UNIVERSITAS PATTIMURA
MIOPIA
Disusun Oleh:
NIM. 202284038
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERISTAS PATTIMURA
AMBON
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas penyertaan-Nya, penulis
dapat menyelesaikan referat dengan topik Miopia. Penyusunan referat ini bertujuan untuk
memenuhi tugas selama menjalani kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura. Ucapan terima kasih kepada dr. Carmila
Tamtelahitu, Sp. M sebagai pembimbing utama kelompok kami yang telah bersedia
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna sehingga penulis
sangat mengharapkan adanya masukan, kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut
membantu dalam penyelesaian referat ini. Semoga referat ini dapat memberikan banyak
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Mata merupakan bagian dari pancaindera yang penting bagi manusia. Selain berfungsi untuk
melihat, mata dapat menyerap >80% informasi visual yang penting untuk melakukan aktivitas
atau kegiatan sehari-hari. Namun, tidak sedikit gangguan yang terjadi pada mata manusia, mulai
dari gangguan ringan hingga gangguan yang berat bahkan dapat mengalami kebutaan. Penyebab
gangguan penglihatan paling banyak di dunia adalah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi
(48,99%), katarak (25,81%), age related macular degeneration (AMD, 4,1%). Salah satu
gangguan penglihatan adalah miopia atau sering dikenal dengan rabun jauh menjadi salah satu
Pada beberapa negara di Asia, prevalensi miopia bervariasi mencapai 70-90%. Prevalensi
kelainan refraksi di Indonesia menempati urutan pertama dari penyakit mata, meliputi 25%
penduduk atau sekitar 55 juta jiwa. Sedangkan prevalensi myopia di Indonesia lebih dari -0,5 D
Miopia atau rabun jauh adalah jenis kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang datang dari
jarak tak terhingga difokuskan di depan retina saat akomodasi dalam keadaan istirahat. Miopia
juga disebut nearsightedness atau shortsightedness. Pada miopia, panjang anteroposterior bola
mata dapat terlalu besar atau pembiasan media refraksi yang terlalu kuat.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Defenisi Miopia
Miopia atau rabun jauh merupakan salah satu jenis kelainan refraksi dimana sinar sejajar
yang datang dari jarak tak terhingga difokuskan di depan retina saat akomodasi dalam
keadaan istirahat.5,6
1. Miopia axial
Terjadi akibat peningkatan diameter anteroposterior bola mata, dan merupakan bentuk
paling umum
2.Miopia kurvatura terjadi akibat peningkatan kelengkungan kornea, lensa atau keduanya
3.Miopia posisional dihasilkan oleh penempatan anterior lensa kristalin di dalam mata
4.Miopia indeks terjadi akibat peningkatan indeks refraksi dari lensa kristalin yang
5. Miopia akibat akomodasi berlebihan terjadi pada pasien dengan spasme akomodasi.5,7
3. Patofisiolgi Miopia
Mekanisme yang mendasari miopia masih belum jelas. Banyak teori mengenai
perkembangan miopia secara umum antara lain lag accommodation dan mechanical tension
theory. Teori pertama didasarkan pada hipotesis bahwa hyperopic retinal blur yang disebabkan
oleh lag accommodation yang tinggi selama aktivitas dekat kerja menginduksi peningkatan
Teori kedua telah diusulkan berdasarkan pada data pertumbuhan okular longitudinal dari
anak-anak emmetropia dan miopia. Teori mechanical tension mengusulkan bahwa ada faktor-
faktor yang menghasilkan ukuran bola mata lebih besar menyebabkan peningkatan ciliary
choroidal tension. Peningkatan lag accommodation dan hambatan mekanis untuk pertumbuhan
ekuator disebabkan oleh peningkatan ciliary choroidal tension. Hambatan mekanis untuk
perubahan pada perkembangan bentuk bola mata, dan percepatan perpanjangan aksial sehingga
katarak kongenital, ptosis, hemangioma periokular akan mempengaruhi pertumbuhan axial bola
mata yang mengarah pada miopia. Faktor genetik dari orang tua miopia akan menyebabkan
anak yang juga miopia dan akan berkembang secara progresif pada anak yang bekerja/membaca
dengan jarak dekat. Faktor ini juga bisa menyebabkan miopia pada anak yang awalnya tidak
miopia.8–10
4. Klasifikasi Miopia
Berdasarkan karakteristik anatomi, miopia dibagi menjadi miopia aksial dan miopia
refraktif. Miopia aksial merupakan miopia yang diakibatkan karena bola mata terlalu panjang
dibandingkan kekuatan refraksinya. Miopia refraksi merupakan miopia yang diakibatkan karena
sistem refraktif terlalu kuat dibandingkan dengan panjang bola mata. 11,12
1. Miopia kongenital
Biasanya terjadi sejak lahir, namun terdiagnosis biasanya pada usia 2-3 tahun. Sebagian
2. Miopia sederhana/simpleks
Jenis miopia yang paling umum, biasanya akibat fisiologis dan tidak berhubungan dengan
penyakit pada mata. Prevalensinya meningkat dari 2% pada usia 5 tahun menjadi 14%
pada usia 15 tahun. Karena peningkatan paling tajam terjadi pada usia sekolah sehingga
disebut juga miopia sekolah. Miopia simpleks merupakan hasil variasi biologis normal
dari perkembangan mata yang mungkin atau mungkin tidak ditentukan secara genetik.
a. Miopia simpleks tipe aksial mungkin hanya menunjukan variasi fisiologis pada
bola mata.
c. Peran genetik. Anak dari orang tua dengan miopia 20%, anak dengan satu orang tua
miopia 10% dan anak dengan orang tua tidak myopia 5%.
d. Teori kerja jarak dekat yang berlebihan di masa kanak-kanak juga ditemukan tetapi
tidak terlalu penting. Faktanya, tidak ada bukti yang membenarkan bahwa myopia
diperburuk oleh pekerjaan jarak dekat, menonton tv, dan tidak menggunakan
kacamata.
3. Miopia patologis
10 tahun dan menghasilkan miopia tinggi selama kehidupan dewasa awal yang biasanya
dikaitkan dengan perubahan degeneratif pada mata. Etiologinya akibat dari pertumbuhan aksial
bola mata yang cepat yang berada di luar variasi perkembangan biologis normal. Untuk
menjelaskan percepatan pertumbuhan aksial ini, berbagai teori telah dikemukakan. Sejauh ini
tidak ada hipotesis yang memuaskan untuk menjelaskan etiologi miopia patologis. Namun,
miopia berkaitan dengan keturunan dan proses pertumbuhan umum. Hipotesis etiologi untuk
4.Miopia didapat, bisa karena post trauma, post keratitis, akibat obat-obatan, pseudomiopia.5
b. Miopia progresif (bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambahnya panjang bola
mata)
c. Miopia maligna (miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina
dan kebutaan).14
a. Melihat jauh kabur atau disebut rabun jauh, melihat dekat jelas
b. Sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit
Pada pemeriksaan funduskopi terdapat “miopik kresen” yaitu gambaran bulan sabit yang
terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, sklera oleh koroid. Pada mata dengan miopia
tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula dan degenrasi
6. Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan Refraksi
Teknik Pemeriksaan:
d.Pasien diminta membaca huruf pada snellen chart dimulai dari huruf yang terbesar
sampai ke huruf yang terkecil pada baris-baris selanjutnya yang masih dapat terbaca.
a. Tajam penglihatan ditulis sebagai berikut VOD (visus oculi dextra) untuk tajam
penglihatan mata kanan, dan VOS (visus oculi sinistra) untuk tajam penglihatan
mata kiri. Setelah diperoleh hasil dilanjutkan dengan trial lense untuk mendapatkan
b. Bila huruf terkecil yang masih bisa dibaca pada baris dengan tanda 6, dikatakan
c. Bila dalam membaca ada kesalahan menyebut 2 huruf maka ditulis 6/6 false 2 (F2)
d. Bila huruf terkecil yang masih bisa dibaca pada baris 30, dikatakan tajam
penglihatan adalah 6/30 tanpa koreksi. Kemudian dilanjutkan dengan pin hole test.
Bila ada perbaikan tajam penglihatan menentukan adanya kelainan refraksi, bila
penglihatan karena kelainan media refraksi atau kelainan macula atau nervus
optikus.
e. Bila pasien tidak bisa membaca huruf terbesar pada snellen chart, maka pemeriksaan
f. Pasien diminta untuk mneghitung jumlah jari pemeriksa yang dimulai dari jarak 5m
sampai jarak terdekat 1m dengan pasien. Bila jari yang terlihat dan dapat dihitung
jumlahnya tanpa salah pada jarak 3m maka tajam penglihatan pasien adalah 3/60.
Bila pasien tetpa tidak bisa melihat dan menghitung jari hingga jarak 1m maka
g. Pemeriksa melambaikan tangan dari jarak maksimal 1m dengan pasien dan pasien
diminta menyebutkan arah lambaian keatas dan kebawah atau ke kanan dan kekiri.
Bila pasien bisa melihat lambaian tangan dan dapat menentukan arah lamabain
tangan makan tajam penglihatannya adalah 1/300 proyeksi baik. Jika dengan uji
lambaian tangan, pasien masih belum bisa melihat maka dilanjutkan dengan
h. Senter yang diarahkan ke depan mata pasien yang akan diperiksa dan pasien diminta
menyatakan melihat sinar atau tidak serta menyatakan arah datangnya sinar. Bila
pasien dapat melihat sinar maka visusnya 1/- (LP) dan bila mampu menyatakan arah
datangnya sinar dengan baik maka visusnya 1/- dengan proyeksi baik (GP). Bila
pasien dapat melihat sinar maka visusnya 1/- (LP) dan tidak mampu menyatakan
arah datangnya sinar maka visusnya 1/- dengan proyeksi buruk (BP). Bila pasien
tetap tidak dapat melihat sinar maka visusnya adalah no light perception/NLP (buta
total).16
pasif, dan hasil pengukuran diperoleh dari hasil observasi alat yang dipergunakan.
• Autorefraktometer
objektif dengan prinsip pengukuran perubahan sinar ketika masuk ke mata pasien.
dahi dan dagunya pada sandaran alat kemudian melihat lurus ke objek (gambar) yang ada
di dalam alat. Pemeriksaan dilakukan satu per satu pada mata, dimulai dengan mata kanan
terlebih dahulu.
4. Pada saat dilakukan pemeriksaan, objek (gambar) yang dilihat pasien akan bergerak maju
mundur sesuai dengan gerakan joystick yang dilakukan pemeriksa untuk mendapatkan
fokus. Alat akan membaca secara otomatis dan menentukan objek (gambar) ketika tepat di
1. Anamnesis
Didapatkan pasien mengeluhkan mata kabur bila melihat jauh, mata dapat cepat lelah,
pusing, cenderung memicingkan mata bila melihat jauh. Tidak terdapat riwayat gangguan
2. Pemeriksaan Refraksi
Bila didapatkan penurunan visus dan dikoreksi dengan menggunakan sferis negatif terkecil
8. Tatalaksana Miopia
maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.00 memberikan tajam
penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi S-3.25, maka sebaiknya diberikan lensa
koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.
b. Lensa Kontak
c. Bedah refraktif
atau koreksi berlebihan dari yang awal, munculnya halo atau starburst, mata kering, infeksi,
9. Komplikasi Miopia
Komplikasi miopia adalah ablasio retina dan strabismus/juling. Juling biasanya esotropia
atau juling ke dalam akibat mata berkonvergensi terus menerus. Bila terdapat juling keluar
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Miopia atau rabun jauh merupakan salah satu jenis kelainan refraksi dimana sinar sejajar
yang datang dari jarak tak terhingga difokuskan di depan retina saat akomodasi dalam
aksial dan miopia refraktif. Diagnosis miopia dilakukan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Keluhan yang didapatkan adalah mata kabur bila melihat jauh, mata
dapat cepat lelah, pusing, cenderung memicingkan mata bila melihat jauh. Pada
pemeriksaan refraksi didapatkan penurunan visus dan dikoreksi dengan lensa sferis negatif
dapat memberikan perbaikan visus yang lebih baik. Tatalaksana untuk miopia dapat
diberikan kacamata sferis negatif terkecil, lensa kontak dan bila memungkinkan dilakukan
bedah refraktif. Komplikasi miopia dapat berupa ablasio retina dan strabismus.
DAFTAR PUSTAKA
4. Xiang ZY, Zou HD. Recent Epidemiology Study Data of Myopia. Vol. 2020, Journal
of Ophthalmology. Hindawi Limited; 2020.
5. A H Khurana. Optics and refraction. In: Comprehensive opthalmology. 4th ed. India:
New Ages International Limited Publishers; 2007.
7. Fabiola Supit, Winly. Miopia: Epidemiologi dan Faktor Risiko. Cermin Dunia
Kedokteran. 2021;48(12):741–4.
12. World Health Organization. The impact of myopia and high myopia. Australia; 2015.
14. Ilyas S, Yulianti SR. Tajam penglihatan dan kelainan refraksi. In: Ilmu penyakit
mata. 4th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2013.
17. Kemenkes RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer
Edisi II. Edisi revi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik indonesia; 2014.
18. Németh J, Tapasztó B, Aclimandos WA, Kestelyn P, Jonas JB, de Faber JTHN, et al.
Update and guidance on management of myopia. European Society of
Ophthalmology in cooperation with International Myopia Institute. Vol. 31, European
Journal of Ophthalmology. SAGE Publications Ltd; 2021. p. 853–83.
19. Upadhyay S. Myopia, Hyperopia and Astigmatism: A Complete Review with View
of Differentiation. International Journal of Science and Research (IJSR).
2015;4(8):125–9.
20. Haarman AEG, Enthoven CA, Willem Tideman JL, Tedja MS, Verhoeven VJM,
Klaver CCW. The complications of myopia: A review and meta-analysis. Vol. 61,
Investigative Ophthalmology and Visual Science. Association for Research in Vision
and Ophthalmology Inc.; 2020.
LAMPIRAN REFERENSI
https://pusdatin.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-
Gangguan-penglihatan-2018.pdf
2. Wong CW, Brennan N, Ang M. Introduction and overview on myopia: A clinical
p. 1–26.
3. Wulandari M, Mahadini C. Akupuntur titik chengqi, tongziliao, dan yintang dalam
and classifying myopia: A proposed set of standards for clinical and epidemiologic
Kedokteran. 2021;48(12):741–4.
8. Fredrick DR. Myopia. Br Med J. 2002;324(7347):1195–9.
9. Chakraborty R, Read SA, Vincent SJ. Understanding myopia: Pathogenesis and
p. 65–94.
10. Mrugacz M, Gajecka M, Mrukwa-Kominek E, Witkowska KJ. Myopia: Risk factors,
disease mechanisms, diagnostic modalities, and therapeutic options. Vol. 2018, Journal
2019.
12. World Health Organization. The impact of myopia and high myopia. Australia; 2015.
4th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.
15. Logan N, Guggenheim J, To CH. Myopia: mechanisms, manifestations and
management. Vol. 38, Ophthalmic and Physiological Optics. Blackwell Publishing Ltd;
2018. p. 207–9.
16. Budhiastra P, Djelantik AS, Kusumadjaja IMA, Jayanegara W, Putrawati AM,
Yuliawati P, et al. Buku Panduan Belajar Koas Ilmu Kesehatan Mata. 1st ed.
CCW. The complications of myopia: A review and meta-analysis. Vol. 61, Investigative