Anda di halaman 1dari 18

PERKEMBANGAN SOSIAL

EMOSIONAL ANAK
Perkembangan sosial emosi merupakan
suatu yang harus diperhatikan karena
merupakan salah satu bagian periode
krisis. Terbentuk melalui pengalaman
belajar dari awal masa bayi.
Pengalaman belajar tersebut akan
membentuk konsep berfikir sehingga
mempengaruhi emosi dan sosialnya
• Bayi akan mengeksplorasi melalui
sentuhan, rasa, dll. Dari eksplorasi tsb
bayi akan belajar secure dan insecure
terhadap lingkungan sekitarnya. Jika
merasa tidak aman dalam lingkungan
keluarga, akan menghabiskan energinya
untuk mengatur dirinya sehingga bayi
tidak memiliki kesempatan untuk
mengeksplorasi (mengembangkan diri).
• Secure attachment akan menjadikan anak sehat
secara psikologis, akan tumbuh rasa aman dan
percaya diri, keyakinan diri harga diri sehingga
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
terhindar dari gangguan mental sebaliknya jika
attachment yang terentuk dengan model insecure
akan melahirkan anak tidak percaya diri,
kecemasan tinggi, gangguan kesehatan mental
serta penolakan dengan teman bermain, efek dari
insecure sangat berbahaya bagi perkembangan
pikologis anak
• Perkembangan sosialisasi dan emosi anak
tidak terlepas dari kondisi emosi dan
kemampuan anak merespon lingkungannya
di usia sebelumnya. Bayi yang mendapat
pengasuhan dan perawatan secara baik
dimana kebutuhannya secara fisik dan
psikologis terpenuhi, akan merasa nyaman
dan membentuk rasa percaya terhadap
lingkungan sekitarnya.
• Proses belajar tersebut mempengaruhi
perkembangan pada tahapan selanjutnya
(Briggs, 2012). Masa Bayi-SD merupakan
“fondasi” belajar penting untuk
mengembangkan kemampuan sosial
emosinya, sehingga siap dalam menghadapi
tahapan perkembangan selanjutnya yang
lebih rumit. Periode krisis ini menjadi
menjadi peletak dasar dalam
mengembangkan kemampuan social emosi
anak
American Academy of Pediatrics (2012)
menyatakan: perkembangan social emosi mengacu
pada kemampuan anak untuk memiliki:
1. Pengetahuan dalam mengelola dan
mengekspresikan emosi secara lengkap baik
emosi positif maupun emosi negatif
2. Mengembangkan kompetensi social: (menjalin
hubungan dengan kelompok sosial), mampu
menjalin hubungan dengan anak-anak lain dan
orang dewasa disekitarnya, serta secara aktif
3. Dapat mengeksplorasi lingkungan melalui
belajar
4. Kemampuan sosial (perilaku yang
digunakan dalam situasi sosial)
5. Kognisi sosial (pemahaman terhadap tujuan
dan perilaku diri sendiri dan orang lain
6. Perilaku prososial (kesediaan untuk berbagi,
membantu, bekerjasama, merasa nyaman dan
aman, dan mendukung orang lain)
7. Penguasaan terhadap nilai-nilai
kemanusiaan dan moralitas (perkemangan
dalam menentukan standar baik dan buruk.
• Kemampuan sosialisasi dan emosi
anak berkembang seiring dengan
penambahan usia dan pengalaman
yang diperolehnya.
• Aspek kognitif juga berperan penting
dengan kematangan di segi kognitif,
anak dapat membedakan hal yang baik
dan buruk berdasarkan nilai-nilai yang
ada di masyarakat.
 
8 TAHAP PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL (ERIK ERIKSON)

1. Harapan : Kepercayaan vs Rasa Tidak Percaya Diri (0 – 8


Bulan)
2. Keinginan : Kemandirian vs Rasa Ragu dan Malu (8 Bulan –
3 Tahun)
3. Tujuan : Inisiatif vs Rasa Bersalah (3 – 6 Tahun)
4. Persaingan : Ketekunan vs Rasa Rendah Diri (6 – 12 Tahun)
5. Ketelitian : Identitas vs Rasa Bingung (12 – 19 Tahun)
6. Cinta : Keintiman vs Isolasi (19 – 40 Tahun)
7. Perhatian : Aktifitas Umum vs Tekanan (40 – 65 Tahun)
8. Kebijaksanaan : Integritas Ego vs Keputusasaan (65 Tahun
Ke Atas)
1. Harapan: Kepercayaan vs Rasa Tidak Percaya Diri (0 – 18 Bulan)

• Tahap ini adalah tahapan dasar dari kehidupan awal


manusia. Pada usia ini, bayi merasakan dunia melalui
mulut, mata, telinga, dan sentuhan. Ibu memiliki
tanggung jawab yang sangat penting sebagai
pendamping yang memperkenalkan dunia.Bayi
memiliki ketergantungan terhadap sentuhan
emosional. Sehingga apabila bayi tidak mendapatkan
perawatan yang baik secara emosional maka bayi
tidak merasa aman. Kegagalan untuk mengembangkan
kepercayaan bayi pada dunia awalnya menyebabkan
perasaan takut dan rasa tidak percaya diri.
2. Keinginan: Kemandirian vs Rasa Ragu dan Malu (8 Bulan–3 Tahun)

• Tahap ini anak mengembangkan perasaannya yang


kuat akan kontrol terhadap konsentrasinya. Toilet
Training merupakan bagian penting dari tahapan
ini. Dengan adanya pembelajaran untuk
mengontrol fungsi tubuhnya sendiri menimbulkan
perasaan bebas sekaligus terkontrol.
• Latihan-latihan lain yang dianggap penting adalah
bagaimana mereka mulai belajar mengenakan
pakaiannya sendiri atau memilih mainan yang
disukainya.
3. Tujuan : Inisiatif vs Rasa Bersalah
(3–6 Tahun)

• Selama tahun-tahun prasekolah, anak mulai


mengembangkan rasa inisiatif, mulai mencari interaksi
sosial sendiri dibantu oleh keluarganya.
• Pencapaian dari tahap ini adalah perasaan saat mencapai
tujuannya. Penguasaan anak yang baik terhadap apa
yang ia lakukan akan mempengaruhi kemampuan
bahasa dan fantasinya untuk mengeksplorasi obyek.
Dengan demikian anak akan memahami untuk
memimpin kekuatannya atau merasakan perasaan
bersalah secara terus menerus jika tidak diberi
kesempatan untuk mencoba sesuatu yang baru.
4. Persaingan : Ketekunan vs Rasa Rendah Diri (6 – 12 Tahun)

• Tahap ini meliputi tahun-tahun pertama sekolah.


Melalui interaksi sosial dengan orang lain, anak mulai
mengembangkan rasa bangga akan prestasi yang
diraihnya, bangga dengan kemampuan dalam
bersaing dengan teman yang lain.
• Anak-anak yang sering dipuji dan didukung oleh
keluarga atau guru akan memiliki perasaan
kompetensi yang kuat dan kepercayaan diri yang
tinggi. Sedangkan bagi anak-anak yang kurang
mendapatkan dukungan dan penghargaan akan lebih
mudah merasa rendah diri.
5. Ketelitian: Identitas vs Rasa Bingung (12 – 19 Tahun)

• Selama masa remaja, anak memperjuangkan rasa


identitas pribadinya dan mulai mengeksplorasinya satu
persatu.
• Anak akan mempertanyakan “Siapakah Aku yang
sebenarnya ?” dan “Dapat menjadi apakah Aku?”.
• Mereka yang mendapatkan dorongan yang kuat dan
positif akan membangun karakter diri yang kuat dan
memiliki keyakinan bahwa mereka bisa.
• Rasa binggung hanya akan terjadi bila anak tidak
dibimbing untuk memahami apa yang tidak mereka
pahami.
6. Cinta: Keintiman vs Isolasi (19-40 Th)

• Tahap ini mencakup awal masa dewasa dimana orang-orang


mulai peduli akan kapasitas kebutuhan untuk mencintai.
• Mereka akan bertanya “Apakah saya dapat mencintai dan
dicintai?”Sangatlah penting dalam usia ini untuk
mengembangkan komitmen hubungan dengan orang lain yang
dipercaya untuk saling berbagi hampir sebagian hidupnya.
• Kuatnya identitas pribadi berpengaruh besar terhadap
perkembangan hubungan intim.
• Namun jika seseorang memiliki tingkat kepercayaan diri yang
rendah maka akan muncul perasaan depresi, sendiri, dan takut
untuk berkomitmen lebih dalam.
7. Perhatian: Aktifitas Umum vs Tekanan (40-65 Tahun)

• Selama masa dewasa ini, orang-orang terus membangun


kehidupannya dan fokus terhadap perkembangan karir
dan keluarga.
• Orang akan mempertimbangkan tentang kontribusi yang
telah dilakukan selama hidupnya.
• Mereka yang sukses dalam tahap ini akan terlibat lebih
aktif di lingkungan keluarga dan masyarakat.
• Mereka yang gagal akan merasa tidak produktif dan
tidak ingin terlibat lebih jauh dengan dunia. Perhatian
adalah kunci dari tahap ini karena dengan adanya
tekanan namun mereka akan terus berusaha bangkit.
8. Kebijaksanaan: Integritas Ego vs Keputusasaan (65 Tahun Ke Atas)

• Tahap ini merupakan tahapan usia bagi orang-orang yang


mencoba untuk merefleksikan dirinya kembali.
• Mereka yang gagal pada tahap ini merasa bahwa
kehidupan mereka telah terbuang percuma, hidupnya sia-
sia, dan mengalami penyesalan yang berlebih-lebihan.
• Dari pikiran-pikiran negatif itu, muncul keputusasaan
untuk terus meneruskan dalam hidupnya.
• Mereka yang merasa bangga akan segala yang telah
dilakukan beserta dengan prestasi yang dibuat, maka
mereka mrncapai well being sehingga mendekati
kematian.

Anda mungkin juga menyukai