Disusun Oleh:
1. Riszki Anjarsari P. (16705251008)
2. Riska Anintyawati (16705251015)
3. Imam Bukhari (16705251022)
4. Nuril Imani (16705251023)
5. Gusmira Wita (16705251029)
Saat mengkrikit sebuah system pendidikan yang utama dilihat dari kurikulum
pendidikan yang diberlakukan, karena dalam kurikulumlah yang mengatur semua aspek
yang ada dalam pendidikan termasuk siswa, guru, sarana prasana, ideology dll.
Kurikulum yang ada dalam suatu Negara tak terkecuali Indonesia sangat berkaitan
dengan system politik yang melatar belakangi kemunculan kurikulum tersebut. setiap
rezim pemerintahan memiliki ideologi sendiri yang juga mewarnai dalam system
pendidikannya. Tak heran jika Indonesia selalu saja berganti-ganti kurikulum dalam
setiap rezim pemerintahannya. Karena dalam setiap rezim memiliki ideology yang akan
disampaikan kepada generasi muda dan masyarakat yaitu melalui kurikulum yang
diberikan kepada sekolah. Ideologi yang akan disampaikan memiliki tujuan dan motif
yang pasti akan bermanfaat untuk rezim tersebut termasuk golongan penguasa. Giddens
menyatakan atau berpegang bahwa tindakan manusia disebabkan oleh dorongan eksternal
dengan mereka yang menganjurkan tentang tujuan dari tindakan manusia
(Demartoto:2013). Menurut gidden (Demartoto:2013) ada struktur yang diciptakan
oleh penguasa termasuk pemerintah untuk mengatur masyarakat dan generasi muda,
salah satunya dengan kurikulum, terutama dengan terus berubahnya kurikulum. Adanya
sistem demokrasi, liberal dan kapitalisme yang mewarnai pemerintahan membuat semua
orang memiliki hak untuk berbicara dan ikut campur tangan dalam pemerintahan, tak
terkecuali dalam pendidikan. Masyarakat tidak serta merta dikekang dan dipermainkan
oleh struktur penguasa, mereka bebas berpendapat dan mengkritik kurikulum yang ada
dan menuntuk kurikulum yang ada disesuaikan dengan ideologi yang menurut mereka
paling benar. Namun di sisi lain masyarakat adalah bagian dari struktur yang tetap saja
dipengaruhi oleh struktur. Individu dalam masyarakat adalah orang kreatif yang mampu
mengubah struktur yang ada, di lain pihak individu sebagai actor yang dipengaruhi oleh
struktur yang ada diluar individu. Giddens (2011 dalam Demartoto:2013 ) memaparkan,
struktur tidak disamakan dengan kekangan (constraint) namun selalu mengekang
(constraining) dan membebaskan (enabling), dalam istihal gidden hal ini disebut dalam
dualisme struktur.
Tindakan dari seorang agen (manusia) tak jarang pula untuk mempengaruhi struktur
di mana mereka tengah menjalankan kiprahnya. Tak jarang bahwa setiap rezim
pemerintahan membuat system pendidikannya sendiri agar melanggengkan namanya
dalam dunia pendidikan dan agar memiliki “tinggalan” yang bisa dijadikan “kenang-
kenangan” selama masa pemerintahan, sehingga pemerintahan tersebut memiliki citra
tersendiri dalam masyarakar. Menurut Gidden (Demartoto:2013) Aktivitas-aktivitas
sosial manusia bersifat rekursif dengan tujuan agar aktivitas-aktivitas sosial itu tidak
dilaksanakan oleh pelaku-pelaku social tetapi diciptakan untuk mengekspresikan dirinya
sebagai aktor atau pelaku secara terus menerus dengan mendayagunakan seluruh
sumberdaya yang dimilikinya. Menurut Giddens (Demartoto:2013) setiap manusia
merupakan agen yang betujuan (purposive agent) karena sebagai individu, ia memiliki
dua kencenderungan, yakni memiliki alasan-alasan untuk tindakan-tindakannya dan
kemudian mengelaborasi alasan-alasan ini secara terus menerus sebagai bertujuan,
bermaksud dan bermotif (Susilo, 2008: 413 dalam Demartoto:2013)
Bagi Giddens (1991 dalam Demartoto:2013) identitas terbentuk oleh kemampuan
untuk melanggenggkan narasi tentang diri, sehingga membentuk suatu perasaan terus-
menerus tentang kontinuitas biografis. Cerita mengenai identitas berusaha menjawab
sejumlah pertanyaan kritis. Individu atau agen berusaha mengkonstruksi suatu narasi
identitas koheren di mana diri membentuk suatu lintasan perkembangan dari masa lalu
sampai masa depan yang dapat diperkirakan (Giddens, 1991:75 dalam
Demartoto:2013). Identitas diri bukanlah kumpulan sifat-sifat, yang dimiliki oleh
individu Identitas diri ialah bagaimana yang dipahami secara refleksif oleh orang dalam
konteks biografinya (Giddens, 1991:53 dalam Demartoto:2013). Identitas bukanlah
sesuatu yang kita miliki, ataupun entitas atau benda yang bias kita tunjuk. Agaknya
identitas adalah cara berfikir tentang diri kita. Namun yang kita pikir tentang diri kita
berubah dari situasi ke situasi yang lain menurut ruang dan waktunya, itulah sebabnya
Giddens menyebut identitas sebagai proyek. Pemerintah memiliki proyek untuk
menciptakan identitas pemerintah dimata masyarakat dan identitas Negara di mata
masyarakat. Ideologi yang ada dalam kurikulum suatu rezim mencoba untuk membentuk
identitas yang diinginkan oleh pemerintahan pada rezim tersebut. sehingga sebuah rezim
memiliki identitas yang kuat yang dibentuk dalam masyarakat.
Daftar Pustaka