Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan jiwa adalah sikap yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh, kembang,
aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan
dalam beradaptasi dengan lingkungan (Stuart dan Laraia dalam Yosep, 2014, h 1). Menurut
Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, Kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mencapai tingkat kesehatan jiwa secara optimal,
pemerintah Indonesia menegaskan perlunya upaya peningkatan kesehatan jiwa, seperti yang
dituangkan dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan Bab IX pasal 144
yang menyatakan bahwa upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat
menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain
yang dapat mengganggu kesehatan jiwa (Dalami, 2010, h 2).
Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan,
dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa bertambah.
Berdasarkan data dari World Health Organitation(WHO) dalam Yosep (2013), WHO
memperkirakan sebanyak 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental,
terdapat sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk
diperkirakanakan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Gangguan
jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan kemungkinan akan berkembang
menjadi 25% di tahun 2030, gangguan jiwa juga berhubungan dengan bunuh diri, lebih dari
90% dari satu juta kasus bunuh diri setiap tahunnya akibat gangguan jiwa.
Gangguan jiwa ditemukan di semua negara, pada perempuan dan laki-laki, pada semua
tahap kehidupan, orang miskin maupun kaya baik di pedesaan maupun perkotaan mulai dari
yang ringan sampai berat. Data WHO (2006) mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk
Indonesia mengalami gangguan jiwa, dimana panik dan cemas adalah gejala paling ringan.
Gambaran gangguan jiwa berat di Indonesia pada tahun 2007 memiliki prevalensi sebesar 4.6
permil, artinya bahwa dari 1000 penduduk Indonesia terdapat empat sampai lima diantaranya
menderita gangguan jiwa berat (Puslitbang Depkes RI, 2008). Penduduk Indonesia pada
tahun 2007 (Pusat Data dan Informasi Depkes RI, 2009) sebanyak 225.642.124 sehingga
klien gangguan jiwa di Indonesia pada tahun 2007 diperkirakan 1.037.454 orang. Provinsi
Jawa Barat didapatkan data individu yang mengalami gangguan jiwa sebesar 0,22 %
(Riskesdas, 2007).
Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan harga diri
rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perilaku orang lain yang mengancam dan
hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi
sampai rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif
dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasaaman. Individu
yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan menganggap
sebagai ancaman (Keliat, 2011). Harga diri rendah juga sering terjadi secara tiba-tiba atau
yang biasa kita kenal sebagai harga diri rendah situasional. Sedangkan menurut Nurarif dan
Hardhi (2015, p. 55) harga diri rendah situasional merupakan munculnya persepsi negatif
tentang makna diri sebagai respon terhadap situasi saat ini. Harga diri rendah situasional
merupakan bentuk trauma yang tiba-tiba seperti, harus operasi, kecelakaan, putus sekolah,
perceraian, dan korban perkosaan. Pengelolaan pada pasien harga diri rendah situasional
harus segera ditangani dengan tepat agar tidak berkelanjut pada harga diri rendah kronik.
Tanda dan gejala harga diri rendah yaitu mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu,
pandangan hidup yang pesimis, penurunan produktivitas, penolakan terhadap kemampuan
diri. Selain tanda dan gejala diatas, dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan
harga diri rendah yang tampak kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi,
selera makan menurun, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, dan
bicara lambat dengan nada suara yang rendah (Keliat, 2011). Pada klien dengan harga diri
rendah dapat dterapkan menggunakan terapi hubungan interpersonal. Terapi hubungan
interpersonal memfokuskan pada hubungan interpersonal pasien, sifat-sifat dan
kelemahannya dan meningkatkan hubungan tersebut. Idenya adalah apabila seseorang
memiliki hubungan yang kuat , kuat dan penuh penghargaan dengan orang lain,
kecilkemungkinannya untuk menjadi depresi atau tetap depresi (atau ansietas,dll), dan
mereka akan lebih merasakan kebahagiaan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu harga diri rendah?
2. Bagaimana faktor dari harga diri rendah?
3. Apa saja jenis-jenis harga diri rendah?
4. Bagaimana rentang respon dari harga diri rendah?
5. Bagaimana konsep harga diri rendah?
6. Bagaimana rencana kegiatan harga diri rendah?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui arti harga diri rendah
2. Mengetahui faktor harga diri rendah
3. Mengetahui jenis-jenis harga diri rendah
4. Mengetahui rentang respon harga diri rendah
5. Mengetahui konsep harga diri rendah
6. Mengetahui rencana kegiatan harga diri rendah

Anda mungkin juga menyukai