Anda di halaman 1dari 6

A.

Tuna Rungu-wicara
1. Pengertian Tuna Rungu-Wicara
Tuna rungu adalah kondisi fisik yang dialami oleh seseorang yang
tidak memiliki kemamupuan untuk mendengarkan suara dalam bentuk
apapun, biasanya seorang tuna rungu juga menderita tuna wicara atau
tidak mampu untuk berbicara. Hallahan D.P, Kauffman J.M, dan
Pullen P.C (2009:340) membagi anak dengan gangguan mendengar
menjadi dua yaitu deaf dan hard of hearing. Anak- anak yang tidak
dapat mendengar suara pada atau diatas intensitas (loudness) pada
tingkat tertentu diklasifikasikan sebagai deaf, sedangkan anak lain
dengan gangguan pendengaran dianggap hard of hearing. Intensitas
tertentu yang dimaksud yaitu 90dB. Jika anak memiliki gangguan
mendengar sebesar 90dB atau lebih di sebut deaf dan anak yang
memiliki gangguan mendengar kurang dari 90dB disebut hard of
hearing.
2. Karakteristik Tuna Rungu- Wicara
a. Karakteristik dari segi intelegensi
Somad dan Herawati (1995:35) mengemukakan bahwa
intelegensi anak tuna rungu-wicara tidak berbeda dengan anak
normal yaitu tinggi, rata-rata dan rendah. Pada umumnya anak tuna
rungu memiliki intelegensi normal dan rata-rata. Prestasi anak tuna
rungu seringkali lebih rendah daripada prestasi anak normal karena
dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam mengerti
pelajaran yang diverbalkan.
b. Karakteristik segi bahasa dan berbicara
Somad dan Hernawati (1995:35) menuturkan bahwa
kemampuan anak tuna rungu dalam berbicara dan berbahasa
berbeda dengan anak normal pada umumnya karena kemampuan
tersebut sangat erat kaitanya dengan kemampuan mendengar.
Karena anak tunarungu tidak dapat mendengar bahasa, maka anak
tunarungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Bahasa
merupakan alat dan sarana utama seseorang dalam berkomunikasi.
Alat komunikasi terdiri dari membaca, menulis, dan berbicara,
sehingga anak tunarungu akan tertinggal dalam tiga aspek tersebut.
Anak tunarungu memerlukan penanganan khusus dan lingkungan
berbahasa intensif yang dapat meningkatkan kemampuan
berbahasanya.
c. Karakteristik dari segi emosi dan sosial
Somad dan Hernawati (1995:37-39) mengungkapkan karakteristik
anak tunarungu antara lain :
a) Egosentrisme yang melebihi anak normal.
b) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas.
c) Ketergantungan terhadap orang lain.
d) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan.
e) Umumnya memiliki sifat yang polos.
f) Lebih mudah marah dan cepat tersinggung.

B. Tuna Netra
1. Pengertian Tuna Netra
Kata “Tunanetra” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal
dari kata “tuna” yang artinya rusak atau cacat dan kata “netra” yang
artinya adalah mata atau alat penglihatan, jadi kata tunanetra adalah
rusak penglihatan. Sedangkan orang yang buta adalah orang yang
rusak penglihatannya secara total, sedangkan orang yang tunanetra
belum tentu mengalami kebutaan total tetapi orang yang buta sudah
pasti tunanetra.
Secara umum, para medis mendefinisikan tunanetra sebagai orang
yang memiliki ketajaman sentral 20/200 feet atau ketajaman
penglihatan hanya pada jarak 6 meter atau kurang, walaupun dengan
menggunakan kacamata, atau daerah penglihatan sempit sehingga
jarak sudutnya tidak lebih dari 20 derajat. Sedangkan orang dengan
penglihatan normal akan mampu melihat dengan jelas sampai jarak 60
meter atau 200 kaki (Hidayat & Suwandi, 2013).
2. Klasifikasi Tuna Netra
Orang yang mengalami tuna netra telah diklasifikasikan menurut
beberapa sudut pandang, Pradopo (1997) mengklasifikasikan tuna
netra menjadi 2 yaitu :
a. Terjadinya kecacatan, yakni sejak seseorang menderita tuna netra
yang dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Penderita tuna netra sejak lahir,yakni mereka yang sama sekali
tidak memiliki pengalaman penglihatan.
2) Penderita tuna netra setelah lahir atau pada usia kecil, yaitu
mereka yang sudah memiliki kesan serta penglihatan visual
tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
3) Penderita tuna netra pada usia sekolah atau usia remaja, kesan-
kesan pengalaman visual meninggalkan pengaruh yang
mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
4) Penderita tunanetra pada usia dewasa.
5) Penderira tunanetra pada usia lanjut.
b. Berdasarkan kemampuan daya lihat
1) Penderita tuna netra ringan, mereka yang mempunyai kelainan
atau kekurangan daya penglihatan.
2) Penderita tuna netra setengah berat, mereka yang mengalami
sebagian daya penglihatan.
3) Penderita tunanetra berat, mereka yang sama sekali tidak dapat
melihat.
C. Tuna Daksa
1. Pengertian Tuna Daksa
Tuna daksa adalah seseorang atau anak yang memiliki cacat fisik,
tubuh dan cacat orthopedic. Dalam bahasa asing sering kali dijumpai
istilah crippled, physically disabled, physically handicapped. Tuna
daksa merupakan istilah lain dari cacat tubuh atau tuna fisik yaitu
berbagai kelainan bentuk tubuh yang mengakibatkan kelainan fungsi
dari tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan yang dibutuhkan.
Tunadaksa juga didefinisikan sebgai seorang individu yang memiliki
gangguan gerak disebabkan oleh kelainan neuro-maskular dan struktur
tulang yang bersifat bawaan sakit atau akibat kecelakaan.
2. Karakteristik Tuna Daksa
a. Karakteristik akademik
Penyandang tuna daksa yang mengalami kelainan pada
sistem otot dan rangka adalah normal sehingga dapat mengikuti
pelajaran sama dengan individu normal, sedangkan penyandang
tuna daksa yang mengalami kelainan pada sistem cerebral, tingkat
kecerdasannya berentang mulai dari tingkat idiocy sampai dengan
gifted.
b. Karakteristik emosi dan sosial
Sosial atau emosi penyandang tuna daksa bermula dari
konsep diri individu yang merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan
menjadi beban orang lain yang mengakibatkan malas belajar,
bermain dan membentuk perilaku yang salah. Kegiatan jasmani
yang tidak dapat dilakukan oleh penyandang tuna daksa dapat
mengakibatkan timbulnya masalah emosi, seperti mudah
tersinggung, marah, rendah diri, kurang bergaul dan frustasi.
c. Karakteristik kesehatan/fisik
Penyandang tuna daksa biasanya selain mengalami cacat
tubuh juga mengalami gangguan lain, seperti sakit gigi,
berkurangnya daya pendengaran, penglihatan dan gangguan bicara.
D. Media dan Sumber Belajar Anak Tuna Rungu-wicara, Tuna Netra dan
Tuna Daksa
1. Media pembelajaran video komunikasi total
Media pembelajaran video komunikasi total merupakan media
video yang berisikan kosakata kata-kata benda dengan cara
berkomunikasi total yaitu memanfaatkan seluruh organ sensori anak
tunarungu. Pemberian sumber belajar dengan media video komunikasi
akan meningkatkan penguasaan kosa kata pada anak.
2. Cermin artikulasi
Media cermin artikulasi dapat digunakan untuk pengembangan
feed back visual dengan cara mengontrol organ artikulasi pada diri
anak.
3. Media gambar
Media gambar dapat digunakan oleh anak untuk melatih daya ingat
suatu benda atau hal-hal lain dengan melihat sebuah gambar yang ada.
4. Media Audiobook
Audiobook adalah rekaman isi buku atau tulisan dalam bentuk
audio yang dapat didengarkan oleh anak baik berupa teks, gambar,
foto, atau ilustrasi lainnya yang berbentuk suara. Subtansi audiobook
sama persis seperti yang ada dalam buku teks akan tetapi kata yang
diucapkan tidak selalu sama persis dengan versi bukunya. Anwas
(2014) menyatakan manfaat media audio adalah dapat memahami isi
buku tanpa harus membaca, bahkan bisa sambil melakukan aktivitas
sehari-hari.
5. Media audio-visual
Menurut Sudjana (2008:99) alat peraga yang biasa disebut media-
audio visual (yang dapat diserap oleh pendengaran dan penglihatan
untuk anak tunanetra diganti dengan peraba dan pendengaran) adalah
suatu alat bantu untuk mendidik atau mengajar supaya apa yang
diajarkan mudah dimengerti anak tuna netra.
Sumber :
https://eprints.uny.ac.id/52925/1/Denara%20Husna%20Afiati_13103244036.pdf
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu/article/download/101705/100673
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej/article/view/13623/7477
http://etheses.uin-malang.ac.id/614/6/10410011%20Bab%202.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/285797-membebaskan-anak-
tunadaksa-dalam-mewujud-fa6b27c0.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/256854-resiliensi-pada-penyandang-
tuna-daksa-no-7316ab42.pdf

Anda mungkin juga menyukai