Disusun Oleh :
Haris Zatnika M
Listia Catrin
Kiki Jakiah
Shinta Amaliana
Uci Nurlatifah
UPBJJ-UT BOGOR
UNIVERSITAS TERBUKA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
KEGIATAN BELAJAR 1
DEFINISI, KLASIFIKASI PENYEBAB DAN CARA PENCEGAHAN TERJADINYA
KETUNANETRAAN
1. Definisi Legal
Yaitu definisi berdasarkan perundang – undangan. Dalam definisi legal ini ada dua spek
yang di ukur yaitu :
a. Ketajaman penglihatan (visual acuity)
b. Medan pandang (visual field)
Cara yang paling umum untuk mengukur ketajaman mata dengan Kartu Snelen yg terdiri
dari huruf huruf atau angka angka yang tersusun berbaris berdasarkan ukuran besarnya. Klasifikasi
ketajaman penglihatan menurut WHO.
Mata normal : 6/6 hingga 6/18
Mata kurang awas : <6/18 hingga >3/60
Buta : <3/60
2. Definisi Edukasional/Fungsional
Yaitu definisi untuk tujuan pendidikan. Secara edukasional, seseorang dikatan tuna netra apabila
untuk kegiatan pembelajarannya dia memerlukan alat bantu khusus, metode khusus atau teknik –
teknik tertentu sehingga dia dapat belajar tanpa penglihatan atau dengan penglihatan yang
terbatas.
1. Albinisme
Adalah kondisi yang herediter di mana terdapat kekurangan pigmen pada sebagian atau
seluruh tubuh.
2. Amblyopia
Adalah gangguan penglihatan yang buruk yang tidak di akibatkan oleh suatu penyakit
yang dapat teramati, dan yang tidak dapat di koreksi dengan kaca mata.
3. Buta Warna
Pada umumnya kebutaan warna ini mengenai kedua belah mata, sering kali berupa
hilangnya persepsi terhadap satu atau dua warna dasar (buta warna merah hijau merupakan jenis
bawaan yang paling umum). Tetapi kadang – kadang buta warna total sehingga melihatnya hanya
7. Katarak
Kekeruhan atau keburaman pada lensa matasehingga menghambat masuknya cahaya ke
dalam mata.
9. Myopia
Yaitu gangguan penglihatan jarak dekat
10. Nistagmus
Yaitu gerakan – gerakan otot mata yang menghentak – hentak secara tak sadar dan terus
menerus.
17. Strabismus
Ini di sebabkan oleh ketidak seimbangan otot – otot mata.
18. Trakoma
Ini disebabkan oleh virus yang menyerang kelopak mata dan kornea.
19. Tumor
Ini disebabkan adanya tumor di bagian mata.
20. Uveitis
Yaitu peradangan mata pada bagian uveitis, yaitu lapisan tengah mata antara sclera dan
retina.
C. PENCAGAHAN TERJADINYA KETUNANETRAAN
Secara Internasional, WHO mempunyai satu strategiyang terdiri dari 3 langkah untuk
memerangi kebutaan dan kurang awas yaitu sebagai berikut :
1. Memperkuat program kesehatan dasar mata di dalam progam pelayanan kesehatan dasar untuk
Strategi untuk mencegah ketunanetraan pada anak dikembangkan atas tiga tingkat sebagai
berikut :
1. Pencegahan primer : pencegahan berjangkitnya penyakit.
2. Pencegahan sekunder : pencegahan timbulnya komplikasi yang mengancam penglihatan serta
hilangnya penglihatan bila penyakit telah berjangkit.
3. Pencegahan tersier : minimalisasi ketunanetraan yang di akibatkan oleh penyakit atau cedera
yang telah di alami.
KEGIATAN BELAJAR 2
DAMPAK KETUNANETRAAN TERHADAP KEHIDUPAN SESEORANG INDIVIDU
A. PROSES PENGINDRAAN
Organ – organ pengindraan berfungsi memperoleh infor masi dari lingkungan dan
mengirimkannya ke otak untuk di proses, disamping, dan di tindak lanjuti. Masing – masing
organ
peng indraan bertugas memperoleh informasi yang berbeda – beda. Informasi visual seperti warna
dan citra bentuk di peroleh melalui mata.
2. Indra Peraba
Bagi individu tunanetra, tongkat merupakan perpanjangan fungsi indra perabatongkat
tidak hanya mendeteksi hambatan jalan tetapi juga memberi informasi tentang tekstur permukaan
jalan sehingga orang tunanetra dapat mengetahui apakan yang akan di ijaknya itu tanah becak,
rumput, semen, dam lain – lain.
3. Indra Penciuman
Indra penciuman anak tuna netra dikembangkan untuk membantunya mengenali lingkungan.
1. Visualisasi
Cara lain bagi individu tunanetra untuk mendapatkan kenyamanan di dalam lingkungannya
membantunya bergerak secara mandiri adalah dengan ingatan visual (peta mental), ingatan
kinestetis, serta persepsi obyek.
2. Ingatan Kinestetis
Ingatan kinestetis adalah ingatak tentang kesadaran gerak otot yang di hasilkan oleh
interaksi antara indra peraba dan keseimbangan (yang dikontrol oleh sistem vestibular, yang
berpusat dibagian atas dari telinga bagian dalam.
b. Jalan Sempit
Bila berjalan melalui jalan sempit seperti jalan di antara baris – baris kursi, pintu,
pematangan, dan sebagainya yang tidak cukup di lalui dua orangyang berjalan berdampingan,
tariklah lengan anda ke belakang punggung anda dia akan merspon dengan meluruskan
lengannya sehingga akan berjalan satu langkah di belakang anda.
2. Cara Mengorientasikan
Jika anda ingin menunjukkan arah menuju suatu tempat atau benda kepada seorang
tunanetra, anda tidak sekedar meninjuk sembil mengatakan kesana “atau kesini”. Anda harus
spesifik. Misalnya, kekiri 10 meter ke depan, di sebelah kiri, 5 langkah ke kanan diatas TV dan
sebagainya.
KEGIATAN BELAJAR 3
PENDIDIKAN BAGI SISWA TUNANETRA DI SEKOLAH UMUM DALAM SETTING
PENDIDIKAN INKLUSIF
Kebutuhan pendidikan khusus yang di ciptakan oleh ketunanetraan itu dapat di rangkum
sebagai berikut :
1. Kehilangan penglihatan dapat mengakibatkan terlambatnya perkembangan konsep yang
apabila tidak mendapat intervensi yang efektif, berdampak sangan buruk bagi
perkembangan sosial, emosi, akademik, dan vokasionalnya.
2. Siswa tunanetra sering harus belajar melalui media alternatif, menggunakan indra – indra
lain.
3. Siswa tuna netra sering memerlukan pengajaran secara individual karena pengajaran
klasikal untuk belajar ketrampilan – keterampilan khusus mungkin tidak akan begitu
bermakna baginya.
5. Siswa tunanetra terbatas dalam memperoleh informasi melalui belajar secara insidental
karena mereka tidak menyadari adanya kegiatan – kegiatan kecil yang terjadi di
lingkungannya. Agar siswa tunanetra dapat berhasil dalam belajarnya bersama dengan
teman – teman sebayanya yang awas, sekolah harus memperhatikan kebutuhan
khususnya, terutama yang terkai dengan ketunanetraannya, dan sekolah harus berusaha
memenuhi kebutuhan khususnya.
B. STRATEGI DAN MEDIA PEMBELAJARAN
1. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran pada dasrnya adalah pendaya gunaan secara tepat dan optimal dari
semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran,
media, metode, siswa, guru, lingkungan belajar, dan evaluasi sehingga proses pembelajaran tersebut
berjalan dengan efektif dan efisien.
2. Media Pembelajaran
Media pembelajaran dapat di bedakan menjadi
a. Media untuk menjelaskan konsep (alat peraga)
b. Media untuk membentu kelancaran proses pembelajaran (alat bantu pembelajaran)
Evaluasi terhadap pencapaian hasil belajar pada anak tunanetra pada dasarnya sama
dengan yang dilakukan terhadap anak awas, namun ada sedikit perbedaan yang menyangkut materi
tes/soal dan teknik pelaksanaan tes. Materi tes atau pertanyaan yang diajukan kepada anak
tunanetra tidak mengandung unsur – unsur yang memerlukan persepsi visual dan apa bila
menggunakan tes tertulis, soal hendaknya diberikan dalam huruf braille atau menggunakan rider
apabila menggunakan huruf awas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tunanetra merupakan sebutan bagi orang yang mengalami kerusakan/tidak bisa melihat
benda/gambar/slide yang ada di lingkungan sekitar. Akan tetapi secara umun tunanetra
digunakan untuk menggambarkan tingkat kerusakan atau gangguan yang berat sampai pada yang
sangat berat, yang dikelompokkan secara umum menjadi buta dan kurang lihat. Tunanetra
diklasifikasikan menjadi 5 hal, yaitu berdasarkan saat terjadinya ketunanetraan, berdasarkan
kemampuan daya penglihatan, berdasarkan pada pemeriksaan klinis, berdasarkan adapasi
pendidikan, berdasarkan pada kelainan-kelainan yang terjadi pada mata. Penyebab terjadinya
ketunanetraan dapat dikelompokkan berdasarkan waktu penyebaran, yaitu prenatal dan
postnatal. Disamping itu juga
dikarenakan oleh beberapa penyakit seperti rubella dan syphilis, glaucoma, diabetic retinopathy.
Anak tunanetra memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak normal dalam aspek akademik
dan pribadi sosial, fisik/sensoris dan motoris/perilaku. Contohnya di bidang sosial, anak tunanetra
biasanya mudah curiga pada orang lain, mudah tersinggung, ketergantungan orang lain, dan
sebaginya.
Ada bebrapa cara untuk mencegah terjadinya tunanetra diantaranya pencegahan secara medis, sosial
dan edukatif. Dalam proses belajar, tunanetra memerlukan strategi pembelajaran khusus yang
harus dilakukan. Disamping itu guru harus memahami prinsip-prinsip dasar dalam pembelajaran
anak tunanetra, seperti prinsip individual, prinsip kekongkretan, prinsip totalitas, prinsip aktivitas
mandiri.
B. Saran
Dalam menghadapi anak tunanetra hendaknya perlu penanganan khusus sehingga anak
tunanetra tersebut tidak merasa diduakan oleh orang lain, serta agar kebutuhan khusus anak
tunanetra dapat terpenuhi. Untuk masalah evaluasi terhadap hasil belajar anak tunanetra
hendaknya secara objektif, tidak membandingkan dengan anak normal dalam hal ini di sekolah
terpadu.