Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN EKSPERIMEN FISIKA I

DIFRAKSI ELEKTRON PADA POLIKRISTAL

oleh

Sondang Bulan Simarmata, Christopher Jaya, Sekar Tanjung


10217043, 10217080, 10217081

LABORATORIUM FISIKA LANJUT


PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019-2020
ABSTRAK

Percobaan difraksi elektron pada polikristal ini akan membuktikan sifat dualisme
dari gelombang-partikel. Percobaan ini didasari oleh hipotesa De Broglie yang
mengasosiasikan partikel dapat memiliki suatu Panjang gelombang yang dikenal
dengan panjang gelombang de Broglie. Jenis kristal yang digunakan pada
percobaan difraksi elektron salah satunya adalah polikristal grafit. Apabila berkas
elektron ditembakkan ke polikristal maka pada layer fluoresensi akan diperoleh
pola difraksi berbentuk lingkaran atau cincin konsentrik dengan diameter D. Pada
percobaan ini akan diperoleh data diameter dari cincin konsentrik tersebut. Setelah
itu data diolah dan diperolah nilai jarak antar bidang kristal, panjang gelombang
secara teori dan eksperimen, galat untuk tiap jarak antar bidang dan galat untuk
panjang gelombang hasil eksperimen terhadap teori serta akan diperoleh grafik
hubungan tegangan terhadap diameter cincin konsentrik. Pola difraksi cincin
konsentrik pada difraksi elektron memiliki bentuk yang sama dengan pola difraksi
Sinar-X. Hal ini membuktikan hipotesis de Broglie yang menyatakan partikel
dapat memiliki nilai panjang gelombang .

Kata Kunci : de-Broglie, Difraksi, Elektron, Polikristal, Sinar-X


DAFTAR ISI

Bab I Pendahuluan...........................................................................................1
Bab II Dasar Teori.............................................................................................3
II.1 Difraksi Kristal dari Sinar-X............................................................3
II.2 Hipotesis de Broglie.........................................................................5
II.3 Eksperimen Difraksi Elektron ……...……………………………..5
II.4 Indeks Miller …………………..……………......……………..….7
Bab III Hasil dan Pembahasan...........................................................................8
III.1 Hasil Eksperimen ...........................................................................8
III.2 Pembahasan..................................................................................12
III.2.1 Pertanyaan.......................................................................12
III.2.2 Analisis............................................................................12
III.2.3 Open Problem.................................................................14
Bab IV Kesimpulan...........................................................................................15

ii
Bab I Pendahuluan

Tanpa bukti untuk menunjang hipotesanya, seorang fisikawan dari Prancis


bernama De Broglie (Louis-Victor-Pierre-Raymond De Broglie) pada tahun 1924
mengusulkan hipotesanya bahwa sembarang partikel yang bergerak dengan
momentum p dapat diasosiasikan dengan sebuah gelombang yang memiliki
panjang gelombang (panjang gelombang de Broglie). Hipotesa ini
mengamsumsikan bahwa setiap partikel yang bergerak dapat diasosiasikan dengan
sebuah panjang gelombang de Broglie yang akan terlihat keberadaannya ketika
dilakukan eksperimen tipe gelombang (seperti interferensi dan difraksi). Luaran
dari eksperimen tersebut bergantung pada nilai panjang gelombag de Broglie yang
diasosiasikan dengan partikel. Panjang gelombang de Broglie yang
mengkarakterisasi sifat gelombang dari partikel merupakan hal utama dari teori
fisika kuantum. Setelah beberapa eksperimen yang membuktikan hipotesanya
tersebut, de Broglie memperoleh hadiah Nobel Fisika pada tahun 1929.

Eksperimen difraksi elektron melalui atom-atom dari kristal merupakan


eksperimen pertama yang berhasil membuktikan hipotesa de Broglie, eksperimen
ini berhasil untuk membuktikan sifat gelombang dari partikel dan dilakukan
pertama kali oleh G.P.Thomson pada tahun 1927. Atas karyanya tersebut G.P.
Thomson memperoleh hadiah Nobel Fisika bersama dengan Clinton Joseph
Davisson pada tahun 1937 .
Bukti adanya sifat dualisme gelombang pada eksperimen difraksi elektron yaitu,
jika elektron bersifat seperti partikel, distribusi elektron pada layar akan bervariasi
secara kontinu sebagai fungsi dari sudut dan terkosentrasi dipusat. Namun, hal
yang teramati saat percobaan difraksi elektron berlangusung ialah, terdapat pola
difraksi yang seperti cincin. Pada percobaan difraksi Sinar-X menggunakan
polikristal dengan suatu rentang panjang gelombang yang kontinu, maka untuk
sebuah nilai panjang gelombang tertentu, interferens akan terjadi untuk jarak antar
bidang dan sudut refleksi tertentu pula, dengan demikian sebuah pola interferensi
maksimum akan terbentuk pada sudut-sudut refleksi berbeda. Pola difraksi Sinar-
X ini akan membentuk pola difraksi seperti cincin. Adanya bentuk pola difraksi
yang serupa antara difraksi elektron dan difraksi sinar X membuktikan sifat
dualisme gelombang partikel.

1
Tujuan

1. Menentukan jarak antar bidang kristal


2. Menentukan panjang gelombang secara eksperimen dan teori
3. Menentukan galat untuk tiap jarak antar bidang terhadap referensi
4. Menentukan galat panjang gelombang eksperimen terhadap teori

Sertakan batasan-batasan pada percobaan yang dilakukan:

1. Tegangan yang diberikan tidak melebihi 5 kV


2. Jangan menyentuh layar fluoresensi dengan tangan, gunakan tisu atau
buble warp
3. Pada tegangan 4-5 kV lakukan pengukuran secara cepat

Asumsi yang digunakan dalam eksperimen ini adalah:

1. Dimensi dari layar fluoresensi 2 dimensi atau datar


2. Ruangan tempat percobaan dilakukan gelap sempurna
3. Energi elektron memenuhi syarat kondisi Bragg
4. Aproksimasi sudut hamburan elektron pada layar sangat kecil

2
Bab II Dasar Teori

II.1 Difraksi Kristal dari Sinar-X

Pola interferensi gelombang cahaya dapat diamati dari kisi kristal, yaitu
muka gelombang melewati sebuah penghalang yang terdiri dari banyak celah.
Jumlah celah yang sangat banyak tersebut menyerupai sebuah sistem kristal yang
terdiri dari susunan periodik atom-atom pada posisi tertentu dengan keteraturan
berjangkauan panjang. Interferensi maksimum yang berkaitan dengan masing-
masing panjang gelombang berbeda sesuai dengan :

d sinθ =nλ…………………………………………………………….(II.1.1)

Dengan d adalah jarak celah dan n adalah bilangan bulat yang menyatakan orde
dari pola maksimum interferensi. Keuntungan dari kisi difraksi adalah adalah daya
resolusi yang cukup tinggi sehingga dimungkinkan memdapatkan jarak pisah
yang sangat baik dari cahaya dengan panjang gelombang yang berdekatan dan
dengan demikian dapat digunakan sebagai perangkat untuk menentukan panjang
gelombang cahaya.

(a) (b) (c)

Gambar II.1.1 (a). Ilustrasi berkas Sinar-X yang dipantulkan oleh bidang –

bidang kristal dari suatu kristal tunggal 2D (b). Ilustrasi


hamburan Sinar x (c). Pola difraksi LAUE dari sebuah
kristal.

Pada gambar II.1.1, atom-atom pada kristal 2 dimensi tersusun secara teratur dan
membentuk susunan periodik, dengan bidang-bidang yang ditempati oleh atom-
atom tersebut menjadi bidang refleksi bagi Sinar X yang datang. Dalam hal ini

3
Sinar X yang datang akan dihamburkan kesegala arah oleh masing-masing atom
didalam kristal , dan interferensi konstruktif terjadi pada satu arah tertentu
sehingga menghasilkan sebuah berkas refleksi. Dalam kasus ini fenomena refleksi
dapat dipandang berasal drai sebuah bidang yang dibentuk oleh barisan atom-
atom yang tersusun secara periodik dalam kristal. Dengan demikian masing-
masing bidang yang tersusun secara vertikal dalam kristal akan merefleksikan
sebagian dari berkas Sinar X yang datang. Jika jarak antar bidang atom didalam
kristal adalah d, maka muka gelombang yang direfleksikan dari bidang kedua
mengalami perbedaan lintasan sebesar 2 d sinθ dibandingkan dengan muka
gelombang yang direfleksikan dari bidang kristal sebelumnya, dengan θ adalah
sudut dari berkas Sinar X yang datang diukur terhadap bidang kristal. Jika beda
lintasan ini meliputi seluruh panjang gelombang cahaya yang digunakan, maka
berkas cahaya yang dipantulkan akan mengalami interferensi secara konstruktif
dan menghasilkan sebuah pola intensitas maksimum untuk difraksi Sinar X dari
kristal.

2 d sinθ=nλ …………………………………………………………..(II.1.2)

Rumusan ini dikenal dengan rumusan difraksi Bragg untuk Sinar X dengan d
adalah jarak celah dan n adalah bilangan bulat yang menyatakan orde dari pola
maksimum interferensi. Kemudian pada gambar ini menunjukkan pola LAUE 2D
dari sebuah sampel kristal tunggal yang diperoleh dari hamburan Sinar X. Titik-
titik terang sesuai dengan interferensi maksimum untuk berbagai panjang
gelombang yang memenuhi persamaan II.1.2 . Pola titik-titik terang bergantung
pada struktur geometri kristal.

(a) (b) (c)

Gambar II.2.2 (a). Ilustrasi berkas Sinar-X yang dipantulkan oleh bidang –

4
bidang kristal dari suatu polikristal 2D (b). Ilustrasi
hamburan Sinar X dari polikristal dengan masing-masing
kristal memiliki orientasi yang berbeda (c). Tipikal pola
LAUE dari sampel polikristal .

Pada polikristal terdiri dari banyak sekali kristal tunggal, dengan arah dan
jarak antar bidang yang berbeda – beda. Jika digunakan berkas Sinar X dengan
panjang gelombang tunggal, maka pada umumnya sulit untuk mendapatkan pola
interferensi maksimum karena berkas Sinar X tersebut akan dipantulkan oleh
banyak bidang-bidang kristal yang berbeda. Akan tetapi, jika digunakan Sinar X
dengan suatu rentang panjang gelombang yang kontinu , maka untuk sebuah nilai
panjang gelombang tertentu interferensi akan terjadi untuk jarak antar bidang dan
sudut refleksi tertentu pula. Dengan demikian, sebuah pola interferensi maksimum
akan terbentuk pada sudut-sudut refleksi berbeda.

II.2 Hipotesis de Broglie

Tanpa bukti eksperimen untuk menunjang hipotesanya, seorang Fisikawan


dari Prancis bernama De Broglie pada tahun 1924 mengusulkan bahwa sembarang
partikel yang bergerak dengan momentum p dapat diasosiasikan dengan sebuah
gelombang yang memiliki nilai panjang gelombang

h
λ= ………………………………………………………………….(II.2.1)
Ρ

Dengan λ adalah panjang gelombang de Broglie dan h adalah konstanta


Planck sebesar 6,67 ×10−34 J . s .

Hanya partikel – partikel atomik seperti elektron, neutron dan proton atau yang
berukuran pada orde Amstrong yang dapat teramati memiliki sifat gelombang, hal
ini dikarenakan kecilnya nilai konstanta planck.

II.3 Eksperimen Difraksi Elektron

Indikasi perilaku gelombang dari partikel pada umumnya bersumber dari


eksperimen difraksi dan interferensi. Difraksi elektron melalui atom-atom dari
kristal merupakan eksperimen pertama yang berhasil membuktikan hipotesa de

5
Broglie. Pada eksperimen ini seberkas elektron dipercepat dari keadaan diam
melalui sebuah beda potensial sehingga elektron memiliki energi kinetik dan
momentum menurut de Broglie berkas elektron tersebut dapat berlaku sebagai
gelombang dengan nilai panjang gelombang de Broglie (persamaan II.2.1).
Berkas elektron tersebut kemudian menumbuk sebuah kristal, dan dikaji spektrum
dari berkas hamburan elektron pada plat fotografi seperti pada gambar II.3.1

(a) (b)

Gambar II.3.1 (a). Ilustrasi eksperimen difraksi elektron terhadap sebuah


kristal (b). Pola difraksi elektron dari kristal. Pola terang
menggambarkan hasil interferensi konstruktif.

Disisi lain, hasil eksperimen difraksi elektron terhadap sebuah polikristal pada
gambar II.3.2 menunjukkan pola difraksi yang serupa dengan difraksi Sinar X dari
sebuah polikristal pada gambar II.1.2. Hal ini yang membuktikan eksperimen
difraksi elektron memiliki sifat gelombang dari partikel.

Pada percobaan ini jarak antar bidang kristal dapat diperoleh melalui hasil regresi
diameter pola cincin difraksi

1 2∙L∙h
d ( 1,2 )= ……………………………………………..(II.3.1)
M (1,2) √ 2∙ me ∙ qe

Dengan d adalah jarak antar bidang kristal , M adalah gradien dari hasil regresi
diameter pola cincin difraksi terhadap se-pertegangan, L adalah jarak antara grafit
dan layar, h adalah konstantan planck sebesar 6,67 ×10−34 J . s ,me adalah massa
elektron sebesar 9,1 ×10−31 kg dan qe adalah muatan elektron sebesar
1,6 ×10−19 C .

6
Pada percobaan ini panjang gelombang secara teori dan eksperimen dapat
diperoleh melalui hubungan diameter pola cincin difraksi dan jarak antar bidang
kristal

h
λteori= ……………………………………………………..(II.3.2)
√2 ∙ me∙ U

D (1,2 ) ∙ d (1,2)
λeks= ……………………………………...……………(II.3.3)
2L

Dengan λ adalah panjang gelombang, d adalah jarak antar bidang kristal, D adalah
diamater dari pola cincin difraksi, L adalah jarak antara grafit dan layar, h adalah
konstantan planck sebesar 6,67 ×10−34 J . s ,me adalah massa elektron sebesar
9,1 ×10−31 kg dan qe adalah muatan elektron sebesar 1,6 ×10−19 C

II.4 Indeks Miller


Indeks Miller memiliki notasi (h, k, l) yang dapat digunakan untuk menentukan
jarak antar bidang kristal,
Polikristalin garfit (karbon) memiliki struktur kristal heksagonal. Pada stuktur
polikristal ini akan didefinisikan a, b, c dengan a = b ≠ c . Pada bidang grafit
terdapat dua jarak antar bidang. Pada kedua bidang pada grafit dinamakan bidang
(100) dan (110), hal ini dapat ditunjukkan pada gambar II.4.1

Gambar II.4.1 Sel satuan dan jarak antar bidang pada grafit
Adanya dua bidang pada grafit yaitu (100) dan (110) pada polikristal grafit dapat
ditunjukkan dengan adanya dua pola cincin difraksi yang berbeda pada layar
tabung fluoresensi.

7
Bab III Hasil dan Pembahasan

III.1 113Equation Chapter 3 Section 1 Hasil Eksperimen


Pada percobaan ini diperoleh data – data untuk pola difraksi elektron, yaitu jari-
jari cincin difraksi pada variasi tegangan dengan kenaikan 200V, 400V, dan
500V. Setelah itu, data-data ini akan diolah dan akan diperoleh diameter cincin
difraksi, nilai jarak antar bidang kristal, besar nilai panjang gelombang secara
teoritik dan eksperimen, Galat dari masing – masing nilai panjang gelombang,
serta grafik hubungan tegangan terhadap diameter cincin difraksi.

1. Data Diameter Pola Cincin Difraksi pada Variasi Tegangan dengan


Kenaikan 200 V

Tabel III.1.1. Data Diameter Hasil Percobaan dengan Kenaikan 200 V


U(V) R1 (m) R2 (m) D1 (m) D2 (m) 1/ √ U (V-1)
3000 0,0119 0,0235 0,0238 0,0470 0,0183
3200 0,0122 0,0224 0,0244 0,0448 0,0177
3400 0,0109 0,0213 0,0218 0,0426 0,0171
3600 0,0113 0,0208 0,0225 0,0416 0,0167
3800 0,0115 0,02 0,0229 0,0400 0,0162
4000 0,0104 0,0193 0,0208 0,0386 0,0158
4200 0,0100 0,0187 0,0200 0,0374 0,0154
4400 0,0094 0,01855 0,0188 0,0371 0,0151
4600 0,0097 0,01775 0,0193 0,0355 0,0147
4800 0,0087 0,0179 0,0174 0,0358 0,0144
5000 0,0091 0,0168 0,0182 0,0335 0,0141

Dari data pada tabel III.1.1 dapat diperoleh plot hubungan antara diameter 1 dan 2
terhadap se-pertegangan yaitu gambar III.1.1

0.03
0.03
f(x) = 1.63 x − 0.01
0.02 R² = 0.88
D2 (m)
D (m)

0.02
Linear
0.01 (D2 (m))
D1 (m)
0.01
0
0.01f(x)
0.01
= 00.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
R² = 0
𝟏/√𝐔 (V-1)
Gambar III.3.1 Grafik Variasi Tegangan dengan Kenaikan 200 V

8
Pada plot hubungan antara diameter 1 dan 2 terhadap se-pertegangan pada gambar
III.1.1 dapat diperoleh gradien dari hasil regresi diameter 1 adalah 1,6266 dan
gradien dari hasil regresi diameter 2 adalah 5,2282 .

2. Data Diameter Pola Cincin Difraksi pada Variasi Tegangan dengan


Kenaikan 400 V

Tabel III.1.2. Data Diameter Hasil Percobaan dengan Kenaikan 400 V


U(V) D1 (m) D2 (m) 1/ √ U (V-1)
3000 0,0244 0,0453 0,0183
3400 0,0229 0,0424 0,0171
3800 0,0224 0,0580 0,0162
4200 0,0214 0,0386 0,0154
4600 0,0198 0,0324 0,0147
5000 0,0194 0,0357 0,0141

Dari data pada tabel III.1.2 dapat diperoleh plot hubungan antara diameter 1 dan 2
terhadap se-pertegangan yaitu Gambar III.1.2

Gambar III.4.2 Grafik Variasi Tegangan dengan Kenaikan 400 V

Pada plot hubungan antara diameter 1 dan 2 terhadap se-pertegangan pada gambar
III.1.2 dapat diperoleh gradien dari hasil regresi diameter 1 adalah 1,2234 dan
gradien dari hasil regresi diameter 2 adalah 3,1441

9
3. Data Diameter Pola Cincin Difraksi pada Variasi Tegangan dengan
kenaikan 500 V

Tabel III.1.3. Data Diameter Hasil Percobaan dengan Kenaikan 500 V

U(V) D1 (m) D2 (m) 1/ √ U V-1


3000 0,0236 0,0434 0,0183
3500 0,0200 0,0382 0,0169
4000 0,0162 0,0362 0,0158
4500 0,0162 0,0322 0,0149
5000 0,0150 0,0305 0,0141

Dari data pada tabel III.1.3 dapat diperoleh plot hubungan antara diameter 1 dan 2
terhadap se-pertegangan yaitu Gambar III.1.3

Gambar III.5.3 Grafik Variasi Tegangan dengan Kenaikan 500 V

Pada plot hubungan antara diameter 1 dan 2 terhadap se-pertegangan pada gambar
III.1.3 dapat diperoleh gradien dari hasil regresi diameter 1 adalah 2,1074 dan
gradien dari hasil regresi diameter 2 adalah 3,1174.

10
4. Nilai Jarak antar Bidang Pada Kristal

Tabel III.1.4. Nilai Jarak antar Bidang Hasil Percobaan dan Referensi

Keterangan d1 (pm) d2 (pm)


Eksperimen (200 V) 203,85 108,18
Eksperimen (400 V) 271,03 105,46
Eksperimen (500 V) 157,34 106,36
Referensi 213 123
Error (200 V ) 4,30 12,051
Error (400 V ) 27,24 14,26
Error (500 V ) 26,13 13,53

Nilai jarak antar bidang pada kristal ini dapat diperoleh melalui persamaan
II.3.1. Pada percobaan ini diperoleh nilai galat yang paling besar adalah saat
tegangan divariasikan dengan kenaikan 400V, dan nilai galat yang bernilai
paling kecil adalah saat tegangan divariasikan dengan kenaikan 200 V.

5. Nilai Panjang Gelombang Secara Teori dan Eksperimen

Tabel III.1.5. Nilai Panjang Gelombang Secara Teori dan Eksperimen pada
Variasi Tegangan dengan Kenaikan 200 V
Lambda Teori Lambda 1 Lambda 2 Error 1 Error 2
(pm) (pm) (pm) (%) (%)
22,42 17,97 11,44 19,86 48,97
21,71 18,42 10,91 15,14 49,77
21,06 16,46 10,37 21,85 50,76
20,47 16,99 10,13 17,00 50,53
19,92 17,29 9,74 13,21 51,13
19,42 15,70 9,40 19,13 51,61
18,95 15,10 9,10 20,32 51,96
18,51 14,19 9,03 23,33 51,22
18,11 14,57 8,64 19,53 52,28
17,73 13,14 8,71 25,89 50,84
17,37 13,74 3,29 20,88 81,08

11
Nilai panjang gelombang secara teori dan eksperimen ini dapat diperoleh
melalui persamaan II.3.2. dan persamaan II.3.3. Pada percobaan ini diperoleh
nilai galat akan semakin bernilai besar saat nilai tegangan yang diberikan
semakin bernilai besar juga.

III.2 Pembahasan
Pada bagian ini akan dijawab soal-soal yang ada pada modul 03 : Difraksi
Elektron pada Polikristal yang meliputi pertanyaan, analisis, dan open problem.

III.2.1 Pertanyaan
Perbedaan difraksi elektron pada kristal dan polikristal dapat dilihat dari
ilustrasi hamburan. Ilustrasi hamburan difraksi elektron pada kristal dapat dilihat
pada gambar II.3.1 sedangkan untuk polikristal, pola difraksi elektron yang
terbentuk serupa dengan pola difraksi Sinar X dari sebuah polikristal yang dapat
dilihta pada gambar II.1.2. Pada difraksi elektron pada kristal akan membentuk
pola difraksi dalam satu arah dan akan terbentuk pola difraksi berbentuk titik-titik,
hal ini dikarenakan atom-atom pada kristal tunggal tersusun secara teratur dan
membentuk susunan periodik sehingga bidang-bidang yang ditempati oleh atom-
atom tersebut menjadi tempat refleksi kemudian elektron akan dihamburkan
kesegala arah oleh masing – masing atom dalam kristal sedangkan pada difraksi
elektron menggunakan polikristal, akan terbentuk pola yang seperti cincin
konsentrik. Hal ini diakibatkan pada polikristal terdiri dari banyak kristal tunggal
dengan arah atau orientasi dan jarak yang berbeda-beda, oleh karena nya pola
difraksi akan terbentuk untuk jarak antar bidang dan sudut refleksi yang berbeda-
beda yang berbentuk seperti cincin.
Jarak antar bidang pada kristal dapat ditentukan dengan indeks miller
dengan menyambungkan tiga titik kisi pada bidang kisi yang telah tersusun.
Bidang memiliki arah atau orientasi yang berbeda-beda, kecuali pada bidang yang
sejajar, pada bidang sejajar memiliki orientasi yang sama.
Nilai panjang gelombang elektron perlu dicari karena pada percobaan ini
bertujuan untuk membuktikan hipotesa de Broglie yang mengasosiasikan bahwa
sembarang partikel yang bergerak dengan momentum p dapat memiliki panjang
gelombang , kemudian pada percobaan ini ingin membuktikan apakah sebuah
partikel yakni elektron memiliki sifat gelombang yaitu dapat terdifraksi dan ingin
membuktikan dualisme gelombang partikel.

III.2.2 Analisis
Jarak antar bidang pada grafit berbeda dari referensi, hal ini dapat dilihat
pada Tabel III.1.4. dengan galat berkisar 4,3 % sampai 27,24%. Adanya
perbedaan jarak antar bidang pada grafit dari referensi dikarenakan adanya
kesalahan alat ukur yang digunakan untuk mengukur jari-jari cincin difraksi pada
layar fluoresensi dimana alat ukur yang digunakan adalah jangka sorong, alat ukur
ini tidak sesuai untuk mengukur jari – jari cincin difraksi dikarenakan layar
fluoresensi tidak datar melainkan lengkung. Adanya ketidakpresisian suplai
tegangan yang diberikan dapat menyebabkan perbedaan jarak antar bidang grafit

12
dari referensi, hal ini dikarenakan suplai tegangan kita hanya mampu
mengeluarkan tegangan dengan perbedaan 1 kV dimana akan terjadi pembulatan
nilai tegangan oleh power supply yang sangan memberikan pengaruh signifikan
terhadap pengukuran ini. Adanya kesalahan dari pengamat, misalnya posisi
pengamat yang tidak lurus atau tidak sejajar dengan objek yang diukur, kesalahan
pembacaan pada alat ukur (kesalahan paralaks).
Pada saat percobaan, tegangan yang digunakan tidak boleh lebih dari 5 kV
dikarenakan, pada tegangan diatas 5kV maka elektron yang dipercepat semakin
banyak dan akan memberikan tumbukan yang terus menerus pada layar
fluoresensi sehingga dapat menghasilkan radiasi Sinar X. Pada tegangan diatas 5
kV dapat mengakibatkan radiasi elektromagnetik yang semakin besar yang tidak
baik jika terpapar oleh tubuh praktikkan. Adanya keterbatasan kemampuan dari
pemanas pada tabung difraksi, yang mana jika diberikan tegangan diatas 5 kV
dapat merusak elemen pemanas pada tabung difraksi .
Pola cincin konsentrik pada layar fluoresensi akibat difraksi polikristal
dapat terbentuk karena pada polikristal, elektron akan melewati arah dan jarak
bidang yang berbeda yang menyebabkan terjadinya hamburan elektron pada
sudut-sudut refleksi tertentu pula, kemudian pola cincin pada layar ini terbentuk
karena adanya perbedaan sudut datang elektron dan sudut orientasi dari polikristal
yang memberikan sudut tidak 90 derajat. Hal ini dapat diakibatkan karena
polikristal adalah tumpukan drai kristal tunggal yang sangat banyak, yang terdiri
dari arah dan jarak yang berbeda-beda.
Pola cincin difraksi tidak terbentuk dari awal dikarenakan pada tegangan
yang bernilai kecil, elektron belum memiliki cukup energi kinetik untuk menabrak
layar fluoresensi dan mengeksitasi atom-atom pada layar fluoresensi yang
kemudian menghasilkan pola cincin difraksi berwarna hijau.
Diameter lingkaran pada tabung pada tegangan yang sama memiliki
perubahan pengukuran , hal ini dapat dilihat jika kita meninjau data yang
diperoleh pada Tabel III.1.1 sampai tabel III.1.3 . Adanya perbedaan nilai ini
dapat diakibatkan oleh ketidakpresisian alat yang kita gunakan yaitu, suplai
tegangan. Pada Power Supply resolusi alat untuk mengatur tegangan ialah 1 kV
dimana alat ini akan membulatkan keatas atau kebawah dari nilai tegangan yang
diinginkan, kemudian adanya ketidaksesuaian alat ukur yang digunakan untuk
mengukur jari-jari cincin difraksi, dalam hal ini adalah jangka sorong. Jangka
sorong mengukur jari-jari cincin difraksi dengan tidak memperkirakan
kelengkungan dari layar fluoresensi. Kemudian dapat diakibatkan oleh adanya
pengaruh emisi elektron pada percobaan sebelumnya yang mana dapat
mempengaruhi banyaknya elektron yang terdifraksi.
Pola cincin difraksi tidak terbentuk dari awal. Pola cincin terbentuk karena
adanya tabrakan antara kristal dan elektron yang dipercepat pada tegangan
tertentu kemudian elektron akan terhambur, setelah itu elektron menabrak layar
fluoresensi yang mana, layar fluoresensi akan berpendar jika ditabrak oleh
elektron dan menghasilkan cahaya yang membentuk pola cincin difraksi. Jadi pola
cincin difraksi akan terbentuk pada tegangan tertentu , karena dibutuhkan
tegangan untuk mengeksitasi elektron dari logam dan memberikan energi kinetik
pada elektron.
Kelengkungan layar tidak memberikan hasil yang signifikan terhadap hasil
pengukuran jika aproksimasi sudut bernilai kecil.

13
Secara teori step tegangan yang lebih baik adalah tegangan pada kenaikan
200V dikarenakan secara statistik data yang diperoleh semakin banyak, maka
galat yang diperoleh semakin kecil dan akan semakin akurat. Namun, pada
percobaan ini diperoleh step tegangan yang lebih baik adalah pada saat variasi
tegangan dengan kenaikan 400V. Hal ini dapat diakibatkan karena adanya
kesalahan saat mengambil data, misal kesalahan pembacaan alat ukur, kemudian
dapat diakibatkan karena adanya pengamat yang berbeda – beda untuk objek
pengukuran yang sama.

III.2.3 Open Problem


Pada saat pemberian tegangan 0kV – 3 kV belum terlihat pola cincin
difraksi yang jelas, hal ini dikarenakan pada tegangan tersebut elektron belum
memiliki energi yang cukup untuk mengalami eksitasi dari logam dan belum
memiliki energi kinetik yang cukup untuk menabrak layar fluoresensi. Pola
difraksi yang terjadi pada tegangan yang sama memiliki perbedaan ukuran jari-jari
cincin difraksi. Hal ini dapat diakibatkan karena adanya keterbatasan alat yang
hanya mampu mengeluarkan tegangan dengan perbedaan 1 kV sehingga terjadi
pembulatan nilai tegangan pada alat yang menyebabkan adanya ketidakpresisian,
kemudian adanya ketidaksesuaian alat ukur yang digunakan untuk mengukur jari-
jari cincin difraksi, dalam hal ini adalah jangka sorong. Jangka sorong mengukur
jari-jari cincin difraksi dengan tidak memperkirakan kelengkungan dari layar
fluoresensi. Kemudian dapat diakibatkan oleh adanya pengaruh emisi elektron
pada percobaan sebelumnya yang mana dapat mempengaruhi banyaknya elektron
yang terdifraksi.

14
BAB IV Kesimpulan

1. Pada percobaan difraksi elektron pada polikristal ini diperoleh jarak antar
bidang kristal yang dapat dilihat pada tabel III.1.4. Pada variasi tegangan
dengan kenaikan 200V-500V diperoleh jarak antar bidang kristal berkisar
203,85 pm sampai 157,34 pm untuk pengukuran pada diameter dalam dengan
nilai referensi adalah 213 pm, dan berkisar 108,18 pm sampai 106,36 pm
untuk pada pengukuran diameter luar dengan nilai referensi adalah 123 pm.
2. Panjang gelombang secara teori dan eksperimen dengan kenaikan tegangan
200 V dapat dilihat pada tabel III.1.5. Pada tabel ini diperoleh nilai lambda
teori dan lambda eksperimen yang bernilai semakin bernilai kecil saat
tegangan yang diberikan nilainya diperbesar.
3. Besar galat untuk tiap jarak antar bidang kristal terhadap nilai referensi dapat
dilihat pada tabel III.1.4. berkisar 4,3% sampai 27,24%. Pada tabel ini
diperoleh nilai galat terbesar saat variasi tegangan dengan kenaikan 400V.
Namun,Secara teori seharusnya nilai galat terbesar berada pada variasi
tegangan dengan kenaikan 500V, dikarenakan pada percobaan variasi
tegangan kenaikan 500V ini, data yang diukur sangat sedikit sehingga data
yang diperoleh kurang akurat.
4. Besar galat untuk panjang gelombang eksperimen terhadap nilai referensi
bernilai semakin besar saat tegangan yang diberikan semakin besar. Hal ini
dapat dilihat pada tabel III.1.5. yaitu berkisar 3,29% hingga 81,08%. Hal ini
diakibatkan karena suplai tegangan kita hanya mampu memberikan tegangan
dengan perbedaan 1 kV, sehingga akan terjadi pembualatan nilai tegangan.
Hal ini sangat memberikan pengaruh yang signifikan pada percobaan ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Sutjahja, Inge M. (2018) : Fisika Modern : Teori dan Contoh Aplikasi Fenomena
Tunnelling, ITB Press, Bandung, 73, 113-`122.

Krane, Kenneth. (1996) : Modern Physics 3th edition, John Willey & Sons, New
York, John Willey & Sons, 101-104.

Omar, Ali. (1993) : Elementary Solid State Physics : Principle and Applications.
Addison Wesley Publishing Company.

Pustaka dari Situs Internet :

Nababan, Niko : Difraksi Sinar X, https://www.


academia.edu/26544204/Contoh_Soal_dan_Pembahasan_Tugas_Teknik
_Difraksi_Difraksi_Sinar-X_. Dilihat pada 13 September 2019

Hoffman, Christian : Single Crystal Diffraction Pattern of Lysozyme using a


montel mirror, https://www.researchgate.net/figure/Single-crystal-
diffraction-pattern-of-Lysozyme-using-a-Montel-mirror-mounted-on-
a_fig4_228935186. Dilihat pada 13 September 2019

Schultz, Arthur J : Single Crystal Diffraction


https://neutrons2.ornl.gov/conf/nxs2011/pdf/lectures/Schultz_Single
%20Crystal%20Diffraction_2011_v2.pdf, Dilihat pada 13 September
2019

16

Anda mungkin juga menyukai