Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH GANGGUAN KESEHATAN MATA

KHUSUSNYA PADA GANGGUAN RABUN


JAUH
(MIOPIA)

DI SUSUN OLEH;
FRANKLIN M F SOMBA
NIM: 202101050

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNUNG


MARIA TOMOHON
2021

i
Kata Pengantar
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan Berkatnya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
makalah ini dengan judul gangguan mata mata khusunya pada gangguan
rabun jauh (Miopia) tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas yang diberikan dosen pada mata kuliah Bahasa indonesia.Selain
itu makalah ini dibuat juga untuk menambah pengetahuan atau
wawasan tentang masalah atau gangguan pada mata khusunya pada
gangguan rabun jauh/Miopia bagi pembaca dan juga penyusun makalah
ini.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Herald Aray M.Pd
selaku dosen kami dalam mata kuliah Bahasa indonesia yang sudah
memberikan tugas ini kepada saya sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan kami, terkait bidang studi ilmu yang kami
tekuni.
Saya juga mengucapkan Berterimakasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini.
Saya menyadari,makalah yang disusun ini masih jauh dari kata
sempurna oleh karena itu kritik dan saran yang dapat membangun saya
nantikan demi untuk kesempurnaan makalah ini.

Lahendong,16 Oktober2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Judul…………………….i

Kata pengantar………………………ii
Bab 1 PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah………………………1
B.Rumusan Masalah ………………………………………..2
C.Tujuan Penelitian……………………………………2
Bab 2 PEMBAHASAN
A.Pengertian rabun jauh/ miopia……………….3
B.Mengapa gadget begitu sangat berpengaruh pada kesehatan mata……
C.Bagaimana cara membatasi/mengatur penggunaan gadget pada anak-
anak……….
D. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan seseorang mendapat
Miopia………..
E.Diagnosis apa saja yang dilakukan untuk mengetahui timbulnya
miopia …………….
F.Pengobatan apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi miopia
……………
G.Tips dan cara menghindari miopia……….
Bab 3 PENUTUP
A.Kesimpulan………….16
B.Daftar Pustaka……………….17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata merupakan indra penglihatan pada makhluk hidup. Sering juga disebut
dengan ‘jendela jiwa’ karena fungsinya yang krusial dan penting yaitu untuk
melihat benda-benda seisi dunia. Mata juga sebagai sumber wawasan, karena tanpa
adanya mata kita tidak dapat melihat sekitar. Secara ilmiah, mata memiliki definisi
organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Mata kita dapat melihat serta
menangkap beraneka ragam warna, bentuk dan lain-lain. Mata adalah sebuah organ
luar tubuh yang bertekstur lunak pada makhluk hidup yang bersifat sensitif,
diperlukan kehati-hatian dalam menjaga fungsi mata agar tidak rusak apalagi untuk
usia anak-anak. Pada masa pertumbuhan, anak-anak perlu melihat dunia sekitarnya
untuk mengenali benda-benda yang ada di lingkungan sekitarnya dengan jelas.
Kesehatan mata pada generasi muda butuh perhatian khusus dan perlu dijaga sedini
mungkin.

Jika pada usia muda mereka telah mendapat kelainan pada mata, maka akan
mengganggu aktivitas sehari-harinya. Untuk menjaga kesehatan mata,perlu
pengawasan dan arahan dari orang tua serta guru. Karena saat usia sekolah maupun
kuliah buku yang dipakai kebanyakan mengandung banyak teks dan anak-anak
tersebut semakin tinggi jenjangnya akan semakin banyak tulisan yang akan dibaca.
Seperti yang kita ketahui bahwa anak-anak usia sekolah sudah banyak yang
menggunakan alat bantu penglihatan, seperti kacamata atau softlens. Perhimpunan

1
Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) mencatat sebanyak 20 persen anak-
anak Indonesia mengalami gangguan atau kelainan mata. Karena itu, banyak anak
Indonesia yang harus memakai kacamata di usia dini

B. Rumusan Masalah
Dari pengidentifikasian masalah, maka dirumuskan permasalahan berupa
pertanyaan sebagai berikut :
1.Apa yang dimaksud dengan Miopia?
2.Mengapa penggunaan gadget begitu sangat berpengaruh pada kesehatan
mata?
3.Bagaimana cara membatasi/mengatur penggunaan gadget pada anak-
anak?
4.Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya Miopia?
5.Diagnosis/pemeriksaan apa saja untuk mengetahui timbulnya Miopia?
6.Pengobatan apa saja yang dilakukan untuk mengatasi Miopia?
7.Tips Dan cara menghindari Miopia

c.Tujuan Penulisan
1. Memberikan informasi kepada generasi muda mengenai pentingnya kesehatan
mata serta cara menjaga kesehatan mata agar terhindar dari gangguan penglihatan
rabun jauh atau miopia.
2. Membuat makalah yang menarik agar generasi muda tertarik untuk mengetahui
tentang gangguan penglihatan khususnya rabun jauh/ miopia.
3.Memberikan informasi kepada generasi muda bahwa menjaga kesehatan mata
begitu sangat penting.
4.Mengedukasi generasi muda bahwa kesehatan mata begitu sangat penting.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian rabun jauh/Miopia

Gambar 1.1 Kondisi seorang anak yang menderita Miopia

Miopia disebut sebagai rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk melihat
jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Pada miopia atau
“penglihatan dekat”, sewaktu otot siliaris relaksasi total, cahaya dari objek jauh
difokuskan di depan retina (Guyton, 2016). Bila bayangan benda yang terletak jauh
difokuskan di depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi, mata tersebut
mengalami miopia, atau nearsighted. Bila mata berukuran lebih panjang daripada
normal, kelainan yang terjadi disebut miopia aksial. (Untuk setiap millimeter
tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih miopik 3 dioptri). Apabila unsur-
unsur pembias lebih refraktif dibandingkan dengan rata-rata, kelainan yang terjadi
disebut miopia kurvatura atau miopia refraktif (Riordan-Eva, 2011).
Tidak ada mekanisme bagi mata miopia untuk mengurangi kekuatan lensanya
sampai lebih kecil dari kekuatannya bila otot siliaris dalam keadaan relaksasi
sempurna. Pasien miopia tidak mempunyai mekanisme untuk memfokuskan
bayangan dari jauh dengan jelas di retina. Namun, bila objek didekatkan ke mata,
benda tersebut akhirnya menjadi cukup dekat sehingga bayangan dapat difokuskan
(Guyton, 2016). Jika objek terus didekatkan kemata lebih dekat dari 6 meter,

3
bayangan akan bergerak mendekati retina dan terlihat lebih fokus. Titik tempat
bayangan terlihat paling tajam fokusnya di retina disebut “titik jauh”. Derajat
miopia dapat diperkirakan dengan menghitung kebalikan dari jarak titik jauh
tersebut. Dengan demikian, titik jauh sebesar 0,25 m menandakan perlunya lensa
koreksi minus 4 dioptri untuk Universitas Sumatera Utara 9 melihat jarak tertentu.
Orang miopia memiliki keuntungan dapat membaca titik jauh tanpa kacamata
bahkan pada usia presbiopia. Miopia derajat tinggi menyebabkan meningkatnya
kerentanan terhadap gangguan-gangguan terhadap retina degeneratif termasuk
ablatio retinae. Lensa sferis konkaf (minus) biasanya digunakan untuk mengoreksi
bayangan pada miopia. Lensa ini memundurkan bayangan ke retina (Riordan-Eva,
2011).

B.Pengaruh Gadget terhadap kesehatan mata


Pengaruh Gadget terhadap kesehatan mata tentunya sangat begitu besar
apalagi waktu dimasa pandemi Covid-19 segala macam tugas-tugas maupun
pembelajaran dilakukan secara online sehingga para anak-anak usia sekolah
maupun yang dibangku perkuliahan harus selalu stand bye dengan handphone-nya
karna apabila ia ketinggalan soal informasi terbaru, maka akan mengalami
kesulitan dalam belajar akibat kurangnya informasi yang didapatkan oleh karna
Batasan yang ia tetapkan untuk memegang hp agar terhindar dari penyakit maupun
kelainan yang dapat timbul akibat bermain hp yang begitu lama dalam
sehari.Namun jauh dari kenyataan ternyata keterpaksaan seseorang harus
memegang hp dipengaruhi juga oleh kontrol diri sendiri maupun dari orang tuanya.

Tak bisa dipungkiri, teknologi menjadi satu hal yang sangat erat dengan manusia
sekarang ini. Melalui teknologi, jendela informasi terbuka lebar hingga manusia
bisa berkembang dalam hal pendidikan, perekonomian, kreativitas, maupun bidang
lain. Tak hanya dewasa, teknologi juga merambah ke ranah pendidikan anak.
Edukasi, hiburan, dan komunikasi dengan anak tak luput dari penggunaan
teknologi. Lalu, adakah dampak kesehatan jika anak sudah dengan sangat intens
bersinggungan dengan teknologi, gadget khususnya?

Memang, gadget dapat meningkatkan kemampuan anak dalam berbahasa, juga


meningkatkan kreativitas lewat permainan. Tapi kemudian, anak dan orangtua suak
lupa akan adanya screentime atau penggunaan gadget tanpa henti yang bisa
membahayakan. Menurut American Optometric Association, definisi penggunaan
berlebihan adalah saat anak berusia diatas dua tahun yang
menggunakan gadget lebih dari dua jam sehari. Layar gadget mengeluarkan

4
cahaya yang disebut high energy visible atau biasa dikenal sebagai blue light yang
berbahaya bagi mata. Resiko terjadi suatu masalah seperti computer vision
syndrome, sebuah gejala yang timbul karena mata terlalu fokus pada layar
sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman jika dilakukan dalam periode yang
terlalu lama. Selain itu, penggunaan gadget yang berkepanjangan juga bisa
menyebabkan rabuh jauh (myopia). 

C.Cara mengatasi/mengatur kecanduan gadget pada anak

Berikut ini adalah langkah-langkah yang bisa diterapkan untuk


mengatasi kecanduan gadget pada anak:
1. Jadi contoh yang baik untuk anak
Anak-anak kerap mengambil pelajaran dari lingkungan sekitarnya, tak terkecuali
mengenai kebiasaan menggunakan gadget orang tuanya. Jika orang tua masih
sering bermain gadget di depannya, anak-anak juga akan meniru kebiasaan
tersebut. Jadi mulai sekarang, usahakan untuk tidak sibuk dengan gadget saat
sedang bersama dengan anak-anak.

2. Batasi dan awasi penggunaan gadget pada anak


Untuk mengatasi kecanduan gadget pada anak-anak, waktu
mengakses gadget harus dibatasi. Orang tua bisa memberi waktu 1–2 jam dalam
sehari untuk anak-anak menggunakan gadget. Selain itu, awasi juga anak saat
bermain gadget, supaya ia tidak mengakses konten pornografi atau kekerasan.
Dalam menerapkan batasan ini, orang tua perlu bersikap tegas. Latih anak untuk
meminta izin terlebih dahulu sebelum bermain gadget dan mengembalikannya
dengan baik setelah selesai digunakan. Simpanlah gadget di tempat yang tidak
diketahui oleh anak sehingga ia tidak bisa menggunakannya tanpa seizin orang tua.

5
Gambar 1.2 Ekspresi seorang anak ketika HP diambil orang tuanya
3. Buat aktivitas menyenangkan bersama anak
Buatlah aktivitas menyenangkan agar pikiran anak teralihkan dari gadget. Orang
tua bisa mengajak anak untuk bersepeda atau lari pagi, memasak bersama,
menggambar atau mewarnai bersama, atau berkebun di pekarangan rumah.
Selain itu, ajaklah anak ke taman dekat rumah supaya ia bisa bermain dengan
teman-teman sebayanya. Bila perlu, orang tua bisa mengundang anak-anak di
lingkungan sekitar untuk berkunjung ke rumah dan bermain bersama anak anda.
Selain membuatnya lupa dengan gadget, cara ini bisa meningkatkan interaksi
sosial si anak.

Gambar 1.3 Potret sebuah keluarga yang sedang berekreasi Bersama anaknya

4. Tetapkan wilayah bebas gadget di rumah


Orang tua bisa menetapkan tempat-tempat bebas gadget di dalam rumah, misalnya
ruang makan, ruang keluarga, atau kamar tidur. Artinya ketika berada di dalam

6
ruangan ini, siapa pun tidak boleh menggunakan gadget. Pastikan orang tua juga
menaati aturan tersebut.
5. Beri tahu anak bahaya menggunakan gadget terlalu lama
Orang tua bisa membahas mengenai risiko terjadinya obesitas atau sakit mata jika
anak lebih sering duduk bermain gadget dan jarang bermain ke luar rumah. Selain
itu, jelaskan pada anak dengan bahasa yang mudah bahwa gadget dan internet bisa
menjadi tempat yang berbahaya untuknya, apalagi jika anak si juga bermain di
media sosial.
Tidak masalah membahas mengenai orang jahat yang beraksi melalui media sosial,
asalkan orang tua juga mendiskusikan bersama-sama bagaimana cara menghindari
masalah tersebut, misalnya dengan menyepakati bahwa penggunaan gadget harus
selalu diawasi. Pastikan anak tetap merasa aman dan tidak jadi khawatir
berlebihan.
Langkah-langkah di atas memang perlu orang tua lakukan untuk membatasi
penggunaan gadget pada anak. Namun, usahakan untuk tidak memarahi atau
meneriaki saat ia sedang mengeyel. Alih-alih memahami maksud orang tua, anak
justru bisa mengalami trauma yang dapat mengganggu kesehatan mentalnya.
Perlu diingat bahwa anak belum tentu langsung setuju dan terbiasa dengan aturan-
aturan baru mengenai gadget ini. Jadi, orang tua memerlukan kesabaran ekstra
untuk berkompromi dengannya. Pastikan juga anggota keluarga lain bekerja sama
untuk membantu orang tua dalam hal ini.
Jika setelah menerapkan langkah di atas anak masih saja tidak bisa lepas
dari gadget atau mungkin mulai mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi di
sekolah, jangan ragu membawa anak ke psikolog agar ia bisa mendapatkan
penanganan yang tepat untuk mengatasi kecanduan gadget.
 

D.Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Miopia


Dekade yang lalu, prevalensi miopia rendah, dan terutama dianggap karena faktor
genetik, seperti anak yang sangat muda yang memiliki miopia tinggi dalam
keluarga yang sangat rabun menunjukkan warisan miopia. Baru-baru ini, karena
prevalensi miopia meningkat pesat di sekolah, ada perdebatan mengenai apakah
penyebab miopia adalah karena faktor genetik atau lingkungan. Miopia sekolah

7
dengan onset miopia rendah dianggap terutama ditentukan oleh faktor risiko
lingkungan. Mungkin ada beberapa interaksi antara 2 komponen. Miopia juga
dianggap sebagai kerentanan genetik terhadap faktor risiko lingkungan, yang
berarti gen yang bertanggung jawab untuk pertumbuhan komponen okular dapat
dipengaruhi oleh lingkungan pada seseorang dengan miopia rendah (Wu et al.,
2016).
1. Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih banyak mengalami kelainan refraksi
dibandingkan laki-laki. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian National Institute of
Eye Health yang menyatakan perempuan lebih banyak mengalami kelainan
refraksi dibandingkan laki-laki dimana lebih dari 26% perempuan berusia 12 tahun
ke atas mengalami gangguan penglihatan yang tidak dikoreksi akibat kelainan
refraksi dibandingkan laki-laki. Selain itu, didapatkan 14% perempuan berusia
lebih dari 40 tahu mengalami kelainan refraksi dibandingkan laki-laki berusia 40
tahun ke atas. Berdasarkan berbagai studi miopia diantarnya Baltimore Eye
Survey, Beaver Dam Eye studi, Andhra Pradeesh Eye Disease Studi, Visual
Impairment Project, Tanjong Pagar Survey didapatkan prevalensi miopia lebih
tinggi pada orang dewasa muda dan mengalami penurunan pada kelompok usia
lebih tua atau di atas 65 tahun. Ditiap kelompok usia didapatkan perempuan lebih
banyak mengalami miopia dibanding laki-laki. Hal ini juga sesuai dengan
penelitian di Amerika Serikat yang membedakan kelainan refraksi berdasarkan
jenis kelamin dan ras baik kulit hitam, kulit putih dan hispanik didapatkan bahwa
semua ras dengan jenis kelamin perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki
yakni perempuan sebanyak 75.147.949 kasus atau 55%, sedangkan laki-laki hanya
67.500.444 kasus atau 45% (Kalangi et al., 2016). Di India insiden miopia lebih
tinggi pada anak perempuan dibanding anak lakilaki dilaporkan bahwa anak
perempuan di India cenderung lebih banyak membaca dan menulis serta
menghabiskan waktu lebih banyak di dalam ruangan. Peningkatan aktivitas kerja
dekat ini mungkin mempengaruhi mereka terhadap terjadinya perkembangan
miopia (Saxena et al., 2017).
2. Riwayat Keluarga Miopia
Faktor genetik dapat menurunkan sifat kelainan refraksi ke keturunannya baik
secara autosomal dominan maupun autosomal resesif. Anak dengan kedua orang
tua menderita miopia mempuyai risiko lebih besar menderita miopia dibanding
anak yang salah satu atau tidak satupun orang tuanya menderita miopia (Komariah
et al., 2014). Riwayat miopia tinggi keluarga juga akan mempengaruhi level dan
onset miopia (Liang et al., 2004). Ada 2 kelompok miopia. Salah satunya adalah
miopia kongenital atau miopia onset kekanak-kanakan, dan yang lainnya adalah

8
miopia sekolah atau miopia remaja. Menurut evolusi yang dinyatakan dalam jurnal
ophthalmology asia-pasifik, anak-anak zaman dahulu yang mempunyai
penglihatan buruk kongenital maupun miopia kongenital tidak mampu bertahan
hidup dengan lama. Oleh karena itu, gen untuk miopia kongenital tidak diwariskan
secara luas, dan prevalensi miopia kongenital rendah, sekitar 4% hingga 6%.
Miopia sekolah mungkin tidak disebabkan terutama oleh genetika. Di Taiwan
antara tahun 1983 dan 2000, prevalensi miopia usia 7 tahun meningkat hingga 7
kali, dan untuk anak usia 12 tahun meningkat hingga 2,4 kali. Kejadian serupa
dilaporkan di Amerika Serikat antara tahun 1971 dan 2004, lebih dari 30 tahun,
prevalensi miopia pada usia 12 hingga 17 tahun meningkat 2,6 kali (dari 12%
menjadi 31,2%). Di Finlandia lebih dari 20 tahun, tingkat prevalensi hampir dua
kali lipat pada usia 14 hingga 15 tahun. Di Hong Kong, kemungkinan memiliki
miopia pada kakek-nenek jauh lebih sedikit daripada untuk generasi orang tua dan
anak-anak (0,06, 0,26, dan 0,35, masing-masing). Hal ini karena perubahan genom
waktu dalam beberapa dekade untuk terjadinya perubahan pada suatu populasi
tersebut (Wu et al., 2016).
3. Aktivitas
Aktivitas seperti membaca, dan menulis telah bertanggung jawab atas peningkatan
yang luar biasa dalam prevalensi miopia. Studi kohort menunjukkan bahwa anak-
anak sekolah dengan insiden miopia secara signifikan lebih dekat bekerja dan
memiliki peningkatan yang lebih besar dalam panjang aksial bola mata. Sebuah
meta-analisis menunjukkan bahwa lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk
kegiatan kerja dekat dikaitkan dengan kemungkinan miopia yang lebih tinggi.
Kemungkinan untuk seseorang yang bekerja dengan jarak yang dekat pengidap
miopia akan meningkat 2% untuk setiap 1 diopter – jam dalam satu minggu. Oleh
karena itu, kerja dekat merupakan faktor risiko penting yang kuat dari miopia.
Tingkat keparahan risiko sesuai dengan intensitas, seperti lamanya pembacaan
terus menerus dan jarak ke objek dekat (Wu et al., 2016). Saat membaca,
terjadinya miopia jugaakan dipengaruhi oleh posisi, kecukupan cahaya ketika
membaca, besar kecilnya huruf atau angka yang dibaca (Primadiani dan Rahmi,
2017). Beraktivitas dekat alam jangka waktu yang cukup lama dapat
mengakibatkan mata berakomodasi terus-menerus. Beberapa penelitian
membuktikan peningkatan daya akomodasi terus-menerus menyebabkan mata
menjadi kurang bisa berakomodasi pada jarak lain sehingga mata menjadi rabun
jauh (Rahimi et al.,2015). Karena aktivitas jarak dekat seperti belajar tidak dapat
dihindari, istirahat jangka waktu tertentu dan mencegah pembacaan yang dekat
dapat mengurangi risiko pekerjaan dekat (Wu et al., 2016). Seperti halnya
membaca dan menulis telah terjadi peningkatan dramatis dalam penggunaan
gadget dalam beberapa tahun terakhir. Meningkatnya penggunaan waktu di
9
hadapan layar dikaitkan dengan terjadinya perkembangan miopia (Wu et al., 2016).
Kaitan miopia dengan cahaya adalah cahaya yang lebih terang dapat menurunkan
perkembangan miopia melalui penyempitan pupil, mengakibatkan lebih sedikit
pengaburan penglihatan atau melalui stimulus retina yang dikenal bertindak
sebagai inhibitor pertumbuhan mata. Namun, apabila cahaya yang dilihat secara
terusmenerus ketika melihat layar maka dapat menimbulkan akomodasi lensa mata
yang berkelanjutan yang dapat menyebabkan mata lelah. Bagian mata yang lelah
adalah otot yang berperan dalam konstriksi pupil. Ketika otot ini lelah maka
bayangan tidak dapat difokuskan secara tepat pada retina (Rahimi et al., 2015).
Penggunaan gadget akan berhubungan dengan adanya pancaran gambar yang
memungkinkan adanya bentuk akomodasi yang berbeda serta jarak yang
dibutuhkan dalam mengerjakan hal tersebut akan memberikan pengaruh berbeda
terhadap miopia (Primadiani dan Rahmi, 2017). Durasi panjang melihat layar dan
emisi cahaya biru dari layar LED, risiko pengembangan miopia dan bahaya mata
cahaya biru harus menjadi perhatian serius, terutama pada anak-anak (Wu et al.,
2016).
4. Aktivitas di Luar Ruangan
Aktivitas di luar ruangan yang dimaksud tidak harus aktivitas olahraga, tetapi
faktor yang berperan pada miopia adalah lamanya waktu aktivitas di luar ruangan
(Guggenheim et al., 2012). Kegiatan di luar ruangan baru-baru ini telah diakui
sebagai faktor protektif untuk miopia. Bahkan dapat mengatasi faktor risiko orang
tua rabun jika anak-anak menghabiskan cukup waktu di luar rumah per minggu.
Penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa kemungkinan untuk seseorang yang
sering beraktivitas di luar menghidap miopia lebih kecil dibanding dengan orang
Universitas Sumatera Utara 16 yang sering di dalam rumah. Kemungkinan miopia
menurun 2% untuk setiap jam tambahan waktu yang dihabiskan di luar rumah per
minggu. Mekanisme melalui aktivitas luar yang dapat membantu mencegah
terjadinya miopia masih belum jelas. Cahaya yang lebih terang mungkin
merupakan mekanisme yang mungkin untuk melindungi terhadap miopia. Teori
“lightdopamine” diterima sebagai mekanisme yang mungkin. Peningkatan
intensitas cahaya selama waktu yang dihabiskan di luar dapat menstimulasi retina
untuk melepaskan dopamine, yang dapat menghambat pemanjangan aksial bola
mata. Perlindungan miopia tampaknya terutama berasal dari cahaya yang tidak
terlihat, bukan sinar UV. Oleh karena itu, pencegahan miopia untuk orang yang
sering beraktivitas di luar haruslah sejajar dengan pencegahan dari paparan sinar
UV. Aktivitas luar ruangan, durasi efektif, frekuensi, dan intensitas cahaya masih
dalam penyelidikan. Mungkin ada ambang 10 hingga 14 jam dihabiskan di luar
rumah per minggu untuk mencegah onset miopia. Sebuah uji coba secara acak
pada anak sekolah di Cina menunjukkan bahwa 40 menit per hari aktivitas di luar
10
ruangan menurunkan onset miopia sebesar 9% setelah 3 tahun. Di Taiwan, sebuah
studi intervensi menunjukkan bahwa 80 menit per hari aktivitas luar ruangan
intermiten menurunkan onset miopia sebesar 9% setelah 1 tahun (Wu et al., 2016).
5. Status Ekonomi
Keluarga dengan peghasilan lebih tinggi menderita miopia lebih banyak
dibandingkan dengan keluarga dengan penghasilan rendah. Dalam penelitian
(Rahimi et al., 2015) mengungkapkan bahwa hal ini bertolak belakang. Walaupun
tidak didapatkan hubungan signifikan antara status sosioekonomi dengan insiden
miopia tetapi status ekonomi rendah memiliki resiko lebih tinggi menderita miopia
dibandingkan dengan status ekonomi tinggi Miopia membutuhkan biaya untuk
koreksi dan atau menanggulangi komplikasinya sehingga sosial ekonomi yang
tinggi termasuk faktor yang berhubungan dengan miopia (You et al., 2012)

E.Diagnosis Miopia
Diagnosis pada gangguan mata didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan dasar
mata, pemeriksaan oftalmologik khusus bila diperlukan untuk diagnosis miopia
didasarkan pada gambaran klinik yang khas (lebih nyaman jika membaca dalam
jarak dekat karena penglihatan menjadi kabur saat melihat jarak jauh, mengerut,
dan menjulingkan mata) serta tes refraksi (Riordan-Eva, 2011; Piquette dan Boulet,
2012).
1. Pemeriksaan visus atau tajam penglihatan
a. Pemeriksaan visus pada bayi dan anak usia ≤ 3 tahun 1) Bayi umur 6 minggu
Bayi umur 2 bulan atau lebih dapat diperiksa kemampuan mata untuk mengfiksasi
dan mengikuti benda dengan menggerakkan objek yang menarik penglihatan. 2)
Anak usia 2,5 – 3 tahun Pemeriksaan menggunakan gambaran skematik tanpa
tulisan dilakukan pada anak usia 2,5–3 tahun. Pemeriksaan dilakukan pada kedua
mata secara terpisah. Visus sebesar 20/40 dianggap normal.
b. Pemeriksaa visus pada anak usia ≥ 3 tahun dan dewasa 1) Anak umur 3 – 4
tahun Anak umur 3 – 4 tahun diperiksa dengan kartu E. Visus sebesar 20/30 adalah
normal. 2) Anak umur 5-6 tahun dan dewasa Anak umur 5-6 tahun dan dewasa
bias diperiksa dengan kartu snellen (Riordan-Eva, 2011).
Berikut adalah prosedur pemeriksaan kartu Snellen:

11
a. Alat-alat yang diperlukan yaitu kartu Snellen, pinhole, senter atau flashlight,
plain occluder, dan kaca mata khusus. Pasien diberi penjelasaan tentang
pemeriksaan terlebih dahulu.
b. Cahaya dalam ruangan diatur supaya pasien bisa membaca kartu Snellen dengan
baik.
c. Pasien diposisikan dalam jarak 6 meter dari kartu bisa dalam posisi berdiri atau
duduk. Jarak 6 meter merupakan jarak mata melihat benda dalam keadaan tidak
akomodasi.
d. Pemeriksa memakaikan kaca mata khusus atau pasien bisa diminta memakai
sendiri, kemudian pemeriksa menutup mata kiri dengan plain occluder karena
pemeriksaan dimulai dari mata kanan. Bila plain occluder tidak tersedia, mata kiri
dapat ditutup dengan mata pasien.
e. Pasien diminta membaca kartu Snellen dari atas, sampai baris pasien tidak bisa
membaca dengan jelas. Baris tersebut adalah visus pasien. Visus yang normal
adalah 6/6 atau 5/5 yang berarti pasien dapat melihat huruf pada jarak 6 meter
(visus 6/6) atau pada jarak 5 meter (visus 5/5), sama dengan jarak orang dengan
mata normal melihat huruf tersebut.
f. Bila pasien tidak bisa membaca huruf yang paling besar, pasien diminta untuk
maju 1 meter dari posisi awal lalu mencoba membaca lagi, dan seterusnya sampai
bisa membaca huruf paling besar. Jarak antara pasien ke kartu snellen ditulis
dengan angka pembilang.
g. Bila pasien tidak bisa membaca huruf paling besar pada jarak 1 meter di depan
kartu snellen, maka dilakukan pemeriksaan dengan hitung jari pada jarak kurang
dari 1 meter dari pesien (visus 1/60).
h. Bila pasien tidak bisa menghitung jari pada jarak kurang dari 1 meter, maka
pasien diperiksa dengan lambaian tangan (visus 1/300).
i. Bila pasien tidak bisa melihat arah lambaian tangan pasien diperiksa dengan
senter atau flashlight yang disorotkan dari empat arah hasil yang didapat adalah
ada persepsi cahaya (visus 1/~), atau tidak ada persepsi cahaya (visus 0).
j. Bila visus pasien kurang dari 6/6 pada pemeriksaan dengan kartu snellen, maka
dilanjutkan dengan tes pinhole pada jarak 6 meter. Jika tes pinhole menjadikan
penglihatan membaik, berarti gangguan penglihatan tersebuat karena gangguan
refraksi.
12
k. Langkah-langkah pemeriksaan tersebut diulangi pada mata kiri pasien, sehingga
akan didapatkan visus kedua mata (Steven, 2007; Ilyas, 2010; Riordan-Eva, 2011).

Gambar 1.4 Kartu Snellen (Ilyas, 2010)


2. Tes refraksi
Tes refraksi dilakukan dengan mengukur kekuatan refraksi tambahan yang
diperlukan untuk menghasilkan gambar yang jelas di retina yang terdiri atas tes
refraksi subjektif dan tes refraksi objektif. Tes refraksi untuk anak meliputi
pemeriksaan subjektif, dengan prosedur yang sama seperti pemeriksaan pada usia
dewasa, serta pemeriksaan objektif berupa retinoskopi.
a. Tes refraksi subjektif Tes refaksi subjektif dilakukan pada pasien yang
kooperatif dan sebaiknya dilakukan tes refraksi objektif terlebih dahulu untuk
mengetahui tentang nilai lensa koreksi yang akan dicocokkan dengan kenyamanan
pasien. Prosedur tes ini hampir sama dengan pemeriksaan visus pada jarak 6 meter,
tetapi sementara pasien melihat ke kartu Snellen pada jarak 6 meter, pemeriksaan
meletakkan kombinasi lensa koreksi pada kacamata khusus di mata yang diperiksa,
sementara mata yang lain ditutup dengan plain occluder. Pemeriksaan tersebut
menggunkan series of test lenses dalam kontak. Tes refraksi subjektif ini juga bisa
menggunakan alat yang bernama phoropter, yaitu alat khusus dengan banyak lensa
yang bisa diganti secara otomatis maupun manual di depan mata pasien.
b. Tes refraksi objektif Tes ini dilakukan untuk mengetahui tentang niali lensa
koreksi yang akan dicocokkan dengan kenyamanan pasien dengan tes refraksi

13
subjektif, atau bisa juga dilakukan untuk mengetahui refraksi pada pasien yang
tidak kooperatif.
3. Retinoskopi
Retina diiluminasi (diterangi) melalui pupil dengan memproyeksikan seberkas
cahaya (intercept) ke mata pasien supaya menghasilkan refleks seperti retinoscopic
reflex di pupil. Bila hasil dari retinoskopi menunjukkan intercept dan retinoscopic
reflex sejajar, berarti ada kelainan sferis. Hasil yang sama juga bisa menunjukkan
ada tambahan gangguan silindris yang bertepatan dengan satu meridian utama.

Gambar 1.5 Retinoscopic Reflex (Riordan-Eva, 2011)


4. Refraktometri
Cara kerja pemeriksaan refraktometri adalah dengan mengubah jarak antara
gambar tes dan mata, sampai gambar muncul jelas di depan retina, sehingga
refraksi bisa dihitung dari nilai yang terukur. 3. Refraktometri Otomtis
Pemeriksaan ini mengukur refraksi objektif secara cepat. Alat refraktometri
menggunakan cahaya infra merah, detektor cahaya yang sensitif dan komputer
(Riordan-Eva, 2011).

F.Pengobatan Miopia
Penanganan miopi atau rabun jauh dilakukan untuk membantu agar cahaya bisa
terfokus pada retina. Jenis penanganan yang dipilih tergantung pada usia pasien,
tingkat keparahan rabun jauh, serta kondisi kesehatan pasien.

14
Penggunaan kacamata atau lensa kontak
Langkah penanganan miopi atau rabun jauh yang paling sederhana dan terjangkau
adalah dengan menggunakan kacamata atau lensa kontak. Pemilihan kacamata
serta lensa kontak tergantung pada kebutuhan serta kenyamanan pasien.
Ketika memilih menggunakan lensa kontak, pastikan untuk selalu menjaga
kebersihan lensa kontak agar terhindar dari infeksi mata. Lensa kontak juga
sebaiknya dilepas sebelum tidur.

Operasi dengan sinar laser (LASIK)


Proses operasi dengan sinar laser, misalnya LASIK dan SMILE juga dapat menjadi
alternatif. Hampir seluruh pasien yang menjalani operasi ini merasakan perubahan
yang signifikan. Dalam operasi ini, sinar laser akan digunakan untuk mengatur
lengkungan kornea.
Perlu diingat, prosedur ini tidak cocok untuk penderita di bawah 21 tahun karena
mata mereka masih dapat berkembang.

Obat tetes mata atropin


Obat tetes mata atropin diduga dapat mencegah miopi atau rabun jauh yang
diderita bertambah parah. Obat tetes mata dapat digunakan secara rutin pada
penderita rabun jauh sesuai dengan resep dokter.

Implan lensa buatan


Implan lensa buatan dilakukan untuk menangani miopi atau rabun jauh dengan
tingkat keparahan tinggi yang tidak bisa ditangani dengan operasi laser. Prosedur
ini dilakukan dengan memasukkan lensa buatan tanpa mengeluarkan lensa mata
yang asli atau mengganti lensa asli dengan lensa buatan.

G.Tips dan cara menghindari miopia


Rabun jauh tidak bisa dicegah sepenuhnya. Meski demikian, ada beberapa langkah
sederhana yang dapat Anda lakukan untuk menjaga kesehatan mata. Langkah-
langkah tersebut meliputi:

 Gunakan kacamata hitam saat bepergian di siang hari untuk melindungi mata
dari sinar matahari.
15
 Lakukan pemeriksaan kesehatan mata secara rutin.
 Gunakan kacamata atau lensa kontak dengan ukuran tepat.
 Berhenti merokok.
 Istirahatkan mata secara berkala saat bekerja dengan menggunakan
 Perbanyak konsumsi buah-buahan dan sayuran, khususnya yang kaya vitamin
A dan vitamin D.
 Lakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin jika memiliki penyakit kronis,
terutama diabetes dan hipertensi.

16
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Semoga dengan disusunnya makalah ini semoga para generasi muda diharapkan
mampu menjaga kesehatan mata serta dapat teredukasi dengan makalah yang saya
susun ini,serta kesadaran dalam penggunaan gadget lebih dibatasi dan lebih bijak.

B.Daftar Pustaka
www.Universitas Sumatra utara .com
www.Halodoc.co

17

Anda mungkin juga menyukai