Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

FALSAFAH HUMA BETANG


Guna Memenuhi Mata Kuliah Pembelajaran Bahasa Indonesia 2
Dosen Pengampu :
Dr. Diplan, S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh :
Putri Junilandari 213030212159
Nur Afni Hidayanti 213020212032
Meri Andani 213030212198
Miranda 213030212214
Muhammad Ismail 213030212236
Subhan Abdillah Aulia Rahman 213010212010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2023
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur Kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa karena
berkat limpahan dan rahmat-Nya Kami mampu menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Pembelajaran Bahasa Indonesia 2 dengan judul “Falsafah Huma Betang”.
Semoga Makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi para pembaca untuk
pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan yang lebih luas bagi kita semua. Kami sadar
bahwa Makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari kata sempurna, baik dari segi
penyusunan, pembahasan maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi Kami
untuk menjadi lebih baik lagi.

Palangka Raya, 06 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... 2
BAB I ............................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 4
A. Latar Belakang .................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 4
C. Tujuan .................................................................................................................................. 5
BAB II .............................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 6
A. Falsafah Huma Betang......................................................................................................... 6
B. Pengertian Huma Betang ..................................................................................................... 7
C. Nilai – Nilai Huma Betang ................................................................................................... 7
D. Keterkaitan Huma Betang dengan Masyarakat ................................................................. 9
E. Keterkaitan Huma Betang dengan Pendidikan ................................................................ 10
BAB III .......................................................................................................................................... 12
PENUTUP...................................................................................................................................... 12
Kesimpulan ................................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 13
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara terdiri dari berbagai macam pulau, suku, budaya,ras
dan agama. Letak geografis yang berjauhan menjadi faktor pendorong utama dalam
keanekaragaman kebudayaan antara satu pulau dengan pulau lainnya dan penghasilkan
kebiasaan masyarakat yang berbdeda sesuai dengan kondisi lingkungan serta iklim
dalam pembentukan perilaku budaya masyarakat lokal (Koentjaraningrat, 1984) Makna
nilai dari sebuah kebudayaan mencerminkan kebiasaan masyarakat adat dalam
menjalankan kehidupan yang bijaksana, salah satunya tercermin pada hasil kebudayaan
berupa “Huma Betang” suku Dayak Kalimantan Tengah. Huma Betang atau rumah
panjang yang di huni banyak orang dengan banyak agama dan kepercayaan tetapi tetap
rukun serta damai (Usop et all, 2011).
Filosofi Huma Betang yang merupakan nilai-nilai yang selalu melekat padadiri
setiap masyarakat Kalimantan dalam arti kata nilai-nilai yang ada didalam Huma
Betang tersebut bukan hanya sekedar warisan akan tetapi untuk di kelola oleh
masyarakat Kalimantan. Hingga pada akhirnya dengan ini semua membentuk
kepribadian orang suku Dayak itu sendiri, salah satunya pada suku Dayak Bakumpai.
Suku Dayak Bakumpai merupakan salah satu sunetnis Dayak Ngaju Kalimantan yang
Beragama Islam. Suku ini terutama mendiami sepanjang tepian daerah aliran sungai
Barito di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah yaitu dari kota Marabahan
(Barito Kuala), Muara Teweh (Barito Utara), Buntok (Barito Selatan) dan Pruk Cahu
(Murung Raya). Makna nilai dari sebuah filosofi Huma Betang mencerminkan
kebiasaan masyarakat adat suku Dayak Bakumpai, yang menjadi ciri khas dari suku
Dayak itu sendiri dalam mempersiapkan perilaku untuk menjalani kehidupan dengan
masyarakat luas. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi penulisan makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Falsafah Huma Betang?
2. Apa Pengertian Huma Betang?
3. Apa saja nilai-nilai Falsafah Huma Betang
4. Apa keterkaitan Huma Betang dengan Masyarakat?
5. Apa keterkaitan Huma Betang dengan Pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Falsafah Huma Betang.
2. Untuk mengetahui pengertian Huma Betang.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai Huma Betang.
4. Untuk mengetahui keterkaitan Huma Betang dengan masyarakat.
5. Untuk mengetahui keterkaitan Huma Betang dengan pendidikan.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Falsafah Huma Betang
Betang secara filosofis mengacu pada arsitektur tradisional Filosofi betang
dijelaskan oleh Tjilik Riwut (1979) yaitu tokoh masyarakat Kalimantan Tengah dan
pelaku sejarah pendirian provinsi Kalimantan Tengah. Ia menyampaikan beberapa
naskah disertai cerita yang menarik mengenai sejarah betang. Riwut (1979)
menjelaskan mengenai hubungan antara Rumah Betang dengan peristiwa kesepakatan
perdamaian masyarakat Dayak di Tumbang Anoi.
Kutipan Riwut menyampaikan (1979): "Saat itu, suku-suku Dayak di seluruh
Kalimantan berkumpul di Desa Tumbang Anoi tahun 1894, satu desa yang dipercaya
sebagai pusatnya orang Dayak Suku-suku Dayak melakukan perundingan di bawah
pengawasan Pemerintah Hindia Belanda. Tujuan perundingan yaitu untuk melahirkan
kese- pakatan penghapusan tradisi 4H yaitu Habunu (membunuh), Hajipen
(memperbudak manusia), Hasang (menyerang), dan Hakayau (memotong kepala
manusia).
Kesepakatan perdamaian masyarakat Dayak yaitu kesepakatan suku suku
Dayak untuk menghentikan tradisi 4H (Hobunu, Hajipen, Hakayau, dan Hasang)
melalui Perjanjian Tumbang Anoi. Perjanjian Tumbang Anoi merupakan salah satu
upaya perdamaian peperangan antara suku Dayak di Kalimantan. Perjanjian Tumbang
Anoi membawa kehidupan baru masya rakat suku-suku Dayak menjadi rukun dan
toleransi.
Riwut (1979) menyatakan "Nilai historis di balik kesepakat an Betang Tumbang
Anoi mampu memperkuat rumah betang menjadi cagar budaya Riwut (1979)
menyebutkan data tertulis mengenai peristiwa kesepakatan Tumbang Anol,
pemindahan hingga terbakarnya Betang Tumbang Anoi atau Betang Damang Batu
sangat terbatas "Catatan kesepakatan Tumbang Anoi dimuat dalam laporan serah terima
jabatan Pemerintah Hindia Belanda di Troopen Institut, Netherland".
Kebudayaan nasional Indonesia tercermin dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Baik itu pakaian adat, upacara adat, rumah adat, bahasa daerah, peralatan
peninggalan sejarah, lagu daerah, dan masih banyak lagi unsur kebudayaan nasional
yang lainnya. Pelaksanaan dari nilai-nilai budaya yang terkandung dalam setiap unsur
kebudayaan merupakan bukti pelestarian terhadap budaya. Terlebih lagi di Indonesia
dengan segala kearifan budaya lokal daerahnya dapat menjadi sarana dalam
membangun karakter warga negara yang beradab.
Filosofi rumah adat ini berangkat dari pemahaman mengenai tujuh unsur
kebudayaan (cultural universal) yang dipopulerkan oleh Koentjaraningrat. Rumah adat
masuk ke dalam dua unsur kebudayaan sekaligus, yaitu bangunan dalam unsur kesenian
dan tempat berlindung dalam unsur sistem peralatan hidup atau teknologi. Pemahaman
tentang unsur kebudayaan ini menunjukkan identitas, yang mana berarti dalam karya
budaya tidak lain adalah karya manusia itu sendiri. Khusus mengenai rumah adat yang
merupakan bahasan unsur budaya sik, hal ini tidak lepas dari loso dan nilai-nilai
kebudayaan yang kental. Maka dari itu rumah adat dapat dijadikan salah satu titik tolak
revitalisasi kebudayaan yang dimaksudkan.

B. Pengertian Huma Betang


Huma Betang adalah rumah adat masyarakat Kalimantan Tengah. “Rumah yang
dibangun dengan cara gotong royong ini berukuran besar dan panjang mencapai 30 –
150 meter , lebarnya antara 10-30 meter, bertiang tinggi antara 3-4 meter dari tanah”
(Riwut, 2003). Penghuni Huma Betang bisa mencapai seratus bahkan dua ratus jiwa
yang merupakan satu keluarga besar dan dipimpin oleh seorang bakas lewu atau Kepala
Suku.
Kalimantan Tengah memiliki budaya yang sangat beragam mulai dari agama,
suku dan bahasa, walaupun demikian masyarakat Dayak penduduk asli Kalimantan
Tengah tetap menjaga persatuan agar perbedaan yang ada tidak menjadi masalah bagi
mereka. Sikap toleransi antar umat beragama mejadi salah satu contoh bagaimana
warga Kalimantan Tengah menjaga kerukunan diantaranya. Hal inilah yang dianggap
menjadi loso dari huma betang itu sendiri. Falsafah Huma Betang adalah pandangan
filosofis yang berasal dari budaya masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah, Indonesia.
Ini adalah konsep yang mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, alam, dan
spiritualitas dalam pandangan masyarakat Dayak.

C. Nilai – Nilai Huma Betang


Huma betang adalah rumah adat asli Suku Dayak yang didirikan oleh
nenek moyang pada jaman dahulu. Huma betang lebih dari sekedar tempat tinggal
bagi masyarakat Suku Dayak, huma betang mencerminkan loso hidup Suku Dayak
atau dapat dikatakan jantung dari struktur kehidupan orang Dayak. Hal ini dikarenakan
huma betang mengandung unsur-unsur berupa nilai, moral, hukum adat, kebiasaan,
yang sudah dianggap sebagai pandangan hidup bagi masyarakat Suku Dayak.
Kebiasaan atau pola tingkah laku yang tergambar dari loso huma betang itu sendiri
diantaranya ialah :
1. Gotong Royong
Nilai gotong royong yang sering dilakukan oleh penghuni betang
serta penduduk sekitar, seperti misalnya membuka lahan secara bersama-sama,
bergiliran setiap harinya berpindah-pindah.
2. Kebersamaan
Struktur huma betang yang berbentuk panjang dengan sekat-sekat
ruangan yang minim, dapur dan ruangan utama yang luas, ditambah
banyaknya jumlah keluarga yang tinggal dalam satu atap tersebut memudahkan
interaksi antar sesama mereka yang tinggal, sehingga kemudahan interaksi tersebut
mempererat tali persaudaraan dan menumbuhkan keakraban.
3. Toleransi
Huma betang ditinggali oleh sejumlah kepala keluarga yang memiliki sub
Suku Dayak yang berbeda, kemudian sifat, karakter, bahasa, bahkan agama yang
berbeda-beda memunculkan rasa saling menghargai, saling menghormati, saling
memiliki satu sama lain.
4. Rukun
Kerukunan antar penghuni betang dan penduduk sekitar tercermin dari
kerjasama yang terbentuk baik dalam keseharian maupun saat acara-acara penting
seperti menyambut tamu atau pengunjung betang, maupun saat upacara adat
dilangsungkan.
5. Hidup berdampingan
Maksud dari hidup berdampingan ini ialah rasa persatuan sebagai sesama
Suku Dayak yang kuat tidak menjadi sesuatu yang eksklusif di tengah warga
pendatang. Baik penghuni betang maupun penduduk sekitar beraktivitas dan
berinteraksi seperti biasa tanpa ada perbedaan, semuanya bersatu dan hidup
berdampingan.
Falsafah huma betang memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai keadaban
kewarganegaraan, seperti halnya nilai gotong royong, kebersamaan, toleransi, rukun,
dan hidup berdampingan. Nilainilai ini juga mirip dengan loso hidup suku Dayak,
yaitu belom bahadat, handep, serta hapungkal lingu nalatai hapangjan. Nilai-nilai
inilah yang sepatutnya dipelihara sebagai kearifan lokal di Kalimantan Tengah.
Meskipun huma betang merupakan unsur budaya dalam bentuk sik, namun
falsafah yang tercermin di dalamnya telah hidup sejak huma betang itu didirikan dan
melekat dalam kebiasaan sehari-hari Suku Dayak.
Nilai-nilai yang dianut sebagai reaksi dari falsafah huma betang telah
menjadikan masyarakat Kalimantan Tengah toleran, rukun, dan hidup berdampingan.
Hal ini terlihat dari banyaknya bangunan gereja dan masjid yang saling berdampingan
di beberapa wilayah di Kalimantan Tengah. Perwujudan ini diyakini sebagai wujud
nyata dari falsafah huma betang yang sebenarnya, falsafah huma betang yang
mencerminkan nilai-nilai kebudayaan dan nilai karakter yang luhur.

D. Keterkaitan Huma Betang dengan Masyarakat


Keterkaitan Huma Betang dengan masyarakat suku Dayak adalah sangat erat
dan mencerminkan aspek-aspek penting dari kehidupan dan budaya mereka. Berikut
adalah beberapa poin tentang keterkaitan Huma Betang dengan masyarakat suku
Dayak:
1. Tempat Tinggal Tradisional : Huma Betang adalah rumah adat tradisional suku
Dayak. Ini bukan hanya tempat tinggal fisik, tetapi juga simbol keberadaan mereka
sebagai komunitas. Rumah-rumah ini menjadi pusat kehidupan sosial, budaya, dan
keagamaan suku Dayak.
2. Simbol Identitas dan Warisan Budaya : Huma Betang adalah simbol kuat dari
identitas suku Dayak. Ini adalah tempat di mana tradisi, cerita rakyat, tarian, musik,
dan upacara budaya diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Mereka
mencerminkan warisan budaya yang kaya dan mendalam.
3. Penting dalam Upacara Adat : Huma Betang sering digunakan dalam berbagai
upacara adat suku Dayak, seperti pernikahan, penyambutan tamu penting, atau
ritual keagamaan. Ini adalah tempat di mana komunitas berkumpul untuk
merayakan dan memelihara tradisi mereka.
4. Penting dalam Upacara Adat : Huma Betang sering digunakan dalam berbagai
upacara adat suku Dayak, seperti pernikahan, penyambutan tamu penting, atau
ritual keagamaan. Ini adalah tempat di mana komunitas berkumpul untuk
merayakan dan memelihara tradisi mereka.
5. Solidaritas dan Kerjasama : Huma Betang mencerminkan nilai-nilai seperti
solidaritas, kerjasama, dan saling membantu dalam komunitas. Ini adalah tempat di
mana orang-orang suku Dayak mengatasi tantangan bersama dan merayakan
kehidupan bersama.
Dengan demikian, Huma Betang bukan hanya sebuah struktur fisik, tetapi
juga simbol penting dari keberadaan suku Dayak. Ini mencerminkan akar budaya
mereka, kebijaksanaan dalam berinteraksi dengan alam, dan nilai-nilai sosial yang
mengikat komunitas mereka bersama-sama.

E. Keterkaitan Huma Betang dengan Pendidikan


Keterkaitan antara Falsafah Huma Betang dengan pendidikan dapat dijelaskan
dalam beberapa aspek, seperti berikut:
1. Pendidikan Tradisional: Falsafah Huma Betang merupakan bagian integral dari
budaya suku Dayak. Dalam konteks pendidikan tradisional, Falsafah Huma Betang
dapat dijadikan sumber pengetahuan tentang etika, nilai-nilai, dan cara hidup yang
diwariskan dari generasi ke generasi. Pendidikan tradisional suku Dayak sering
melibatkan pengajaran melalui cerita-cerita, simbol-simbol, dan praktik-praktik budaya
yang terkait dengan Huma Betang.
2. Pendidikan Lingkungan: Falsafah Huma Betang menekankan keseimbangan antara
manusia dan alam. Dalam pendidikan lingkungan, prinsip-prinsip dari Falsafah Huma
Betang dapat menjadi dasar untuk memahami pentingnya menjaga lingkungan alam.
Ini dapat mencakup pengajaran tentang bagaimana suku Dayak menjaga hutan dan
sumber daya alam lainnya, yang relevan dalam pendidikan pelestarian lingkungan.
3. Pendidikan Karakter: Falsafah Huma Betang mencerminkan nilai-nilai seperti
solidaritas, kerjasama, dan penghormatan terhadap leluhur. Dalam pendidikan karakter,
prinsip-prinsip ini dapat digunakan untuk mengembangkan sikap dan nilai-nilai positif
pada generasi muda. Pendidikan karakter berusaha untuk membentuk individu yang
bertanggung jawab, peduli, dan memiliki integritas, hal-hal yang dapat diilhami oleh
Falsafah Huma Betang.
4. Pendidikan Warisan Budaya: Falsafah Huma Betang adalah bagian dari warisan
budaya Indonesia yang kaya. Dalam upaya melestarikan warisan budaya, pendidikan
dapat memainkan peran penting dalam menyebarkan pengetahuan tentang Falsafah
Huma Betang, mengajarkan arti dan nilai-nilai di dalamnya kepada generasi muda, dan
mempromosikan penghargaan terhadap kekayaan budaya ini.
Dengan memahami dan mengintegrasikan prinsip-prinsip Falsafah Huma Betang dalam
sistem pendidikan, kita dapat memperkaya pendidikan dengan nilai-nilai budaya yang
berharga, serta menginspirasi generasi muda untuk menjaga keberlanjutan lingkungan
dan warisan budaya mereka
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Huma betang sebagai identitas moral kultural Suku Dayak merupakan rumah adat asli
Suku Dayak yang didirikan oleh nenek moyang pada zaman dahulu. Hal ini dikarenakan
huma betang mengandung unsur-unsur berupa nilai, moral, hukum adat, kebiasaan, yang
sudah dianggap sebagai pandangan hidup bagi masyarakat Suku Dayak. Nilai-nilai yang
terkandung dalam Huma Betang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat dan menjadi
pedoman dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Kalimantan Tengah.
Selain berfungsi sebagai rumah adat, Huma Betang memiliki filosofi kehidupan yang
sangat dalam dan mendasar bagi masyarakat seperti Hapahari (persaudaraan dan
kebersamaan), Handep (tolong-menolong), Belom Bahadat (hidup beradab dan memiliki
etika), dan Hapakat Kula (saling bermufakat). Oleh karena itu, karya seni arsitektur betang
ini perlu dilestarikan agar anak cucu kita tetap dapat menceritakan kehidupan Suku Dayak
Ngaju yang begitu dekat dengan alam, dan menghargai alam, dan juga meyakini kebesaran
Tuhan. Fungsi lainnya sebagai perekam (dokumentasi) sejarah dan kearifan leluhur (local
wisdom) yang ditinggalkan dapat kita lanjutkan sebagaimana melanjutkan semangat
leluhur.
DAFTAR PUSTAKA

Hamidah, N., & Garib, T. W. (2014). Studi Arsitektur Rumah Betang Kalimantan
Tengah. Jurnal Arsitektur: Arsitektur Melayu dan Lingkungan, 1(2), 19-35.

Ibnu Elmi AS Pelua, Jefry Tarantang. 2018. Interkoneksi Nilai-Nilai Huma Betang
Kalimantan Tengah dengan Pancasila. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat.

https://stakpnsentani.ac.id/2021/05/11/huma-betang-falsafah-suku-dayak-di-
kalimantan-tengah/

Anda mungkin juga menyukai