Anda di halaman 1dari 32

PEMETAAN STRUKTUR LAPISAN BAWAH PERMUKAAN TANAH

MENGGUNAKAN METODE AUTOKORELASI SPASIAL DI


CEKUNGAN BANDUNG

oleh

MUHAMMAD SABIQ TAFWIDLUL MAULA


10216017

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2021
ABSTRAK

Struktur bawah permukaan Cekungan Bandung atau Bandung Basin dapat


diketahui dengan memanfaatkan Spasial Autocorrelation (SPAC) atau metode
autokorelasi spasial. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik lapisan
tanah atau batuan di bawah permukaan Cekungan Bandung. Dengan perambatan
gelombang mekanik yang terjadi, terdapat salah satu jenis gelombang yang dapat
digunakan untuk mengetahui struktur lapisan bawah permukaan bumi, yaitu
gelombang Rayleigh. Metode autokorelasi spasial merupakan salah satu metode
survei mikrotremor yang dapat memberikan informasi struktur bawah permukaan
dengan karakteristik gelombang Rayleigh yang didapat dari perekaman data
mikrotremor. Dalam penelitian ini, perekaman data dilakukan di Cekungan
Bandung pada Bulan Januari hingga Februari 2021 dengan menggunakan
geophone 1 Hz. Masing-masing pengukuran dilakukan dengan membentuk 3
array dengan radius 100, 1000, dan 5000 meter. Hasil dari penelitian diolah
menggunakan perangkat lunak Matlab dan Geopsy. Inversi yang dilakukan
menghasilkan model kecepatan gelombang geser tiga lapisan yang dangkal hingga
yang dalam pada tiap array. Nilai kecepatan geser array pertama adalah 150, 250
dan 460 m/s untuk tiga lapisan pertama bawah permukaan hingga kedalaman 100
m. Nilai kecepatan geser array kedua adalah 250, 600 dan 1500 m/s untuk tiga
lapisan pertama bawah permukaan hingga kedalaman 2000 m. Nilai kecepatan
geser array ketiga adalah 300, 650 dan 1800 m/s untuk tiga lapisan pertama bawah
permukaan hingga kedalaman 3000 m. Berdasarkan klasifikasi NEHRP, nilai
gelombang geser sebesar 366 sampai 762 m/s yang menunjukkan bahwa profil
tanah di bawah lokasi pengukuran termasuk dalam kategori tanah sangat padat
atau batuan lunak, lapisan batuan memiliki kecepatan gelombang geser antara
763-1524 m/s, dan batuan keras dengan kecepatan gelombang geser lebih besar
atau sama dengan 1524 m/s. Model yang diperoleh dari penelitian SPAC ini
bersesuaian dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lainnya
dengan memanfaatkan metode geofisika yang berbeda.

Kata kunci : Cekungan Bandung, Gelombang Rayleigh, Mikrotremor, Struktur


Lapisan
DAFTAR ISI

ABSTRAK i
DAFTAR ISI ii
Bab I Pendahuluan...........................................................................................1
Bab II Dasar Teori.............................................................................................4
II.1 Gelombang Seismik.......................................................................4
II.1.1 gelombang Badan (Body Wave)........................................4
II.1.2 Gelombang Permukaan (Surface Wave)............................4
II.2 Dispersi Gelombang Permukaan....................................................4
II.3 Mikrotremor...................................................................................4
II.3.1 Metode Survei Mikrotremor...............................................4
II.4 Power Spectra dari Mikrotremor....................................................4
II.4.1 Representasi Spektral dari Data Mikrotremor Sebagai
Proses Stokastik..................................................................4
II.5 Metode Autokorelasi Spasial.........................................................4
II.5.1 Fungsi Autokorelasi Spasial...............................................4
II.5.2 Koefisien Autokorelasi Spasial dari Array Lingkaran serta
Hubungannya dengan Kecepatan Fasa...............................4
II.6 Estimasi Kecepatan Fasa dan Struktur di Dalam Permukaan........4
II.6.1 Estimasi Kecepatan Fasa....................................................4
II.6.2 Estimasi Struktur Batuan Bawah Permukaan dari
Kecepatan Fasa...................................................................4
II.6.3 Inversi.................................................................................4
II.6.4 Standarisasi Koefisien Autokorelasi Spasial dan Fungsi
Autokorelasi Spasial...........................................................4
Bab III Metode Penelitian...................................................................................5
III.1 Kajian Cekungan Bandung............................................................5
III.1.1 Daerah Penelitian...............................................................5
III.1.2 Referensi Profil Struktur Bawah Permukaan Cekungan
Bandung.............................................................................6
III.2 Akuisisi Data..................................................................................7
III.2.1 Peralatan Akusisi................................................................9
III.2.2 Tahapan Akuisisi Data.....................................................10

ii
III.3. Pengolahan Data.................................................................10
III.3.1 Tahapan Pengolahan Data.................................................10
III.3.2 Aplikasi Pengolahan Data.................................................10
Bab IV Hasil dan Pembahasan.........................................................................10
IV.1 Data Penelitian.............................................................................10
IV.2 Pengolahan Data..........................................................................11
IV.2.1 Pemotongan dan Peyaringan Data....................................11
IV.2.2 Grafik Nilai Koefisien Autokorelasi dan Kurva Dispersi 11
IV.2.3 Inversi dari Kurva Dispersi Data Penelitian.....................13
IV.3 Pembahasan..................................................................................14
IV.3.1 Persebaran Kecepatan Gelombang Geser terhadap
Kedalaman........................................................................14
IV.3.2 Rata-Rata Persebaran Kecepatan Gelombang Geser
terhadap Kedalaman.........................................................15
Bab V Kesimpulan...........................................................................................17
V.1 Kesimpulan..................................................................................17
V.2 Saran 17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

iii
Bab I Pendahuluan

Pada lapisan kerak bumi terdapat lempengan-lempengan yang berpisah satu sama
lain yang terus mengalami pergerakan. Pergerakan lempeng bumi tersebut
merupakan hasil dari konveksi yang terjadi pada lapisan mantel bumi. Dari
pergerakan tersebut terjadi tumbukkan antar lempeng pada lapisan kerak bumi.
Perlu diketahui bahwa pergerakan lempeng yang terjadi merupakan pergerakan
secara perlahan. Pergerakan ini menimbulkan gesekan yang terjadi antar lempeng,
tak jarang gesekan tersebut akan tertahan sehingga menimbulkan penumpukkan
tekanan pada lempeng-lempeng yang saling bergesekan. Akibat dari adanya
penumpukan tekanan pada kedua lempeng, suatu ketika kedua lempeng tersebut
akan patah dan melepaskan energi dari tekanan yang telah terkumpul. Patahnya
kedua lempeng yang tertahan akan menyebabkan getaran permukaan bumi yang
disebut gempa yang berasal dari penjalaran energi patahan lempeng tektonik.
Getaran yang terjadi merupakan energi yang terlepas dan menjalar dalam bentuk
bola yang merambat ke seluruh bagian bumi. Adapun gelombang energi akibat
gempa seringkali menyebabkan banyak kerusakan pada bangunan yang didirikan
diatas permukaan tanah.
Struktur bawah permukaan tanah akan mempengaruhi berbagai hal dalam proses
pembangunan. Karakteristik pada tiap lapisan tanah yang didapat pada survei
struktur bawah permukaan akan mendasari ketentuan yang akan dipenuhi dalam
mendirikan bangunan di atasnya. Dengan kesesuaian struktur bawah permukaan
dan bangunan yang didirikan di atasnya, pondasi yang dirancang akan kokoh dan
tidak mudah mengalami kerusakan. Struktur bawah permukaan tanah ini dianggap
sebagai medium yang terdiri dari lapisan-lapisan batuan yang memiliki ciri dan
karakteristik berbeda pada setiap lapisannya. Struktur lapisan tersebut dapat
diketahui dengan memanfaatkan prinsip fisika terkait gelombang seismik yang
dapat merambat ke dalam permukaan bumi. Gelombang seismik merupakan
gelombang elastik yang merambat dalam bumi akibat adanya osilasi yang terjadi
pada partikel karena interaksi dengan gaya gangguan. Gelombang ini terdiri dari
gelombang permukaan dan gelombang badan. Dalam eksplorasi geofisika,
terdapat salah satu metode yang memanfaatkan penggunaan gelombang
permukaan. Metode ini banyak dimanfaatkan di lingkungan perkotaan, dengan

1
merekam getaran yang bersumber dari lingkungan hasil dari proses alamiah
fenomena-fenomena alam yang terjadi dalam keseharian. Salah satu metode yang
dapat menentukan struktur lapisan bawah permukaan dengan memanfaatkan
gelombang permukaan yang muncul akibat pengaruh alam adalah metode survei
mikrotremor. Metode ini merupakan metode yang memanfaatkan gelombang
Rayleigh dalam menghasilkan nilai kecepatan geser. Terdapat dua metode dalam
pengukuran mikrotremor, yaitu metode spatial autocorrelation (SPAC) dan
metode frequency-wavenumber (F-K). Dalam pengukurannya, metode SPAC
membutuhkan sensor lebih sedikit dibanding dengan metode F-K untuk mencapai
resolusi serupa. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian di cekungan
Bandung untuk mengetahui struktur lapisan bawah permukaan dengan
menggunakan metode SPAC.

Tujuan Penelitian ini yaitu :


1. Mengetahui prinsip dasar fisika dan cara kerja metode mikrotremor dan
autokorelasi spasial untuk memvisualkan struktur lapisan bawah
permukaan bumi.
2. Menentukan persebaran kecepatan gelombang geser berdasarkan data
lapangan yang diperoleh.
3. Mengidentifikasi struktur lapisan bawah permukaan tanah berdasarkan
hasil pencitraan di lokasi penelitian Bandung, Jawa Barat.

2
Bab II Dasar Teori

II.1 Gelombang seismik


Gelombang ialah suatu gangguan atau variasi yang mengirimkan energi secara
progresif dari satu partikel ke partikel lain dalam suatu medium. Gelombang yang
menjalar pada suatu medium, dalam hal ini bumi, disebut gelombang seismik.
II.1.1 Gelombang Badan (Body Wave)
Gelombang jenis ini menjalar pada medium elastik dan merambat ke seluruh
bagian dalam bumi. Cirinya adalah frekuensi yang lebih tinggi dibanding
gelombang permukaan. Berdasarkan arah gerak partikel dan arah rambatnya,
gelombang badan dibagi menjadi dua.
II.1.1.1 Gelombang P (primary Wave)
Gelombang P atau gelombang primer, adalah gelombang badan dengan kecepatan
rambat tertinggi di antara gelombang seismik lain. Ini merupakan gelombang
longitudinal yang arah perambatan energinya searah dengan arah rambat
gelombang sehingga kecepatannya lebih besar daripada gelombang S

Gambar II-1. Ilustrasi gerak partikel pada gelombang P (Kearey, 2002).


II.1.1.2 Gelombang S (Secondary Wave)
Gelombang S atau gelombang sekunder memiliki arah gerak partikel tegak lurus
terhadap arah rambatnya dan waktu tiba yang lebih lambat daripada gelombang P.
Gelombang ini memiliki kecepatan merambat yang bergantung pada gaya geser
suatu material sehingga analisis gelombang S pada suatu material dapat
menentukan karakteristik material tersebut dengan lebih detail. Gelombang S
tidak dapat melalui medium likuid.

Gambar II-2. Ilustrasi gerak partikel pada gelombang S (Kearey, 2002).

3
II.1.2 Gelombang Permukaan (Surface Wave)
Gelombang jenis ini menjalar di permukaan bumi. Karakteristiknya antara lain
amplitudo yang besar dengan frekuensi yang lebih rendah dibanding gelombang
badan. Gelombang permukaan terbagi menjadi dua buah berdasarkan arah
gerakan partikelnya, yaitu gelombang Rayleigh dan gelombang Love.
II.1.2.1 Gelombang Rayleigh
Gelombang Rayleigh merupakan gelombang yang merambat sepanjang
permukaan bebas ataupun pada batas lapisan permukaan dua medium yang
berbeda. Lintasan gerak partikel pada gelombang ini menyerupai elips, yang tegak
lurus terhadap permukaan dan arah rambat gelombang.

Gambar II-3. Ilustrasi gerak partikel pada gelombang Rayleigh (Kearey, 2002)
II.1.2.2 Gelombang Love
Gelombang Love merupakan gelombang S yang terpolarisasi dengan lintasan
gerak partikel yang paralel dengan permukaan bebas dan tegak lurus dengan arah
propagasi gelombang. Gelombang Love terbentuk ketika suatu permukaan bumi
terdiri atas beberapa lapisan dan kecepatan rambat gelombang geser pada lapisan
permukaan atas lebih kecil daripada permukaan bawahnya.

Gambar II-4. Ilustrasi gerak partikel pada gelombang Love (Kearey, 2002)

II.2 Dispersi Gelombang Permukaan


Gelombang permukaan telah banyak digunakan untuk mencitrakan struktur bawah
permukaan dengan mudah yang diaplikasikan pada karakterisasi geoteknik, salah
satu jenis dari gelombang permukaan yang sering digunakan adalah gelombang
Rayleigh. Gelombang Rayleigh akan mengalami dispersi setiap melewati batas
lapisan material di bawah permukaan.

4
Dari sifat penyebaran geometrinya, gelombang Rayleigh akan memberikan
kecepatan gelombang geser yang berbeda untuk frekuensi yang berbeda. Sifat-
sifat gelombang Rayleigh ditunjukkan dalam kurva dispersi yang menggambarkan
kecepatan fasa terhadap frekuensi. Kurva dispersi dimodelkan untuk
menghasilkan profil kecepatan gelombang geser yang sesuai, untuk itu dilakukan
suatu proses inversi. Pembuatan kurva dispersi dapat dilakukan dengan
mengkroskolerasikan dua gelombang Rayleigh pada fungsi frekuensi yang
terdeteksi pada geophone dengan jarak sebesar n meter (Huda, 2009).
G y 1 y 2=Y 1 ( f )∗Y 1 ( f )
(1)
Estimasi selanjutnya mencari perbedaan fasa 𝜃(𝑓) dan waktu 𝑡(𝑓) yang dibentuk
kedua gelombang Rayleigh dengan menggunakan persamaan berikut:
ℑ (G y 1 y 2 )
θ y1 y 2 ( f )=tan−1
{ ℜ (G y 1 y 2) }
( 2)
θy 1 y 2( f )
t ( f )=
2 πf
(3)
Selanjutnya dilakukan estimasi kecepatan fasa gelombang Rayleigh dengan
menggunakan persamaan berikut:
n
V 1 ( f )=
t(f )
( 4)
Kecepatan fasa yang didapat dibuat grafik sebagai fungsi dari frekuensi yang
disebut dengan kurva dispersi seperti tertera pada gambar berikut:

Gambar II-5. Kurva dispersi gelombang Rayleigh (Sholihan dan Santosa, 2010)
II.3 Mikrotremor
Mikroseismik atau mikrotremor merupakan getaran yang terjadi pada permukaan
bumi yang selalu bergerak walaupun tanpa adanya gempa dalam skala frekuensi

5
seismik. Sumber dari mikrotremor ialah getaran natural yang bersumber dari alam
serta getaran yang bersumber dari aktivitas keseharian manusia. Dengan
memanfaatkan getaran natural yang bersumber dari alam, seperti dari aliran
sungai, ombak di lautan, serta dari sumber aktivitas manusia seperti suara dari
mesin sehari-hari, kendaraan di jalan raya, serta aktivitas keseharian lainnya,
dihasilkan data sinyal mikrotremor untuk diolah. Sinyal mikrotremor jika
dibandingkan dengan sinyal gempa bumi akan dianggap sebagai noise, sinyal
gangguan.
II.3.1 Metode Survei Mikrotremor
Metode survei mikrotremor adalah metode survei dengan memanfaatkan sumber
gelombang mikrotremor yang berasal dari daerah sekitar pengukuran sering
disebut sebagai metode survei pasif. Metode ini memanfaatkan bentukan array
tertentu, secara teori terdapat 2 metode array yang terdapat dalam metode survei
mikrotremor ini, yaitu: Metode F-K (frequency-wavenumber spectral method),
dan Metode SPAC (spacial auto correlation). Berikut merupakan diagram yang
menjelaskan prosedur dasar dari kedua metode survei mikrotremor

Gambar II-6. Prosedur Dasar Metode Survei Mikrotremor (Okada, 2003)


II.3.2 Metode Autokorelasi Spasial
Metode autokorelasi spasial dilakukan dengan menghubungkan spektra temporal
dan spasial mikrotremor dengan melakukan analisis kecepatan fasa gelombang
pada lapisan permukaan tanah. Pengukuran menggunakan metode ini dilakukan
dengan variasi waktu dan variasi lokasi pengukuran

6
Gambar II-7. Array Lingkaran dalam Metode SPAC (Okada, 2003).
Metode ini membutuhkan titik pengukuran yang lebih sedikit dan array yang lebih
kecil dibandingkan metode F-K, karena dalam proses pengukurannya metode ini
hanya membutuhkan minimal empat titik pengukuran yang diatur sehingga
membentuk array lingkaran dengan radius r. Array yang lebih besar akan
menaikkan jangkauan kedalaman struktur lapisan bawah permukaan yang
terekam.

Gambar II-8. Diagram Alur kerja Metode Array Mikrotremor, Metode Analisis
SPAC (Okada, 2003).
Dengan asumsi bahwa semua gelombang yang terekam merupakan gelombang
permukaan. Berdasarkan diagram alur kerja metode SPAC ini terdapat tiga proses
dasar, yaitu sebagai berikut:
1. Melakukan observasi pada rangkaian seismometer sesuai dengan metode
yang digunakan,
2. Menentukan grafik kecepatan fasa terhadap frekuensi dari gelombang
permukaan dari data yang diperoleh ketika dilakukan observasi,

7
3. Melakukan estimasi struktur permukaan tabah di bawah permukaan yang
diperoleh dari grafik kecepatan fasa terhadap frekuensi melalui tahap
inversi.
II.4 Fungsi Autokorelasi Spasial
Dengan mengetahui nilai cross spectrum atau nilai frekuensi untuk setiap
pasangan sensor pada array yang telah disusun terhadap pusat lingkaran array
tersebut dan nilai auto spectrum atau nilai frekuensi pada masing-masing sensor
pada array, akan didapatkan nilai koherensi dari setiap pasangan geophone

Fungsi auto korelasi spasial :

ϕ ( r , θ , ω )=u ( 0,0 , ω ,t ) .´u ( r , θ , ω ,t )


(5 )
Koefisien spasial autokorelasi

1
ρ ( r , ω )= ∫ ϕ ( r ,θ ,ω ) dθ
2 πϕ ( 0 , ω ) 0
( 6)
II.4.1 Koefisien Autokorelasi Spasial dan Array Lingkaran serta
Hubungannya dengan Kecepatan fasa
hubungan antara koefisien autokorelasi spasial pada suatu array terhadap
kecepatan, akan dianggap terdapat suatu array yang tersusun secara melingkar
dengan radius 𝑟. Dari persamaan (6) akan diperoleh koefisien autokorelasi spasial
adalah

ρ ( r , ω )=J 0 ( cωr( ω ) )
( 7)
Pada fungsi Bessel di atas, komponen 𝑐(𝜔) menyatakan kecepatan fasa. Maka
persamaan 7 dapat diubah menjadi,
ρ ( r , ω )=J 0 ( rk )
(8 )
Diketahui bahwa k =ω /c(ω) merupakan bilangan gelombang dan ω=2 πf 𝑓
adalah frekuensi angular, persamaan di atas dapat diubah menjadi:

8
ρ ( r , f )=J 0 ( 2cπfr( f ) )
(9 )
II.5 Estimasi Kecepatan Fasa dan struktur di Dalam Permukaan
Pemetaan struktur lapisan tanah bawah permukaan menggunakan metode survei
mikrotremor ini memanfaatkan estimasi kecepatan fasa untuk mendapatkan cepat
rambat gelombang geser yang akan menentukan struktur lapisan tanah.
II.5.1 Estimasi Kecepatan Fasa
Ditentukan parameter-parameter yang berkaitan dengan kecepatan fasa, antara
lain frekuensi 𝑓, kecepatan gelombang P, 𝑣𝑝, kecepatan gelombang S, 𝑣𝑠 ,
densitas lapisan 𝜌, ketebalan lapisan ℎ, serta jumlah lapisan 𝑁. Dengan
menggabungkan parameter-parameter di atas ke dalam satu fungsi yang menjadi
(Okada, 2003):
c=c ( f )
( 10 )
II.5.2 Estimasi Struktur Batuan Bawah Permukaan dari Kecepatan Fasa
Dalam melakukan estimasi struktur dalam permukaan diperlukan beberapa
asumsi, antara lain sebagai berikut (Okada, 2003): Kecepatan fasa yang didapat
dari observasi merupakan hasil penurunan dari konsep gelombang Rayleigh, dan
Sturktur lapisan tanah di bawah titik pengukuran memiliki bentuk paralel.
Dengan prosedur yang digunakan pada proses estimasi struktur permukaan bawah
tanah antara lain sebagai berikut:
1. Menghitung kecepatan fasa untuk mengasumsi kecepatan gelombang geser
pada lapusan tanah dengan referensi data yang telah diambil,
2. Dilakukan proses inversi, atau menentukan parameter pada model untuk
menentukan kecepatan fasa dari observasi yang telah dilakukan
II.5.3 Inversi
Untuk melakukan inversi pada lapisan ke-N dan frekuensi ke-i, akan digunakan
hubungan antara kecepatan fasa ketika observasi dan kecepatan fasa saat
dilakukan perhitungan. Hubungan tersebut ditentukan dengan persamaan berikut
(Okada, 2003): ∆𝑐𝑖 = 𝑐𝑖 𝑜𝑏𝑠 − 𝑐𝑖 𝑐𝑎𝑙
Δ ci =c obs cal
1 −c i
( 11 )

9
terdapat dua batasan yang berlaku pada model yang dihasilkan, antara lain sebagai
berikut (Okada, 2003) yaitu, Ketebalan lapisan memiliki nilai yang tetap terhadap
inversi, serta 𝑣𝑝 dan 𝜌 diasumsikan berupa fungsi dari 𝑣𝑠 .

Bab III Metode Penelitian

III.1 Kajian Cekungan Bandung


Wilayah Bandung hampir seluruhnya dikelilingi oleh gunung api yang
membentuk cekungan, dikenal sebagai Cekungan Bandung atau Bandung Basin.
Pada Cekungan Bandung terdapat sesar naik Centayan, sesar normal Lembang,
sesar mendatar Cicalengka, dan sesar naik yang tertera pada gambar berikut:

Gambar III-1. Patahan di Jawa Barat (Engkon, 2006).

10
III.1.1 Daerah Penelitian
Kondisi tektonik atau stratigrafi regional daerah penelitian ialah Zona Bandung.
Zona Bandung merupakan zona depresi di daerah Jawa Barat yang berada di 24
tengah struktur utama atau daerah yang dilewati oleh struktur utama yang berada
di Jawa barat (Van Bemmelen, 1970). Zona Bandung memiliki batuan penyusun
terdiri atas batuan sedimen yang ditindih secara tidak selaras oleh batuan vulkanik
hasil gunung api yang membentuk barisan pada dataran rendah di daerah
perbatasan. Zona Bandung merupakan puncak dari Geantiklin Jawa Barat yang
kemudian runtuh setelah proses pengangkatan berakhir (Van Bemmelen, 1949).

Gambar III-2. Fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949).


Secara morfologi daerah penelitian terdiri atas Formasi Kosambi, Formasi
Cibeureum, Formasi Cikapundung dan Vulkanik Tersier. Daerah peneliatan
Bandung secara topografis merupakan sebuah cekungan yang terbentuk dari
danau purba Bandung,. Luas dari Cekungan Bandung mencapai 2.283 km²,
meliputi Kota Bandung dan Kabupaten Bandung saat ini. Cekungan Bandung ini
berbatasan dengan 25 dengan Kabupaten Sumedang di sebelah Timur, serta di
sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut, di sebelah Barat berbatasan
dengan Kabupaten Cianjur, dan di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten
Subang dan Kabupaten Purwakarta.

11
Gambar III-3. Peta Geologi Cekungan Bandung (Valeria, 2017)

III.1.2 Referensi Profil Struktur Bawah Permukaan Cekungan Bandung


Profil Struktur Bawah Permukaan dalam penelitian ini mengacu pada klasifikasi
tanah oleh NEHRP (1998) yang tertera pada tabel berikut:

Tabel III-1. Klasifikasi Tanah (NEHRP, 1998).


Average Properties in Tip 100 feet Soil Shear
Soil Profile Name Wave Velocity
Feet/Second Meters/Second
Hard Rock >5000 >1524
Rock 2000-3000 763-1524
Very dense soil and soft rock 1200-2500 366-762
Stiff soil profile 600-1200 183-366
Soft soil profile <600 183

III.2 Akuisisi Data


Penelitian ini dilakukan di Cekungan Bandung dengan menentukkan 3 array
dengan masing-masing array terdapat 4 titik peletakkan sensor. Titik pengukuran
disebar dengan radius 100 meter, 1000 meter dan 5000 meter yang tersebar,
tertera pada peta sebaran berikut:

12
Gambar III-4. Peta titik sebaran alat perekam pada array yang dibentuk dalam
pengukuran struktur bawah permukaan Cekungan Bandung.

Secara umum tahap akuisisi data yang dilakukan mencakup 5 tahapan berikut:
1. Menentukan titik penelitian menggunakan Google Earth Pro.
2. Menentukan titik pengukuran yang berjumlah 4 titik pada masing-masing
array.
3. Menentukan radius lingkaran, disesuaikan dengan array yang digunakan.
4. Menentukan titik pengukuran di dalam masing-masing array
5. Merekam data mikrotremor pada tiap titik pengukuran secara bersamaan.
Adapun ketiga array memiliki titik pusat yang sama, dengan array pertama yang
memiliki radius 100 meter, disusun di daerah Bandung dengan titik pusat pada
Daerah Bandung Tenggara (Titik Pusat), Bojongsoang, Komplek Griya Bandung
Indah dengan koordinat 6°58′34.51"𝑆 107°40′17.00"𝐸 ketiga titik lainnya masih
ada di komplek yang sama dengan radius masing-masing 100 meter dari titik
pusat.

Serta array kedua dengan radius 1000 meter disusun di daerah Bandung Timur-
Selatan dengan 4 titik sebaran sebagai berikut:
1. Titik pertama pada Daerah Bandung Tenggara (Titik Pusat), Bojongsoang,
Komplek Griya Bandung Indah dengan koordinat 6°58′34.51"𝑆
107°40′17.00"𝐸.

13
2. Titik kedua pada Daerah Bandung Tenggara (Titik Barat), Ciwastra, Batu
Raden dengan koordinat 6°57′51.07"𝑆 107°39′47.58"𝐸.
3. Titik ketiga pada Daerah Bandung Tenggara (Titik Timur), Cipamokolan,
Riung Bandung dengan koordinat 6°57′49.64"𝑆 107°40′44.99"𝐸.
4. Titik keempat pada Bandung Tenggara (Titik Selatan), Bojong Soang,
Komplek Griya Bandung Indah dengan koordinat 6°58′37.81"𝑆
107°40′17.84"𝐸.

Gambar III-5. Peta Titik Sebaran Alat Perekam Pada Array Kedua di
Cekungan Bandung.
Serta array ketiga dengan radius 5000 meter disusun di daerah Bandung Tengah-
Timur-Selatan dengan 4 titik sebaran sebagai berikut:
1. Titik pertama pada Daerah Bandung Tenggara (Titik Pusat), Bojongsoang,
Komplek Griya Bandung Indah dengan koordinat 6 ∘58′25′′𝑆 107 ∘40′16′
′𝐸.
2. Titik kedua pada Daerah Bandung Timur (Titik Timur), Cisaranten, Sheni
Jaya Makmur dengan koordinat 6 ∘55′53′′𝑆 107 ∘41′12′′𝐸.
3. Titik ketiga pada Daerah Bandung Selatan (Titik Barat), Bojongsoang,
SMPN 1 Dayeuhkolot dengan koordinat 6 ∘59′01′′𝑆 107 ∘37′29′′𝐸.
4. Titik keempat pada Bandung Tenggara (Titik Selatan), Sapan, Kantor
Desa Sumbersari dengan koordinat 6 ∘59′53′′𝑆 107 ∘42′32′′𝐸.

14
Gambar III-6. Peta Titik Sebaran Alat Perekam Pada Array Ketiga di
Cekungan Bandung.

III.2.1 Peralatan Akusisi

Gambar III.7. Alat yang dibutuhkan untuk pengambilan data


Dalam pengambilan data mikrotremor, perangkat keras yang dibutuhkan akan
digunakan pada daerah penelitian sebagai alat dalam proses pengambilan data,
adapun perangkat keras yang digunakannya antara lain: geophone 1 Hz sebanyak
4 buah, geophone 5 Hz sebanyak 4 buah, perangkat perekam sebanyak 4 buah,
terdiri dari GPS dan memory, power Bank sebanyak 4 buah, USB Hub sebanyak 4

15
buah, Senter sebanyak 4 buah, dan laptop yang digunakan sebagai media
penerima data yang dikirim oleh sensor
III.2.2 Tahapan Akuisisi Data
Akuisisi data pada metode mikrotremor menempuh langkah-langkah berikut:
1. Mengatur alat pengukuran dengan menghubungkan perangkat perekam
dan power bank pada 4 titik pengambilan data.
2. Geophone 5 Hz yang diposisikan pada titik pengukuran yang telah
ditentukan dan dilanjutkan dengan geophone 1 Hz.
3. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan geophone pada array dengan
radius 100 meter, 5000 meter, dan 10000 meter. Pada ring ke-3 dengan
radius 5000 meter, jarak antar geophone luar kurang lebih 22000 meter.
Untuk ring ke-2 dengan radius 5000 meter, jarak antar geophone luar
kurang lebih 11000 meter. Dan untuk ring ke-1 dengan radius 100 meter,
jarak antar geophone kurang lebih 200 meter.
4. Secara keseluruhan, pengukuran dilakukan dengan sebanyak dua kali pada
masing – masing titik dengan jumlah titik sebanyak empat titik array.
5. Pengambilan data berlangsung selama 30 menit, dengan satu menit awal
digunakan untuk melakukan kalibrasi geophone yang sedang digunakan.
6. Data yang telah didapat akan disimpan ke dalam laptop melalui perangkat
lunak dalam format “.wav”, digunakan juga perangkat lunak Google Earth
Pro, sebagai alat bantu dalam menentukan lokasi dan koordinat.

III.3. Pengolahan Data


III.3.1 Tahapan Pengolahan Data
Secara garis besar, langkah-langkah pengolahan data dibagi menjadi delapan
tahap utama. Secara detail tahapan tersebut dilakukan dengan penjelasan sebagai
berikut:
1. Penyamaan waktu perekaman data. Penyamaan waktu perekaman pada
setiap data akan dipotong menggunakan perangkat lunak Matlab.
Pemotongan tersebut dilakukan agar data yang diolah tidak tergabung
dengan data ketika sensor sedang di set up. Hasil pemotongan data

16
menggunakan perangkat lunak Matlab akan menghasilkan data
mikrotremor dengan panjang data yang sam
2. Penerapan filter pada data mikrotremor yang telah dipotong, menghasilkan
data yang akan tersaring dan menyisakan rentang frekuensi tertentu dari
data awal yang memiliki frekuensi bermacam-macam.
3. Pemotongan data dengan perangkat lunak Geopsy, dilakukan untuk agar
nilai koefisien autokorelasi yang dihasilkan memiliki perbedaan nilai yang
cukup signigikan. Hasil yang didapat kemudian akan dimasukkan ke
dalam perangkat tambahan dari Geopsy, yakitu Spac2Disp.
4. Menampilkan grafik nilai koefisien autokorelasi dengan menggunakan
perangkat linak Spac2Disp. Kurva yang dihasilkan menunjukkan nilai
koefisien autokorelasi yang tersebar merata pada daerah penelitian
terhadap frekuensinya.
5. Menampilkan kurva dispersi yang menyatakan persebaran kecepatan
gelombang seismik di bawah permukaan berdasarkan persebaran
frekuensinya.
6. Picking data dari kurva dispersi dengan memilih data yang telah
divisualisasikan menjadi kurva dispersi berdasarkan nilai koefisien
autokorelasi tertinggi. Tahap ini akan menunjukkan hasil grafik persebaran
kecepatan gelombang geser terhadap kedalaman permukaan.
7. Inversi data hasil picking akan memunculkan grafik persebaran kecepatan
gelombang geser dan gelombang Pressure terhadap kedalaman permukaan.
8. Hasil persebaran kecepatan gelombang geser terhadap kedalaman,
merupakan hasil akhir dari penelitian ini.

III.3.2 Aplikasi Pengolahan Data


Perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data mikrotremor di wilayah
penelitian adalah Matlab, digunakan dalam proses pengolahan data pada tahap
penyamaan durasi perekaman data serta menampilkan perbandingan antara data
mentah dengan data penggunaan filter dan Microsoft Excel, digunakan untuk
membantu proses pengolahan data hasil sementara, Geopsy, digunakan pada tahap
pemotongan data menjadi durasi yang lebih pendek. Serta Spac2Disp, digunakan
pada tahap menampilkan grafik nilai koefiisen autokorelasi dan kurva dispersi dan

17
hasil picking dan terakhir Dinver, digunakan untuk menapilkan grafik persebaran
kecepatan gelombang geser terhadap kedalaman permukaan.
III.3.3 Diagram Alir Penelitian
Setelah didapatkan grafik persebaran kecepatan gelombang geser terhadap
kedalaman permukaan, hasil akan dibandingkan dengan referensi penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya berdasarkan poin kajian Cekungan Bandung. Secara
keseluruhan, berikut adalah diagram alir penelitian yang dilakukan dalam
menyusun tugas akhir ini.

Gambar III.8 Diagram Air Penelitian

18
Bab IV Hasil dan Pembahasan

IV.1 Data Penelitian


Penelitian ini menggunakan array pengukuran dengan variasi radius 100, 1000,
dan 5000 meter. Pengambilan data dilakukan dengan titik pusat array di wilayah
Bandung Tenggara, dan titik lainnya tersebar mencakup wilayah Bandung Timur-
Selatan. Dilakukan dengan rentang waktu 30 menit untuk setiap array.

IV.2 Pengolahan Data


IV.2.1 Pemotongan dan Peyaringan Data
Data yang telah direkam saat dilakukan tahap akuisisi data akan dipotong
berdasarkan mulainya waktu perekaman data pada setiap geophone. Selain itu,
data sinyal akan dipotong kembali untuk menyamakan durasi 40 perekaman data.
Pemotongan data dilakukan berdasarkan perubahan sinyal yang muncul pada data
akibat proses kalibrasi data yang dilakukan sesaat sebelum dilakukan perekaman
data mikrotremor. Data yang telah dipotong kemudian akan diberikan filter untuk
menghilangkan sinyal dengan frekuensi tinggi. Sinyal tersebut muncul saat
dilakukan proses pengiriman data dari masing – masing geophone menuju alat
perekam. USB Hub yang digunakan sebagai media pengirim data juga
memberikan gangguan sinyal ketika dilakukan proses pengiriman data. Data akan
diberikan filter agar menampilkan data sinyal dengan frekuensi 15 Hz ke bawah,
sehingga data sinyal dengan frekuensi di atas 15 Hz akan dihilangkan.

Berdasarkan letak antar geophone tiap titik pada array yang ada, dihasilkan proses
pengukuran koefisien autokorelasi spasial berdasarkan ring yang tertera gambar
berikut ini:

19
Gambar IV-1 Data Grafik sinyal Geophone 1 Hz untuk radius 100m, 1000m,
500m
IV.2.2 Grafik Nilai Koefisien Autokorelasi dan Kurva Dispersi
Dengan menggunakan perangkat lunak tambahan dari Geopsy, yakni Spac2disp,
data yang terpotong akan dibaca yang kemudian akan menampilkan grafik nilai
koefisien autokorelasi. Banyaknya grafik yang muncul ditentukan oleh jumlah
potongan data yang telah dihasilkan sebelumnya.

Gambar IV.2.2 Grafik nilai koefisien autokorelasi Geophone 1Hz untuk ring 1
dan
ring 2 radius 100 meter

Gambar IV.2.3 Grafik nilai koefisien autokorelasi Geophone 1Hz untuk ring 1
dan
ring 2 radius 1000 meter

20
Gambar IV.2.4 Grafik nilai koefisien autokorelasi Geophone 1Hz untuk ring 1
dan
ring 2 radius 500 meter
Dilakukan Proses picking data untuk mendapatkan kurva dispersi dari hasil
perekaman data mikrotremor menggunakan metode autokorelasi spasial yang
didapatkan, hasil picking tersebut tertera pada gambar berikut ini:

Gambar IV.2.5 Kurva dispersi dari hasil picking data Geophone 1Hz untuk
radius
100m, 1000m, 5000 meter.

IV.2.3 Inversi dari Kurva Dispersi Data Penelitian


Tahap inversi dilakukan untuk menentukan grafik persebaran kecepatan
gelombang geser terhadap kedalaman. Hasil yang muncul bergantung dari nilai
misfit yang dihasilkan, dengan warna merah pada grafik merupakan hasil dengan
nilai misfit terkecil dan warna ungu dengan nilai misfit terbesar. Pada grafik yang
didapat, nilai misfit memiliki batas dari 0 hingga 1. Namun, 50 pada umumnya
nilai misfit minimum yang didapat bernilai lebih dari 0. Adapun hasil yang
didapat tertera pada gambar berikut:

21
Gambar IV-6. Grafik kecepatan gelombang geser dan gelombang pressure
terhadap kedalaman bawah permukaan pada Geophone 1Hz
untuk radius 100m, 1000m dan 5000 meter.
IV.3 Pembahasan
IV.3.1 Persebaran Kecepatan Gelombang Geser terhadap Kedalaman
Pada metode mikrotremor dengan autokorelasi spasial yang dilakukan dalam
penelitian ini, dimanfaatkan kecepatan fasa gelombang Rayleigh. Kecepatan fasa
tersebut merupakan fungsi dari empat parameter, yaitu kecepatan gelombang P,
kecepatan gelombang S, densitas, dan ketebalan lapisan. Untuk memudahkan
proses incersi, densitas dianggap konstan berkisar diantara 1800-3000 kg/m3.
Berdasarkan gambar hasil inversi yang dilakukan, disajikan data kecepatan fasa
gelombang terhadap kedalamannya dan dilengkapi dengan misfit yang didapatkan
dari proses inversi yang telah dilakukan. Disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel IV-1. Hasil perhitungan Kecepatan Fasa terhadap Ketebalan lapisan bawah
permukaan berdasarkan grafik persebaran kecepatan gelombang P
dan
S untuk radius 100 meter menggunakan geophone 1 Hz.
Lapisan Ketebalan(meter) V p(meter/sekon) V s (meter/sekon) Misfit
1 12 300 160 0.00481
2 28 340 220 0.00481
3 1400 540 0.00481

Tabel IV-2. Hasil perhitungan Kecepatan Fasa terhadap Ketebalan lapisan bawah
permukaan berdasarkan grafik persebaran kecepatan gelombang P

22
dan
S untuk radius 1000 meter menggunakan geophone 1 Hz.
Lapisan Ketebalan(meter) V p(meter/sekon) V s (meter/sekon) Misfit
1 100 300 180 0.00312
2 270 1100 470 0.00312
3 2600 1250 0.00312

Tabel IV-3. Hasil perhitungan Kecepatan Fasa terhadap Ketebalan lapisan bawah
permukaan berdasarkan grafik persebaran kecepatan gelombang P
dan
S untuk radius 5000 meter menggunakan geophone 1 Hz.
Lapisan Ketebalan(meter) V p(meter/sekon) V s (meter/sekon) Misfit
1 80 300 160 0.00021
2 1420 1350 650 0.00021
3 3100 1700 0.00021

IV.3.2 Rata-Rata Persebaran Kecepatan Gelombang Geser terhadap


Kedalaman
Rata -rata persebaran kecepatan gelombang geser terhadap kedalaman dapat
dilakukan dengan penggabungan hasil dari 3 kurva dispersi yang didapatkan dari
proses picking ketiga array masing-masing dengan radius 100, 1000, dan 5000
menter seperti tertera pada gambar berikut:

Gambar IV-7. Hasil gabungan seluruh picking data Geophone 1Hz untuk radius
100, 1000, dan 5000 meter dengan latar legenda hasil rekaman
data
pada array dengan radius 1000 meter

23
Gambar IV-8. Kurva dispersi dari gabungan hasil picking data Geophone 1Hz
yang dirata-ratakan terhadap masing-masing radius 100, 1000,
dan
5000 meter.
Hasil penggabungan ketiga kurva dispersi dengan mode merata-ratakan ketiga
kurvanya, didapatkan kurva dispersi keseluruhan yang menunjukkan persebaran
kecepatan gelombang terhadap frekuensinya masing-masing yang dilakukan di
Cekungan Bandung. Kurva dispersi tersebut diolah dengan proses inversi dan
didapatkan hasil inversi yang tertera pada gambar berikut ini:

Gambar IV-9. Grafik kecepatan gelombang geser dan gelombang pressure


terhadap kedalaman bawah permukaan pada Geophone 1Hz
untuk radius 5000 m dari pengukuran array 100, 1000, dan 5000

meter.

24
Gambar IV-10. Picking nilai kecepatan pada grafik hasil inversi dan didapatkan
kecepatan gelombang geser dan gelombang pressure terhadap 56

kedalaman bawah permukaan pada Geophone 1Hz untuk radius


5000 m dari gabungan pengukuran array 100, 1000, dan 5000
meter berdasarkan misfit.
Persebaran kecepatan gelombang geser dan tekan terhadap kedalamannya
disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel IV-4. Hasil perhitungan Kecepatan Fasa terhadap Ketebalan lapisan bawah
permukaan berdasarkan grafik persebaran kecepatan gelombang P dan S untuk
radius 5000 meter menggunakan geophone 1 Hz
Lapisan Ketebalan(meter) V p(meter/sekon) V s (meter/sekon Misfit
)
1 80 250 160 0.0436508
2 130 300 250 0.0436508
3 390 1150 470 0.0436508
4 780 1350 650 0.0436508
5 3300 1700 0.0436508

Bab V Kesimpulan

V.1 Kesimpulan
Metode autokorelasi spasial (SPAC) pada metode survei mikrotremor didapatkan
simpulan:
1. Dari penelitian yang telah dilakukan, ditunjukkan bahwa metode
autokorelasi spasial dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk
menentukan lapisan di bawah permukaan tanah, dan pengolahan data

25
dilakukan menggunakan perangkat lunak Matlab dan Geopsy yang
kemudian akan menghasilkan grafik kecepatan gelombang geser terhadap
kedalaman permukaan.
2. Hasil Pencitraan struktur lapisan bawah permukaan tanah di lokasi
penelitian Cekungan Bandung dilakukan dengan proses inversi yang
ditunjukkan pada Gambar IV.2.5
3. Didapatkan persebaran kecepatan gelombang geser berdasarkan data yang
diperoleh dan tertera pada Tabel IV.1, Tabel IV.2, Tabel IV.3 pada
masing-masing array dengan radius 100, 1000, dan 5000 meter dengan arti
bahwa rata-rata kecepatan gelombang geser di Bandung Selatan
menunjukkan bahwa lapisan tanahnya berjenis lempung hingga kedalaman
700 meter, jenis tanah padat dan batuan lunak dari kedalaman 700 hingga
1500 meter, dan bertemu lapisan batuan keras pada kedalaman 2000 meter
berdasarkan Tabel III-1 sebagai referensi profil lapisan tanah.
4. Model yang didapatkan dari penelitian SPAC pada Cekungan Bandung
berkesinambungan dengan hasil penelitian yang dilakukan dengan metode
MASW, SPT, dan MT sebagai referensi penelitian pada metode yang telah
dituliskan.
V.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat saran berikut:
• Perlunya memperhatikan keadaan lingkungan sebelum dilakukannya tahap
akuisisi data, seperti memperhatikan cuaca, ramai tidaknya keadaan lingkungan
pengambilan data, dan waktu pengambilan data;
• Ketelitian dalam mengoperasikan alat agar hasil rekaman data yang didapatkan
dapat menghasilkan model yang baik.

26
DAFTAR PUSTAKA

[1] Okada, H. (2003). The Microtremor Survey Method. In The Microtremor


Survey Method.

[2] Srigutomo, Wahyu., Handayani, Gunawan. (2018). Investigation of 1D Shear


Wave Velocity Profile Using The Spatial Autocorrelation (SPAC)
Method: Case Study At West Park ITB Campus.

[3] Shearer, Peter M. (2009). Introduction to Seismology. Cambridge University


Press. ISBN 978-0-521-88210-1.

[4] Kearey, P., Brooks, M., Hill, I. (2002). An Intorduction To Geophysical


Exploration.

[5] Valeria, R., Rustadi., dkk. (2017). Karakteristik Tanah di Daerah Cekungan
Bandung Berdasarkan Kecepatan Gelombang Geser Dengan Metode
MASW. Universitas Lampung.

[6] Febriana, Rima P., Feranie, Sellie., dkk. (2019). Analisis Potensi Likuefaksi di
Daerah Cekungan Bandung Berdasarkan Data Standard Penetration Test
(SPT). Universitas Pendidikan Indonesia.

27
[7] Handayani, Lina., Kamtono., dkk. (2011). Pemodelan Tahanan Jenis Bawah
Permukaan Cekungan Bandung - Garut. Pusat Penelitian Geoteknologi -
LIPI.

[8] Bemmelen, R.W. Van. (1949). The Geology of Indonesia. Vol I-A,General
Geology, The Haque, Martinus Nijhoff.

[9] NEHRP. (1998). Site Classifications (Taken from Table 1615 1.1 Site Class
Definitions) published in 2000 International Building code. International
Code Council, Inc. on page 350

28

Anda mungkin juga menyukai