3. Tunadaksa
Tunadaksa berarti suatu keadaan yang tergangu sebagai akibat ganguan bentuk atau
hambatan pada tulang,otot, dan sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh penyakit, kecelekaan atau dpat juga disebabkan oleh bawaan sejak
lahir(white housse confence,1931 dalam Somantri.2007:hal 121)
Tunadaksa sering diartikan sebagai suatu kondisi yang menghambat kegiatan individu
sebagai akibat kerusakan atau ganguan pada tulang dan otot sehingga mengurangi
kapasitas normal individu untuk mengikutu pendidikan dan untuk berdiri sendiri.
2. KLASIFIKASI
menurut Frances G. Keoning, dalam Somantri 2007:123. Tuna daksa dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kerusakan yang dibawa sejak lahir atau kerusakan yang merupakan keturunan,
meliputi:
1) Club-foot (kaki seperti tongkat)
2) Club-hand (tangan seperti tongkat)
3) Polydactylism (jari yang lebig dari lima pada masing-masing tangan atau
kaki)
4) Syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu dengan yang
lainnya)
5) Torticolis (ganggun pada leher sehingga kepala terkulai ke muka)
6) Spina-bivida (sebagian dari sumsum tulang belakang tidak tertutup)
7) Cretinism (kerdil/katai)
8) Mycrocephalus (kepala yang besar berisi cairan)
9) Clefpalats (langit-langit mulut yang berlubang)
10) Herelip (gangguan pada bibir dan mulut)
11) Congenital hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha)
12) Congenital amputation (bayi lahir tanpa anggota tubuh tertentu)
13) Fredresich ataxia (gangguan pada sumsum tulang belakang)
14) Coxa valfa (gangguan pada sendi paha terlalu besar)
15) Syphilis (kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit syphilis)
b. Kerusakan pada waktu kelahiran:
1) Erb’s palsy (kerusakan pada saraf lengan akibat tertekan atau tertarik waktu
kelahiran)
2) Frangilitas osium (turang yang rapuh dan mudah patah)
c. Infeksi:
1) Tuberkulosis tulang (menyerang sendi paha sehingga menjadi kaku)
2) Osteomyelitis (radang didalam dan di sekeliling sumsum tulang karena
bakteri)
3) Poliomyelitis (infeksi firus yang mungkin menyebabkan kelumpuhan)
4) Pott‘s disease (tuberkolosis tulang belakang)
5) Still’s disease (radang pada tulang yang mengakibatkan kerusakan
permanen pada tulang)
d. Kondisi traumatik atau kerusakan traumatik:
1) Amputasi (anggota tubuh dibuang akibat kecelakaan)
2) Kecelakaan akibat luka bakar
3) Patah tulang
e. Kondisi-kondisi lainnya:
1) Belakang yang cekung)
2) Flatfeet (telapak kaki yang rata tidak berbentuk)
3) Kyphosis (bagian sum-sum tulang belakang yang cekung)
2. Tunarungu
Keunggulan anak tunarungu, mereka memiliki kekurangan dalam indra pendengaran,
tetapi mereka bisa mengembangkan dalam bidang lain, contohnya ada seorang anak
Fajar Malik, Crosser Tuna Rungu di Kejurnas Motocross sukses dalam bidang olah
raga.
3. Tunadaksa
Keunggulan anak tunadaksa, mereka memiliki kekurangan yaitu cacat tubuh tetapi
mereka mempunyai keunggulan dalam bidang lain seperti, seni, musik,dll.
Kelemahan anak tunadaksa,
a. Tidak dapat melakukan aktivitas seperti manusia normal.
b. Memiliki kekurangan dalam melakukan aktifitas yang menggunakan bagian tubuh
yang cacat.
b. Bagi keluarga
Lingkungan keluarga merupakan faktor yang mempunyai pengaruh penting dan kuat
terhadap perkembangan anak terutama anak luar biasa. Anak ini mengalami
hambatan sehingga mereka akan sulit menerima norma lingkunggannya. Berhasil
tidaknya anak tunarungu melaksanakan tugasnya sangat tergantung pada bimbingan
dan pengaruh keluarga. Tidaklah mudah bagi orang tua untuk menerima kenyataan
bahwa anaknya menderita kelainan/ cacat. Reaksi pertama orang tua mengetahui
bahwa anaknya menderita tunarungu adalah merasa terpukul dan bingung. Reaksi ini
kemudian diikuti dengan reaksi lain.
c. Bagi masyarakat
Pada umumnya orang masih berpendapat bahwa anak tuna rungu tidak dapat berbuat
apapun. Pandangan yang semacam ini sangat merugikan anak tunarungu. Karena
adanya pandangan ini biasanya dapat kita lihat sulitya anak tunarungu untuk
memperoleh lapangan pekerjaan. Disamping pandangan karena ketidakmampuannya
tadi, ia sulit bersaing dengan orang normal.
Kesulitan memeperoleh pekerjaan di masyarakat mengakibatkan timbulya
kecemasan, baik dari anak itu sendiri maupun dari keluarganya, sehingga lembaga
pendidikan dianggap tidak dapat berbuat sesuatu karena anak tidak dapt bekerja
sebagaimana bisanya. Oleh karena itu, masyarakat hendaknya dapat memerhatikan
kemampuan yang dimilki anak tunarungu walaupun hanya merupakan sebagian
kecil dari pekerjaan yang telah lazim dilakukan oleh orang normal.
2. Konsep Dasar
a. REFRAMING
Setiap orang mempunyai perspektif-perspektif yang berbeda, dan cara orang lain
memandang segala sesuatu mungkin berbeda dengan cara kita memandang segala
sesuatu. Sebuah frame dapat merujuk kepada suatu keyakinan, apa yang membatasi
pandangan meraka tentang dunia. Mereka mengeinterpretasikan peristiwa-peristiwa
saat mereka melihatnya, akan tetapi yang sering terjadi adalah mereka melihatnya
dari posisi mereka yang sedang mengalami depresi atau harga diri rendah. Terkait
dengan hal tersebut, konselor dapat mengubah cara konseli memandang peristiwa-
peristiwa atau situasi dengan megubah kerangka pandang (reframing) gambaran
yang dijelaskan konseli. Reframing merupakan salah satu metode dari pendekatan
konseling kogntif bahavior yang bertujuan mereorganisair content emosi yang
dipikirkannya dan mengarahkan/membingkai kembali ke arah pikiran yang rasional,
sehingga kita dapat mengerti berbagai sudut pandang dalam konsep diri/konsep
kognitif dalam berbagai situasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa reframing adalah suatu pendekatan yang mengubah
atau menyusun kembali persepsi atau cara pandang konseli terhadap masalah atau
tingkah laku dan untuk membantu konseli membentuk atau mengembangkan pikiran
lain yang berbeda tentang dirinya.
b. POSITIVE REINFORCEMENT
Reinforcement Theory ini merupakan suatu pendekatan psikologi yang sangat
penting bagi manusia.Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang itu dapat
menentukan, memilih dan mengambil keputusan dalam dinamika kehidupan. Teori
ini bisa digunakan pada berbagai macam situasi yang seringkali dihadapi manusia.
Reinforcement Theory ini mengatakan bahwa tingkah laku manusia itu adalah hasil
kompilasi dari pengalaman-pengalaman yang ia temui sebelumnya, yang paling
mudah yang bisa saya gambarkan disini adalah bagaimana sikap yang diambil oleh
seorang siswa di dalam kelas. Asumsikan bahwa sang guru sudah menjelaskan
seperangkap aturan yang harus ditaati oleh siswa di dalam kelas. Suatu ketika,
seorang siswa berteriak di dalam kelas. Maka sang guru langsung memberikan
hukuman kepada siswa tersebut. Dari hukuman itu, siswa tadi akan merubah
sikapnya untuk tidak berteriak lagi. Juga demikian, kepada siswa yang tekun
mengikuti pelajaran di dalam kelas, maka sang guru memberikan kepada mereka
semacam hadiah atau penghargaan. Jika sistem ini berjalan dalam jangka waktu
tertentu, maka keadaan siswa tadi pasti akan konvergen untuk mengambil sikap yang
baik di dalam kelas.
Adalah suatu peristiwa yang bila hadir mengikuti suatu perilaku tertentu dapat
menyebabkan perilaku tersebut akan diulangi.
3. Tujuan Konseling
a. REFRAMING
1) Reframing dimaksudkan untuk memperluas gambaran konseli tentang dunianya
dan untuk memungkinkannya mempersepsi situasinya secara berbeda dengan
cara yang lebih konstruktif.
2) Memberi cara pandang terhadap konseli dengan cara pandang yang baru dan
positif.
3) Mengubah keyakinan/pikiran/cara pandang konseli dari negatif irasional
menjadi positive rasional.
4) Membingkai ulang cara pandang konseli, dari:
5) Sebuah masalah sebagai peluang
6) Sebuah kelemahan sebagai kekuatan
7) Sebuah kemustahilan sebagai kemungkinan yang jauh
8) Kemungkinan jauh sebagai kemungkinan dekat
9) Penindasan ('terhadap saya') sebagai netral ('tidak peduli tentang saya')
10) Perbuatan buruk karena kurangnya pemahaman.
b. POSITIVE REINFORCEMENT
Adapun tujuan dari teknik renforcement dengan teknik kontrak prilaku ini antara
lain adalah:
1) Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya
2) Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan
3) Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan
terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan
b. POSITIVE REINFORCEMENT
Langkah-langkah lewat teknik kontrak prilaku yaitu:
1) Pilih tingkah laku yang akan di ubah lewat analisis ABC
2) Tentukan data awal yang akan di ubah atau tingkah laku yang akan diubah
3) Tentukan jenis penguatan yang akan diterapkan
4) Berikan reisforcement setiap kali tingkah laku yang diinginkan ditampilkan
sesuai jadwal kontrak
5) Berikan penguatan setiap tingkah laku yang ditampilkan menetap.
A. Pengertian
Menurut Kaufimam dan Hallahan (1986), mengatakan bahwa tunagrahita
“keterbelakangan mental menunjukkan fungsi intelektual dibawa rata-rata secara
jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada
masa perkembangan. Anak tunagrahita anak yang diidentifikasi memiliki tingkat
kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah normal)sehingga untuk meniti tugas
perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara khusus, terutama di
dalamnya kebutuhan program pendidikan dan bimbingannya.
Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata (Somantri,2006:103). Istilah
lain untuk siswa (anak) tunagrahita dengan sebutan anak dengan hendaya
perkembangan. Diambil dari kata Children with developmental impairment. Kata
impairment diartikan sebagai hendaya atau penurunan kemampuan atau berkurangnya
kemampauan dalam segi kekuatan,nilai,kualitas, dan kuantitas (American Heritage
Dictionary,1982: 644; Maslim.R.,2000:119 dalam Delphie:2006:113).
Sedangkan pengertian tunalaras menurut Depertemen Pendidikan Kebudayaan
(1977: 13) yaitu “ Anak yang berumur antara 6-17 tahun dengan karakteristik bahwa
anak tersebut mengalami gangguan atau hambatan emosi dan berkelainan tingkah
laku sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan
keluarga,sekolah dan masyarakat”.
Kauffman (1977)Mengemukakan batasan anak yang mengalami gangguan
perilaku sebagai anak yang secara nyata dan menahan merespon lingkungan tanpa ada
kepuasaan pribadi namun masih dapat diajakkan perilaku-perilaku yang dapat
diterima oleh masyarakat dan dapat memuaskan pribadinya.
Anak tunalaras juga dapat diartikan sebagai anak-anak yang mengalami
gangguan perilaku,yang ditunjukkan dalam aktifitas kehidupan sehari-hari,baik di
sekolah maupun dalam lingkungan sosialnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tunagrahita adalah anak berkebutuhan khusus
yang memiliki keterbatasan dalam aspek fisik ,aspek intelektual dan aspek
keterbatasan dalam hal penyesuaian diri yang menghambat proses pertumbuhan dan
perkembangan seperti yang semestinya pada anak lainnya atau anak yang normal.
Sedangkan tunalaras adalah anak berkebutuhan khusus yang tidak mengalami
keterbatasan pada aspek fisik namun mengalami keterbatasan dalam hal perilaku yang
sejumlah gangguan perilaku yang menyebabkan kurangnya kemampuan dalam
menyesuaikan diri baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
1. Intelektual
Dalam pencapaian tingkat kecredasan bagi tunagrahita selalu dibawah rata-rata
dengan anak yang seusia, demikian juga perkembangan kecerdasan sangat
terbatas. Mereka hanya mampu mencapai tingkat usia mental setingkat mental
usia anak sekolah dasar.
2. Segi sosial
Dalam kemampuan bidang sosial juga mengalami kelambatan dibandingkan
dengan anak normal sebaya.hal ini di tunjukkan dengan pergaulan mereka tidak
dapat mengurus, memelihara, dan memimpin diri. Waktu kanak-kanak mereka
harus dibantu treus menerus, disuapi makanan, dipasangkan dan ditanggalkan
pakaiannya, diawasi terus menerus, setelah dewasa kepentingan ekonomi sangat
tergantung pada orang lain.
3. Ciri pada fungsi mental lainnya
Mereka mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, jangkauan
perhatiannya sangat sempit dan cepat beralih sehingga kurang tangguh dalam
menghadapi tugas.pelupa dan mengalami kesukaran mengungkapkan kembali
suatu ingatan, kurang mampu mebuat asosiasi serta sukar membuat kreasi baru.
4. Ciri dorongan dan emosi
Perkembangan dorongan emosi anak tunagarhita berbeda-beda sesuai dengan
tingkat ketunagrahitaannya masing-masing.Anak yang berat dan sangat bera
ketunagrahitaannya hampir tidak memperlihatkan dorongan untuk
mempertahankan diri, dalam keadaan haus dan lapar tidak menunjukkan tanda-
tandanya. Mendapat perangsang yang menyakitkan tidak mampu menjauh dari
perangsang tersebut. Kehidupan emosinya lemah, dorongan biologisnya dapat
berkembang tapi penghayatannya terbatas padaperasaan senang, takut, marah, dan
benci. Anak yang tidak terlalu berat ketunagrahiataannya mempunyai kehidupan
emosi yang hampir sama dengan anak normal tetapi kurang kaya, kurang
kuat,kurang beragam, kurang mampu menghayati perasaan bangga, tanggung
jawab, dan hak sosial.
5. Ciri kemampuan dalam bahasa
Kemampuan bahaa sangt terbatas perbendaharaan kata erutama kata yang abstrak.
Pada anak yang ketunagrahitaannya semakin berat banyak yang mengalami
gangguan bicara disebabkan cacat artikulasi dan problem dalam pembentukan
bunyi.
6. Ciri dalam bidang akademis
Mereka sulit membaca dan kemampuan menghitung yang problematis, tetapi
dapat dilatih dalam menghitung yang bersifat perhitungan.
7. Ciri kepribadian
Kepribadian anak tunagrahita dari berbagai penelitian oleh Leahi, Balla, dan
Zigler (Hallanhan dan Kauffman, 1988:69) bahwa anak yang merasa retarded
tidak percaya kemampuannya, tidak mampu mengontrol dan mengarahkan dirinya
sehingga lebih banyak bergantung pada pihak luar. Mereka tidak mampu untuk
mengarahkan diri sehingga segala sesuatu yang terjadi pada dirinya bergantung
pengarahan dari la uar.
8. Ciri kemampuan dalam organisme
Kemampuan anak untuk mengorganisasi keadaan dirinya sangat jelek, terutama
pada anak tunagrahita yang kategori berat. Hal ini ditunjukan dengan baru dapat
berjalan dan bicara pada usia dewasa namun gerak langkahnya tidak serasi,
penglihatan dan pendengarannya tidak dapat difungsikan, kurang renta terhada
perasaan sakit, bau yang tidak enak, serta makanan yang idak enak.
1. Karakteristik umum
Mengalami gangguan perilaku; suka berkelahi, memukul, menyerang,
merusak milik sendiri atau orang lain, melawan, sulit konsentrasi, tidak mau
bekerja sama, sok aksi, ingin menguasai orang lain, mengancam, berbohong,
tidak bisa diam, tidak dapat dipercaya, suka mencuri, mengejek dan
sebagainya.
Mengalami kecemasan; kawatir, cemas, ketakutan, merasa tertekan, tidak mau
bergaul, menarik diri, kurang PD, bimbang, sering menangis, dan malu
Kurang dewasa; suka berfantasi, berangan-angan, mudah dipengaruhi, kaku,
pasif, suka mengantuk, mudah bosan dan sebagainya.
Agresif; memiliki geng jahat, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal
terhadap teman jahatnya, sering bolos sekolah, sering pulang larut malam, dan
terbiasa minggat dari rumah.
2. Sosial/emosi
Sering melanggar norma masyarakat
Sering mengganggu dan bersifat agresif
Secara emosional sering merasa rendah diri dan mengalami kecemasan.
3. Karakteristik akademik
Hasil belajarnya selalu di bawah rata-rata
Seringkali tidak naik kelas
Sering membolos sekolah
Seringkali melanggar peraturan sekolah dan lalulintas
Kelemahan tunalaras :
1. Heriditas
Faktor ini merupakan Kelainan yang terjadi secara genetik yaitu kelainan
kromosom . Pada kelompok faktor yang penyebab herideter masih ada kelainan
bawaan non genetik, seperti kelahiran bayi premature dan BBLR ( berat bayi lahir
rendah) .
2. Infeksi
Suatu penyebab di karenakan adanya berbagai serangan penyakit infeksi yang dpat
menyebabkan baik langsung maupun tidak langsung.
3. Keracunan
Faktor ini terjadi karena kerusakan janin di sebabkan oleh ibu mengkonsumsi
alkohol yang sangat berlebihan. Kebiasaan kaum ibu mengkonsumsi obat bebas
tanpa pengawasan dokter merupakan potensi keracunan janin. Jenis makanan
yang di konsumsi bayi yang banyak mengandung zat-zat berbahaya merupakan
salah satu penyebabnya.. adanya polusi di berbagai sarana kehidupan terutama
pencemaran udara dan air, seperti peristiwa bhopal dan chernobil sebagai
gambarannya.
4. Kekuranga gizi
Masa tumbuh kembang sangat berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak
terutama pada tahun pertama pada dua tahun kehidupan. Kekurangan gizi dapat
terjadi karena adanya kelainan metabolisme maupun penyakit parasit pada anak
seperti cacingan.
5. Trauma .
Truma terjadi karena kejadian yg tak terduga yang meninpah langsung pada anak
seperti proses kelahiran yang sulit sehinnga memerlukan pertolongan yg
memerlukan resiko tinggi atau kejdian saat kelahiran salura pernapasan anak
tersumbat sehingga menimbulkan kekurangan oksigen pada otak.
3. Tujuan Konseling
Tujuan untuk ABK (Tunagrahita dan Tunalaras)
Untuk merubah sejumlah perilaku salah suai dan patologis pada anak tunalaras dan
tunagrahita.
1. Membantu anak tunagrahita lewat sejumlah terapi praktis sederhana seperti self-
management tujuannya agar anak belajar mengatur diri misalnya dengan
mengganing baju dan rosleting sendiri,menggosok diri sendiri, dan makan sendiri
serta penguatan positif guna membuat anak belajar mandiri dan membuat anak
membangunkan rasa percaya diri serta meningkatkan harga diri anak lewat
sejumlah penguatan positif sehingga anak tidak merasa terisolir dalam keseharian
bersama siapa saja yang ada di sekitarnya.
2. Membantu anak tunalaras lewat reinforcement dan konseling individual
menumbuhkan penghargaan dan sikap positif agar mengurangi sikap salah suai
anak.
2. Upaya kuratif
1. Pengajaran Remedial (Remedial Teaching)
a. Strategi dan teknik pendekatan pengajaran remedial yang
bersifat kuratif.
1) Sasaran pokok dari tindakan ini agar :
a) Siswa yang prestasinya jauh sekali dibawah batas
kriteria keberhasilan minimal, diusahakan pada suatu
saat dapat memadai kriteria keberhasilan minimal.
b) Siswa yang sedikitmasih kurang atau bahkan telah
tinggi dapat lebih disempurnakan.
b. Teknik pendekatan pengajaran remedial kuratif :
1) Pengulangan (repetion)
Pengulangan ini dapat terjadi dari beberapa tingkat :
a) setiap akhir jam pertemuan
b) Pada setiap akhir pelajaran
c) Pada akhir satuan program studi (triwulan/semester)
c. Pelaksaan pelayanan remedial :
a) Secara perorangan
b) Secara kelompok
d. Waktu dan cara pelaksanaannya :
a) Diadakan pada jam pertemuan kelas biasa
b) Diadakan di luar jam pertemuan biasa
c) Diadakan kelas remedial
d) Diadakan pengulangan secara total
e. Pengayaan dan pengukuhan (enrichment and reinforcement)
Materi program pengayaan adalah ekivalen, suplemener, tugas
rumah dan tugas di kelas.
f. Percepatan (acceleration)
2. Bimbinganbelajarkelompok
3. Bimbinganbelajar individual
4. Pemberianbimbinganpribadi
a. Desensitisasi sistematis
Teknik spesifik ynag digunakan untuk menghilangkan kecemasan
dengan kondisi rileks saat berhadapan dengan situasi yang
menimbulkan kecemasan yang bertambah secara bertahap.
b. Langkah-langkah pelaksanaan:
1. Desensitisasi sistematis dimulai dengan suatu analisis tingkah laku
atas stimulus-stimulus yang dapat membangkitkan kecemasan.
Disediakan waktu untuk menyusun suatu tindakan kecemasan
konseli dalam area tertentu.
2. Konselor dan konseli mendaftar hasil-hasil apa saja yang
menyebabkan konseli diserang perasaan cemas dan kemudian
menyusun secara hirarkis.
3. Melatih konseli untuk mencapai keadaan rileks atau santai.
4. Konselor melatih konseli untuk membentuk respon-respon yang
dapat menghambat perasaan cemas
5. Pelaksanaan teknik Desensitisasi sistematis melibatkan keadaan
dimana konseli sepenuhnya santai dengan mata tertutup.
Selain itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini.
Seorang terapis harus melawan (dispute: D) keyakinan-keyakinan
irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak
(effects:E)psikologis positif dari keyakinan-keyakinan rasional.
c. Tujuan konseling
1) Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta
pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi
pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri,
meningkatkan self actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkahlaku
kognitif dan afektif yang positif.
2) Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri
seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was,
rasa marah.
3) Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal
: minat kepada diri sendiri, minat sosial, pengarahan diri, toleransi terhadap
pihak lain, fleksibel,menerima ketidakpastian, komitmen terhadap sesuatu
diluar dirinya, penerimaan diri, berani mengambil resiko, dan menerima
kenyataan.
d. Teknik konseling yang relevan
1. Teknik bardasarkan Emotif-eksperiensial yaitu teknik-teknik penyuluhan yang
bertujuan unutk menghilangkan gangguan –gangguan emosional yang dapat
merusak diri (self defeating). Yang termasuk dalam pendekatan ini ialah :
1) Teknik asertif training, yaitu teknik yang digunakan untuk melatih,
mendorong dan membiasakn klien secara terus menerus menyesuaikan diri
dengan pola perilaku tertentu yang diinginkan.
2) Teknik sosio drama
3) Teknik self modeling, yaitu yang menghilangka perasaan atau prilaku tertentu
dengan cara klien berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor
4) Teknik imitasi, yaitu klien diminta menirukan secara terus menerus suatu
model prilaku tertentu dengan maksud mencaunter prilakunya sendiri yang
negatif.
2. Teknik behavioristik
Tujuan teknik-teknik ini adalah untuk memodifikasi prilaku negatif, merubah
akar keyakinan yang irasional. Teknik-teknik tersebut adalah :
1) Teknik rainforcement, digunakan untuk mendorong klien kearah prilaku
yang rasional dengan lajan reward dan punishment.
2) Teknik sosial modeling, digunakan untuk membentuk prilaku baru dari klien
melalui model sosial tertentu dengan cara imitasi, observasi dan penyesuaian
diri dengan model sosial itu.
3. Teknik-teknik counter conditioning yaitu teknik-teknik yang digunakan untuk
membentuk klien menanggulangi prilaku cemas, takut, phobia, defensiveness,dll.
Termasuk dalam kelompok ini adalah :
1) Systematis desensitisation, yaitu suatu teknik menciptakan kondisi atau situasi
tertentu yang merupakan penyebab yang potensial munculnya prilaku negatif
klien, namun keadaan ini memberikan relax kepada klien.
2) Teknik relaktion, digunakan jika klien berada dalam keadaan ‘’disputing’’
dalam dirinya
3) Teknik self-control, digunakan untuk memodifikasi prilaki klien dengan jalan
membangkitkan kontrol dirinya.
4) Teknik diskusi, digunakan agar klien dapat mempelajari pengalaman orang
lain/informasi dari orang lain untuk merubah keyakinan irasionalnya.
4. Teknik-teknik kognitif
1) Home work assignment, merupakan teknik yang memegang peranaan
sentral dalam RET. Klien diberikan tugas rumah untuk melatih,
membiasakan diri, menginternalisasi nilai-nilai tertentu yang menentukan
pola prilaku yang diharapkan. Teknik ini bertujuan untuk membina sikap
bertanggungjawab, percaya diri self direction dan self management.
2) Teknik biblioterapi, memerikan bahan bacaan tertentu kepada klien dalam
usaha membongkar akar-akar keyakinan irasional.
3) Teknik diskusi
4) Teknik simulasi
5) Teknik paradoxsial intention, hampir sama dengan teknik counter
conditioning.
6) Teknik asertive
e. Deskripsi langkah-langkah pelaksanaan
a) Pendekatan Awal
Pendekatan awal adalah kegiatan yang mengawali keseluruhan proses
pelayanan dan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan dengan penyampaian
informasi program kepada masyarakat, instansi terkait, dan organisasi
sosial (lain) guna memperoleh dukungan dan data awal calon klien /
residen dengan persyaratan yang telah ditentukan.
b) Penerimaan
Pada tahap ini dilakukan kegiatan administrasi untuk menentukan apakah
diterima atau tidak dengan mempertimbangkan hal – hal sebagai berikut:
1) Pengurusan administrasi surat menyurat yang diperlukan untuk
persyaratan masuk panti (seperti surat keterangan medical check up,
test urine negatif, dan sebagainya).
2) Pengisian formulir dan wawancara dan penentuan persyaratan
menjadi klien / residen.
3) Pencatatan klien / residen dalam buku registrasi.
c) Asesmen
Asesmen merupakan kegiatan penelaahan dan pengungkapan masalah
untuk mengetahui seluruh permasalahan klien / residen, menetapkan
rencana dan pelaksanaan intervensi. Kegiatan asesmen meliputi :
1) Menelusuri dan mengungkapkan latar belakang dan keadaan klien
/ residen.
2) Melaksanakan diagnosa permasalahan.
d) Bimbingan Fisik
Kegiatan ini ditujukan untuk memulihkan kondisi fisik klien /
residen, meliputi pelayanan kesehatan, peningkatan gizi, baris berbaris
dan olah raga.
e) Bimbingan Mental dan Sosial
Bimbingan mental dan sosial meliputi bidang keagamaan /
spritual, budi pekerti individual dan sosial / kelompok dan motivasi klien
/ residen (psikologis).
f) Bimbingan orang tua dan keluarga
Bimbingan bagi orang tua / keluarga dimaksudkan agar orang tua
/ keluarga dapat menerima keadaan klien / residen memberi support, dan
menerima klien / residen kembali di rumah pada saat rehabilitasi telah
selesai.
g) Bimbingan Keterampilan
Bimbingan keterampilan berupa pelatihan vokalisasi dan
keterampilan usaha (survival skill), sesuai dengan kebutuhan klien /
residen.
h) Resosialisasi / Reintegrasi
Kegiatan ini merupakan komponen pelayanan dan rehabiltasi yang
diarahkan untuk menyiapkan kondisi klien / residen yang akan kembali
kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini meliputi:
1) Pendekatan kepada klien / residen untuk kesiapan kembali ke
lingkungan keluarga dan masyarakat tempat tinggalnya.
j) Terminasi
A. PENGERTIAN AUTIS.
Secara Etimologis kata AUTISME berasal dari bahasa Yunani ‘’Autos” yang berarti diri
sendiri dan Isme artinya paham atau Aliran. Autisme diartikan sebagai suatu paham yang
hanya tertarik pada dunianya sendiri (Christopher, 2012) .
Adapun beberapa pandangan para ahli tentang autis diantaranya
1. Istilah autisme pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo Kanner, seorang
psikiater dari Jhon Hopkins University yang menangani sekelompok anak-anak yang
mengalami kelainan sosial yang berat, hambatan komunikasi dan masalah perilaku.
Anak-anak ini menunjukan sikap menarik diri (withdrawal), membisu, dengan
aktifitas repetitif(berulang-ulang) dan streotipik (klise)serta senantiasa memalingkan
pandangannya dari orang lain.
2. Leo Kanner dan Asperger berpendapat bahwa autism atau autisme yaitu nama
gangguan perkembangan komunikasi, sosial dan perilaku pada anak.
3. Sutadi menjelaskan bahwa yang dimaksud autis adalah gangguan perkembangan
neurobiologis berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan
berelasi (berhubungan dengan orang lain)
4. Ika Widyawati menjelaskan bahwa autisme merupakan gangguan perkembangan
pervasif/ pervasive developmental (PDD) atau disebut autism spectrum disorder
(ASD) yang ditandai dengan adanya abnormalitas dalam tiga bidang yaitu intereaksi
sosial, komunikasi dan perilaku yang terbatas (restriktif) dan berulang (repetitif).
Dengan demikian perilaku autis timbul semata -mata karena dorongan dari dalam dirinya.
Penyandang autis seakan -akan tidak peduli dengan stimulus-stimulus yang datang dari orang
lain. Autisme juga merupakan salah satu bentuk gangguan tumbuh kembang berupa
sekumpulan gejala akibat adanya kelainan syaraf-syaraf tertentu yang menyebabkan fungsi
otak tidak bekerja secara normal sehigga mempengaruhi tumbuh kembang, kemampuan
komunikasi kemampuan interaksi seseorang.
a) Anak dengan tipe ini dapat di ajak bermain bersama, tetapi tetap pasif.
b) Anak ini dapat meniru bermain, tetapi tanpa imajinasi, berulang dan terbatas.
c) Kemampuan visual spatial lebih baik di bandingkan verbal, tetapi kadang –
kadang ada gangguan koordinasi
3. Kelompok Aktif Tetapi Aneh
Ciri-cirinya adalah :
a) Kemampuan bicaranya sering kali sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan
kedua kelompok lainnya.
b) Mimik anak ini terbatas dan kontak mata dengan orang lain tidak sesuai, kadang
bahkan terlalu lama.
c) Cara bermainnya berulang, stereotipik, tetapi seolah-olah ada imajinasi.
d) Lebih sering senang dengan komputer atau menonton televisi.
b. Ciri Autis Menurut DSM IV
1. Pervasive Developmental –Not Otherwise Specified (PDD-NOS)
Cirri cirinyanya adalah : Mempunyai kesulitan yang jelas dalam berinteraksi dengan
orang lain.
2. Asperger’s Syndrome
Autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang ditandai dengan adanya masalah
pada interaksi sosial, komunikasi verbal dan nonverbal serta ketertarikan dan perilaku yang
terbatas.
3. Lebih Cerdas
Walau memiliki gangguan perkembangan, jangan meremehkan anak autis
karena mereka kebanyakan memiliki kecerdasan intelektual atau IQ di atas rata-rata.
Hanya saja, kelebihan ini tidak diimbangi dengan kecerdasan emosional dan sosial
sehingga anak autis banyak dipandang sebelah mata.
Albert Einstein dan Isaac Newton, kedua ilmuwan hebat ini dikenal memiliki
gangguan autis. Tapi mereka berhasil mengubah dunia dengan pemikiran dan
penemuannya. Ada juga salah satu kategori autisme yang ditandai dengan tingkat
kecerdasan yang tinggi, yaitu sindrom Asperger. Anak autis umumnya memiliki
kecerdasan yang normal dan di atas rata-rata. Tetapi anak-anak ini IQ-nya tidak
sebanding dengan EQ (emotional quotient atau kecerdasan spiritual) dan SQ
(spiritual quotient atau kecerdasan spiritual) sehingga bisa berakibat merugikan.
anak autis cenderung memiliki dunia sendiri dan fokus dengan sesuatu yang menjadi
ketertarikannya. Hal inilah yang bisa membuat anak autis memiliki kecerdasan yang
relatif tinggi.
Sebuah penelitian juga menemukan bahwa ukuran otak anak autis relatif lebih
besar dibandingkan volume otak orang normal pada umumnya. Dengan otak yang
besar, maka jumlah sel-sel otak dan sambungan sarafnya juga akan lebih banyak.
Anak autis harus berjuang agar dapat diterima masyarakat dan mengoptimalkan
kemampuannya. Anak autis bisa diasah bakatnya apabila mendapat terapi dan
penanganan yang tepat. Tidak hanya mengasah bakat, tetapi fokusnya adalah agar
anak autis bisa tumbuh layaknya anak-anak normal pada umumnya.
4. Kepala Dan Tinggi Lebih Besar
Peneliti menemukan bahwa anak laki-laki yang autis cenderung memiliki
pertumbuhan yang lebih cepat terutama pada ukuran kepala, tinggi dan berat badan.
Peneliti mengungkapkan anak laki-laki dengan autisme cenderung tumbuh lebih
cepat dengan adanya perbedaan pada ukuran kepala, tinggi dan berat badan
dibanding bayi biasanya. Temuan ini mungkin bisa menjadi petunjuk baru mengenai
mekanisme yang mendasari Autisme. Ukuran kepala yang lebih besar kemungkinan
memiliki otak yang lebih besar pula. Anak laki-laki yang otak dan tubuhnya
‘overgrowth’ cenderung memiliki gejala autisme yang lebih parah, khususnya yang
melibatkan keterampilan sosial dibanding dengan anak-anak normal lainnya.
Pertumbuhan berlebih (overgrowth) ini kemungkinan menjadi salah satu
penyebab autisme, membuat gejala memburuk atau subtipe dari autisme yang
ditandai dengan petumbuhan yang dipercepat dan defisit sosial yang parah. Peneliti
menemukan anak-anak cenderung memiliki pola pertumbuhan tulang yang
dipercepat termasuk dalam hal panjang atau tinggi, serta melihat adanya sedikit berat
badan berlebih.Dalam studi ini peneliti melibatkan 65 anak dengan autisme yang
terdiri dari 34 anak laki-laki dengan gangguan perkembangan pervasif, 13 anak laki-
laki dengan keterlambatan perkembangan secara global, 18 anak laki-laki dengan
masalah pertumbuhan lainnya.
Anak-anak ini memiliki ukuran normal ketika lahir, tapi anak dengan autisme
memiliki tubuh lebih tinggi saat berusia 5 bulan, memiliki lingkar kepala lebih besar
saat usia 9,5 bulan dan beratnya lebih besar saat 1 tahun pertama dibanding anak
yang perkembangannya normal. Namun pertumbuhan berlebih ini tidak boleh
digunakan untuk mendiagnosis autisme, karena tidak semua anak-anak yang
diketahui autisme memiliki pertumbuhan lebih cepat dibanding anak normal dan
lingkar kepala yang besar bisa menunjukkan kondisi selain autisme.
Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan
dalam bidang :
a. Interaksi sosial
b. Komunikasi (bicara dan bahasa)
c. Perilaku emosi.
d. Pola bermain.
e. Gangguan sensorik motorik.
Perkembangan terlambat atau tidak normal menurut Depdiknas (dalam Bonny 2003)
mendeskripsikan anak dengan autisme berdasarkan jenis masalah gangguan yang dialami
anak dengan autisme. Karakteristik dari masing-masing masalah/gangguan itu di deskripsikan
sebagai berikut:
1. Masalah/gangguan di bidang komunikasi
Dengan karakteristiknya sebagai berikut:
a) Perkembangan bahasa anak autistic lambat atau sama sekali tidak ada. Anak
tampak seperti tuli, dan sulit bicara.
b) Kadang-kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
c) Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak
dapatdimengerti orang lain.
d) Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi senang meniru atau membeo
(echolalia)
e) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan,
misalnya bila ingin meminta sesuatu.
2. Masalah/gangguan di bidang interaksi sosial dengan karakteristik berupa:
a) Anak autistic lebih suka menyendiri
b) Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau meghindari tatapan
muka atau mata orang lain.
c) Tidak tertarik bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun yang
lebih tua.
d) Bila diajak bermain, anak autistik itu tidak mau dan menjauh.
3. Masalah/gangguan di bidang sensoris dengan karakteristiknya berupa:
a) Anak autistik tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
b) Anak autistik bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
c) Anak autistic senang mencium-cium atau menjilat-jilat mainan atau benda-
bendayang ada disekitarnya.
d) Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut.
a. Dimensi proses :
Berkaitan dengan ketidakmampuan, kesulitan, atau kegagalan untuk menerima dan
menafsirkan informasi. Hambatan dalam berinteraksi sosial dan memfokuskan
perhatian kepada objek belajar mengakibatkan anak tidak dapat menyerap dan
merespon secara tepat dan benar terhadap berbagai stimulus atau perintah dalam
mengikuti kegiatan belajar.
b. Dimensi produk :
Berkaitan dengan kegagalan untuk mencapai prestasi sesuai harapan atau tujuan.
Proses belajar akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan menerima, menyerap dan
merespon informasi yang diberikan. Anak yang tidak dapat melakukan proses tersebut
akan mengalami kesulitan untuk mencapai prestasi belajar yang diharapkan. Anak
autis dengan gangguan yang dialaminya sering gagal untuk mencapai prestasi belajar
sebagaimana anak umumnya yang tidak mengalami hambatan dalam menerima dan
memproses informasi, oleh karena itu penting diperhatikan kesesuaian antara tujuan
belajar dengan kebutuhan dan hambatan yang dialami anak autis.
c. Dimensi akademik :
Berkaitan dengan kesulitan dalam mengikuti pelajaran. Hambatan dalam bidang
akademik ini merupakan pengaruh dari hambatan-hambatan yang menyertai anak
autis seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
G. PENYEBAB TERJADINYA AUTIS
Saat ini kasus autis pada anak (autisme infantile) semakin banyak sehingga seolah-olah
menjadi ‘wabah’. Beberapa rumah sakit di Jakarta mengklaim terjadi peningkatan angka
pasien autisme pada anak hingga 400 persen pada tahun 2002 dibandingkan tahun
sabelumnya. Pada autisme tidak jelas adanya kuman, parasit, protozoa maupun virus sebagai
penyebab munculnya gejala-gejala. Belakangan ini semakin banyak anak yang gejala
autisnya muncul saat umur 18-24 bulan. Artinya, ketika lahir anak berkembang normal tetapi
kemudian perkembangannya berhenti dan mereka mengalami kemunduran (dalam Bonny;
2003).
Autisme juga merupakan sebuah gejalah yang kompleks, karena kelainan pada anak
autisme seringkali tidak hanya terjadi pada satu bagian, namun meliputi banyak faktor.
Sampai saat ini, belum diketahui pasti penyebab autisme. Dibawah ini ada beberapa
kemungkinan yang menjadi penyebab terjadinya autisme (dalam Sunu; 2012):
g. Faktor genetika
Ditemukan 20 gen yang terkait dengan autisme. Namun, gejala autisme baru bisa
muncul jika terjadi kombinasi banyak gen. Bisa saja autisme tidak muncul meski anak
membawa gen autisme.
H. DAMPAK JIKA AUTISME TIDAK DITANGANI.
Pada penyandang autis jika tidak ditangani maka Ia akan terus menderita autis hingga
akhir hayatnya. Adapun yang terjadi dalam kehidupan sehari-harinya jika tidak ditangani
adalah (Trevarthen dalam Pujati 2010) sebagai berikut:
Perawatan bagi autisme harus dilakukan sedini mungkin dan sangat mungkin akan
berlangsung seumur hidup. Bahkan dalam kasus-kasus dengan kemungkinan terbaik,
dimana perkembangan keterampilan bahasa dan sosial bisa dicapai seiring pertumbuhan
sang anak mencapai masa remaja dan masa dewasa. Berbagai residu kesulitan sosial,
edukasional serta kesulitan yang berhubungan dengan keahlian akan tetap ada dan akan
selalu membutuhkan perhatian.
Intervensi psiko-edukasional yang beragam memberikan banyak sekali pilihan
perawatan bagi anak-anak autis. Taman kanak-kanak khusus terapi (yang memungkinkan
anak-anak usia pra sekolah berpartisipasi dalam beragam interaksi), serta terapi edukasional,
psikologikal, fisikal, dan bahasa sebaiknya dilakukan sejak dini. Beragam medikasi juga
sudah coba dipergunakan, meskipun belum ada satupun secara khusus bisa menyembuhkan
atau terbukti efektif. Salah satu hal penting yang perlu diketahui adalah ada beberapa gejala
autisme yang bisa ditangani dan diatasi dengan menggunakan Behavioral Therapy yang
segera pada saat munculnya.
Saat ini, sekolah-sekolah yang menganut sistem inklusi telah banyak bermunculan di
berbagai tempat di negara kita. Sekolah inklusi berarti sekolah yang menerima anak-anak
berkebutuhan khusus dalam sistem pendidikan mereka dengan menyediakan fasilitas yang
menunjang untuk terlaksanya aktivitas pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
Sekolah, Guru dan Konselor sekolah merupakan salah satu penunjang tumbuh
kembang optimal anak autis dari segi pendidikan, namun meskipun demikian orang tua tetap
harus memegang peran utama yang mengetahui seluk beluk anaknya. Orang tua juga
sebaiknya secara aktif menjalin komunikasi tidak hanya dengan pihak sekolah melainkan
dengan psikolog dan Dokter.
Behaviourisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang perilaku manusia. Setiap orang
di pandang memiliki kecenderungan positif negatif yang sama. Manusia pada dasarnya
dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya. Segenap tingkah laku manusia itu
dipelajari. Para behavioris radikal menekankan manusia dikendalikan oleh kodisi-kondisi
lingkungan. Pada dasarnya, terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh
tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan
mempertahankan tingkah laku yang diinginkan [Corey,2013]. Konselor dalam menangani
anak berkebutuhan khusus (autis), penekanannya lebih kepada perubahan tingkah laku dari
yang maladaptif menjadi adptif dengan menggunakan beberapa Teknik Behaviour yang
dianggap mampu.
3. Tujuan Dari Terapi Tingkah Laku bagi anak Autis adalah;
Tujuan dari terapi tingkah laku bagi penyandang autis diantaranya; (Corey, 2013)
Adapun tehnik-tehnik utama terapi tingkah laku dalam menangani para penyandang autis
antara lain; [Sukinah,2014].
a) Terapi Wicara
Terapi wicara merupakan suatu keharusan bagi penyandang autisme, karena semua
anak autistik mengalami gangguan bicara dan berbahasa. Hal ini harus dilakukan oleh
seorang ahli terapi wicara yang memang dididik khusus untuk itu. Bagaimana mengarahkan
anak untuk
berbicara? Memerlukan konsentrasi dan kontak mata, memberikan pemahaman makna kosa
kata tertentu, misal : kata mata, anak paham mana mata, fungsi mata, dan baru dilatih
mengucapkan. Jika anak menirukan dulu tidak dipahamkan konsep mata maka anak hanya
akan membeo.Teknik yang digunakan secara berulang-ulang. Bahasa yang digunakan terapi
bahasa ibu, mother language, bahasa sehari-hari.
b) Terapi Okupasional
Jenis terapi ini perlu diberikan pada anak yang memiliki gangguan perkembangan
motorik halus untuk memperbaiki kekuatan, koordinasi dan ketrampilan. Hal ini berkaitan
dengan gerakan-gerakan halus dan trampil, seperti menulis. Terapi okupasi ini berfokus
untuk membentuk kemampuan hidup sehari-hari. Karena kebanyakan penderita autis
mengalami perkembangan motorik yang lambat, maka terapi okupasi sangatlah
penting.Seorang terapis okupasi juga dapat memberikan latihan sensorik terintegrasi, yaitu
suatu teknik yang dapat membantu penderita autis untuk mengatasi hipersensitifitas terhadap
suara, cahaya maupun
Sentuhan.
c) Terapi Perilaku
Terapi ini penting untuk membantu anak autistik agar kelak dapat berbaur dalam
masyarakat, dan menyesuaikan diri dalam lingkungannya. Mereka akan diajarkan perilaku
perilaku yang umum, dengan cara reward and punishment, dimana kita memberikan pujian
bila mereka melakukan perintah dengan benar, dan kita berikan hukuman melalui perkataan
yang bernada biasa jika mereka salah melaksanakan perintah. Perintah yang diberikan adalah
perintah-perintah ringan, dan mudah dimengerti Anak yang menderita autis
seringkali terlihat frustasi. Mereka kesulitan untuk mengkomunikasikankebutuhan mereka
dan menderita akibat hipersensitifitas terhadap suara, cahaya ataupun
sentuhan sehingga terkadang mereka berlaku kasar atau mengganggu. Seorang terapis
tingkah laku dilatih untuk dapat mengetahui penyebab dibalik prilaku negatif tersebut dan
merekomendasikan perubahan terhadap lingkungan ataupun keseharian anak untuk dapat
memperbaiki tingkah lakunya.
Dalam terapi tingkah laku ini biasa dikenal dengan pembentukan respon, tingkah
laku sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku
baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Perkuatan
sering digunakan dalam proses pembentukan respon ini . jadi, misalnya jika seseorang guru
ingin membentuk tingkah laku kooperatif sebagai ganti tingkah laku kompetitif, dia bisa
memberikan perhatian dan persetujuan kepada tingkah laku yang diinginkan itu. Pada anak
autistik yang tingkah laku motorik,verbal, emosional, dan sosialnya kurang adaptif, terapis
bisa membentu tingkah laku yang lebih adaptif dengan memberikan pemerkuat-pemerkuat
primer maupun sekunder.
d) Terapi Bermain
Terapi bermain sebagai penggunaan secara sistematis dari model teoritis untuk
memantapkan proses interpersonal. Pada terapi ini, terapis bermain menggunakan kekuatan
terapuitik permaianan untuk membantu klien menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikosional
dan mencapai pertumbuhan, perkembangan yang optimal. Terapi bermain memberikan
kebebasan kepada anak untuk berekspresi dan eksplorasi. Untuk membantu anak dapat
memaksimalkan potensi mereka memberi mereka kesempatan untuk berfungsi lebih baik
dalam hidup mereka. Keberhasilan sekecil apapun harus dianggap sebagai kemenangan dan
harus disyukuri sepenuh hati.
Metode ini disarankan adalah terapi yang berpusat pada klien. Menjalin komunikasi
lanjutan dengan anak tersebut menggunakan alat-alat bermain lain seperti boneka, catatan-
catatan kecil, dan
telepon mainan
e) Terapi Musik
Terapi musik menurut Canadian Association for Music Therapy (2002) adalah
penggunaan musik untuk membantu integrasi fisik, psikologis, dan emosi individu, serta
treatment penyakit atau ketidakmampuan. Atau terapi musik adalah suatu terapi yang
menggunakan musik untuk membantu seseorang dalam fungsi kognitif, psikologis, fisik,
perilaku, dan sosial yang mengalami hambatan maupun kecacatan..
f) Terapi Integrasi Sensoris
Terapi ini berguna meningkatkan kematangan susunan saraf pusat, sehingga lebih
mampu untuk memperbaiki sruktur dan fungsinya. Aktivitas ini merangsang koneksi sinaptik
yang lebih kompleks, dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas untuk belajar.Terapi
sensori integrasi untuk melatih kepekaan dan kordinasi daya indera anak autis (pendengaran,
penglihatan, perabaan) .
5. Langkah-Langkah Pelaksanaan Teknik
Dari beberapa teknik teori tingkah laku yang paling cocok dalam menangani para
penyandang autis adalah teknik pembentukan respon atau kontrak perilaku. Adapun langkah-
langkah kontrak perilaku menurut ‘’Gantina dalam PurnamaSary, [2012],yaitu;
a. Pilih tingkah laku yang akan diubah dengan melakukan analisis ntervensi LEAP
(Learning Experience and Alternative Program for Preschoolers and Parents)
menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung berada dalam
lingkungan sosial (dengan teman-teman).
b. Tentukan data awal tingkah laku yang akan diubah
c. Tentukan jenis penguatan yang akan diterapkan
d. Berikan reinforcement, setiap tingkah laku yang diinginkan, ditampilkan sesuai
jadwal kontrak.
e. Berikan penguatan setiap tingkah laku yang ditampilkan menetap.
Secara lebih rinci langkah-langkah dalam pelaksanaan tehnik kontrak prilaku adalah
sebagai berikut ;