Anda di halaman 1dari 12

PAPER

“KRITIK YANG MELAHIRKAN KONTRIBUSI PENDIDIKAN DI


INDONESIA”

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Problematika Pendidikan IPS


Dosen Pengampu: Dr. Nasiwan, M.Si

Disusun Oleh:
1. Riszki Anjarsari P. (16705251008)
2. Riska Anintyawati (16705251015)
3. Imam Bukhari (16705251022)
4. Nuril Imani (16705251023)
5. Gusmira Wita (16705251029)

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
A. Kritik dan Perbaikan tentang Kurikulum di Indonesia
Berbicara tentang pendidikan Indonesia, salah satu aspek yang paling
menarik untuk dianalisis adalah problematika kurikulumnya. Kurikulum menurut
pengertian seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraankegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (UU. No.20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional ).
Indonesia semenjak merdeka telah mengalami beberapa perubahan
kurikulum.Jika dihiting telah 11 kali pergantian kurikulum pendidikan nasional
dilakukan. Kurikulum yang pertama berlakudi Indonesia pasca kemerdekaan
adalah Kurikulum tahun 1947, yang disebut dengan Rencana Pelajaran Dirinci
Dalam Rencana Pelajaran Terurai, terimplementasi selama 17 tahun dan
mengalami perubahan pada tahun 1964, dengan kurikulum yang disebut dengan
Rencana Pendidikan Dasar yang hanya terimplementasi selama 4 tahun. Lalu,
tahun 1968, dengan Kurikulum Sekolah Dasar yang diubah pada tahun 1974,
dengan Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan dan hanya 1 tahun
kemudian, yaitu tahun 1975, diubah kembali menjadi Kurikulum Sekolah Dasar.
Lalu, pada tahun 1984, Kurikulum Sekolah Dasar, diubah menjadi Kurikulum
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).Setelah terimplementasi selama 10 tahun,
CBSA diubah menjadi Kurikulum 1994, dan kurikulum ini direvisi pada tahun
1999. Pada tahun 2004, Kurikulum CBSA mengalami perubahan yang cukup
signifikan menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), lalu berusaha
disempurnakan pada tahun 2006 dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTPS). Tahun 2013 pemerintah kembali menerapkan kurikulum baru yang saat
ini sudah terimplementasi dan kemudian disempurnakan pada tahun 2015 dengan
berbagai perubahannya.
Salah satu hal yang mendasari terjadinya perubahan kurikulum Indonesia
menjadi kurikulum 2013 yang berorientasi pada pendekatan pembelajaran adab
21 adalah karena rendahnya nilai matematika internasional anak-anak Indonesia.
Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Musliar kasim. Ia menyampaikan
bahwa upaya penyempurnaan kurikulum 2013 karena melihat hasil tren pelajaran
matematika internasional, menunjukkan hasil dari matematika, bahasa dan sains
anak-anak Indonesia nilainya rendah. Peserta didik dari Indonesia, hanya mampu
menjawab soal-soal yang level kategori rendah hingga menengah saja, artinya
bisa mencapai intermediate, sedangkan anak-anak dari berbagai negara seperti
China, Korea dan Jepang termasuk Singapura, sudah dapat menjawab soal yang
sulit dan level lanjutan. Ia menjelaskan bahwa berdasarkan data kemampuan
matematika internasional Indonesia 2011 siswa Indonesia hanya mampu
menjawab soal-soal hafalan (http://www.antaranews.com).
Arah pengembangan kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dapat
menghasilkan insan Indonesia yang produktif , kreatif, inovatif, afektif melalui
penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi. Berbeda
dengan kurikulum KBK dan KTSP (ada pemisahan antara mata pelajaran
pembentuk sikap, pembentuk keterampilan, dan pembentuk pengetahuan), pada
kurikulum 2013 semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan
sikap, keterampilan dan pengetahuan. (https://kemdikbud.go.id).
Melalui perubahan kurikulum 2013 pemerintah ingin mewujudkan
kompetensi yang dibutuhkan masyarakat oleh masyakat pada abad 21 yang
memiliki keseimbanagn antara soft skills dan hard skills. Kurikulum ini berusaha
memberikan ruang agar anak-anak menguasai tiga kompetensi sekaligus yaitu
kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan. Melalui penerapan kurikulum
2013 harapannya dapat membangun kecintaan anak-anak terhadap negara dan
bangsanya sendiri. Kurikulum ini lebih menekankan proses dari pada hasil
walaupun hasil itu adalah sesuatu yang penting, maka salah satu bentuk dari
penilaian yang digunakan adalah penilaian proses. Guru-guru diarahkan untuk
menggunakan pendekatan pembelajaran sientifik dan pendekatan pembelajaran
konstruktifistik. Dimana anak-anak dilatih untuk mencari tahu bukan diberitahu
secara langsung.
Jika diperhatikan pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam
kurikulum 2013, maka telah terjadi proses liberalisasi pendidikan dalam
kurikulum pendidikan di Indonesia, karena peserta didik dituntut untuk berfikir
kritis dan rasional serta mampu mengambil kebijakan pemecahan pemasalahan
dalam proses pembelajaran yang di alami oleh siswa. Dalam hal ini, landasan
yang digunakan adalah sistem kebenaran yang terbuka karena didukung oleh
pengetahuan yang berbeda-beda pada setiap siswa.
Dari penjabaran di atas, bisa dipahami bahawa perubahan kurikulum pada
hakekatnya adalah sesuatu yang baik, demi sebuah proses pembelajaran yang
bermakna. Tapi perubahan itu seharusnya didukung dengan sistem yang baik.
Sebelum kurikulum baru dikeluarkan harus ada evaluasi terhadap kurikulum
sebelumnya agar kita mengetahui bagian mana yang harus di rubah, apakah
memang perlu untuk diganti atau hanya melalukan perbaikan terhadap kurikulum
sebelumnya saja.
Kelihatannya perubahan kurikulum sekarang ini kurang ada persiapan
karena tidak ada evaluasi yang mendalam terhadap kurikulum sebelumnya.Tidak
dapat dipungkiri perubahan kurikulum ini juga bermuatan politis yang hanya
mementingkan suatu pihak atau suatu kelompok tertentu.karena perubahan
kurikulum akan akan mengakibatkan perubahan berbagai aspek khususnya
perubahan buku teks yang digunakan guru maupun siswa. Perubahan kurilulum
ini pada akhirnya melahirkan sebuah bisnis baru yang menjanjikan kelompok-
kelompok tertentu dengan keuntungan yang besar.Maka perlu dipertanyakan
siapakah yang diuntungkan dengan adanya perubahan kurikulum nasional ini?
Perubahan kurikulum yang kurang siap, juga mengakibatkan kebingungan
para guru sebagai pionir pendidikan.Sebab memahami kurikulum bukanlah suatu
hal yang gampang apalagi menerapkannya tanpa ada pemahaman yang mendalam
terlebih dahulu.Realitasnya sampai saat ini pelatihan kurikulum 2013 untuk guru-
guru masih saja berjalan.Ini adalah bukti ketidaksiapan penerapan kurikulum
2013 tesebut.
B. Kritik dan Perbaikan tentang potret guru di Indonesia
1. Kualitas Guru Indonesia
Realitas menunjukkan bahwa mutu guru Indonesia dinilai masih
memprihatinkan. Input guru Indonesia masih sangat rendah. Data Balitbang
Depdiknas (1999) menunjukkan data dari peserta tes calon guru PNS setelah
melakukan tes bidang studi, rata-rata skor tes seleksinya sangat rendah. Dari
6.164 calon guru Biologi ketika dies rata-rata skornya adalah 44,96, dari 396
guru kimia memikili rata-rata skor 43,55, dari 7.558 calon guru Bahasa
Inggrismemiliki rata-rata skor 37,57, dari 7.863 calon guru Matematika
memiliki rata-rata skor 27,67, dan dari 1.164 calon guru fisika memiliki rata-
rata 27,35. Dari Balitbang Depdiknas tahun 2001 juga menunjukkan guru SD
negeri maupun swasta yang dinilai layak mengajar hanya 38 persen dari
1.141.368 guru se-Indonesia. Begitu pula dengan jenjang menengah, jumlah
yang dinilai layak mengajar masih di bawah 70 persen (Kompas, 25 Januari
2014 dalam Kusnandar, 2007 :41).
Juga terkait dengan kualitas guru Indonesia, berdasarkan hasil uji
kompetensi guru pada tahun 2012 terhadap 460.000 orang guru.Hasilnya, nilai
rata-rata uji kompetensinya jauh dari standar yang diharapkan yaitu 70.
Karena nilai rata-rata yang uji kompetensi tersebut hanya 44,5. (Anis
Baswedan, 2014).Ini menunjukkan kepada kita semua bahwa kualitas guru-
guru kita masih rendah.Tentunya ini berpengaruh terhadap kualitas SDM yang
dihasilkannya. Berdasarkan data pemetaan trendsin internasional
mathematics and scienve studies tahun 2011. Dari 42 negara yang diteliti oleh
TIMSS bidang literasi sains menunjukkan bahwa Indonesia berada pada
peringkat ke 40 dari 42 negara.
Dari data tersebut diasumsikan bahwa capaian-capaian ini merupakan
cerminan dari kualitas guru sebagai pendidik yang menjadi pilar utama dalam
pendidikan.oleh karena itu sangat perlu kiranya dilakukan proses perbaikan
kualitas guru secara berkelanjutan demi kualitas pendidikan dan sumberdaya
manusia Indonesia yang lebih baik.
Kusnandar (2007:42-43), mengemukakan ada beberapa paradigma baru
yang harus diperhatikan oleh seorang guru dewasa ini dalam rangka
memperbaiki mutu seorang guru, yaitu 1) guru tidak boleh terjebak pada
rutinitas belaka tetapi selalu mengembangkan dan memberdayakan diri secara
terus menerus untuk meningkatkan kualitas dan kompetensinya. 2) guru harus
mampu menyusun dan melaksanakan model pembelajaran yang aktif,
inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Guru harus menguasai berbagai
model pembelajaran sehingga proses pembelajaran berjalan kondusif dan
menyenangkan, 3) dominasi guru dikurangi dalam proses pembelajaran, 4)
guru mampu memodifikasi dan memperkaya bahan pembelajaran, 5) guru
mesti mencintai profesinya sebagai guru, 6) guru mesti mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, 7) guru harus mampu
menjadi teladan bagi peserta didiknya, dan 8) memiliki visi kedepan dan
mampu membaca tantangan zaman.
2. Kesejahteraan Guru
Menjadi seorang guru merupakan sebuah pilihan hidup bagi
seseorang.Namun tidak dapat dipungkiri bahwa profesi ini berhubungan
terhadap penghasilan dan kesejahteraan yang sangat minim dibandingkan
dengan profesi lainnya seperti profesi dokter, pengacara, jaksa, akuntan, dan
konsultan.
Untuk meningkatkan kesejahteraan para guru Pemerintah Indonesia saat
ini sudah memberlakukan program sertifikasi guru.Dengan harapan jika guru
telah sejahtera kualitas pendidikan bisa meningkat sehingga kualitas SDM
juga semakin membaik.Terkait masalah sertifikasi, ternyata negara-negara
maju seperti Amerika Serikat juga telah memberlakukan program sertifikasi
guru. Di beberapa negara di Asia, misalnya China, Filipina dan Malaysia juga
telah mensyaratkan kualifikasi akademik minimum dan standar kompetensi
bagi guru. Asumsinya dengan gaji yang besar seorang guru mendapat
penghasilan yang layak sehingga bisa meningkatkann kualitas dirinya sebagai
seorang pendidik.Program sertifikasi guru bisa dikatakan memiliki pengaruh
yang signifikan dengan peningkatan kualitas guru.Karena dengan adanya
program sertifikasi seorang bisa mendapatkan pendapatan lebih dibanding
sebelumnya.Berbeda dengan negara-negara maju lainnya misal Jepang.
Seorang guru di Indonesia diperkirakan rata-rata hanya menerima gaji 1,5 juta
rupiah setiap bulannya, bahkan lebih sedikit dari itu. Realitasnya banyak guru
honorer yang menerima gaji kurang dari 500 ribu setiap bulannya.
Ki supriyono dalam Kusnandar (2007:35), berpendapat bahwa gaji guru
di Indonesia sangat tergolong rendah di bandingkan dengan negara maju
lainnya.Rendahnya gaji guru ini disebabkan oleh APBN yang dialokasikan
untuk sektor pendidikan masih sangat rendah maka sulit untuk meningkatkan
kesejahteraan guru.
3. Guru dalam Jebakan Administrasi
Guru sebagai tenaga pendidik tidak bisa terlepas dari jebakan
administrasi. Masalah ini terkait dengan penyusunan administrani yang harus
dilakukannya, salah satunya adalah penyusunan RPP.Menurut peraturan
menteri pendidikan nasional tentang profesi guru dan kebutuhan pembelajaran
setidaknya ada 16 butir dokumen administrasi pendidikan yang harus ada
pada setiap guru. Diantaranya adalah kelender pendidikan, analisis standar
kompetensi, program tahunan, program semester, rencana pelaksanaan
pembelajaran, daftar kehadiran siswa, daftar nilai, jadwal remedial, jadwal
pengayaan, analisis butir soal (Sudarma, 2013:97).
Hal yang paling krusial di antara semua administrasi guru tersebut
adalah masalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).Permasalahannya
adalah struktur RPP memiliki dinamika yang sangat tinggi dibandingkan
dengan dokumen lainnya.Setiap pergantian kurikulum dilaksanakan struktur
RPP juga mengalami perubahan.Berlakunya kurikulum 2013, juga
mengakikatkan guru harus mempelajari struktur administrasi yang dibebankan
kepadanya.
Beban administrasi membuat guru berada dibawah tekanan sehingga dia
tidak mampu mengembangkan kualitas dirinya.Seorang guru perlu
diberlakukan sebagai subjek yang merdeka.Oleh sebab itu seorang guru
jangan terlalu banyak dibebankan dalam hal bidang administrasi yang bersifat
kaku tersebut.Tapi diupayakan bagaimana seorang guru bisa menjadi guru
yang memiliki pengetahuan yang luas dan menjadi guru yang kreatif.
Sehingga output SDM yang dihasilkannya melalui proses pendidikan jauh
lebih baik.

C. Siswa dan Lingkungannya


Setiap siswa mempunyai latar belakang masing-masing. Latar Belakang
Siswa dapat mempengaruhi Prestasi Belajar Siswadengan faktor latar belakang
siswa meliputi jenis kelamin siswa, asal sekolah dan tempat tinggal. Latar
belakang pertama adalah jenis kelamin siswa. Secara biologis laki-laki dan
perempuan berbeda, selain perbedaan pada faktor biologis, faktor psikologis
antara perempuan dan laki-laki juga memiliki perbedaan. Faktor psikologis ini
terkait dengan intelegensi, perhatian, minat, bakat, hobi, kematangan dan
kesiapan (Aminah Ekawati, 2011:19). Beberapa ahli bidang psikologis, Branata
(1987) menyatakan perempuan pada umumnya lebih baik pada ingatan dan laki-
laki lebih baik dalam berpikir logis. Sedangkan menurut penelitian yang
dilakukan Fuller yang dikutip dari Budiyono (2002) menyebutkan bahwa
perempuan kurang berhasil dibandingkan laki-laki pada tes matematika.
Latar belakang sekolah siswaakan berdampak pada tingkat daya serap siswa
yang berbada-beda terhadap pemahaman sejumlah materi pelajaran yang
dipelajarinya.Selain itu, metode pembelajaran serta kemampuan setiap guru
antara sekolah yang satu dengan lainnya juga tidak sama. Sehingga dengan
perbedaan-perbedaan tersebut akan berpengaruh terhadap intensitas pengetahuan
maupun pengalaman yang diperoleh siswa (Ari Firmanto, 2013:27).
Latar belakang terakhir adalah lingkungan tempat tinggal siswa.
lingkungantempat tinggal siswa sangat berpengaruh kepada perilaku siswa
disekolah, siswa dari lingkungan yang baik juga akan berdampak baik pada siswa
begitu pula sebaliknya.
Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut maka sebagai guru harus
mampu memahami kondisi tersebut. misalnya guru harus paham dengan gaya
belajar dan kemampuan masing-masig siswa. Guru tidak mendeskriminasi
siswanya, guru tidak membeda-bedakan antara siswa yang satu dengan siswa
yang lain.

D. Kritik Yang Melahirkan Kontribusi Pendidikan Di Indonesia dikaitkan


dengan teori Giden

Saat mengkrikit sebuah system pendidikan yang utama dilihat dari kurikulum
pendidikan yang diberlakukan, karena dalam kurikulumlah yang mengatur semua aspek
yang ada dalam pendidikan termasuk siswa, guru, sarana prasana, ideology dll.
Kurikulum yang ada dalam suatu Negara tak terkecuali Indonesia sangat berkaitan
dengan system politik yang melatar belakangi kemunculan kurikulum tersebut. setiap
rezim pemerintahan memiliki ideologi sendiri yang juga mewarnai dalam system
pendidikannya. Tak heran jika Indonesia selalu saja berganti-ganti kurikulum dalam
setiap rezim pemerintahannya. Karena dalam setiap rezim memiliki ideology yang akan
disampaikan kepada generasi muda dan masyarakat yaitu melalui kurikulum yang
diberikan kepada sekolah. Ideologi yang akan disampaikan memiliki tujuan dan motif
yang pasti akan bermanfaat untuk rezim tersebut termasuk golongan penguasa. Giddens
menyatakan atau berpegang bahwa tindakan manusia disebabkan oleh dorongan eksternal
dengan mereka yang menganjurkan tentang tujuan dari tindakan manusia
(Demartoto:2013). Menurut gidden (Demartoto:2013) ada struktur yang diciptakan
oleh penguasa termasuk pemerintah untuk mengatur masyarakat dan generasi muda,
salah satunya dengan kurikulum, terutama dengan terus berubahnya kurikulum. Adanya
sistem demokrasi, liberal dan kapitalisme yang mewarnai pemerintahan membuat semua
orang memiliki hak untuk berbicara dan ikut campur tangan dalam pemerintahan, tak
terkecuali dalam pendidikan. Masyarakat tidak serta merta dikekang dan dipermainkan
oleh struktur penguasa, mereka bebas berpendapat dan mengkritik kurikulum yang ada
dan menuntuk kurikulum yang ada disesuaikan dengan ideologi yang menurut mereka
paling benar. Namun di sisi lain masyarakat adalah bagian dari struktur yang tetap saja
dipengaruhi oleh struktur. Individu dalam masyarakat adalah orang kreatif yang mampu
mengubah struktur yang ada, di lain pihak individu sebagai actor yang dipengaruhi oleh
struktur yang ada diluar individu. Giddens (2011 dalam Demartoto:2013 ) memaparkan,
struktur tidak disamakan dengan kekangan (constraint) namun selalu mengekang
(constraining) dan membebaskan (enabling), dalam istihal gidden hal ini disebut dalam
dualisme struktur.
Tindakan dari seorang agen (manusia) tak jarang pula untuk mempengaruhi struktur
di mana mereka tengah menjalankan kiprahnya. Tak jarang bahwa setiap rezim
pemerintahan membuat system pendidikannya sendiri agar melanggengkan namanya
dalam dunia pendidikan dan agar memiliki “tinggalan” yang bisa dijadikan “kenang-
kenangan” selama masa pemerintahan, sehingga pemerintahan tersebut memiliki citra
tersendiri dalam masyarakar. Menurut Gidden (Demartoto:2013) Aktivitas-aktivitas
sosial manusia bersifat rekursif dengan tujuan agar aktivitas-aktivitas sosial itu tidak
dilaksanakan oleh pelaku-pelaku social tetapi diciptakan untuk mengekspresikan dirinya
sebagai aktor atau pelaku secara terus menerus dengan mendayagunakan seluruh
sumberdaya yang dimilikinya. Menurut Giddens (Demartoto:2013) setiap manusia
merupakan agen yang betujuan (purposive agent) karena sebagai individu, ia memiliki
dua kencenderungan, yakni memiliki alasan-alasan untuk tindakan-tindakannya dan
kemudian mengelaborasi alasan-alasan ini secara terus menerus sebagai bertujuan,
bermaksud dan bermotif (Susilo, 2008: 413 dalam Demartoto:2013)
Bagi Giddens (1991 dalam Demartoto:2013) identitas terbentuk oleh kemampuan
untuk melanggenggkan narasi tentang diri, sehingga membentuk suatu perasaan terus-
menerus tentang kontinuitas biografis. Cerita mengenai identitas berusaha menjawab
sejumlah pertanyaan kritis. Individu atau agen berusaha mengkonstruksi suatu narasi
identitas koheren di mana diri membentuk suatu lintasan perkembangan dari masa lalu
sampai masa depan yang dapat diperkirakan (Giddens, 1991:75 dalam
Demartoto:2013). Identitas diri bukanlah kumpulan sifat-sifat, yang dimiliki oleh
individu Identitas diri ialah bagaimana yang dipahami secara refleksif oleh orang dalam
konteks biografinya (Giddens, 1991:53 dalam Demartoto:2013). Identitas bukanlah
sesuatu yang kita miliki, ataupun entitas atau benda yang bias kita tunjuk. Agaknya
identitas adalah cara berfikir tentang diri kita. Namun yang kita pikir tentang diri kita
berubah dari situasi ke situasi yang lain menurut ruang dan waktunya, itulah sebabnya
Giddens menyebut identitas sebagai proyek. Pemerintah memiliki proyek untuk
menciptakan identitas pemerintah dimata masyarakat dan identitas Negara di mata
masyarakat. Ideologi yang ada dalam kurikulum suatu rezim mencoba untuk membentuk
identitas yang diinginkan oleh pemerintahan pada rezim tersebut. sehingga sebuah rezim
memiliki identitas yang kuat yang dibentuk dalam masyarakat.
Daftar Pustaka

Baswedan, Anis R. 2014. Gawat Darurat Pendidikan di Indonesia. Jakarta:


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Di akses melalui
https://atdikbudlondon.files.wordpress.com/2014 pada tanggal 8 April 2017.
Demartoto, Argyo. 2013. Teori strukturasi dari Anthony Gidden. Diakses dari
https://uns.ac.id pada: 18 April 2007
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan. 2014. Konsep dan Implementasi
Kurikulum 2013 (Paparan Wakil Menteri Pendidikandan Kebudayaan Ri
Bidang Pendidikan). Diakses melalui https://kemdikbud.go.id/ pada tanggal
18 April 2017.
Kusnandar. 2007. Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta :Raja Grafindo
Persada.
Misbach, Ifa H. 2014. Potret Guru Indonesia.Artikel.Jakarta :Koran Tempo Edisi 17
September 2014.
Siri Antoni, 2013. Wamendikbud paparkan keunggulan kurikulum
2013.Artikel.Antara News.com. Diakses melalui http://www.antaranews.com
pada 18 April 2017.
Sudarma, Momon. 2013. Profesi Guru Dipuji, Dikritisi dan Dicaci. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Sunarta. 2009. Profesionalisme Guru (Potret Mutu Guru dan Mutu Pendidikan).
Makalah.Di sampaikan dalam seminar manahemen pendidikan oleh kelompok
KKN-PPL UNY di SMA Pancasila Purworejo 8 Agustus 2009.Di akses
melalui http://uny.ac.id pada Tanggal 8 April 2017.

Anda mungkin juga menyukai