PENDIDIKAN INKLUSI
Oleh
18129135
18 BKT 13
2020
A. Pengertian Pendidikan Inklusif
Berdasarkan pandangan Reid (dalam Baharun, 2018: 59), hal ini dapat
dilihat bahwa istilah inklusif berkaitan dengan berbagai aspek hidup manusia
yang didasarkan atas prinsip persamaan, keadilan, dan pengakuan atas hak
individu.
Permendiknas No. 70 tahun 2009(dalam Lettu, 2018:62) menyebutkan
pengertian Pendidikan Inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan
yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara
bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
UNESCO (dalam Hajar, 2017: 39) menyebutkan bahwa pendidikan
inklusi dengan pengertian sebagai berikut: “... a process intended to respond
to student diversity increasing their participation and reducing exclution
whitin and form education”. Pendidikan inklusi mengakomodasi tiga hal
penting dalam konteks penyelenggaraan pendidikan, yaitu merespon
keanekaragaman siswa, meningkatkan partisipasi siswa, dan mengurangi
keterpisahan siswa dalam dan dari pendidikan.
Vaughn, Bos dan Schum (dalam Budiyanto, 2017:17) menyebutkan
dalam praktik, istilah inklusif sering dipakai bergantian dengan istilah
mainstreaming yang secara teori diartikan sebagai penyediaan layanan
pendidikan yang layak bagi anak yang berkebutuhan pendidikan khusus sesuai
dengan kebutuhan individunya.
1
Johnsen & Skjorten ( dalam Irdamurni, 2020: 1-2) menyebutkan
bahwa pendidikan inklusi merupakan sebuah konsep atau pendekatan
pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang tanpa kecuali.
Direktorat PSLB ( dalam Nissa, 2020: 51) Pendidikan inklusi
dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak
berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah
reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikan
inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi
kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran
yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik.
O’Neil (dalam Budiyanto, 2017: 16) mendefinisikan pendidikan
inklusi sebagai sitem layanan PLB yang mempersyaratkan agar semua ALB
dilayani di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman
seusianya.
Zakia (2015:111) menyebutkan bahwa pendidikan inklusi merupakan
suatu pendekatan pendidikan yang inovatif dan strategis untuk memperluas
akses pendidikan bagi semua anak berkebutuhan khusus termasuk anak
penyandang cacat. Dalam konteks yang lebih luas, pendidikan inklusi juga
dapat dimaknai sebagai satu bentuk reformasi pendidikan yang menekankan
sikap anti diskriminasi, perjuangan persamaan hak dan kesempatan, keadilan,
dan perluasan akses pendidikan bagi semua, peningkatan mutu pendidikan,
upaya strategis dalam menuntaskan wajib belajar 9 tahun, serta upaya
merubah sikap masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus.
Alfian ( dalam Baharun, 2018: 60) menyebutkan Pendidikan inklusif
adalah pendidikan yang mempersatukan layanan PLB dengan pendidikan
reguler dalam satu sistem pendidikan atau penempatan semua ALB di sekolah
biasa. Dengan pendidikan inklusif semua anak luar biasa dapat bersekolah di
sekolah terdekat dan sekolah yang menampung semua anak.
Dalam konsep pendidikan luar biasa, pendidikan inklusif diartikan
sebagai penggabungan penyelenggaraan pendidikan luar biasa dan pendidikan
2
reguler dalam satu sistem pendidikan yang dipersatukan. Adapun yang
dimaksud dengan pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang
diselenggarakan bagi siswa luar biasa atau berkelainan dalam makna
dikaruniai keunggulan (gifted and talented) maupun berkelainan karena
adanya hambatan fisik, sensorik, motorik, intelektual, emosi, dan/atau sosial.
Dalam konteks pendidikan luar biasa di Indonesia, pendidikan inklusi
merupakan suatu alternatif, pilihan, inovasi, atau terobosan atau pendekatan
baru disamping pendidikan segregasi yang sudah berjalan lebih dari satu abad
dalam mendidik
Pengertian pendidikan inklusif memberi gambaran layanan pendidikan
yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama
dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat
tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikan inklusif menyemangati pemberian
kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk
memperoleh pendidikan yang sama.
Pendidikan inklusif memiliki empat karakteristik makna yaitu:
1. Pendidikan Inklusif adalah proses yang berjalan terus dalam
usahanya menemukan cara-cara merespon keragaman individu
anak
2. Pendidikan inklusif berarti memperoleh cara-cara untuk mengatasi
hambatan-hambatan anak dalam belajar
3. Pendidikan inklusif membawa makna bahwa anak mendapat
kesempatan utuk hadir (di sekolah), berpartisipasi dan
mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya
4. Pendidikan inklusif diperuntukkan bagi anak-anak yang tergolong
marginal, esklusif dan membutuhkan layanan pendidikan khusus
dalam belajar.
Alasan pendidikan inklusi harus diimplementasikan menurut Lettu
(2018: 63) yaitu:
3
1. Semua anak mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan bermutu dan tidak diskriminatif.
2. semua anak memiliki kemampuan untuk mengikuti pelajaran tanpa
melihat kelainan dan kecacatannya.
3. perbedaan merupakan penguat dalam meningkatkan mutu
pembelajaran bagi semua anak.
4. sekolah dan guru mempunyai kemampuan untuk belajar
merespons kebutuhan pembelajaran yang berbeda.
4
1) No diskriminasi (pasal 2) menyebut secara spesifik tentang anak
penyandang cacat
(2) Kepentingan terbaik Anak (pasal 3)
(3) Hak untuk kelangsungan Hidu dan perkembangan (pasal 6)
(4) Menghargai Pendapat Anak (pasal 12).
Perlu digarisbawahi, bahwa “kesemua hak itu tak dapat dipisahkan
dan saling berhubungan”. Hal ini berarti bahwa meskipun menyediakan
pendidikan di sekolah luar biasa untuk anak penyandang cacat itu
memenuhi haknya atas pendidikan.
2. Education for All Handicapped Childen Act tahun 1975
Dalam buku Irdamurni (2020: 6) dijelaskan bahwa ada empat hal
yang diterangkan dalam undang-undang ini yaitu:
1) Zero reject (tidak satupun sekolah yang menolak anak
bersekolah karena cacat)
2) Non discriminatory assesmen (tes identifikasi yang tidak
diskriminatif)
3) Individualized educational plan (program pembelajaran yang
diindividualkan)
4) Least restrictive environment ( lingkungan yang paling tidak
terbatas)
3. Deklarasi Pendidikan untuk semua di Thailand (World Conference
ON Education For All) Tahun 1990.
Tahun 1990 di Jomtien Thailand, PBB menyelenggarakan The
Word Education Forum yang dihadiri 155 negara dan puluhan NGO dari
seluruh dunia. Forum yang merupakan follow up dari konvensi Hak anak
ini melahirkan deklarasi “Education for All” yang menargetkan bahwa
pada tahun 2000 (sekarang diperbaharui menjadi 2015) semua anak
didunia harus mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan
dasar. (dalam Saputra, 2016: 5)
5
4. Persamaan Kesempatan bagi Orang Berkelainan (The Standard
Riles On Equalization of Opportunities for Person with Disabilies)
Tahun 1993.
5. Kesepakatan salamanka tentang Pendidikan Inklusi (The Salamanca
Statement on Inclusive Education) Tahun 1994.
Spanyol bertujuan untuk mendorong masyarakat internasional
memberikan atensi yang lebih pada anak difabel dalam target EFA.
Forum inilah yang melahirkan apa yangdikenal dengan statemen
Salamanca dimana terminologi dan konsep Inklusi untuk pertama kali
dimunculkan. Melalui statement ini PBB merekomendasikan semua
negara mengadopsi prinsip inklusi dalam semua kebijakan
pendidikannya.
Dalam buku Irdamurni (2020: 2-3) dijelaskan bahwa konferensi
Salamanca ini ditegaskah terdapat prinsip mendasar dari pendidikan
inklusi adalah “ selama memungkinkan, semua anak seyogianya belajar
bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang
mungkin ada.
6. Komitmen Dakar mengenai Pendidikan untuk Semua (The Dakar
Comitment on Education For All) Tahun 2000
Dalam Budiyanto (2017: 15) terdapat isi dari aksi Dakar,
Pendidikan untuk semua yaitu:
1. Meningkatkan dan memperluas pendidikan anak-anak secara
menyeluruh, terutama bagi anak-anak yang kurang beruntung.
2. Semua anak-anak pada tahun 2015 khusnya perempuan, anak-anak
dengan kondisi yang memperhatinkan dan merupakan etnis minoritas
harus bisa memperoleh dan menempuh pendidikan dasar berkualitas
baik secara Cuma-Cuma.
3. Program keahlian dan bersifat tepat guna akan dilaksanakan untuk
memenuhi kebutuhan pembelajaran bagi anak-anak dan orang
dewasa.
6
4. Pada 2015 diharpkan aka nada peningkatan sekitar 15 % untuk tingkat
baca tulis orang dewasa, khususnya wanita dan akses yang
menjunjung keseimbangan akan pendidikan yang berlanjut untuk
semua dewasa.
5. Menghilangkan isu gender dalam pendidikan pada 2015, hal ini akan
berfokus pada akses seimbang dan menyeluruh untuk wanita dalam
pendidikan dasar yang berkualitas baik.
6. Memperbaiki dalam semua aspek dalam kualitas pendidikan sehingga
semua hasilnya bisa dinikmati oleh semua pihak, terutama dalam baca
tulis, menghitung, dan keterampilan siap pakai.
7. Deklarasi Malioboro di Yogyakarta tanggal 17 Maret 2001
8. Deklarasi Bandung tentang Menuju Pendidikan Inklusi Tahun 2004.
9. Rekomendasi Bukittinggi 2005
Adapun bunyi dari Rekomendasi Bukittinggi 2005 (dalam Baharun,
2018: 61) adalah:
a. Sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara
menyeluruhyang akan menjamin bahwa strategi nasional untuk
“pendidikan untuk semua” adalah benar-benar untuk semua.
b. Sebuah cara menjamin bahwa semua anak memperoleh pendidikan
dan pemeliharaan yang berkualitas di dalam komunitas tempat
tinggalnya.
c. Sebuah Kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang
menghargai dan menghormati perbedaan individu semua warga
Negara.
7
DAFTAR PUSTAKA
Hajar, Siti. 2017. Analisis Kajian Teoritis Perbedaan, Persamaan Dan Inklusi Dalam
Pelayanan Pendidikandasarbagianak Berkebutuhan Khusus (ABK). Jurnal
Ilmiah Mitra Swara Ganesha, ISSN 2356-3443eISSN 2356-3451. Vol. 4 No.2.
(file:///C:/Users/U_One/AppData/Local/Temp/567-Article%20Text-1140-1
-10-20171129.pdf)
Irdamurni. 2020.
8
Lettu, Desja. 2018. Peran Guru Bimbingan dan Konseling pada Sekolah
PenyelenggaraPendidikan Inklusi. Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 02Number01. Dinas Pendidikan Kota Ambon.
(file:///C:/Users/U_One/AppData/Local/Temp/236-475-1-SM.pdf)
Yusuf, Munawir. 2014. Evaluasi Diri Sekolah Inklusi: Panduan bagi Sekolah
Penyelenggara Pendidikan Inklusi. Solo: Tiga Serangkai.
Zakia, Dieni. Laylatul. 2015. Guru Pembimbing Khusus (Gpk): Pilar Pendidikan
Inklusi Seminar Nasional Pendidikan UNS & ISPI Jawa Tengah. Isbn: 978
-979-3456-52-2. Surakarta: UNS.