Anda di halaman 1dari 6

A.

Pengertian Tunanetra

Pengertian tunanetra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI, 1989:p.971) adalah


tidak dapat melihat dan menurut literatur berbahasa Inggris visually handicapped atau visual
impaired, ada umumnya orang mengira bahwa tunanetra identik dengan buta, padahal
tidaklah demikian karena tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori.

Anak yang mengalami gangguan penglihatan dapat didefinisikan sebagai anak yang rusak
penglihatannya yang walaupun dibantu dengan perbaikan, masih mempunyai pengaruh yang
merugikan bagi anak yang bersangkutan (Scholl, 1986:p.29). Pengertian ini mencakup anak
yang masih memiliki sisa penglihatan dan yang buta.

Dengan demikian, pengertian anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya
(kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-
hari seperti orang awas.

Persatuan Tunanetra Indonesia / Pertuni (2004) mendefinisikan ketunanetraan sebagai


berikut: Orang tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta
total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan
penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya
normal meskipun dibantu dengan kaca mata (kurang awas).

B. Klasifikasi Anak Tunanetra

Terdapat banyak pendapat mengenai klasifikasi anak tunanetra, diantaranya :

 Menurut Lowenfeld, (1955:p.219), klasifikasi anak tunanetra yang didasarkan pada waktu
terjadinya ketunanetraan, yaitu :

1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki
pengalaman penglihatan.

2. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta
pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.

3. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan
visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.

4. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran
mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.

5. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan
penyesuaian diri.

6. Tunanetra akibat bawaan (partial sight)


 Klasifikasi anak tunanetra berdasarkan kemampuan daya penglihatan, yaitu :

1. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan
dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan
dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.

2. Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya
penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa
atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.

3. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.

 Menurut WHO, klasifikasi didasarkan pada pemeriksaan klinis, yaitu :

1. Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki
bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.

2. Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200
yang dapat lebih baik melalui perbaikan.

 Menurut Howard dan Orlansky, klasifikasi didasarkan pada kelainan-kelainan yang terjadi
pada mata, yaitu :

Kelainan ini disebabkan karena adanya kesalahan pembiasan pada mata. Hal ini terjadi bila
cahaya tidak terfokus sehingga tidak jatuh pada retina. Peristiwa ini dapat diperbaiki dengan
memberikan lensa atau lensa kontak. Kelainan-kelainan itu, antara lain :

1. Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang
retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses
penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif.

2. Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan
retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses
penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif.

3. Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena


ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga
bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk
membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi
dengan lensa silindris.

C. Karakteristik Anak Tunanetra

1. Fisik (Physical)

Keadaan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya. Perbedaan nyata
diantara mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya.
Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik diantaranya :

 Mata juling
 Sering berkedip
 Menyipitkan mata
 Mata merah (kelopak)
 Mata infeksi
 Gerakan mata tak beraturan dan cepat
 Mata selalu berair (mengeluarkan air mata)
 Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.

2. Perilaku (Behavior)

Ada beberapa gejala tingkah laku yang tampak sebagai petunjuk dalam mengenal anak yang
mengalami gangguan penglihatan secara dini :

 Menggosok mata secara berlebihan.


 Menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau mencondongkan
kepala ke depan.
 Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat memerlukan
penggunaan mata.
 Berkedip lebih banyak daripada biasanya atau lekas marah apabila mengerjakan suatu
pekerjaan.
 Membawa bukunya ke dekat mata.
 Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh.
 Menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi.
 Tidak tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-tugas yang
memerlukan penglihatan seperti melihat gambar atau membaca.
 Janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata.
 Menghindar dari tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau memerlukan
penglihatan jarak jauh.

3. Psikis

Secara psikis anak tunanetra dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Mental/intelektual

Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh dengan anak
normal/awas. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas atas sampai batas bawah, jadi
ada anak yang sangat pintar, cukup pintar dan ada yang kurang pintar. Intelegensi mereka
lengkap yakni memiliki kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi dan sebagainya. Mereka juga
punya emosi negatif dan positif, seperti sedih, gembira, punya rasa benci, kecewa, gelisah,
bahagia dan sebagainya.
b. Sosial

Hubungan sosial yang pertama terjadi dengan anak adalah hubungan dengan ibu, ayah, dan
anggota keluarga lain yang ada di lingkungan keluarga. Kadang kala ada orang tua dan
anggota keluarga yang tidak siap menerima kehadiran anak tunanetra, sehingga muncul
ketegangan, gelisah di antara keluarga. Akibat dari keterbatasan rangsangan visual untuk
menerima perlakuan orang lain terhadap dirinya.

D. Pencegahan Terjadinya Tunanetra


a. Pencegahan secara Medis
 Melakukan pemeriksaan genetika kepada dokter ahli sebelum menikah sehingga akan
diketahui apakah gen mereka dapat meneyebabkan kecacatan atau tidak pada anak yang
kelak akan dilahirkan.
 Menghindari penggunaan terapi radioaktif bagi ibu hamil, terutama pada usia kandungan 3
bulan pertama dan 3 bulan ketiga.
 Pencegahan terhadap virus menular seperti virus rubella, syphilis, dan sebagainya.
 Pemberian vitamin A dosis tinggi untuk mencegah kekurangan vitamin A .
 Melakukan pemeriksaan dini kepada dokter mata, apabila terjadi keluhan pada mata secara
serius.
b. Pencegahan secara sosial
Ditinjau dari segi sosial, upaya pencegahan terjadinya tunanetra dapat dilakukan melalui
berbagai kegiatan antara lain sebagai berikut:
 Memberikan penyuluhan mengenai penyebab terjadinya tunanetra.
 Kegiatan yang dilakukan oleh Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
 Meningkatkan perlindungan keselamatan kerja para buruh di perusahaan-perusahaan,
terutama pada perusahaan yang banyak menggunakan bahan kimia.
c. Pencegahan secara Edukatif
Dalam upaya pencegahan tunanetra secara edukatif, keluarga dan sekolah memegang
peranan penting yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Peranan keluarga
Keluarga memegang peran penting dalam menanamkan kebiasaan hidup sehat, terutama
dalam penggunaan dan pemeliharaan kesehatan penglihatannya.
 Peranan sekolah
Sekolah sebagai wahana bagi anak untuk memperoleh berbagai pengetahuan, turut berperan
dalam upaya mencegah terjadinya ketunanetraan pada para siswa.
E. LAYANAN PENDIDIKAN BAGI ANAK TUNANETRA
Layanan pendidikan bagi anak tunanetra pada dasarnya sama dengan layanan pendidikan bagi
anak awas hanya dalam teknik penyampaiannya disesuaikan dengan kemampuan dan ketidak
mampuan atau karakteristik anak tunanetra.
a. Jenis Layanan
Ditinjau dari segi jenisnya, layanan pendidikan bagi anak tunanetra meliputi layanan umum
dan layanan khusus.
 Layanan umum
Latihan yang diberikan terhadap anak tunanetra, umumnya meliputi hal-hal berikut:
 Keterampilan
 Kesenian
 Olahraga
 Layanan khusus/layanan rehabilitasi
Layanan khusus /rehabilitasi yang diberikan terhadap anak tunanetra, antara lain sebagai
berikut:
 latihan membaca dan menulis braille
 latihan penggunaan tongkat
 latihan orientasi dan mobilitas
 latihan visual/fungsional penglihatan
b. Tempat /Sistem Layanan
 Tempat khusus/ sistem segregasi
Tempat pendidikan melalui sistem segregasi bagi anak tunanetra adalah berikut ini:
 Sekolah khusus
Sekolah khusus yang konvensional adalah Sekolah Luar Biasa untuk anak tunanetra (SLB
bagian A). Sekolah ini memiliki kurikulum tersendiri yang dikhususkan bagi anak tunanetra.
 Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB yang dimaksudkan disini berbeda dengan SDLB yang ada dalam kurikulum 1994.
SDLB yang dimaksud dalam kurikulum tersebut, diperuntukkan bagi satu jenis kelainan,
yaitu anak tunanetra saja, sedangkan dalam konsep SDLB ini merupakan suatu sekolah pada
tingkat dasar yang menampung berbagai jenis kelainan, seperti tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa.
 Kelas jauh/kelas kunjung
Kelas jauh/kelas kunjung adalah kelas yang dibentuk untuk memberikan layanan pendidikan
bagi anak luar biasa termasuk anak tunanetra yang bertempat tinggal jauh dari SLB/SDLB.
 Sekolah biasa/sistem integrasi.
Penyelenggaraan sistem pendidikan terpadu memerlukan seorang ahli ke-PLB-an yang
disebut Guru Pembimbing Khusus (GPK) dan ruang bimbingan khusus untuk memberikan
layanan khusus bagi anak tunanetra.
Melalui sistem integrasi/terpadu, anak tunanetra belajar bersama-sama dengan anak normal
(awas) dengan memperoleh hak kewajiban yang sederajat. Sekolah dasar atau sekolah biasa
lainnya yang menerima anak tunanetra (anak luar biasa pada umumnya) sebagai siswanya,
disebut sekolah terpadu.

Definisi

Gejala

Penyebab

Masalah yg ditimbulkan

Penanganan

http://herubox.blogspot.co.id/2012/07/definisi-karakteristik-dan-klasifikasi.html

http://widiriyanti.blogspot.co.id/2013/03/karakteristik-dan-pendidikan-anak.html

Anda mungkin juga menyukai