Anda di halaman 1dari 15

Teori Kematangan

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Bimbingan Konseling Anak Usia Dini”

Dosen Pengampuh:
Nurhayati, S.Psi., M.Psi

Disusun Oleh:
Fatma Ali

PIAUD
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
FAKULTAS AGAMA ISLAM
STAI IBNU SINA BATAM
Tahun Akademik 2021/2022
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Segala puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah “Bimbingan
Konseling Anak Usia Dini” ini yang berjudul “Teori Kematangan”
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Nurhayati selaku guru Mata
kuliah yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga dengan pembahasan ini dapat menambah khazanah keilmuan kita yang
kemudian mampu kita pelajari dan terapkan sehingga kita dapat mengambil ibrah atas ilmu
yang kita dapat untuk pegangan kita dalam kehidupan sehari- hari. Kami mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Rektor STAI Ibnu Sina Batam, Bapak Dr. H. Muhammad Juni Bedu, LC. MA
2. Ketua prodi PIAUD, Ibu Qory Ismawaty, S.S., M.Pd.I
3. Nurhayati, S.Psi., M.Psi yang telah memberi dan membimbing kami meteri kuliah
mengenai bimbingan konseling anak usia dini.
4. Kepada suami dan kedua orang tua yang tidak jemu untuk mendo’akan dan terus
memberikan semangat.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, karena
keterbatasan ilmu pengetahuan dan kemampuan kami. Penulis berharapa atas kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan dalam menyusun makalah ini. Semoga dengan ilmu dari
makalah ini mampu membawa perubahan yang lebih baik dalam pendidikan.

Batam, 1 November 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................... ii


DAFTAR ISI …………………………………………………………………...iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
A. Pembentukan Kepribadian Anak dalam Keluarga ......................... 3
B. Kematangan Individu .....................................................................4
a. Aspek Intelegensi .......................................................................4
b. Aspek Emosional .......................................................................4
c. Aspek Sosialisasi........................................................................4
d. Aspek Reproduksi ......................................................................5
C. Teori Kematangan oleh Gordon Allport ........................................5
D. Pembentukan dan Peran Kematangan Anak ..................................7
a. Tingkah laku yang harmonis dan terorganisir............................ 7
b. Motif-motif tujuan dan aspirasi.................................................. 7
c. Pola pikir yang jelas dan rasional .............................................. 7
d. Perluasan diri (extension of self) ............................................... 8
e. Proyeksi ke masa depan ............................................................. 8
f. Mampu menjalin hubungan dengan orang lain .......................... 8
g. Memiliki rasa aman ....................................................................8
h. Orientasi yang realistis terhadap diri sendiri.............................. 9
i. Orientasi yang baik dengan lingkungan .....................................9
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 10
Kesimpulan............................................................................................ 10
Saran …………………………………………………………………..10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial (Homo Socius), penggalan ungkapan itu merupakan sebuah
aphorisme yang populer di kalangan ilmuwan sosial. Individu yang hidup dalam ruang lingkup
masyarakat dituntut untuk dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya secara adaptif,
partisipatif, dan sehat. Proses adaptasi tersebut memiliki standar interaksi yang sederhana, yaitu
keseimbangan antarindividu yang berkomunikasi. Seseorang harus memahami bahwa individu
lain yang berada di sekitarnya merupakan objek komunikasi yang memberikan reaksi-reaksi
tertentu kepadanya dalam sebuah kondisi interaksi. Sebaliknya, ia juga harus menyadari bahwa
dirinya akan memberikan reaksi-reaksi tertentu terhadap lingkungannya. Pada saat proses
interaksi antarindividu tersebut individu mampu menjaga suasana keseimbangan komunikasi,
maka hampir dapat dipastikan akan terbentuk kondisi interaksi yang sehat. Akan tetapi, apabila
individu tidak berhasil menciptakan suasana interaksi yang seimbang, maka hal itu
berimplikasi pada munculnya konflik.

Secara umum, individu yang mengalami konflik pada akhirnya mengakibatkan gangguan
psikologis dalam dirinya adalah dampak langsung dari ketidakseimbangan interaksi tersebut.
Misalnya, konflik dalam rumah tangga dapat disebabkan oleh kondisi komunikasi yang tidak
seimbang (komunikasi kursif) antara pasangan suami isteri yang hidup dalam keluarga itu
(dalam Adhim, 2002). Apabila pola komunikasi seorang suami berupa memaksa atau kursif
terhadap isterinya, akan berakibat pada ketidakpuasan sang isteri terhadap suaminya. Biasanya,
keadaan itulah yang menjadi penyebab perselisihan dalam rumah tangga.

Lebih jauh lagi, penyimpangan perilaku anak di luar rumah ternyata juga disebabkan oleh
kondisi komunikasi yang disharmoni tersebut. Para ahli berpendapat bahwa orang tua dapat
mempengaruhi perkembangan jiwa anak, yang selanjutnya anak mempunyai resiko tinggi
untuk menjadi anak nakal dengan tindakan-tindakan yang menyimpang atau delinquent.
Keadaan ini terlebih-lebih lagi apabila dalam keluarga terjadi perpisahan, perceraian,
perpisahan (separation), pertengkaran antara ayah dan ibu dan keadaan disharmoni lainnya
(Hawari, 1996). Suasana rumah yang tidak sehat dan tidak bahagia akan menyebabkan
persentase anak menjadi nakal semakin tinggi (Graig dan Glick dalam Hawari, 1996).

1
Dalam kehidupan domestik itu, anak seharusnya mendapat pengasuhan dan pendidikan yang
baik. Anak yang melewati fase-fase perkembangan awalnya membutuhkan suasana interaksi
yang baik dalam keluarga. Misalnya, pada fase 0-5 tahun yang disebut Adler (dalam Rahayu,
1999) sebagai pembentukan life style, kepribadian anak sangat tergantung pada pembentukan
life style itu. Anak akan menjadi pribadi yang baik (matang atau maturation) apabila
mengalami proses pembentukan life style yang baik dalam keluarganya. Sebaliknya, anak akan
mengalami regresi dalam hal ini, istilah regresi ekuivalen dengan istilah immatur apabila ia
hidup dalam keluarga yang terkondisikan oleh suasana interaksi yang disharmoni.

Dalam pandangan psikodinamik, keluarga merupakan lingkungan sosial yang secara langsung
mempengaruhi individu. Keluarga merupakan lingkungan mikrositem yang menentukan
kepribadian anak. Keluarga lebih dekat hubungannya dengan anak dibandingkan dengan
masyarakat luas. Karena itu dapat digambarkan hubungan ketiga unit tersebut sebagai anak-
keluarga–masyarakat, artinya adalah masyarakat menentukan keluarga, dan keluarga
menentukan anak. Dengan demikian, keluarga merupakan lingkungan yang sangat penting dari
keseluruhan sistem lingkungan (Notosoedirdjo dan Latipun, 2002).

Akhirnya, dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan sistem sosial tersendiri yang
membentuk kepribadian anak. Salah satu aspek kepribadian yang paling penting dalam diri
individu adalah maturity. Dengan terbentuknya kematangan anak dalam lingkungan keluarga,
maka anak akan menjadi individu yang bebas berekspresi, berkreasi, berprestasi, dan
mengaktualisasikan dirinya di masyarakat luas. Dengan lain perkataan, anak akan siap untuk
menjadi individu yang adaptif dalam proses globalisasi secara prestisius dan partisipatif.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada peran keluarga dalam pembentukan kematangan anak?
2. Bagaimana proses pembentukan kematangan itu terjadi dalam proses komunikasi
antara orang tua dan anak?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembentukan Kepribadian Anak dalam Keluarga


Setiap anak merupakan individu yang unik. Setiap anak memiliki kecenderungan dan minat
masing-masing. Berdasarkan minat dan kecenderungan itu, ia dapat mengaktualisasikan
dirinya secara maksimal di masyarakat. Kondisi tersebut merupakan mekanisme psikologis
yang seharusnya mendapat dukungan penuh dari lingkungannya, khususnya dukungan untuk
menjadi pribadi yang sesuai dengan kecenderungan kepribadiannya sendiri, bukan atas
keinginan lingkungannya. Oleh karena itu, keluarga adalah lingkungan pertama yang
memberikan dukungan itu.

Anak akan tumbuh kembang dengan baik dan memiliki kepribadian yang matang apabila ia
diasuh dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sehat dan bahagia. Kepribadian
menurut paham kesehatan jiwa adalah segala corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam
dirinya, yang digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan,
baik yang timbul dari lingkungannya (dunia luar), maupun yang datang dari dirinya sendiri
(dunia dalam), sehingga corak dan kebiasaan itu merupakan satu kesatuan fungsional yang
khas untuk individu itu (Hawari, 1996).

Dua orang sarjana dari Universitas Nebraska (AS) yaitu profesor Nick Stinnet dan Prof. John
De Frain dalam studinya yang berjudul The National Study on Family Strength,
mengemukakan bahwa paling sedikit harus ada 6 kriteria bagi perwujudan suatu keluarga atau
rumah tangga yang dapat dikategorikan sebagai keluarga yang sehat dan bahagia, yang amat
penting bagi tumbuh kembangnya seorang anak. Keenam kriteria tersebut adalah sebagai
berikut (Hawari, 1996) :
a. Kehidupan beragama dalam keluarga.
b. Mempunyai waktu untuk bersama.
c. Mempunyai pola komunikasi yang baik bagi sesama anggota keluarga (ayah-ibu-anak).
d. Saling menghargai satu dengan lainnya.
e. Masing-masing anggota keluarga merasa terikat dalam ikatan keluarga sebagai
kelompok.
f. Bila terjadi suatu permasalahan dalam keluarga mampu menyelesaikan secara positif
dan konstruktif.

3
Berdasarkan pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan kepribadian anak
bermula dari proses interaksi antara anak dan keluarganya. Anak akan menjadi pribadi yang
utuh dan sehat apabila ia mendapat kondisi pembentukan kepribadian yang baik dari
keluarganya. Setelah itu, secara otomatis akan terbentuk pola kepribadian dalam diri anak
sesuai dengan kecenderungannya masing-masing. Pada akhirnya, dengan pembentuikan pola
kepribadian itu, maka aspek kematangan anak akan terbentuk pula secara gradual.

B. Kematangan Individu
Secara terminologis, kematangan merupakan keadaan telah mencapai suatu bentuk
kedewasaan atau perkembangan penuh dari intelegensi, proses-proses emosional, dst (Chaplin,
1999:291). Dari segi sosial, kematangan perkembangan seseorang yang terlihat dari adanya
perasaan penilaian diri dan adanya kemampuan untuk membawakan diri secara wajar di
kelompok atau di lingkungan sosial yang berbeda. Secara seksual, keadaan yang secara
biologis telah mampu melakukan reproduksi dan berketurunan. Berdasarkan definisi di atas,
dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa aspek yang merepresentasikan kematangan
individu, yaitu aspek intelegensi, aspek emosional, aspek sosialisasi, dan aspek reproduksi.
Berikut ini, penjelasan empat aspek penting tersebut.

a. Aspek Intelegensi
Implikasi intelegensi terhadap kematangan individu tercermin pada pola pikir yang
sehat, konstruktif, dan adaptif. Pola pikir tersebut sangat berpengaruh terhadap
bagaimana cara pandang (persepsi) anak terhadap dirinya dan lingkungannya.

b. Aspek Emosional
Pernikahan merupakan pemenuhan kebutuhan anak untuk saling menyayangi dan
disayangi, mencintai dan dicintai, rasa aman dan terlindungi, menghargai dan
dihargai, dst. Kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan bentuk kebutuhan afiliasi
manusia dalam kehidupannya. Setiap anak harus mendapatkan kebutuhan emosional
itu dalam keluarganya agar proses perkembangan kematangannya dapat berjalan
dengan baik.

c. Aspek Sosialisasi
Dalam periode sosialisasi domestik (keluarga), yaitu pada anak berusia 0-5 tahun,
anak dibuat siap untuk dapat timbul perasaan kekeluargaan (sense of belonging).

4
Kekuatan perasaan ikatan pada keluarga ini sedikit banyak akan dapat memberikan
suatu jaminan pada anak, untuk tidak mudah berpengaruh oleh situasi-situasi yang
tidak baik yang mungkin dilihatnya di luar rumahnya.

d. Aspek Reproduksi
Berbeda dengan aspek-aspek lainnya, aspek reproduksi berjalan secara alami dalam
proses biologis anak. Aspek ini berkembang secara biologis dan berperan dalam
kematangan reproduksi anak, sehingga aspek kematangan ini lebih berorientasi
biologis daripada psikologis. Oleh karena itu, aspek kematangan ini merupakan aspek
kematangan yang berada di luar pembentukan kematangan psikologis, namun secara
komplementer membentuk kematangan individu (anak) secara sempurna.
Selain 4 aspek kematangan beradasarkan terminologi maturuty tersebut di atas, secara
psikologis dijelaskan indikator-indikator kematangan yang lebih komprehensif. Salah
satu ahli yang pernah menjelaskannya adalah Gordon Allport.

C. Teori Kematangan oleh Gordon Allport


Gordon Allport (1897-1967), seorang psikolog berkebangsaan Amerika Serikat, merupakan
salah seorang ahli di antara ahli lainnya yang pernah merumuskan teori tentang kematangan
individu. Ia terkenal dengan Psikologi Individu Allport karena penghargaannya yang tinggi
terhadap kesatuan individu secara holistik. Hal itu dapat dilihat pada teori-teori yang pernah ia
rumuskan.

Berkaitan dengan teori kematangan Allport, ia sangat menyatukan faktor kedewasaan dan
harmonisasi perilaku dalam suatu area maturity individu. Dalam buku Lindzey & Hall (1993),
mereka menjelaskan pendapat Allport tentang kematangan, yaitu sebagai berikut :
Kini (baca: masa dewasa) dalam diri individu yang matang kita menemukan
seorang pribadi yang tingkah lakunya ditentukan oleh sekumpulan sifat yang
terorganisasi dan harmonis. Sifat-sifat ini muncul dengan berbagai cara dari
sejumlah kecil perangkat motivasi yang sudah terdapat pada bayi yang baru
lahir…Apa saja yang bisa mendorong tingkah laku, akan berfungsi sekarang.

Selanjutnya, Allport juga mengatakan bahwa untuk memahami orang dewasa mustahil tanpa
mengetahui tujuan-tujuan dan aspirasi-aspirasinya. Motif-motifnya yang terpenting bukan lagi
gema masa lampau, melainkan lambaian ajakan masa depan (Lindzey & Hall, 1993). Namun

5
Allport juga mengakui bahwa tidak semua orang dewasa mencapai kematangan penuh. Ada
individu-individu yang sudah dewasa, namun motivasi-motivasinya masih bersifat kekanak-
kekanakan. Dalam berperilaku, mereka tidak mengikuti prinsip-prinsip yang jelas dan rasional.
Akan tetapi, sejauh mana mereka menghindari motivasi-motivasi yang tidak disadari dan
sejauh mana sifat-sifat mereka tidak lagi berhubungan dengan sumbersumber yang berasal dari
masa kanak-kanak, memang bisa dijadikan ukuran normalitas dan kematangan mereka.

Menurut Allport, kepribadian yang matang pertama-pertama harus memiliki suatu perluasan
diri (extension of the self), yaitu hidupnya tidak boleh terikat secara sempit pada aktivitas-
aktivitas yang erat hubungannya dengan kebutuhan-kebutuhan dan kewajibankewajiban
pokoknya. Individu harus dapat mengambil bagian dan menikmati variasi aktivitas yang
berbeda-beda. Kepuasan-kepuasan dan kegagalan-kegagalannya harus banyak dan bermacam-
macam, bukan hanya sedikit dan itu-itu saja (stereotyped).

Salah satu aspek penting dari perluasan diri ini adalah proyeksi ke masa depan, yaitu
merencanakan dan mengharapkan. Selaku pribadi yang matang, individu juga harus mampu
menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain, baik dalam bentuk hubungan yang
mendalam maupun yang tidak mendalam, memiliki rasa aman, dan menerima diri sendiri. Ia
harus memiliki orientasi yang realistik baik terhadap dirinya sendiri (self-objectification)
maupun terhadap kenyataan luar.

Merujuk pada teori Gordon Allport (dalam Lindzey & Hall, 1993), dapat dijelaskan beberapa
parameter psikologis dari kematangan individu, yaitu tingkah laku yang harmonis dan
teorganisir, motif-motif tujuan dan aspirasi, pola pikir yang jelas dan rasional, perluasan diri
(extension of the self), proyeksi ke masa depan, mampu menjalin hubungan dengan orang lain,
memiliki rasa aman, orientasi yang realistis terhadap diri sendiri (self-objectification), dan
orientasi yang baik terhadap lingkungan. Parameter-parameter tersebut kemudian dapat
dijadikan sebagai landasan teoritis untuk menjelaskan peran kematangan anak dalam proses
interkasinya dengan keluarga. Masing-masing parameter dianggap memiliki aspek
penjangkauan yang spesifik terhadap domain kematangan anak secara keseluruhan dan
komprehensif.

6
D. Pembentukan dan Peran Kematangan Anak
Untuk menjelaskan peran kematangan terhadap pribadi anak berdasarkan indikatorindikator
kematangan kepribadian menurt Allport tersebut di atas, dapat dilihat perkembangan
parameter-parameter kematangan dalam proses interaksi anak dalam keluarganya dan fungsi
setiap parameter bagi kehidupan anak, yaitu sebagai berikut :

a. Tingkah laku yang harmonis dan terorganisir


Setiap individu yang matang (matur), secara otomatis ia akan memiliki pola perilaku yang
harmonis dan teorganisir. Apabila diaplikasikan dalam sebuah rumah tangga, parameter ini
berperan dalam menjaga konsistensi berperilaku yang harmonis, saling pengertian, dan
ketepatan mengatur anggaran rumah tangga. Dengan parameter ini, peninjauan psikologis
setiap pasangan terhadap keluarganya (orientasi pernikahannya) adalah keteraturan,
keserasian, dan mempertahankan kontinuitas interaksi antar anggota keluarga. Bahkan, dapat
dikatakan bahwa parameter keharmonisan dan saling pengertian—oleh individu yang
matang— merupakan aspek yang paling mendasar dalam sebuah rumah tangga. Inilah yang
menjadi landasan awal anak untuk membentuk kematangan bertingkah laku yang harmonis
dalam dirinya.

b. Motif-motif tujuan dan aspirasi


Fungsi dan peran parameter ini terhadap pembentukan kematangan anak termanifestasi pada
belajarnya anak dalam merumuskan tujuan-tujuan dan harapan-harapan dalam kehidupan.
Setiap anggota keluarga, khususnya orang tua hendaknya memperhatikan motif-motif ini guna
menciptakan pribadi anak yang mampu mendapatkan segala keinginannya secara realistis dan
bertujuan yang sehat.

c. Pola pikir yang jelas dan rasional


Parameter kematangan ini merupakan titik tolak anak dalam upaya memahami dirinya dan
lingkungan, perencanaan-perencanaan, dan mengukuhkan eksistensi tujuan hidupnya. Pola
pikir yang jelas dan rasional berfungsi sebagai aspek kematangan yang memainkan peranan
penting dalam hubungan antarindividu (intrapersonal), khususnya untuk meminimalisasi pola
pikir destruktif, seperti kecurigaan yang tidak beralasan terhadap orang lain.
Pola pikir yang jelas dan rasional juga berperan pada pertimbangan-pertimbangan yang logis
terhadap kemampuan diri sendiri dan peran yang dapat diberikan kepada lingkungannya—

7
parameter 8 dan 9. Dengan kemampuan ini, maka anak akan dapat mengendalikan stimulasi
stressor yang menyerang dirinya dan mengancam kelangsungan pernikahannya.

d. Perluasan diri (extension of self)


Perluasan diri ini bermakna bahwa individu tidak boleh terikat secara sempit pada aktivitas-
aktivitas yang erat hubungannya dengan kebutuhan-kebutuhan pokoknya sebagai anak. Setiap
anak harus diberikan kebebasan yang tidak hanya terikat kepada aktivitasaktivitasnya sebagai
(kewajiban) anak, namun berusaha mengkonservasi dan mengembangkan aktivitas-aktivitas
tambahan yang dapat mengekspresikan dirinya sebagai individu yang unik. Dengan demikian,
perluasan dirinya tidak terfokus pada konteks pribadi saja, namun juga berorientasi pada setiap
anggota rumah tangga. Parameter ini juga menuntut setiap anggota keluarga untuk
membebaskan anggotanya untuk dapat mengambil bagian dan variasi aktivitasaktivitas di
dalam rumah tangganya.

e. Proyeksi ke masa depan


Kemampuan untuk memproyeksikan (memandang) masa depan terwujud pada persiapan-
persiapan kebutuhan-kebutuhan di masa yang akan datang dan optimisme terhadap
keberhasilan diri. Parameter ini berperan pada pembentukan orientasi berpikir setiap anggota
keluarga bahwa mereka harus dapat (berusaha) melakukan hal itu secara faktual dengan
mengorganisasikan dan mengkalkulasikan kemampuan saat ini agar berhasil di masa depan.
Anak akan belajar aspek ini dalam proses interaksi yang terjadi dalam keluarganya. Oleh
karena itu, setiap anggota keluarga hendaknya memperhatikan aspek ini sebagai pembelajaran
sehingga dalam diri anak dapat terbentuk aspek ini secara sehat.

f. Mampu menjalin hubungan dengan orang lain


Dengan kemampuan ini, anak dapat menjalin hubungan baik dengan anggota keluarganya, dan
dalam lingkungan eksternal keluarga. Kemampuan ini juga merupakan indikasi kemampuan
atau kecakapan sosial anak dalam berinteraksi dengan individu lain, dan lingkungan keluarga
merupakan institusi pertama yang memberikan pendidikan ini kepada anak.

g. Memiliki rasa aman


Konsep memiliki rasa aman berarti anak merasa bahwa tidak ada sesuatu yang mengancam
dirinya. Peran parameter ini adalah membentuk pola interaksi yang konstruktif terhadap orang
lain tanpa menanamkan perasaan mengancam—dari lingkungannya—dalam dirinya. Lebih

8
dari itu, individu yang sudah memiliki rasa aman akan mentransformasikan perasaan itu dengan
melindungi orang-orang yang ada dilingkungannya, sehingga ia senantiasa akan menjaga
orang-orang yang berada di sekitarnya dan dirinya sendiri.

h. Orientasi yang realistis terhadap diri sendiri


Aspek kematangan ini merupakan cara pandang individu yang aktual terhadap tentang
kapasitas dirinya secara jujur. Parameter ini berfungsi sebagai pedoman dalam melakukan
introspeksi atau autocritisism-nya. Dengan memiliki kemampuan ini, maka anak akan mampu
memaklumi kekurangan-kekurangan yang dirinya sendiri dan orang lain. Seseorang yang
selalu mencela kekurangan orang lain adalah proyeksi ketidakmampuannya untuk menerima
kenyataan bahwa dirinya ialah seorang manusia. Jadi, aspek kematangan ini memandu anak
dalam menciptakan suasana harmonis dan pengertian terhadap orang lain.

i. Orientasi yang baik dengan lingkungan


Parameter kematangan ini merupakan cara pandang anak terhadap lingkungannya.
Kemampuan ini merupakan aspek kematangan yang berfungsi dan berperan dalam
menciptakan suasana adaptif terhadap lingkungan individu dan menuntun anak untuk
melakukan ekstropeksi yang tidak berlebihan/sewajarnya.

Akhirnya, penjelasan tentang peran sembilan parameter kematangan di atas yang berfungsi
sebagai pembentuk kepribadian individu, didapat dari keluarga dalam fase-fase perkembangan
awal anak. Aspek-aspek kematangan tersebut secara bertahap akan terbentuk dalam diri anak
berdasarkan proses interaksi yang terjalin dalam keluarga. Dengan adanya proses interkasi
yang baik dalam keluarga, dan setiap anggota keluarga berupaya menjalin pola komunikasi
yang sehat, maka dalam diri anak akan terbentuk kematangan kepribadian yang utuh. Anak
akan menjadi individu yang berkepribadian dan sehat secara psikologis.

9
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Anak dalam kehidupannya tidak akan terlepas dari kontak sosial. Anak akan berinteraksi
dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Komunitas pertama yang dikenalnya sekaligus
sebagai institusi pendidikan elementer dalam perkembangan psikologis anak adalah keluarga.
Komunitas inilah yang menentukan kapabilitas anak untuk menjadi individu yang kompeten
dalam era globalisasi.

Keluarga adalah komunitas kunci bagi pembentukan pribadi anak yang sehat. Permasalahan-
permasalahan anak pada fase remajanya, seperti drug abuse, seks bebas, tawuran, dll, dapat
disebabkan dan juga dicegah oleh keluarga. Oleh karena itu, keluarga sangat memegang
peranan penting dalam mengantisipasi masalah-masalah anak tersebut di atas.

Salah satu langkah konkrit yang dapat dijadikan upaya preventif oleh keluarga adalah berusaha
menciptakan suasana rumah tangga yang kondusif bagi pembentukan kematangan anak. Anak
yang matur dapat mengeliminir stilmulasi-stimulasi lingkungan yang menjerumuskannya ke
arah negatif. Jadi, dengan proses pembentukan kematangan anak yang terjadi dalam suasana
interaksi dalam keluarga akan sangat berpengaruh terhadap mekanisme pertahanan anak dari
lingkungannya. Dengan lain perkataan, dapat dikatakan bahwa masalahmasalah anak juga
disebabkan oleh immaturity anak yang disebabkan oleh tidak adanya pembelajaran yang baik
dari keluarganya.

Saran
Pada dasarnya, anak merupakan gambaran langsung dari keluarganya. Anak yang mengalami
masalah psikologis (penyimpangan) biasanya berasal dari keluarga yang bermasalah pula. Di
sisi lain, faktor lingkungan teman sebaya (peer gorup) mempengaruhi anak menjadi individu
yang menyimpang. Oleh karena itu, sangat penting bagi keluarga untuk mendidik dan
membentuk kepribadian anak ke arah maturitas yang utuh. Keluarga sangat memgang peranan
penting dalam proses pembentukan itu.

Saran bagi para orang tua adalah perlunya memperhatikan suasana interaksi yang kondusif bagi
pembentukan maturitas anak. Orang tua sebaiknya berupaya menciptakan suasana komunikasi

10
yang kondusif bagi anak untuk menjadi individu yang sesuai dengan kecenderungannya dan
membangun kondisi rumah tangga yang baik. Salah satu indikator dari baiknya kondisi rumah
tangga adalah memenuhi kebutuhan anak untuk membentuk kepribadiannya secara gradual
yang pada akhirnya akan menjadi individu yang matang. Oleh karena itu, para orang tua
hendaknya memperhatikan kebutuhan anak untuk menjadi individu yang matang tersebut agar
anak dapat menjadi individu yang sehat dan partisipatif dalam era globalisasi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. n.d. Bab II. http://etheses.uin-malang.ac.id/1700/6/09410028_Bab_2.pdf. Dilihat


pada 1 November 2021.

Anonim. n.d. Paket 4. Perkembangan, Pertumbuhan dan Kematangan.


http://digilib.uinsby.ac.id/15872/8/Paket%204.pdf. Dilihat pada 1 November 2021.

Hidayat, Bahril. 2006. Peran Keluarga Dalam Pembentukan Kematangan Anak.


.https://www.researchgate.net/publication/319979272. Dilihat pada 1 November 2021.

Sumantri, Mulyani. n.d Pertumbuhan dan Perkembangan Anak.


http://repository.ut.ac.id/4032/1/MKDK4002-M1.pdf. Dilihat pada 1 November 2021.

Wulandari, Anggit. n.d. Bab II Kajian Pustaka.


http://repository.ump.ac.id/4459/3/BAB%20II_ANGGIT%20WULANDARI_PAUD%2
717.pdf. Dilihat pada 1 November 2021.

12

Anda mungkin juga menyukai