kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari
lingkungan sosial.

38
4. Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas mempengaruhi adalah
otak. Klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial terdapat struktur
yang abnormal pada otak, seperti atropi otak, perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam
limbik dan kortikal (Sutejo, 2017).
Menurut Singgih dalam Yosep (2009), gangguan mental dan emosi juga bisa
disebabkan oleh perkembangan jaringan otak yang tidak cocok (Aphasia). Kadang-kadang
seseorang dilahirkan dengan perkembangan cortex cerebry yang kurang sekali, atau
disebut sebagai otak yang rudimenter. Contoh gangguan tersebut terlihat pada
Microcephaly yang ditandai oleh kecilnya tempurung otak. Adanya trauma pada waktu
kelahiran, tumor, infeksi otak seperti Enchepahlitis Letargica, gangguan kelenjer endokrin
seperti tiroid, keracunan CO (Carbon Monocide) serta perubahan-perubahan karena
degenerasi yang mempergaruhi sistem persyarafan pusat (Yosep, 2009).
b. Faktor Presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan hubungan sosial juga dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokan
sebagai berikut :
1. Stressor Sosial Budaya
Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan faktor keluarga
seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti dalam
kehidupannya, misalnya karena dirawat dirumah sakit.
2. Stressor Psikologi
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang
dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat
menimbulkan kecemasan tingkat tinggi.
2.1.5 Manifestasi Klinis
Menurut Yosep (2009) tanda dan gejala klien isolasi sosial bisa dilihat dari dua cara yaitu secara
objektif dan subjektif. Berikut ini tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial :
a. Gejala subjektif
1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
2. Klienmerasa tidak aman berada dengan orang lain.
3. Respons verbal kurang dan sangat singkat.

39
4. Klienmengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
5. Klienmerasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
6. Klientidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
7. Klienmerasa tidak berguna.
b. Gejala objektif
1. Klienbanyak diam dan tidak mau bicara.
2. Tidak mengikuti kegiatan.
3. Klienberdiam diri di kamar.
4. Klienmenyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
5. Klientampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
6. Kontak mata kurang.
7. Kurang spontan.
8. Apatis
9. Ekspresi wajah kurang berseri.
10. Mengisolasi diri
11. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar
12. Aktivitas menurun
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah, segera
timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan
intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori: halusinasi
dan resiko mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan (Herman Ade, 2011).
2.1.6 Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan
suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme koping yang sering digunakan
adalah proyeksi, splitting (memisah) dan isolasi. Proyeksi merupakan keinginan yang tidak
mampu ditoleransi dan klien mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri.
Splitting merupakan kegagalan individu dalam menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik
buruk. Sementara itu, isolasi adalah perilaku mengasingkan diri dari orang lain maupun
lingkungan (Sutejo, 2017).
2.1.7 Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa
lalu primitif antara lain pembicaraan yang austistik dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan
kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensosi persepsi: halusinasi,

40
mencederai diri sendri, orang lain serta lingkungan dan penurunan aktifitas sehingga dapat
menyebabkan defisit perawatan diri (Damaiyanti, 2012)
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksaan yang dapat diberikan kepada kliendengan isolasi sosial antara lain
pendekatan farmakologi, psikososial, terapi aktivitas, terapi okupasi, rehabilitasi, dan program
intervensi keluarga (Yusuf, 2019).
1. Terapi Farmakologi
1) Chlorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk Syndrome Psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas,
kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan titik diri terganggu. Berdaya berat
dalam fungsi-fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh
atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan seharihari, tidak mampu bekerja,
hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Efek samping: sedasi, gangguan otonomik
(hipotensi, antikolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defikasi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung),
gangguan endokrin, metabolik, biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
2) Haloperidol (HLP)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta dalam
kehidupan sehari-hari. Efek samping: Sedasi dan inhibisi prikomotor, gangguan otonomik.
3) Trihexy Phenidyl (THP)
Indikasi: Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk paksa ersepalitis dan idiopatik, sindrom
Parkinson, akibat obat misalnya reserpine dan fenotiazine. Efek samping: Sedasi dan inhibisi
psikomotor gangguan otonomik.
2. Terapi Psikososial
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam proses
terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan tenang,
menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya,
memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap ramah,
sopan, dan jujur kepada pasien (Videbeck, 2012).
3. Terapi Individu
Terapi individual adalah metode yang menimbulkan perubahan pada individu dengan
cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilaku-perilakunya. Terapi ini meliputi
hubungan satu-satu antara ahli terapi dan klien(Videbeck, 2012). Terapi individu juga
merupakan salah satu bentuk terapi yang dilakukan secara individu oleh perawat kepada

41
kliensecara tatap muka perawat-klien dengan cara yang terstruktur dan durasi waktu tertentu
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Zakiyah, 2018).
Salah satu bentuk terapi individu yang bisa diberikan oleh perawat kepada klien dengan
isolasi sosial adalah pemberian strategi pelasanaan (SP). Dalam pemberian strategi
pelaksanaan klien dengan isolasi sosial hal yang paling penting perawat lakukan adalah
berkomunikasi dengan teknik terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah suatu interaksi
interpersonal antara perawat dank klien, yang selama interaksi berlangsung, perawat berfokus
pada kebutuhan khusus klien untuk meningkatkan pertukaran informasi yang efektif antara
perawat dan Klien (Videbeck, 2012).
Semakin baik komunikasi perawat, maka semakin bekualitas pula asuhan keperawatan
yang diberikan kepadaklien karena komunikasi yang baik dapat membina hubungan saling
percaya antara perawat dengan klien, perawat yang memiliki keterampilan dalam
berkomunikasi secara terapeutik tidak saja mudah menjalin hubungan saling percaya dengan
klien, tapi juga dapat menumbuhkan sikap empati dan caring, mencegah terjadi masalah
lainnya, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan serta memudahan
dalam mencapai tujuan intevensi keperawatan (Sarfika, 2018).
4. Terapi Aktivitas Kelompok
Menurut Keliat (2015) terapi aktivitas kelompok sosialisasi merupakan suatu rangkaian
kegiatan kelompok dimana klien dengan masalah isolasi sosial akan dibantu untuk melakukan
sosialisasi dengan individu yang ada di sekitarnya. Sosialissai dapat pula dilakukan secara
bertahap dari interpersonal, kelompok, dan massa). Aktivitas yang dilakukan berupa latihan
sosialisasi dalam kelompok, dan akan dilakukan dalam 7 sesi dengan tujuan :
Sesi 1 : Klien mampu memperkenalkan diri
Sesi 2 : Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
Sesi 3 : Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
Sesi 4 : Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
Sesi 5 : Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain
Sesi 6 : Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
Sesi 7 : Klien mampu menyampaikan pendapat tentang mamfaat kegiatan TAK yang
telah dilakukan.
5.Terapi Okupasi
Terapi okupasi yaitu Suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang
dalam melaksanakan aktifitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat, meningkatkan harga diri seseorang, dan penyesuaian diri dengan

42
lingkungan. Contoh terapi okupasi yang dapat dilakukan di rumah sakit adalah terapi
berkebun, kelas bernyanyi, dan terapi membuat kerajinan tangan yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan klien dalam keterampilan dan bersosialisasi (Elisia, 2014).
6. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan pada kasus-kasus gangguan jiwa ternyata juga banyak manfaat.
Misalnya angkat rawat inap pada klien skizofrenia yang mengikuti kegiatan keagamaaan lebih
rendah bila dibandingan dengan mereka yang tidak mengikutinya (Dadang, 1999 dalam
Yosep 2009). Menurut Zakiah Darajat, perasaan berdosa merupakan faktor penyebab
gangguan jiwa yang berkaitan dengan penyakit-penyakit psikosomatik. Hal ini diakibatkan
karena seseorang merasa melakukan dosa tidak bisa terlepas dari perasaan tersebut (Yosep,
2009).
Penerapan psikoreligius terapi di rumah sakit jiwa menurut Yosep (2009) meliputi:
a. Perawat jiwa harus dibekali pengetahuan yang cukup tentang agamanya/ kolaborasi dengan
agamawan atau rohaniawan.
b. Psikoreligius tidak diarahkan untuk mengubah agama Kliennya tetapi menggali sumber
koping.
c. Memadukan milieu therapy yang religius; kaligrafi, ayat-ayat, fasilitas ibadah, bukubuku,
music/lagu keagamaan.
d. Dalam terapi aktifitas diajarkan kembali cara-cara ibadah terutama untuk pasien
rehabilitasi.
e. Terapi kelompok dengan tema membahas akhlak, etika, hakikat hidup didunia, dan
sebagainya. Untuk klien dengan isolasi sosial terapi psikoreligius dapat bermanfaat dari
aspek autosugesti yang dimana dalam setiap kegiatan religius seperti sholat, dzkir, dan
berdoa berisiucapan-ucapan baik yang dapat memberi sugesti positif kepada diri klien
sehingga muncul rasa tenang dan yakin terhadap diri sendiri (Thoules, 1992 dalam Yosep,
2010). Menurut Djamaludin Ancok (1989) dan Ustman Najati (1985) dalam Yosep (2009)
aspek kebersamaan dalam shalat berjamaah juga mempunyai nilai terapeutik, dapat
menghindarkan seseorang dari rasa terisolir, terpencil dan tidak diterima.
7. Rehabilitasi
Program rehabilitasi biasanya diberikan di bagian lain rumah sakit yang dikhususkan
untuk rehabilitasi. Terdapat banyak kegiatan, antaranya terapi okupasional yang meliputi
kegiatan membuat kerajinan tangan, melukis, menyanyi, dan lain-lain. Pada umumnya
program rehabilitasi ini berlangsung 3-6 bulan (Yusuf, 2019).

43
8. Program Intervensi Keluarga
Intervensi keluarga memiliki banyak variasi, namun pada umumnya intervensi yang
dilakukan difokuskan pada aspek praktis dari kehidupan sehari-hari, memberikan pendidikan
kesehatan pada keluarga tentang isolasi sosial, mengajarkan bagaimana cara berhubungan
yang baik kepada anggota keluarga yang memiliki masalah kejiwaan (Yusuf, 2019).

2.1.8 Pathway
Resiko Perilaku Kekerasan

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

Gangguan Konsep Diri

44
BAB 3
RENCANA KEGIATAN

3.1 Harga Diri Rendah


a) Pengorganisasian
Penanggun jawab : Putri Rachmania
Leader : Nur Indah Selviana
Co Leader : Sekar Sari A. D
Observer : Intan Yuniar, S. Kep
Fasilitator : 1. Diah Karunia R. Z
2. Annastasyah Pratiwi
3. Fadzlillah Ikhsan
4. Nino Yusuf Laksa P
b) Pelaksanaan Kegiatan
Hari / Tanggal : Selasa, 6 Juli 2021
Pukul : 09-.00 - selesai
Tempat : Balai PMKS Sidoarjo
Sasaran : Pasien Harga Diri Rendah (HDR)
Metode : Permainan permainan rantai nama dengan diputarkan sebuah lagu dan
bola yang dioperkan ke teman di sebelahnya, kemudia bola yang berhenti
saat lagu berhenti pasien harus menceritakan pengalaman yang
menyenangkan menurutnya
Media : Bola, Kertas, Spidol, Solatip, Handphone
c) Mekanisme Kegiatan
No. waktu Kegaiatan terapis Kegiatan peserta

1 10 menit Perencanaan
a. Perencanaan materi
b. Persaiapan media / alat
yang digunakan
c. Setting tempat terapis dan
peserta, pembagian tugas
terapi

2 20 menit Pelaksanaan
a. Orientasi

45
1. Salam terapeutik
a. Trapis menguncapkan Menjawab salam
salam Mendengarkan dan
b. Memperkenalkan memperhatikan
terapi
c. Menanyakan nanya
dan panggilan semua
pasien Menjawab pertanyaan
2. Evaluasi / validasi
a. Menanyakan perasaan
pasien saat ini Mendengarkan dan
3. Kontrak memperhatikan
1 Menjelaskan tujuan
kegiatan, yaitu bercakap-
cakap tentang hal positif
diri sendiri
2 Membuat kontrak waktu
kegiatan
3 Membuat kontrak bhasa
yang digunakan Mendengarkan dan
4 Menjelaskan peraturan memperhatikan
selama kegiatan
5 Menjelaskan aturan main :
jika ada pasien yang ingin
meninggalkan kelompok
harus minta izin kepada
terapi, lama kegiatan 45 Mengikuti kegiatan sesuai
menit, setiap pasien aturan main
mengikuti kegiatan
dariawal sampai hasil
b. Kerja

3.2 Memperkenalkan diri : nama


lengkap dan nama panggilan
serta memakai papan nama
1. Membagikan tugas dan
spidol kepada pasien
2. Memberi pujian kepada
pasien

3 10 menit Terminasi
a. Evaluasi pencapaian Mengungkapkan Pendapat
tujuan
1. Menanyakan perasaan

46
pasien setelah mengikuti
TAK
2. Memberikan
reinforcement positifatas
keberhasilan kelompok

d) Uraian Tugas
1. Leader
a) Memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok
b) Merencanakan, mengatur, mengontrol, dan mengembangkan jalannya terapi
aktivitas kelompok
c) Membuka acara terapi aktivitas kelompok
d) Memimpin diskusi kelompok
e) Memberikan informasi
f) Menutup acara
2. Co Leader
a) Mendampingi leader
b) Mengambil posisi leader jika pasif
c) Mengarahkan kembali posisi peminpin kepada leader
d) Menjadi motivator
3. Fasilitator
a) Membantu dan menjelaskan tugas yang harus dilakukan klien sebagai anggota
kelompok
b) \Membantu mempersiapkan klien dan sarana yang menunjang ketika kegiatan
kelompok berlangsung
c) Memberikan motivasi kepada klien untuk tetap aktif dalam melaksanakan terapi
aktivitas kelompok
4. Observer
a) Mengobservasi persiapan pelaksanaan terapi aktivitas kelompok
b) Mencatat semua aktivitas terapi aktivitas kelompok
c) Mengevaluasi hasil kegiatan terapi aktivitas kelompok
e) Setting Tempat
a. Terapis dan klien duduk bersama dalam setengan lingkaran
b. Tempat nyaman dan tenang
c. Semuanya menghadap ke Co-leader dan leader

47
d. fasilitator mendampingi pasien
e. Tempat dan denah

Co- L L

k
k k
k

f k k
f

obs

Keterangan:
L = Leader
CL = Co Leader
F = Fasilitator
K = Klien
O = Observer

f) Evaluasi
Kegiatan TAK dilaksanakan pada 06 Juli 2021 jam 09.00 WIB. Kegiatan dilakukan di
dalam halaman di Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) Sidoarjo . Dalam pelaksanaan TAK, jumlah Pasien berjumlah
17 orang, peserta laki-laki 9 orang dan perempuan 8 orang sesuai dengan laporan yang telah
diajukan. Dalam terapi aktivitas kelompok perawat melakukan kontrak kepada pasien sehari
sebelum TAK dilakukan. Mempersiapkan alat dan menyeting tempat dilakukan sebelum
pasien datang di tempat pelaksanaan TAK. Suasana kegiatan TAK mulai dari awal hingga
akhir acara berlangsung aman dan nyaman, Pasien sangat bersemangat. Pasien mampu
memperagakan /mengekspresikan SP Harga Diri Rendah, dan Pasien mampu mengamati
dengan baik jalannya kegiatan TAK.

48
Sebelum TAK dilaksanakan, leader memperkenalkan diri kepada pasien dan leader
memberikan kesempatan untuk co-leader, fasilitator dan observer untuk memperkenalkan diri
kepada pasien dan memberikan pasien kesempatan untuk memperkenalkan dirinya masing-
masing. Leader dan coleader saling bergantian menjelaskan peraturan terapi aktivitas
kelompok, seperti bagaimana peraturan yang di buat saat terapi aktivitas kelompok
dilaksanakan, durasi berjalannya terapi aktivitas kelompok dan memberikan infromasi
kepada pasien bahwa perawat yang berada disebelah pasien sebagai fasilitator untuk
membantu pasien selama berjalannya terapi aktivitas kelompok.

Dalam aktivitas kelompok, leader dan co-leader sudah melakukan tugasnya untuk
menjelaskan jalannya terapi aktivitas kelompok dan memimpin jalannya terapi. Fasilitator
sudah melakukan tugasnya untuk membantu pasien selama berjalannya terapi aktivitas
kelompok. Observer telah melakukan tugasnya dengan mengamati jalannya terapi aktivitas
kelompok apakah pasien mampu melakukan SP yang sudah ditentukan terapi. TAK yang
diberikan yaitu permainan rantai nama dengan diputarkan sebuah lagu dan bola yang
dioperkan ke teman di sebelahnya, kemudia bola yang berhenti saat lagu berhenti pasien
harus menceritakan pengalaman yang menyenangkan menurutnya. Diakhir sesi terapi
aktivitas kelompok diberikan reward ke pasien yang telah mengikuti kegiatan dengan baik.

Respon pasien saat diberikan terapi aktivitas kelompok yaitu :

1. Mengindentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

2. Pasien mengatakan mampu melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang pasien


miliki, seperti ada yang suka menyapu, mengepel, bernyanyi, menari, memasak,
mengaji

3. Menilai, menetapkan dan melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih 1 Pasien
mengatakan dapat melakukan kegiatan yang mereka pilih menyapu, mengepel,
bernyanyi, menari, memasak,dan mengaji

4. Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih 2

5. Pasien mengatakan mampu melakukan kegiatan yang mereka pilih 2 seperti


menyapu, mengepel, bernyanyi, menari, memasak, danmengaji

6. Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih 3

7. Pasien mengatakan mampu melakukan kegiatan yang mereka pilih 3 seperti


menyapu, mengepel, bernyanyi, menari, memasak, dan mengi hasil evaluasi ketika

49
melakukan TAK isolasi social pasien mengikuti kegiatan dengan baik dan kondusif.
Pasien juga mengikuti aturan permainan dan pada sesi 1 pasien juga mampu untuk
meperkenalkan diri sendiri di hadapan orang lain. Pada sesi 2 pasien juga mampu
berlatih berkenlan dengan orang lain dan teman dalam kelompok. Pada sesi 3,
pasien juga terlihat mau berkonstribusi pada saat TAK berlangsung dan mampu
menceritakan tentang perasaan menyenangkan mereka yang pernah terjadi pada diri
mereka dulunya. Pasien merasa lega dan mendapatkan manfaat setelah mengikuti
kegiatan TAK

g) Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dinilai klien saat terapi pada catatan proses keperawatan tiap-
tiap klien.

3.2 Defisit Perawatan Diri


a) Pengorganisasian
Penanggun jawab : Nisa’atin Aisyiyah
Leader : Hanafis ade setiana
Co Leader : Eva Wati
Observer : Ajeng Natasha Variani
Fasilitator : 1. Sintya Indriyani
2. Santi Dwi Cahyani
3. Dinda Dwi Mega S.
4. Anis Sa’adah Al mardliyah
b) Pelaksanaan Kegiatan

50
Hari / Tanggal : Rabu, 7 Juli 2021
Pukul : 09.00 - selesai
Tempat : Balai PMKS Sidoarjo
Sasaran : Pasien Defisit Perawatan Diri
Metode Dinamika Kelompok
Diskusi Tanya Jawab
Bermain Peran dan Simulasi
Media : Handphone, sisir, sikat gigi, potong, dan alat tulis
Sasaran : klien dengan gangguan defisit perawatan diri
c) Kriteria Anggota
Kriteria klien sebagai anggota yang mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok ini adalah :
1. Klien dengan gangguan jiwa terkhususnya dengan gangguan perawatan diri : defisit
perawatan diri.
2. Klien yang mengikuti terapi aktivitas ini adalah tidak mengalami perilaku agresif atau
mengamuk, dalam keadaan tenang.
3. Klien dapat diajak bekerjasama (Kooperatif)
d) Mekanisme Kegiatan
Tahap Kegiatan Waktu Pelaksana
Persiapan 1. Memilih klien sesuai indikasi yaitu klien 10 menit Leader
dengan defisit perawatan diri
2. Membuat kontrak dengan klien tentang terapi
aktivitas kelompok
3. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

Pelaksanaan Tahap Orientasi 10 menit Leader, Co


a. Salam terapeutik Leader, dan
a) Salam dari terapis kepada klien Fasilitator
b) Perkenalkan nama dan panggilan terapis
c) Menanyakan nama dan panggilan semua
klien
d) Menanyakan perasaan klien saat ini
e) Menanyakan apakah ada kejadian
perilaku kekerasan: penyebab, perilaku
kekerasan serta akibatnya
b. Kontrak
a) Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu
manfaat pentingnya perawatan diri
b) Menjelaskan aturan main:
 Membacakan peraturan

51
 Lama kegiatan 60 menit
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari
awal sampai selesai
Tahap Kerja
Tahap Kerja 1
a. Terapis meminta klien menyebutkan alat-alat
untuk menggosok gigi, menyisir rambut,
30 menit
memotong kuku dan cuci tangan 7 langkah.
b. Ulangi sampai semua klien mendapat giliran
c. Berikan pujian setiap kali klien bercerita
d. Klien menyebutkan alat-alat dan
mendemostrasikan untuk menggosok gigi,
menyisir rambut, memotong kuku dan cuci
tangan 7 langkah.
e. Meminta klien secara bergilir untuk
mendemonstrasikan ulang kegiatan pada poin
f. Berikan pujian setiap kali klien bisa melakukan
kegiatan
g. Memberikan kesimpulan pada setiap kegiatan
yang telah dipratekkan

Penutup a. Evaluasi 10 menit Leader dan


a. terapis menanyakan perasaan klien setelah Co Leader
mengikuti terapi
b. terapis memberikan pujian atas keberhasilan
kelompok
b. Tindak lanjut
a. Menganjurkan tiap anggota kelompok melatih
memperkenalkan diri kepada orang lain di
kehidupan sehari-hari.
b. Menganjurkan tiap anggota kelompok untuk
menerapkan cara yang telah dipelajari dalam
perawatan diri.
c. Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri
dan manfaat perawatan diri pada jadwal
kegiatan harian klien.

e) Uraian Tugas
1. Leader
Tugas :
 Memimpin berlangsungya TAK
 Merencanakan, mengontrol dan mengatur berlangsungnya TAK

52
 Menyampaikan materi sesuai TAK
 Memimpin klompok diskusi
2. Co- Leader
Tugas
 Membuka acara
 Mendampingi leader
 Mengambil alih posisi leader jika leader di bloking
 Menyerahkan kembali kepada leader posisi leader
 Menutup acara
3. Fasilitator
Tugas :
 Ikut serta dalam kegiatan kelompok
 Memberikan stimulus, motivasi anggota kelompok untuk aktif mengikuti berlangsungnya
TAK
4. Observer
Tugas :
 Mencatat serta mengamati respon klien (dicatat pada format tersedia)
 Mengawasi berlagsungnya TAK dari mulai persiapan, proses hingga penutup.

f) Setting Tempat
a. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
b. Ruangan nyaman dan tenang
c. Tempat dan denah

53
Keterangan :
: Co-Leader

: Leader

: Klien

: Fasilitator

: Observer

b) Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja yang
menilai kemampuan klien melakukan TAK. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien
sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK sesi 1, di evaluasi kemampuan klien memperkenalkan
diri, kemampuan klien menyebutkan manfaat pentingnya keperawatan diri, cara menjaga
kebersihan diri dan akibat apabila tidak melakukan perawatan diri dengan menggunakan formulir
evaluasi berikut :
Stimulasi Persepsi: defisit perawatan diri
No Nama klien Menyebutkan Menyebutkan cara Menyebutkan akibat
manfaat pentingnya menjaga apabila tidak
perawatan diri kebersihan diri melakukan perawatan
diri

54
1. Nurhana x x x
2. Doni √ √ √
3. Rehana √ √ √
4. Ernawati √ √ √
5. Fatimah x x √
6. Reni x x √
7. Ajim √ √ √
8. Munur √ √ √
9. Asep √ √ v
10. Dian x √ √
11 Agus √ √ √
12 Nur Aini √ √ √
13 Karimah √ √ √
14 Misto √ √ √

Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang mengikuti TAK
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mempraktikan dua cara fisik untuk
mencegah perilaku kekerasan. Beri tanda  jika klien mampu atau tanda  jika klien tidak
mampu.
Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dinilai klien saat terapi pada catatan proses keperawatan tiap-
tiap klien.

3.3 Halusinasi
a) Pengorganisasian
Penanggun jawab : Kholisatun Nisa’, S. Kep
Leader : M. febri Ramadhan, S. Kep
Co Leader : Siti Nur Istiqomah, S. Kep
Observer : Nisa Ayu Amalia, S. Kep
Fasilitator : 1. Karmilah, S. Kep
5. Susi Karlina, S. Kep
6. Wira Adjie Utama S. Kep
7. Tanzzela Oktafia Purnamasari, S. Kep
b) Pelaksanaan Kegiatan
Hari / Tanggal : Jumat, 09 Juli 2021
Pukul : 09.30 – 11. 00 WIB

55
Tempat : Balai PMKS Sidoarjo
Sasaran : Pasien Halusinasi
Metode : Permainan
Media : Bola

c) Mekanisme Kegiatan
Tahap Kegiatan Waktu Pelaksana

56
Jumat, 02 Tahap Orientasi
Juli 2021 a. Salam terapiutik.
a) Salam dari terapis
Terapi
b) Perkenalan nama, dan panggilan terapis
Sosial
b. Menanyakan nama dan panggilan semua
klien Evaluasi/validasi.
a) Menanyakan perasaan klien saat ini
b) Menanyakan perasaan yang dirasakan
c. Kontrak.
a) Menyiapkan tempat 10 menit Leader, Co
b) Menjelaskan aturan main, Jika ada klien Leader, dan
yang ingin meninggalkan kelompok Fasilitator
harus meminta ijin kepada terapis, lama
kegiatan
45 menit, klien mengikuti kegiatan dari
awal sampai selesai
c) Menjelaskan tentang kegiatan yang akan
dilakukan, klien berputar mengitari bola
sambil berjoged saat music diputar.
Setelah music berhenti, klien akan
berebut mengambil bola sesuai warna
yang telah ditentukan
Tahap Kerja Leader, Co
a) Klien mengitari bola sambil berjoged Leader, dan
40 menit
saat music diputar Fasilitator
b) Setelah music berhenti, klien akan
berebut mengambil bola sesuai warna
yang telah ditentukan
c) Klien yang tidak mendapat bola keluar
dari permainan hingga tersisa 1 klien
yang menjadi pemenang

57
Terminasi
a) Mengakhiri kegiatan dengan
10 menit Leader
menyampaikan salam
b) Melakukan kontrak waktu untuk
kegiatan selanjutnya

d) Uraian Tugas
1. Leader
a) Memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok
b) Merencanakan, mengatur, mengontrol, dan mengembangkan jalannya terapi
aktivitas kelompok
c) Membuka acara terapi aktivitas kelompok
d) Memimpin diskusi kelompok
e) Memberikan informasi
f) Menutup acara
2. Co Leader
a) Mendampingi leader
b) Mengambil posisi leader jika pasif
c) Mengarahkan kembali posisi peminpin kepada leader
d) Menjadi motivator
3. Fasilitator
a) Membantu dan menjelaskan tugas yang harus dilakukan klien sebagai anggota
kelompok
b) Membantu mempersiapkan klien dan sarana yang menunjang ketika kegiatan
kelompok berlangsung
c) Memberikan motivasi kepada klien untuk tetap aktif dalam melaksanakan terapi
aktivitas kelompok
4. Observer
a) Mengobservasi persiapan pelaksanaan terapi aktivitas kelompok
b) Mencatat semua aktivitas terapi aktivitas kelompok
c) Mengevaluasi hasil kegiatan terapi aktivitas kelompok

58
e) Setting Tempat
a. Terapis dan klien duduk bersama dalam setengan lingkaran
b. Ruangan nyaman dan tenang
c. Semuanya menghadap televisi
d. Tempat dan denah

F K
CL
K L

F
O
K
F
F
K F K

Keterangan:
L = Leader
CL = Co Leader
F = Fasilitator
K = Klien
O = Observer

f) Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek
yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi
persepsi umum, sesi 1 kemampuan yang diharapkan adalah mampu memperkenalkan dirinya,
dan, melakukan tahapan menghardik dan memberi pendapat terhadap pendapat orang lain dan
mengikuti kegiatan sampai selesai. Formulir evaluasi sebagai berikut :

59
No Aspek yang dinilai Nama Klien
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Keaktifan klien
2 Tingkat pemahan klien
mengenai kegiatan yang
dilakukan
3 Tingkat kerjasama klien
dengan klien yang lain

Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dinilai klien saat terapi pada catatan proses keperawatan tiap-
tiap klien.

60
3.4 Isolasi Sosial
a) Pengorganisasian
Penanggun jawab : William Tri Bagus P, S. Kep
Leader : Sri Sumiarti S. Kep
Co Leader : Tri Ratna Ningtiyas, S. Kep
Observer : Alfiana Riska Amelia, S. Kep
Fasilitator : 1. Ayu Fita Wulan Sari, S. Kep
2.Susi Rosita Amalia, S. Kep
3.Lutfi Dwi Riza Aini, S. Kep
b) Pelaksanaan Kegiatan
Hari / Tanggal : Kamis (08 Juli 2021)
Pukul : 09.00 - selesai
Tempat : Balai PMKS Sidoarjo
Sasaran : Pasien Isolasi Sosial
Metode : Permainan Bola Beracun
Media : tidak ada
c) Mekanisme Kegiatan
Tahap Kegiatan Waktu Pelaksana
Kamis, 08 1. Memilih klien sesuai indikasi yaitu klien dengan 30 Menit Leader, Co
Juni 2021 isolasi sosial menit Leader, dan
2. Bina Hubungan saling percaya pada klien dengan Fasilitator
Persiapan
melakukan perkenalan
Tahap Orientasi 15 menit Anggota
a. Salam terapiutik. kelompok
a) Salam dari terapis
b) Perkenalan nama, dan panggilan terapis
c) Menanyakan nama dan panggilan semua
klien
b. Evaluasi/validasi.
Menanyakan perasaan yang dirasakan
Menanyakan perasa
c. Kontrak.
Menjelaskan tujuan kegiatan perkenalan
Menjelaskan aturan main, semua pasien melingkar

61
secara berhadapan kemuadian musik di nyalakan
setalah itu petugas dan pasien saling melempar bola
sampai musik berhenti, dan saat musik berhenti yang
memegang bola harus memperkenalkan diri “Nama,
Alamat, Hobby.
Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok
harus meminta ijin kepada terapis, lama kegiatan 45
menit, klien mengikuti kegiatan dari awal sampai
selesai

Tahap Kerja 45 menit Leader, Co


a. Membentuk formasi sesuai dengan denah Leader, dan
b. Melakukan perkenalan sesuai dengan peraturan Fasilitator
yang telah ditentukan

Terminasi 5 menit Leader


a) Mengakhiri kegiatan dengan menyampaikan
salam
b) Melakukan kontrak waktu untuk kegiatan
selanjutnya

Terminasi
a) Mengakhiri kegiatan dengan menyampaikan
salam
b) Melakukan kontrak waktu untuk kegiatan 10 menit Leader
selanjutnya

Jumat, 02 Tahap Orientasi


Juli 2021 a. Salam terapiutik.
a) Salam dari terapis
Terapi
b) Perkenalan nama, dan panggilan terapis
Sosial
b. Menanyakan nama dan panggilan semua klien
Evaluasi/validasi.
a) Menanyakan perasaan klien saat ini 15 menit Leader, Co
b) Menanyakan perasaan yang dirasakan Leader, dan

62
c. Kontrak Fasilitator
a) Menjelaskan aturan main, Jika ada klien yang
ingin meninggalkan kelompok harus meminta
ijin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit,
klien mengikuti kegiatan dari awal sampai
selesai
b) Menjelaskan tentang kegiatan yang akan
dilakukan, mempertahankan air tetap ful di
dalam gelas sampai ke orang terakhir
Tahap Kerja
a) Memberikan contoh kegiatan yang dilakukan
pada klien
b) Membagi tim klien yang terdiri dari 2 anggota 1 jam Leader, Co
kelompok Leader, dan
c) Membagikan gelas dan air Fasilitator
d) Klien mulai memainkan games yang diberikan

Terminasi
a) Mengakhiri kegiatan dengan menyampaikan
10 menit Leader, Co
salam
Leader, dan
b) Melakukan kontrak waktu untuk kegiatan
Fasilitator
selanjutnya

d) Uraian Tugas
1. Leader
a) Memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok
b) Merencanakan, mengatur, mengontrol, dan mengembangkan jalannya
terapi aktivitas kelompok
c) Membuka acara terapi aktivitas kelompok
d) Memimpin diskusi kelompok
e) Memberikan informasi
f) Menutup acara
2. Co Leader

63
a) Mendampingi leader
b) Mengambil posisi leader jika pasif
c) Mengarahkan kembali posisi peminpin kepada leader
d) Menjadi motivator
3. Fasilitator
a) Membantu dan menjelaskan tugas yang harus dilakukan klien sebagai
anggota kelompok
b) Membantu mempersiapkan klien dan sarana yang menunjang ketika
kegiatan kelompok berlangsung
c) Memberikan motivasi kepada klien untuk tetap aktif dalam melaksanakan
terapi aktivitas kelompok
4. Observer
a) Mengobservasi persiapan pelaksanaan terapi aktivitas kelompok
b) Mencatat semua aktivitas terapi aktivitas kelompok
c) Mengevaluasi hasil kegiatan terapi aktivitas kelompok

c) Setting Tempat
f. Terapis dan klien duduk bersama dalam setengan lingkaran
g. Ruangan nyaman dan tenang
h. Semuanya menghadap televisi
i. Tempat dan denah
j. Tempat dan denah

F L
CL
K

O
F
K
K

F F
K F K

Keterangan:

64
L = Leader
CL = Co Leader
F = Fasilitator
K = Klien
O = Observer

d) Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan
TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi umum, sesi 1 kemampuan yang
diharapkan adalah memberi kesempatan kepada klien untuk lebih percaya diri
untuk memperkenalkan dirinya di depan umum. Sesi 2 kemampuan yang di
harapkan adalah memberikan kesempatan untuk lebih keras untuk melatih
fungsih kognitifnya, sedangkan untuk sesi 3 kemampuan yang diharapkan
adalah memberi kesempatan kepada pasien untuk membina hubungan saling
percaya anatar teman bermain. sedangkan untuk sesi 4 kemampuan yang
diharapkan adalah memberi kesempatan kepada pasien untuk melatih rasa kerja
sama dan sosialisasi anatar teman.
Formulir evaluasi sebagai berikut :

No Aspek yang dinilai Nama Klien


1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Keaktifan klien
2 Tingkat pemahan klien
mengenai kegiatan yang
dilakukan
3 Tingkat kerjasama klien
dengan klien yang lain

Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dinilai klien saat terapi pada catatan proses
keperawatan tiap-tiap klien.

65
66
BAB 4
LAPORAN HASIL KEGIATAN

4.1 HARGA DIRI RENDAH


a. Pengorganisasian
Penanggun jawab : Putri Rachmania, S. Kep
Leader : Nur Indah Selviana, S. Kep
Co Leader : Sekar Sari A
Observer : Intan Yuniar, S. Kep
Fasilitator : 1. Diah Karunia R. Z
2. Annastasyah Pratiwi
3. Fadzlillah Ikhsan
4. Nino Yusuf Laksa P
a. Pelaksanaan Kegiatan
Hari / Tanggal : Selasa, 6 Juli 2021
Pukul : 09.00 - selesai
Tempat : Balai PMKS Sidoarjo
Sasaran : Pasien Harga Diri Rendah (HDR)
Metode : Permainan permainan rantai nama dengan diputarkan sebuah
lagu dan bola yang dioperkan ke teman di sebelahnya, kemudia
bola yang berhenti saat lagu berhenti pasien harus menceritakan
pengalaman yang menyenangkan menurutnya
Media : Bola, Kertas, Spidol, Solatip, Handphone

b. Presensi
1. Pembimbing lahan praktek keperawatan jiwa di Balai PMKS Sidoarjo sebanyak 2 orang
2. Klien dengan harga Diri Rendah sebanyak 17 orang.
3. Mahasiswa program Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Lamongan di Balai
PMKS Sidoarjo sebanyak 8 orang.

67
c. Mekanisme Kegiatan
a) Tahap Persiapan
1. Kegiatan persiapan dilakukan pada tanggal 6 Juli 2021, yang dimulai dengan penentuan
klien dengan . Selanjutnya dilakukan pengerjaan mengenai proposal TAK harga Diri
Rendah
2. Mahasiswa menyiapkan alur dan lembar penilaian tentang TAK Harga Diri Rendah.
3. Mahasiswa memilih dan meminta izin kepada pasien untuk dilakukan TAK Harga Diri
Rendah.

b) Tahap Pelaksanaan
Kegiatan TAK Harga Diri Rendah dilaksanakan pada jam 09.00 WIB sampai
dengan jam 10.45 WIB kegiatan berlangsung selama 45 menit. TAK dilaksanakan, leader
memperkenalkan diri kepada pasien dan leader memberikan kesempatan untuk co-leader,
fasilitator dan observer untuk memperkenalkan diri kepada pasien dan memberikan
pasien kesempatan untuk memperkenalkan dirinya masing-masing. Leader dan coleader
saling bergantian menjelaskan peraturan terapi aktivitas kelompok, seperti bagaimana
peraturan yang di buat saat terapi aktivitas kelompok dilaksanakan, durasi berjalannya
terapi aktivitas kelompok dan memberikan infromasi kepada pasien bahwa perawat yang
berada disebelah pasien sebagai fasilitator untuk membantu pasien selama berjalannya
terapi aktivitas kelompok.
Dalam aktivitas kelompok, leader dan co-leader sudah melakukan tugasnya untuk
menjelaskan jalannya terapi aktivitas kelompok dan memimpin jalannya terapi.
Fasilitator sudah melakukan tugasnya untuk membantu pasien selama berjalannya terapi
aktivitas kelompok. Observer telah melakukan tugasnya dengan mengamati jalannya
terapi aktivitas kelompok apakah pasien mampu melakukan SP yang sudah ditentukan
terapi. TAK yang diberikan yaitu permainan rantai nama dengan diputarkan sebuah lagu
dan bola yang dioperkan ke teman di sebelahnya, kemudia bola yang berhenti saat lagu
berhenti pasien harus menceritakan pengalaman yang menyenangkan menurutnya.
Mahasiswa berperan sesuai dengan pembagian peran. Selama pelaksanaan tidak ada
kendala.

c) Tahap Penutup
1. Mahasiswa melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan TAK Harga Diri Rendah.
2. Diakhir sesi terapi aktivitas kelompok diberikan reward ke pasien yang telah
mengikuti kegiatan dengan baik
3. Penanggung jawab TAK mendiskusikan kekurangan apa yang diperlukan dan
diperbaiki untuk kedepannya.

68
4.2 DEFISIT PERAWATAN DIRI
a. Pengorganisasian
Penanggun jawab : Nisa’atin Aisyiyah
Leader : Hanafis ade setiana
Co Leader : Eva Wati
Observer : Ajeng Natasha Variani
Fasilitator : 1. Sintya Indriyani
3. Santi Dwi Cahyani
4. Dinda Dwi Mega S.
5. Anis Sa’adah Al mardliyah
b. Pelaksanaan Kegiatan
Hari / Tanggal : Rabu, 7 Juli 2021
Pukul : 09.00 - selesai
Tempat : Balai PMKS Sidoarjo
Sasaran : Pasien Defisit Perawatan Diri
Metode : Dinamika Kelompok
Diskusi Tanya Jawab
Bermain Peran dan Simulasi
Media : Handphone, sisir, sikat gigi, potong, dan alat tulis
Sasaran : klien dengan gangguan defisit perawatan diri
c. Presensi
1. Pembimbing lahan praktek keperawatan jiwa di Balai PMKS Sidoarjo sebanyak 2 orang
2. Klien dengan isolasi sosial sebanyak 14 orang.
3. Mahasiswa program Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Lamongan di Balai
PMKS Sidoarjo sebanyak 31 orang.
d. Mekanisme Kegiatan
a) Tahap Persiapan
1. Kegiatan persiapan dilakukan pada tanggal 7 Juni 2021, yang dimulai dengan
penentuan klien dengan Defisit Perawatan Diri. Selanjutnya dilakukan pengerjaan
mengenai proposal TAK Defisit Perawatan diri.
2. Mahasiswa menyiapkan alur dan lembar penilaian tentang TAK Defisit Perawatan
Diri.
3. Mahasiswa memilih dan meminta izin kepada pasien untuk dilakukan TAK Defisist
Perawatan Diri.

69
b) Tahap Pelaksanaan
Kegiatan TAK Defisist Perawatan Diri dilaksanakan pada jam 09.00 WIB
sampai dengan jam 10.00 WIB kegiatan berlangsung selama 60 menit. Mahasiswa
berperan sesuai dengan pembagian peran. Selama pelaksanaan tidak ada kendala.

b) Tahap Penutup
Mahasiswa melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan TAK Perawatan Defisist
Perawatan Diri. Penanggung jawab TAK mendiskusikan kekurangan apa yang
diperlukan dan diperbaiki untuk kedepannya.

4.3 ISOLASI SOSIAL


a. Pengorganisasian
Penanggun jawab : William Tri Bagus P, S. Kep
Leader : Sri Sumiarti S. Kep
Co Leader : Tri Ratna Ningtyas, S. Kep
Observer : Alfiana Riska Amelia, S. Kep
Fasilitator : 1. Ayu Fita Wulan Sari, S. Kep
2.Susi Rosita Amalia, S. Kep
3.Lutfi Dwi Riza Aini, S. Kep

b. Pelaksanaan Kegiatan
Hari / Tanggal : Kamis, 8 Juli 2021
Pukul : 09.00 - selesai
Tempat : Balai PMKS Sidoarjo
Sasaran : Pasien Isolasi Sosial
Metode : Dinamika Kelompok (menyebutkan nama, alamat rumah, hoby)
Media : Handphone
Sasaran : Klien dengan isolasi sosial
e. Presensi
1. Pembimbing lahan praktek keperawatan jiwa di Balai PMKS Sidoarjo sebanyak 2
orang
2. Klien dengan isolasi sosial sebanyak 9 orang.
3. Mahasiswa program Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Lamongan di Balai
PMKS Sidoarjo sebanyak 31 orang.

70
f. Mekanisme Kegiatan
a) Tahap Persiapan
1. Kegiatan persiapan dilakukan pada tanggal 5 Juni 2021, yang dimulai dengan
penentuan klien dengan Defisit Perawatan Diri. Selanjutnya dilakukan pengerjaan
mengenai proposal TAK Isolasi Sosial.
2. Mahasiswa menyiapkan alur dan lembar penilaian tentang TAK Isolasi Sosial
3. Mahasiswa memilih dan meminta izin kepada pasien untuk dilakukan TAK Isolasi
Sosial.

b) Tahap Pelaksanaan
Kegiatan TAK Isolasi Sosial dilaksanakan pada jam 09.00 WIB sampai dengan
jam 10.00 WIB kegiatan berlangsung selama 60 menit. Mahasiswa berperan sesuai
dengan pembagian peran. Selama pelaksanaan tidak ada kendala.

c) Tahap Penutup
Mahasiswa melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan TAK Isolasi Sosial.
Penanggung jawab TAK mendiskusikan kekurangan apa yang diperlukan dan
diperbaiki untuk kedepannya.

4.4 Halusinasi
a. Pengorganisasian
Penanggun jawab : Kholisatun Nisa’, S. Kep
Leader : M. febri Ramadhan, S. Kep
Co Leader : Siti Nur Istiqomah, S. Kep
Observer : Nisa Ayu Amalia, S. Kep
Fasilitator : 1. Karmilah S. Kep
2. Susi Karlina, S. Kep
3. Wira Adjie Utama S. Kep
Tanzzela Oktafia Purnamasari, S. Kep
b. Pelaksanaan Kegiatan
Hari / Tanggal : Jumat, 09 Juli 2021
Pukul : 09.30 – 10.30 WIB
Tempat : Balai PMKS Sidoarjo
Sasaran : Pasien Halusinasi
Metode : Permainan
Media : Balon

71
c. Presensi
1. Pembimbing lahan praktek keperawatan jiwa di Balai PMKS Sidoarjo sebanyak 2 orang
2. Klien dengan halusinasi sebanyak 16 orang.
3. Mahasiswa program Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Lamongan di Balai
PMKS Sidoarjo sebanyak 31 orang.

d. Mekanisme Kegiatan
a) Tahap Persiapan
1. Kegiatan persiapan dilakukan pada tanggal 05 Juli 2021, yang dimulai dengan
penentuan klien dengan halusinasi. Selanjutnya dilakukan pengerjaan mengenai
proposal TAK Halusinasi.
2. Mahasiswa menyiapkan alur dan lembar penilaian tentang TAK Halusinasi.
3. Mahasiswa memilih dan meminta izin kepada pasien untuk dilakukan TAK
Halusinasi.

b) Tahap Pelaksanaan
Kegiatan TAK Halusinasi dilaksanakan pada jam 09.30 WIB sampai dengan jam
10.30 WIB kegiatan berlangsung selama 60 menit. Mahasiswa berperan sesuai dengan
pembagian peran. Selama pelaksanaan tidak ada kendala.

c) Tahap Penutup
1. Mahasiswa melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan TAK halusinasi.
2. Penanggung jawab TAK mendiskusikan kekurangan apa yang diperlukan dan
diperbaiki untuk kedepannya.
d) Hasil TAK Halusinas
Nama : Tn. A

No Aspek yang dinilai Nama Klien


1 2 3 4 5
1 Keaktifan klien 
2 Tingkat pemahan klien 
mengenai kegiatan yang
dilakukan
3 Tingkat kerjasama klien 
dengan klien yang lain

72
Nama : Tn. A

No Aspek yang dinilai Nama Klien


1 2 3 4 5
1 Keaktifan klien 
2 Tingkat pemahan klien 
mengenai kegiatan yang
dilakukan
3 Tingkat kerjasama klien 
dengan klien yang lain

Nama : Tn. A

No Aspek yang dinilai Nama Klien


1 2 3 4 5
1 Keaktifan klien 
2 Tingkat pemahan klien 
mengenai kegiatan yang
dilakukan
3 Tingkat kerjasama klien 
dengan klien yang lain

Nama : Ny. E

No Aspek yang dinilai Nama Klien


1 2 3 4 5
1 Keaktifan klien 
2 Tingkat pemahan klien 
mengenai kegiatan yang
dilakukan
3 Tingkat kerjasama klien 
dengan klien yang lain

Nama : Tn. R

No Aspek yang dinilai Nama Klien


1 2 3 4 5
1 Keaktifan klien 

73
2 Tingkat pemahan klien 
mengenai kegiatan yang
dilakukan
3 Tingkat kerjasama klien 
dengan klien yang lain

Nama : Ny. S

No Aspek yang dinilai Nama Klien


1 2 3 4 5
1 Keaktifan klien 
2 Tingkat pemahan klien 
mengenai kegiatan yang
dilakukan
3 Tingkat kerjasama klien 
dengan klien yang lain

Nama : Tn. S

No Aspek yang dinilai Nama Klien


1 2 3 4 5
1 Keaktifan klien 
2 Tingkat pemahan klien 
mengenai kegiatan yang
dilakukan
3 Tingkat kerjasama klien 
dengan klien yang lain

Nama : Nn. N

No Aspek yang dinilai Nama Klien


1 2 3 4 5
1 Keaktifan klien 
2 Tingkat pemahan klien 
mengenai kegiatan yang
dilakukan
3 Tingkat kerjasama klien 
dengan klien yang lain

74
Nama : Ny. R

No Aspek yang dinilai Nama Klien


1 2 3 4 5
1 Keaktifan klien 
2 Tingkat pemahan klien 
mengenai kegiatan yang
dilakukan
3 Tingkat kerjasama klien 
dengan klien yang lain

Nama : Ny. M

No Aspek yang dinilai Nama Klien


1 2 3 4 5
1 Keaktifan klien 
2 Tingkat pemahan klien 
mengenai kegiatan yang
dilakukan
3 Tingkat kerjasama klien 
dengan klien yang lain

Nama :Tn. H

No Aspek yang dinilai Nama Klien


1 2 3 4 5
1 Keaktifan klien 
2 Tingkat pemahan klien 
mengenai kegiatan yang
dilakukan
3 Tingkat kerjasama klien 
dengan klien yang lain

Nama :Tn. C

No Aspek yang dinilai Nama Klien


1 2 3 4 5

75
1 Keaktifan klien 
2 Tingkat pemahan klien 
mengenai kegiatan yang
dilakukan
3 Tingkat kerjasama klien 
dengan klien yang lain

Nama : Ny. S

No Aspek yang dinilai Nama Klien


1 2 3 4 5
1 Keaktifan klien 
2 Tingkat pemahan klien 
mengenai kegiatan yang
dilakukan
3 Tingkat kerjasama klien 
dengan klien yang lain

Nama : Tn. A

No Aspek yang dinilai Nama Klien


1 2 3 4 5
1 Keaktifan klien 
2 Tingkat pemahan klien 
mengenai kegiatan yang
dilakukan
3 Tingkat kerjasama klien 
dengan klien yang lain

Nama :Tn. S

No Aspek yang dinilai Nama Klien


1 2 3 4 5
1 Keaktifan klien 
2 Tingkat pemahan klien 
mengenai kegiatan yang
dilakukan
3 Tingkat kerjasama klien 
dengan klien yang lain

76
77
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kegiatan Terapi Aktifitas Kelompok yang dilakukan di Balai Pelayanan dan
Rehabilitasi PMKS Sidoarjo oleh mahasiswa Profesi Ners Universitas
Muhammadiyah Lamongan adalah TAK pada klien dengan Waham, Halusinasi,
Defisit Perawatan Diri dan juga Harga Diri Rendah dilaksanakan pada semua
klien yang mengikuti kegiatan di Aula A Balai Pelayanan dan Rehabilitasi
PMKS Sidoarjo sehari-harinya tanpa dibedakan berdasarkan kasus. Tujuan
dilakukannya kegiatan TAK adalah untuk memenuhi tugas praktik profesi ners
stase departemen jiwa tahun 2021 yang dilaksanakan di Balai Pelayanan dan
Rehabilitasi PMKS Sidoarjo.
5.2 Saran
Penyusunan laporan kegiatan didasarkan pada hasil kegiatan yang telah
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah dilakukan. Apabila alam
penyusunan lapooran ini ditemukan adanya kekurangan diharapkan pembaca
memberikan kritik dan saran.

78
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2018. “Karya Tulis Ilmiah Keperawatan Jiwa: Halusinasi”.


http://digilib.unimus.ac.id/files/disk/147/jtp-supriyadin-7339-1-bab1-pdf.

Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2012. “Buku Saku Kesehatan Tahun 2012”.
www.dinkesjateng.go.id.

Direja, Ade Herman S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.
Febrida. 2017. “Pengaruh Terapi Aktifitas Stimulasi”.
http://http.yasir.com/2019/10/pengaruh-terapi-aktifitas-stimulasi.html.

WHO. 2016. “Laporan 26 juta warga Negara Indonesia gangguan jiwa”


http://dir.groups.yahoo.com/group/karismatik/message/615

79
DOKUMENTASI

80
81
82
83
84

Anda mungkin juga menyukai